Aiyana yang sedang makan malam dengan anak-anak di meja dapur, menautkan alisnya karena suara Afgan terdengar jelas dan dia tahu betul, pria itu memanggilnya Adelia.
Hati Aiyana bergetar dengan detakan kencang, tetapi dia tahu, harus membuka pintu bagi Afgan atau pria itu akan mendobrak pintu.
"Buka pintunya, Sayang! aku tahu kamu berada di dalam!" lanjut Afgan masih sambil mengedor.
Dengan helaan napas berat, Aiyana membuka pintu.
Afgan terpaku melihat Aiyana dengan kedua mata berkaca-kaca. Lalu segera mencondongkan tubuhnya dan memeluk Aiyana.
"Aku menemukanmu, Adelia!"
"Tuan Afgan, jangan bermain-main lagi, ini ... ini tidak lucu. Aku bukan mantan istrimu!" seru Aiyana sambil mendorong tubuh Afgan sehingga Afgan tersentak mundur sedikit ke belakang.
"Adelia, sudahlah, berhenti berpura-pura. Kita ... " perkataan Afgan terhenti karena Lucas dan Joanne kecil berdiri di belakang Aiyana dan ikut mendengarkan apa yang ingin disampaikan o
"Aku tidak tahu.""Mereka anakku, Adelia. Aku sudah membuktikannya, bukan?"Adelia merebahkan kepalanya ke dada bidang Afgan yang tidak dilapisi kain. "Afgan, kamu masih memiliki Melinda dan seorang putri seusia mereka. Kumohon, lepaskan anak-anakku, aku akan melakukan apa pun untukmu, bahkan untuk melayanimu, aku ... "Afgan segera menaikkan dagu Adelia agar kedua mata mereka bertemu. "Apa yang kamu katakan? Aku mencintaimu dengan sungguh-sungguh. Apakah kamu meragukan isi hatiku?""Adelia," ucapnya dengan suara parau, "aku tahu aku telah membuat kesalahan besar. Aku tidak bisa membayangkan betapa sulitnya semua ini bagimu. Aku merindukanmu, aku merindukan keluarga kita. Maafkan aku."Adelia menatapnya dengan ekspresi campuran antara kebencian dan ketidakpercayaan. Namun, seiring berberapa detik berlalu, dia mulai melunak. Dia melihat ketulusan dalam kata-kata dan tindakan Afgan. Perlahan-lahan, tembok yang memisahkan mereka mulai runtuh."Kenapa kau melakukan ini semua?" tanya Adel
Afgan mulai dengan langkah-langkah kecil. Dia menghabiskan waktu bersama anak-anak mereka, menciptakan kenangan baru yang indah dan membantu mereka melewati masa sulit setelah kebakaran.Selama beberapa hari, dia juga merawat Adelia dengan penuh kasih sayang, meskipun ia selalu ditolak dengan dingin. Dia tidak pernah lelah memberikan dukungan dan perhatian, berusaha keras untuk menunjukkan bahwa cintanya tidak pernah berubah.Kemudian, Afgan memutuskan untuk membuka hatinya sepenuhnya kepada Adelia. Dia membuka diri tentang rasa penyesalannya, mengakui kesalahannya, dan mengungkapkan betapa dia merindukan kebersamaan mereka. Dia tidak mengharapkan balasan, hanya ingin Adelia tahu betapa dalamnya cintanya padanya.Perlahan namun pasti, Adelia mulai melunak. Dia melihat kebaikan dan kesungguhan dalam tindakan Afgan, dan perlahan-lahan tembok yang memisahkan mereka mulai runtuh. Adelia mulai membuka hatinya lagi, membiarkan cahaya cinta Afgan menyinari kegelapan ya
Adelia tersenyum lembut, mengangguk sebagai tanda persetujuan. "Ya, Lucas, Joanne. Afgan benar. Kalian adalah anak-anaknya. Aku mencintai pria ini sejak pertama kali bertemu dan Simon hanya suami kontrak," ucapnya dengan penuh kasih sayang.Lucas dan Joanne terdiam sejenak, mencerna kabar yang mereka terima. Namun, setelah beberapa detik, wajah mereka berbinar-binar dengan kebahagiaan yang tak terbendung. Mereka merangkul Afgan dengan erat, merasa bersyukur dan bahagia atas kabar tersebut."Terima kasih, Dad! Terima kasih, Mom!" seru Lucas dengan suara yang gemetar karena emosi.Joanne juga ikut merangkul Afgan dengan erat. "Kami sangat bahagia memiliki kalian berdua sebagai orangtua kami," ucapnya dengan suara yang penuh haru.Afgan tersenyum bahagia, merasa lega bahwa kedua anak itu menerima kabar tersebut dengan begitu hangat. Mereka berempat kemudian merangkul satu sama lain dalam pelukan yang penuh kasih sayang, merayakan momen penting dalam kehidupa
"Kacaukan?""Edward? Emily?"Bayu menganggukkan kepalanya lalu melanjutkan kalimatnya. "Iya, serahkan padaku. Aku akan bekerjasama dengan Edward. Selama ini, pria itu sangat mencintai Adelia.""Ya, aku tahu jelas mengenai hal itu.""Jangan lupa, kita juga memiliki Simon!""Simon? Bisa berguna untuk apa pria itu?" tanya Melinda dengan antusias."Bisa! Lihat saja. Sementara Afgan berada dalam kehidupan yang kacau, kamu harus menguasai semua asetnya! Mengerti?"Melinda mengangguk dengan patuh."Aku akan menurut! Semua sesuai rencanamu, Sayang."Bayu tersenyum penuh kemenangan."Afgan akan bertekuk lutut. Semua kudapatkan. Istrimu yang kamu tidak hargai, putriku yang kusayangi lalu hartamu, pewaris arogan!"Melinda mengangguk menyetujui apa yang Bayu katakan."Yuk, tidur ... toh dia sudah berada nyaman dengan Adelia di luar kota. Kita biarkan mereka menikmati kebahagiaan sesaat!" seru Bayu sambil tertawa
Melinda merasa senang dengan rencananya yang jahat untuk memperburuk situasi antara Adelia dan Afgan. Sebagai istri sah Afgan, dia merasa memiliki kekuatan untuk mengacaukan kehidupan Adelia dan membuatnya cemburu buta.Dengan kecerdikan dan keanggunan yang dimilikinya, Melinda mulai mencari tahu keberadaan Adelia. Dia menggunakan sumber daya yang dimilikinya sebagai istri Afgan untuk mengetahui informasi yang mungkin membantunya menemukan Adelia.Setelah menemukan keberadaan Adelia, Melinda mulai merancang rencana jahatnya. Dia menyusun skenario yang dirancang untuk membuat Adelia cemburu dan memicu konflik di antara Adelia dan Afgan.Selain memperburuk mental Adelia nanti, Melinda akan melemahkan mental Afgan.Dengan penuh kepercayaan diri, Melinda berencana menyampaikan input negatif tentang Adelia kepada Afgan. Dia menciptakan cerita palsu tentang Adelia yang terlibat dalam hubungan yang tidak pantas dengan orang lain, mencoba memicu rasa cemburu dan
"Kenapa dia tidak pernah memberi tahuku tentang Silvia?" pikirnya dengan frustrasi. "Apakah semua yang dia katakan padaku adalah bohong?"Rasa cemburu dan keraguan Adelia semakin menguat saat dia merenungkan kata-kata Melinda. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Semua yang dia inginkan adalah kejelasan dan kejujuran dari Afgan, tetapi sekarang semuanya tampak begitu rumit dan gelap.Adelia merasa terjebak dalam pusaran emosi yang tak tertahankan. Hatinya terasa hancur oleh keraguan dan cemburu yang melanda. Dia memutuskan untuk mencari jawaban langsung dari Afgan.Dengan langkah gugup, Adelia berkata, "aku ... sedang buru-buru. aku permisi ya," ucap Adelia meninggalkan belanjaannya yang belum dibayarnya.Wanita cantik itu segera melangkah keluar dari pusat pembelanjaan tersebut dan segera masuk ke dalam sebuah taksi online yang kebetulan baru saja menurunkan penumpang di depan pusat pembelanjaan tersebut.Tujuannya adalah segera cari Afgan di tempat
Bob merasa perlu memberitahu Afgan segera mengenai kabar dari laboratorium DNA. Dia tahu bahwa Afgan telah sangat percaya terhadap laporan awal, dan harus mengetahui apa yang terjadi.Dengan hati yang berat, Bob menghubungi Afgan untuk bertemu dengannya di ruangan khusus dalam hotel tersebut. Ketika Afgan tiba, Bob melihat kekhawatiran yang terpancar di wajahnya."Tuan Afgan, ada sesuatu yang harus kusampaikan padamu," ucap Bob dengan suara serius. Lututnya mulai gemetaran, tetapi pria itu berusaha menguatkan dirinya.Afgan menatap Bob dengan tatapan penuh ketegangan. "Ada apa, Bob?" tanyanya dengan curiga.Bob menarik nafas dalam-dalam sebelum menjawab. "Ada kabar dari laboratorium. Mereka mengabari bahwa terjadi kesalahan fatal dalam proses analisis data DNA kita."Afgan terdiam, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Wajahnya pucat, dan matanya mencari penjelasan lebih lanjut dari Bob.Bob menjelaskan dengan detail apa yang
"Keuntungan Apa, Edward?" tanya Adelia dengan kedua mata membulat sempurna.Edward berhenti sejenak dan berhati-hati dalam memilih kata-kata yang ingin dia katakan. Dia sangat tidak ingin berasumi terhadap suatu hal yang kejam dan bisa melukai wanita itu. Namun, semua memang adalah rencana Afgan yang berhasil mereka tebak.Adelia tiba-tiba merasa terkejut lalu berseru, "anakku? Itu yang dia targetkan?"Edward menghela napas lega karena akhirnya wanita itu mengerti tanpa perlu dijelaskan panjang lebar.Tiba-tiba Adelia merasa panik dan merasa semua terasa jelas. "Ya, kedua anak itu yang dia inginkan, astaga ... mengapa aku bodoh sekali!"Adelia menepuk kepalanya lalu terduduk kembali. "Dia menginginkan kedua anak kembarku. Itulah mengapa dia belum juga mengambil keputusan tentang Melinda dan putrinya.""Arghhh ... Aku ... aku begitu bodoh. Aku berharap terlalu banyak kepada pria itu!"Usai mengatakan demikian, Adelia merasa nyeri di ul
"Selamat ulang tahun, Sayang," ucap Afgan seraya mengecup mesra kening istrinya. Adelia terlihat cantik dalam gaun berwarna merah muda, memancarkan pesona yang memikat semua orang yang hadir. Senyumnya yang menawan membuat suasana semakin hangat dan penuh kebahagiaan.Taman yang indah menjadi latar belakang acara tersebut, dihiasi dengan dekorasi menarik yang dipenuhi balon berwarna-warni. Meja-meja penuh dengan hidangan lokal yang menggugah selera.Afgan sengaja mempersiapkan semua makanan khas lokal Indonesia supaya dapat mencerminkan kekayaan budaya dan rasa yang istimewa. Semua tamu yang diundang tampak menikmati setiap momen, tertawa dan berbincang dalam suasana yang meriah.Afgan sengaja memilih suasana taman ini untuk memberikan kesan alami dan romantis. Cahaya lampu hias yang tergantung di antara pepohonan menambah kehangatan malam itu, menciptakan suasana yang sempurna untuk merayakan ulang tahun Adelia."Tempat ini benar-benar indah, Afgan," kat
Nama itu terdengar seperti melodi yang manis di telinganya, dan wajahnya muncul di dalam bayangan gelap di hadapannya.Lima tahun yang lalu, mereka bertemu dalam sebuah acara pesta, di mana keponakannya, Edward, membawa Adelia sebagai pasangan dansa.Adam masih ingat betapa terpesonanya dia saat itu oleh kehadiran Adelia. Wajah dan penampilan wanita itu sangat mirip dengan mendiang istrinya, membuatnya tercengang dan tak bisa berkedip.Adelia, dengan senyum manisnya dan gerakannya yang anggun, menyihirnya dalam sekejap.Dalam kilatan lampu pesta, Adam melihat bayangan istrinya yang telah tiada, dan dia merasakan hatinya tergetar oleh gelombang nostalgia dan kesedihan yang mendalam.Ketika mereka memiliki kesempatan untuk berdansa sebagai pasangan, Adam merasa seperti dia berada di alam semesta yang sama sekali berbeda, di mana waktu berhenti berputar dan kehilangan tidak lagi terasa menyakitkan.Tetapi, seiring malam berakhir, kenyataan kemb
Adam membalas senyuman wanita itu dengan senyuman manis. "Maka aku akan menjadi milikmu."Sekali lagi mereka berciuman dengan penuh gairah. Sarah terhanyut dan merasa tidak berdaya, tetapi dalam ruang kecil hatinya yang tersisa, dia tahu dengan pasti bahwa Adam bukanlah tipe pria yang akan dengan mudah jatuh hati padanya.Dia menyadari bahwa perasaan Adam padanya hanyalah alat yang dimanfaatkannya untuk menyakiti Melinda lebih dalam lagi. Tetapi, meskipun dia sadar akan ini, dia terus menekan perasaannya sendiri, membiarkan dirinya larut dalam penipuan terhadap hatinya.Setiap hari, Sarah merasa semakin terjebak dalam permainan Adam. Dia memberi dirinya alasan bahwa ini adalah cara untuk menjaga Melinda tetap aman, meskipun di lubuk hatinya, dia tahu bahwa ini hanya sebuah pembenaran dari nafsu dan ketakutan akan kehilangan Adam.Saat malam tiba, Adam mengajaknya keluar untuk makan malam romantis, dan Sarah setuju tanpa ragu.Meskipun dia menyadari
Melinda menggelengkan kepala, matanya kosong memandang ke dalam ruangan. "Aku tidak tahu," ucapnya pelan. "Aku merasa seperti semua impianku hancur, seperti tidak ada lagi yang bisa kuinginkan."Sarah merangkulnya lebih erat. "Tetapi, Melinda, kamu masih punya banyak hal di depanmu. Kehidupanmu tidak berakhir di sini."Melinda menatap sahabatnya dengan pandangan yang penuh keraguan. "Tapi bagaimana aku bisa melupakan semua ini? Bagaimana aku bisa mempercayai seseorang lagi setelah ini?""Bagaimana membuktikan kebenaran bahwa aku hanya difitnah oleh Adam? Semua ini adalah jebakannya."Sarah tersenyum lembut. "Kamu mempunyai hak untuk didampingi seorang pengacara hukum, aku akan mengurusnya dan percayalah, tidak semua pria seperti Adam. Semua ini mungkin hanya salah paham."Melinda mengernyitkan alisnya perlahan, mencoba menyerap kata-kata yang diucapkan oleh Sarah. Namun, perjalanan untuk pulih dari luka ini masih terasa sangat jauh baginya dan kebe
Adam tersenyum dengan licik lalu melanjutkan kalimatnya di depan microphone yang sedang dipegang."Yayasan Melinda i-care sudah menipu publik dengan penjualan tiket konser di acara pertandingan baseball ini. Seharusnya saya mendapatkan applause untuk keberhasilan menjebak pelaku yang sudah menipu tiket kalian, bukan?"Perkataan Adam mendapat seru riuh dari para penonton. Mereka merasa keadilan sudah ditegakkan untuk mereka.Dua orang polisi wanita segera menarik dan memasangkan borgol ke tangan Melinda yang disatukan di belakang punggungnya."I-ini tidak benar! Kamu jahat sekali!" seru Melinda sambil berusaha meronta, tetapi dua orang yang memegangnya sangat kuat."Kamu juga melakukan hal yang sama terhadap keluarga Al-Futtaim, Sayang. Adelia adalah seorang wanita yang baik. Bila saya arus memilih, maka saya akan memilih Adelia menjadi istri yang layak menggantikan mendiang istriku karena wanita itu memiliki semua yang tidak kamu miliki."Me
Melinda merenggangkan lehernya, mencoba untuk melihat lebih jelas ke arah panggung yang sedang disiapkan di tengah lapangan.Ia merasa detak jantungnya semakin kencang seiring dengan lama menunggu. Hari ini adalah hari yang ia tunggu-tunggu dengan penuh harap.Adam Offel, telah memberinya petunjuk bahwa hari ini akan menjadi salah satu yang tak terlupakan. Dia ingin memberikan kesempatan kedua kepada pria itu.Dengan gaun pengantin yang indah melilit tubuhnya, Melinda merasa seperti sang ratu yang siap menerima mahkota kebahagiaan. Tetapi, di tengah kerumunan, ia tidak melihat bayangan Adam yang diharapkannya. Ketidakpastian mulai merayap di dalam pikirannya.Melinda duduk di kursi yang sudah disediakan khusus untuknya. Menyaksikan pertandingan dengan perasaan tidak menentu.Tiba-tiba, lampu-lampu sorot mulai menyala, dan kerumunan berbisik-bisik dengan kegembiraan yang menggelora. Melinda merasakan kegelisahan memenuhi dadanya ketika seseorang mel
Setelah sampai di sana, Melinda langsung berpura-pura bertanya, mencari informasi, namun tidak ada yang mengetahui acara lain selain acara baseball yang memang setiap akhir pekan dilaksanakan di sana."Besok yang bertanding adalah group banteng dengan group singa. Apakah Anda ingin membeli tiket?" tanya petugas tanpa mencurigai apa pun.Wajah dan reaksinya datar, bahkan dia malas untuk melihat ke arah orang yang menanyakan tiket."Baik, terima kasih, aku sudah punya tiket masuk," sahut Melinda lalu bergerak keluar meninggalkan gedung.Malam harinya, wanita itu tidak bisa tidur. Sama sekali tidak bisa memberi istirahat kepada matanya yang sudah lelah.Sesekali dia mematut dirinya di depan cermin dengan memegang gaun yang indah.Keesokan harinya, Melinda terbangun dengan mata yang terasa berat di bawah kelopaknya. Goresan-goresan hitam di sekitar matanya menandakan betapa dalamnya tidur yang dia alami."Mama?" Silvia masuk ke kama
Bel pintu berbunyi, membuyarkan lamunannya yang dalam. Melinda menghela napas dalam-dalam, merenggangkan otot-ototnya yang tegang, lalu beranjak menuju pintu dengan langkah gontai. Dia menghirup udara dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum membuka pintu."Siapa ya yang datang sekarang?" gumamnya pelan.Dengan ragu, ia membuka pintu dan dihadapkan pada seorang pria pengantar paket yang tersenyum ramah di depannya. Paket besar berwarna cokelat muda tergeletak di depan kakinya."Maaf mengganggu, Ma'am. Ini paket untuk Anda," kata pria itu sambil menyodorkan sebuah formulir pengiriman.Melinda mengangguk, mengambil formulir tersebut, dan menandatangani dengan cepat. Pikirannya masih melayang-layang antara rasa penasaran dan kekhawatiran.Pria pengantar itu kemudian menyerahkan paket tersebut kepadanya dengan senyuman hangat sebelum bergegas pergi. Melinda menutup pintu dan kembali ke dalam rumah dengan paket besar yang terasa begitu misterius di tangannya.Dengan hati-hati, ia memb
"Maaf, Nyonya Melinda. Kami hendak memberitahukan bahwa bahan material bangunan yang dipesan atas nama Melinda i-care sudah jatuh tempo. Sejumlah satu Milyar!"Hatinya berdegup kencang. Bagaimana mungkin dia berutang sebanyak itu atas sebuah proyek bangunan?"S-saya tidak pernah memesan apa pun," sahut Melinda dengan suara terputus-putus.Melinda berusaha memeriksa ingatannya, mencari-cari jejak apa pun yang bisa menjelaskan situasi ini, tetapi tidak ada yang muncul. Rasanya seperti terjatuh ke dalam jurang tanpa dasar."Maaf, saya tidak yakin tentang hutang ini," ucap Melinda dengan suara gemetar, mencoba menutupi kepanikannya."Seseorang bernama Tuan Adam yang mengurus semuanya," sahut penagih hutang dengan nada tajam. "Dan dia menyatakan bahwa Anda bertanggung jawab atas pembayarannya. Bukankah semua material itu dikirim kepada Melinda i-care?"Melinda menelan salivanya yang terasa pahit, merasa seakan-akan dunianya runtuh sek