"Kacaukan?"
"Edward? Emily?"
Bayu menganggukkan kepalanya lalu melanjutkan kalimatnya. "Iya, serahkan padaku. Aku akan bekerjasama dengan Edward. Selama ini, pria itu sangat mencintai Adelia."
"Ya, aku tahu jelas mengenai hal itu."
"Jangan lupa, kita juga memiliki Simon!"
"Simon? Bisa berguna untuk apa pria itu?" tanya Melinda dengan antusias.
"Bisa! Lihat saja. Sementara Afgan berada dalam kehidupan yang kacau, kamu harus menguasai semua asetnya! Mengerti?"
Melinda mengangguk dengan patuh.
"Aku akan menurut! Semua sesuai rencanamu, Sayang."
Bayu tersenyum penuh kemenangan.
"Afgan akan bertekuk lutut. Semua kudapatkan. Istrimu yang kamu tidak hargai, putriku yang kusayangi lalu hartamu, pewaris arogan!"
Melinda mengangguk menyetujui apa yang Bayu katakan.
"Yuk, tidur ... toh dia sudah berada nyaman dengan Adelia di luar kota. Kita biarkan mereka menikmati kebahagiaan sesaat!" seru Bayu sambil tertawa
Melinda merasa senang dengan rencananya yang jahat untuk memperburuk situasi antara Adelia dan Afgan. Sebagai istri sah Afgan, dia merasa memiliki kekuatan untuk mengacaukan kehidupan Adelia dan membuatnya cemburu buta.Dengan kecerdikan dan keanggunan yang dimilikinya, Melinda mulai mencari tahu keberadaan Adelia. Dia menggunakan sumber daya yang dimilikinya sebagai istri Afgan untuk mengetahui informasi yang mungkin membantunya menemukan Adelia.Setelah menemukan keberadaan Adelia, Melinda mulai merancang rencana jahatnya. Dia menyusun skenario yang dirancang untuk membuat Adelia cemburu dan memicu konflik di antara Adelia dan Afgan.Selain memperburuk mental Adelia nanti, Melinda akan melemahkan mental Afgan.Dengan penuh kepercayaan diri, Melinda berencana menyampaikan input negatif tentang Adelia kepada Afgan. Dia menciptakan cerita palsu tentang Adelia yang terlibat dalam hubungan yang tidak pantas dengan orang lain, mencoba memicu rasa cemburu dan
"Kenapa dia tidak pernah memberi tahuku tentang Silvia?" pikirnya dengan frustrasi. "Apakah semua yang dia katakan padaku adalah bohong?"Rasa cemburu dan keraguan Adelia semakin menguat saat dia merenungkan kata-kata Melinda. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Semua yang dia inginkan adalah kejelasan dan kejujuran dari Afgan, tetapi sekarang semuanya tampak begitu rumit dan gelap.Adelia merasa terjebak dalam pusaran emosi yang tak tertahankan. Hatinya terasa hancur oleh keraguan dan cemburu yang melanda. Dia memutuskan untuk mencari jawaban langsung dari Afgan.Dengan langkah gugup, Adelia berkata, "aku ... sedang buru-buru. aku permisi ya," ucap Adelia meninggalkan belanjaannya yang belum dibayarnya.Wanita cantik itu segera melangkah keluar dari pusat pembelanjaan tersebut dan segera masuk ke dalam sebuah taksi online yang kebetulan baru saja menurunkan penumpang di depan pusat pembelanjaan tersebut.Tujuannya adalah segera cari Afgan di tempat
Bob merasa perlu memberitahu Afgan segera mengenai kabar dari laboratorium DNA. Dia tahu bahwa Afgan telah sangat percaya terhadap laporan awal, dan harus mengetahui apa yang terjadi.Dengan hati yang berat, Bob menghubungi Afgan untuk bertemu dengannya di ruangan khusus dalam hotel tersebut. Ketika Afgan tiba, Bob melihat kekhawatiran yang terpancar di wajahnya."Tuan Afgan, ada sesuatu yang harus kusampaikan padamu," ucap Bob dengan suara serius. Lututnya mulai gemetaran, tetapi pria itu berusaha menguatkan dirinya.Afgan menatap Bob dengan tatapan penuh ketegangan. "Ada apa, Bob?" tanyanya dengan curiga.Bob menarik nafas dalam-dalam sebelum menjawab. "Ada kabar dari laboratorium. Mereka mengabari bahwa terjadi kesalahan fatal dalam proses analisis data DNA kita."Afgan terdiam, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Wajahnya pucat, dan matanya mencari penjelasan lebih lanjut dari Bob.Bob menjelaskan dengan detail apa yang
"Keuntungan Apa, Edward?" tanya Adelia dengan kedua mata membulat sempurna.Edward berhenti sejenak dan berhati-hati dalam memilih kata-kata yang ingin dia katakan. Dia sangat tidak ingin berasumi terhadap suatu hal yang kejam dan bisa melukai wanita itu. Namun, semua memang adalah rencana Afgan yang berhasil mereka tebak.Adelia tiba-tiba merasa terkejut lalu berseru, "anakku? Itu yang dia targetkan?"Edward menghela napas lega karena akhirnya wanita itu mengerti tanpa perlu dijelaskan panjang lebar.Tiba-tiba Adelia merasa panik dan merasa semua terasa jelas. "Ya, kedua anak itu yang dia inginkan, astaga ... mengapa aku bodoh sekali!"Adelia menepuk kepalanya lalu terduduk kembali. "Dia menginginkan kedua anak kembarku. Itulah mengapa dia belum juga mengambil keputusan tentang Melinda dan putrinya.""Arghhh ... Aku ... aku begitu bodoh. Aku berharap terlalu banyak kepada pria itu!"Usai mengatakan demikian, Adelia merasa nyeri di ul
Afgan merasa semakin terjebak dalam misteri keluarganya dan memutuskan untuk mencari bantuan lebih . Dia menghubungi Achmed, ayahnya, dengan harapan bahwa kekuasaan dan pengaruh keluarganya dapat membantu mengklarifikasi masalah ini. "Dad. Ini Afgan. Aku butuh bantuanmu untuk menyelidiki sesuatu." Afgan melakukan panggilan jarak jauh untuk menghubungi sang Ayah pada saat itu juga. "Afgan, apa yang bisa kubantu? Kau selalu bisa mengandalkan keluarga kita. Bagaimana kabar cucuku, Silvia?" Afgan mengerutkan dahinya, apa yang akan sang ayah lakukan apabila tahu tentang Lucas dan Joanne? "Uhm, Dad. Ini tentang hasil tes DNA yang aku lakukan. Ada kebingungan besar, dan aku berharap mungkin keluarga kita bisa membantu menjelaskan atau mencari tahu apakah ada kesalahan dalam tes itu." "Hasil test DNA? Siapa? Silvia? Kamu meragukan dia adalah putrimu?" "Bukan, Dad!" "Jadi apa makssudmu? DNA siapa yang ingin kamu ketahui?" Dengan perlahan, Afgan menjelaskan tentang Aiyana yang adalah Ad
Petugas Laboratorium melihat reaksi dari Afgan dan mulai merasa gelisah. "Saya khawatir tes ini tidak memberikan kejelasan yang diharapkan, Pak Afgan. Mungkin ada faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi hasilnya.""Apa faktornya? Mengapa ketiga anak ini, bahkan bukan milikku? Apa yang sudah terjadi?" Afgan terduduk dengan lesu."Tuan Afgan, mari pulang terlebih dahulu dan kita renungkan langkah berikutnya." Bob melihat majikannya dengan penuh simpati. Wajah Afgan yang kacau menyiratkan kekecewaan teramat dalam. Sebuah kebingungan melandanya."Apakah Melinda juga mengkhiantiku? Bagaimana mungkin, Silvia bukan anakku?"Bob menggandeng Afgan yang berdiri dengan hati yang berat, membawa beban ketidakpastian yang semakin berat. Pria itu merasakan kekecewaan dan frustrasi karena harapannya untuk mendapatkan kejelasan kembali pupus.Sementara itu, rahasia tentang identitas sebenarnya Silvia tetap tersembunyi. Afgan, tanpa tahu bahwa Silvia adalah anak dari Melinda dengan hubungannya bersam
Beberapa detik kemudian, Afgan duduk sendirian di ruangan yang kini terasa sepi. Dia mendengar isakan Aiyana di balik pintu, dan hatinya terasa hancur karena menyaksikan perempuan yang pernah menjadi cinta dan keluarganya sekarang terluka dan menangis.Keduanya, terpisah oleh pintu yang rapat, merasakan kesedihan dan kehilangan yang sama, meskipun dari sisi yang berbeda. Saat tangisan Aiyana masih terdengar, Afgan merenung tentang bagaimana kebenaran dan kebingungan telah merobek ikatan yang dulu tampak begitu kuat. Tidak ada kata-kata yang dapat menggambarkan perasaan yang kini menyelimuti mereka berdua."Adelia, kamu adalah Adelia, mengapa kamu masih juga menutup dirimu?" Afgan menjambak rambutnya dan merasa kacau."Arrghhh! Mengapa hasil DNA itu begitu membingungkan?" tanyanya kepada dirinya sendiri."Kalau Lucas, Joanne dan Silvia bukan anakku, jadi anak siapakah mereka?""Aku ...""Aku harus menuntut kebenaran kepada Melinda!"
Langkah Afgan terhenti sesaat, tetapi kemudian dia memutuskan untuk mendekati mereka dengan hati-hati. Dia harus mengetahui kebenaran, tidak peduli apa pun. Dengan hati yang berdegup kencang, Afgan mendekati mereka dan mencoba mendengarkan percakapan mereka. Namun, sebelum dia bisa mendengar apa pun, Melinda dan pria itu melihatnya dan terdiam. "Afgan? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Melinda dengan ekspresi yang terlihat cemas. "Aku pikir aku bisa bertanya hal yang sama padamu, Melinda," ujar Afgan dengan nada tajam, matanya menatap tajam pada pria yang duduk di hadapannya. Pria itu tersenyum dengan tenang, tetapi ada sesuatu di balik senyumnya yang membuat Afgan merasa tidak tenang. "Afgan, apa yang kamu maksud?" tanyanya dengan polos. "Aku tahu semuanya, Bayu. Kamu tidak bisa sembunyikan kebenaran dari aku lagi," ujar Afgan tiba-tiba, mengejutkan kedua orang di hadapannya. Bayu terkejut mendengar namanya disebutkan, dan Melinda
"Selamat ulang tahun, Sayang," ucap Afgan seraya mengecup mesra kening istrinya. Adelia terlihat cantik dalam gaun berwarna merah muda, memancarkan pesona yang memikat semua orang yang hadir. Senyumnya yang menawan membuat suasana semakin hangat dan penuh kebahagiaan.Taman yang indah menjadi latar belakang acara tersebut, dihiasi dengan dekorasi menarik yang dipenuhi balon berwarna-warni. Meja-meja penuh dengan hidangan lokal yang menggugah selera.Afgan sengaja mempersiapkan semua makanan khas lokal Indonesia supaya dapat mencerminkan kekayaan budaya dan rasa yang istimewa. Semua tamu yang diundang tampak menikmati setiap momen, tertawa dan berbincang dalam suasana yang meriah.Afgan sengaja memilih suasana taman ini untuk memberikan kesan alami dan romantis. Cahaya lampu hias yang tergantung di antara pepohonan menambah kehangatan malam itu, menciptakan suasana yang sempurna untuk merayakan ulang tahun Adelia."Tempat ini benar-benar indah, Afgan," kat
Nama itu terdengar seperti melodi yang manis di telinganya, dan wajahnya muncul di dalam bayangan gelap di hadapannya.Lima tahun yang lalu, mereka bertemu dalam sebuah acara pesta, di mana keponakannya, Edward, membawa Adelia sebagai pasangan dansa.Adam masih ingat betapa terpesonanya dia saat itu oleh kehadiran Adelia. Wajah dan penampilan wanita itu sangat mirip dengan mendiang istrinya, membuatnya tercengang dan tak bisa berkedip.Adelia, dengan senyum manisnya dan gerakannya yang anggun, menyihirnya dalam sekejap.Dalam kilatan lampu pesta, Adam melihat bayangan istrinya yang telah tiada, dan dia merasakan hatinya tergetar oleh gelombang nostalgia dan kesedihan yang mendalam.Ketika mereka memiliki kesempatan untuk berdansa sebagai pasangan, Adam merasa seperti dia berada di alam semesta yang sama sekali berbeda, di mana waktu berhenti berputar dan kehilangan tidak lagi terasa menyakitkan.Tetapi, seiring malam berakhir, kenyataan kemb
Adam membalas senyuman wanita itu dengan senyuman manis. "Maka aku akan menjadi milikmu."Sekali lagi mereka berciuman dengan penuh gairah. Sarah terhanyut dan merasa tidak berdaya, tetapi dalam ruang kecil hatinya yang tersisa, dia tahu dengan pasti bahwa Adam bukanlah tipe pria yang akan dengan mudah jatuh hati padanya.Dia menyadari bahwa perasaan Adam padanya hanyalah alat yang dimanfaatkannya untuk menyakiti Melinda lebih dalam lagi. Tetapi, meskipun dia sadar akan ini, dia terus menekan perasaannya sendiri, membiarkan dirinya larut dalam penipuan terhadap hatinya.Setiap hari, Sarah merasa semakin terjebak dalam permainan Adam. Dia memberi dirinya alasan bahwa ini adalah cara untuk menjaga Melinda tetap aman, meskipun di lubuk hatinya, dia tahu bahwa ini hanya sebuah pembenaran dari nafsu dan ketakutan akan kehilangan Adam.Saat malam tiba, Adam mengajaknya keluar untuk makan malam romantis, dan Sarah setuju tanpa ragu.Meskipun dia menyadari
Melinda menggelengkan kepala, matanya kosong memandang ke dalam ruangan. "Aku tidak tahu," ucapnya pelan. "Aku merasa seperti semua impianku hancur, seperti tidak ada lagi yang bisa kuinginkan."Sarah merangkulnya lebih erat. "Tetapi, Melinda, kamu masih punya banyak hal di depanmu. Kehidupanmu tidak berakhir di sini."Melinda menatap sahabatnya dengan pandangan yang penuh keraguan. "Tapi bagaimana aku bisa melupakan semua ini? Bagaimana aku bisa mempercayai seseorang lagi setelah ini?""Bagaimana membuktikan kebenaran bahwa aku hanya difitnah oleh Adam? Semua ini adalah jebakannya."Sarah tersenyum lembut. "Kamu mempunyai hak untuk didampingi seorang pengacara hukum, aku akan mengurusnya dan percayalah, tidak semua pria seperti Adam. Semua ini mungkin hanya salah paham."Melinda mengernyitkan alisnya perlahan, mencoba menyerap kata-kata yang diucapkan oleh Sarah. Namun, perjalanan untuk pulih dari luka ini masih terasa sangat jauh baginya dan kebe
Adam tersenyum dengan licik lalu melanjutkan kalimatnya di depan microphone yang sedang dipegang."Yayasan Melinda i-care sudah menipu publik dengan penjualan tiket konser di acara pertandingan baseball ini. Seharusnya saya mendapatkan applause untuk keberhasilan menjebak pelaku yang sudah menipu tiket kalian, bukan?"Perkataan Adam mendapat seru riuh dari para penonton. Mereka merasa keadilan sudah ditegakkan untuk mereka.Dua orang polisi wanita segera menarik dan memasangkan borgol ke tangan Melinda yang disatukan di belakang punggungnya."I-ini tidak benar! Kamu jahat sekali!" seru Melinda sambil berusaha meronta, tetapi dua orang yang memegangnya sangat kuat."Kamu juga melakukan hal yang sama terhadap keluarga Al-Futtaim, Sayang. Adelia adalah seorang wanita yang baik. Bila saya arus memilih, maka saya akan memilih Adelia menjadi istri yang layak menggantikan mendiang istriku karena wanita itu memiliki semua yang tidak kamu miliki."Me
Melinda merenggangkan lehernya, mencoba untuk melihat lebih jelas ke arah panggung yang sedang disiapkan di tengah lapangan.Ia merasa detak jantungnya semakin kencang seiring dengan lama menunggu. Hari ini adalah hari yang ia tunggu-tunggu dengan penuh harap.Adam Offel, telah memberinya petunjuk bahwa hari ini akan menjadi salah satu yang tak terlupakan. Dia ingin memberikan kesempatan kedua kepada pria itu.Dengan gaun pengantin yang indah melilit tubuhnya, Melinda merasa seperti sang ratu yang siap menerima mahkota kebahagiaan. Tetapi, di tengah kerumunan, ia tidak melihat bayangan Adam yang diharapkannya. Ketidakpastian mulai merayap di dalam pikirannya.Melinda duduk di kursi yang sudah disediakan khusus untuknya. Menyaksikan pertandingan dengan perasaan tidak menentu.Tiba-tiba, lampu-lampu sorot mulai menyala, dan kerumunan berbisik-bisik dengan kegembiraan yang menggelora. Melinda merasakan kegelisahan memenuhi dadanya ketika seseorang mel
Setelah sampai di sana, Melinda langsung berpura-pura bertanya, mencari informasi, namun tidak ada yang mengetahui acara lain selain acara baseball yang memang setiap akhir pekan dilaksanakan di sana."Besok yang bertanding adalah group banteng dengan group singa. Apakah Anda ingin membeli tiket?" tanya petugas tanpa mencurigai apa pun.Wajah dan reaksinya datar, bahkan dia malas untuk melihat ke arah orang yang menanyakan tiket."Baik, terima kasih, aku sudah punya tiket masuk," sahut Melinda lalu bergerak keluar meninggalkan gedung.Malam harinya, wanita itu tidak bisa tidur. Sama sekali tidak bisa memberi istirahat kepada matanya yang sudah lelah.Sesekali dia mematut dirinya di depan cermin dengan memegang gaun yang indah.Keesokan harinya, Melinda terbangun dengan mata yang terasa berat di bawah kelopaknya. Goresan-goresan hitam di sekitar matanya menandakan betapa dalamnya tidur yang dia alami."Mama?" Silvia masuk ke kama
Bel pintu berbunyi, membuyarkan lamunannya yang dalam. Melinda menghela napas dalam-dalam, merenggangkan otot-ototnya yang tegang, lalu beranjak menuju pintu dengan langkah gontai. Dia menghirup udara dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum membuka pintu."Siapa ya yang datang sekarang?" gumamnya pelan.Dengan ragu, ia membuka pintu dan dihadapkan pada seorang pria pengantar paket yang tersenyum ramah di depannya. Paket besar berwarna cokelat muda tergeletak di depan kakinya."Maaf mengganggu, Ma'am. Ini paket untuk Anda," kata pria itu sambil menyodorkan sebuah formulir pengiriman.Melinda mengangguk, mengambil formulir tersebut, dan menandatangani dengan cepat. Pikirannya masih melayang-layang antara rasa penasaran dan kekhawatiran.Pria pengantar itu kemudian menyerahkan paket tersebut kepadanya dengan senyuman hangat sebelum bergegas pergi. Melinda menutup pintu dan kembali ke dalam rumah dengan paket besar yang terasa begitu misterius di tangannya.Dengan hati-hati, ia memb
"Maaf, Nyonya Melinda. Kami hendak memberitahukan bahwa bahan material bangunan yang dipesan atas nama Melinda i-care sudah jatuh tempo. Sejumlah satu Milyar!"Hatinya berdegup kencang. Bagaimana mungkin dia berutang sebanyak itu atas sebuah proyek bangunan?"S-saya tidak pernah memesan apa pun," sahut Melinda dengan suara terputus-putus.Melinda berusaha memeriksa ingatannya, mencari-cari jejak apa pun yang bisa menjelaskan situasi ini, tetapi tidak ada yang muncul. Rasanya seperti terjatuh ke dalam jurang tanpa dasar."Maaf, saya tidak yakin tentang hutang ini," ucap Melinda dengan suara gemetar, mencoba menutupi kepanikannya."Seseorang bernama Tuan Adam yang mengurus semuanya," sahut penagih hutang dengan nada tajam. "Dan dia menyatakan bahwa Anda bertanggung jawab atas pembayarannya. Bukankah semua material itu dikirim kepada Melinda i-care?"Melinda menelan salivanya yang terasa pahit, merasa seakan-akan dunianya runtuh sek