"Gak bisa nunggu sampai Anjani berumur 20 tahun?" Diandra berbicara dengan tenang dengan seseorang melalui telepon.
"Sudah tidak ada waktu lagi, Di. Sean akan semakin tua jika kita terus menunda." jawab suara di sebrang sana.
"Tapi anakku masih sekolah, Ad."
Ya, Adi adalah lawan bicara Diandra. Mereka sedang membahas dengan serius permasalahan perjodohan putra - putri mereka. Tampaknya, Diandra sedang meminta Adi untuk menunda perjodohan anak mereka karena Anjani masih belum menyelesaikan sekolahnya.
"Menikah dengan anakku bukan berarti menjual pendidikan anakmu, Di. Aku berjanji Anjani pasti akan tetap sekolah meski sudah menikah nanti, ia bahkan bisa menempuh pendidikan sampai S2."
Diandra mengigit bibirnya, seketika ia menyesali perjanjian konyol yang ia buat dengan Adi.
"Berapa umur Sean saat ini, Ad?" tanya Diandra.
"30 tahun," jawab Adi.
Diandra terdiam, berpikir sejenak, umur Sean memang sudah begitu matang, namun Diandra akan terus membujuk Adi, "30 tahun masih belum terlalu tua, Ad. Tunggu lah Anjani berumur 20."
"Yeah, tapi umurku yang sudah tua, aku hanya takut tidak bisa menghadiri pernikahan anakku satu - satunya. Aku ingin melihat anakku menikah sebelum ajal menjemputku."
"Kenapa kamu berbicara seperti itu? Apa kamu sedang sakit?" Diandra bertanya dengan sedikit cemas, tidak biasanya Adi berbicara seserius itu apalagi perihal usia dan kematian.
"Tidak. Aku hanya sedang merayumu, HAHAHA" suara tawa Adi terdengar begitu nyaring, membuat Diandra tidak bisa menahan bibirnya juga untuk tidak tertawa. Tapi hati Diandra berkata, bahwa Adi sedang berbohong saat ini, ada sesuatu yang di tutupi oleh Adi.
"Jadi bagaimana, Di? Bersediakah kamu mengizinkan anakmu menjadi menantuku?" tanya Adi dengan nada guyon.
Diandra menghentikan tawanya sejenak, "Nanti akan aku bicarakan dengan suamiku dulu." kata Diandra menyakinkan Adi.
Terdengar helaan nafas panjang Adi di sebrang sana, "Baiklah. Kamu tidak perlu khawatir dengan putrimu nanti, aku jamin Sean akan menjaga dan menyayangi Anjani dengan baik."
"Ya, meski yang aku tau Sean itu dingin."
"Tapi aku percaya anakmu bisa melunakannya, HAHAHA" tawa Adi kembali menggelegar.
"Ad," panggil Diandra membuat Adi menghentikan tawanya.
"Ya?"
"Apa kamu benar baik - baik saja? Kamu tidak bisa membohongiku, Ad. Katakan yang sejujurnya." cemas dan serius adalah kata yang dapat menggambarkan wajah Diandra saat ini.
Adi terdiam beberapa saat, namun beberapa menit kemudian suaranya kembali terdengar.
"Aku sakit, Di. Dokter memvonis ku sakit kanker perut."
Pada akhirnya berbohong atau menutupi sesuatu pada Diandra adalah hal yang tidak bisa Adi lakukan sampai saat ini.
* * *
"Nak, kamu belum punya pacar kan?"
Anjani mengernyitkan keningnya, menatap sang Mamah dengan tatapan menyelidik. Pasalnya, selama ini Diandra -Mamah nya Anjani- jarang sekali membahas perihal pacar dengannya. Malahan Diandra melarang keras Anjani untuk pacaran, katanya laki - laki jaman sekarang itu berbahaya.
"Tumben mamah nanyain pacar." Anjani balik bertanya. Seketika Anjani mengabaikan kucing kesayangannya yang sedang mendusel manja di kakinya.
Diandra mengelus kepala putri kesayangan nya itu, "Mau nanya aja, kamu udah punya pacar belum?"
Anjani menggeleng dengan polosnya, melihat itu senyum Diandra langsung terbentang. Mungkin wanita itu lupa kalau ia selalu bawel menasehati Anjani untuk tidak berpacaran sebelum lulus SMA.
"Sedang apa, Jan?" Roger -Papahnya Anjani, datang dan bertanya.
Anjani melipat bibirnya bosan, "Sedang main saja dengan Milo." jawab Anjani sambil mengelus bulu kucingnya yang ia kasih nama Milo.
Roger mengangguk saja menanggapi ucapan anaknya, lalu ia mendaratkan bokongnya di sofa panjang di hadapan Diandra dan Anjani.
"Ada yang mau Papah dan Mamah bicarakan denganmu." ujar Roger dengan nada bicara seriusnya.
"Mau bicara apa?" tanya Anjani.
Roger menoleh kearah Diandra, mereka saling melempar pandang. Seolah saling berbicara lewat tatapan mata. Roger menelan ludah, ia seakan tidak bisa mengatakan hal yang tertahan di tenggorokannya, terlebih lagi ketika ia menatap wajah polos Anjani, rasanya tidak tega.
Roger sudah tahu tentang perjanjian Adi dan istrinya sejak lama. Dan Roger tidak masalah dengan perjodohan itu karena Roger mengenal Sean dengan baik, Sean adalah anak yang sopan meski sedikit angkuh. Roger juga menyukai Sean karena kejeniusan laki - laki itu dalam berbisnis, bahkan saat di usia Sean yang masih muda dia bisa menduduki kursi terhormat di perusahaan. Jadi, tidak ada alasan untuk Roger tidak suka apalagi tidak setuju bila Anjani di jodohkan dengan Sean.
Roger sangat setuju bila anak perempuan nya itu menjadi istri dari pria sukses yang bisa menjamin hidup dan membahagiakan putrinya.
Apalagi tadi Diandra bilang bahwa Adi divonis sakit kanker perut dan meminta Sean dan Anjani di nikahkan secepatnya.
Roger tidak masalah, ia malah akan bahagia bila memiliki menantu seperti Sean.
Tapi masalahnya, Anjani masih terlalu muda untuk menjadi seorang istri. Dia belum cukup ilmu untuk membangun rumah tangga dengan pria.
"Kamu mau menikah gak?"
Seketika Diandra dan Anjani menutup mulutnya terkejut. Namun detik berikutnya suara tawa Anjani menggelegar, Anjani tertawa hingga terbahak - bahak, berbeda dengan Diandra yang langsung panik dan mencubit gemas paha Roger.
"Menikah?" tanya Anjani sambil tertawa, "Papah bercanda?" tanya Anjani menatap Roger sembari menahan tawa.
"Ma-maksud papah kamu bukan gitu." timpal Diandra sedikit panik. Agak kesal juga dengan Roger yang berbicara tanpa basa basi seperti tadi.
"Iya aku tau papah pasti tadi bercanda." ujar Anjani yang tawanya sudah mereda. Ia mengambil gelas berisi jus jeruk buatan Diandra yang tergeletak di atas meja.
"Enggak, Papah tadi gak lagi bercanda." jawab Roger dengan nada seriusnya.
Anjani mengangkat alis, kali ini dia tidak bisa tertawa karena raut wajah papahnya yang terlihat begitu serius seakan perkataan nya bukan sekedar omong kosong.
"Maksud papah?" tanya Anjani sembari menaruh jus jeruknya yang tidak jadi ia minum.
Diandra meremas bajunya ketika merasakan hawa dingin menyelimuti ruang tengah rumahnya.
Roger berdehem, "Papah dan mamah akan menjodohkan mu dengan seorang laki - laki."
"Papah sedang bercanda kan?"
"Apa wajah Papah keliatan lagi bercanda?"
Anjani menggeleng dengan wajah polosnya.
Melihat wajah Anjani yang mulai cemas, Diandra langsung memegang telapak tangan putrinya itu.
"Maafin mamah," ujarnya sembari menahan isak, mendengar suara gemetar Diandra, Anjani langsung menoleh panik kearah Mamah nya.
"Mamah kenapa nangis?"
"Maafin maman, dulu mamah berjanji sama paman Adi, kalau kami akan menjodohkan putra - putri kami kelak. Dan mamah harus menikahkan kamu dengan anaknya." kata Diandra tak kuasa menahan air matanya.
Anjani menggigit bibirnya, ia mengusap pundak Diandra mencoba menenangkan meski sebenar dia benar - benar shock.
Semua terlalu membingungkan untuk Anjani.
"Mamah jangan nangis," kata Anjani sambil menghapus jejak air mata Diandra.
"Jadi maksud mamamh, aku harus menikah dengan anaknya Paman Adi?" tanya Anjani, Diandra dan Roger mengangguk kompak.
"Bukannya anaknya Paman Adi cuma satu? Dan kayaknya umur anaknya paman Adi lebih tua dibanding abang Key?" ujar Anjani. Anjani mengenal baik keluarga Adi, tapi sekalipun Anjani belum pernah melihat seperti apa wujud anaknya, yang ia tahu anaknya Adi lebih tua beberapa tahun dengan Adevan Key - kakak laki - lakinya-
"Iya, namanya Sean, dia beumur 30 tahun."
Mulut Anjani terbuka lebar, dia terkejut bukan main setelah mendengar ucapan mamahnya.
30 tahun? Ia akan menjadi seorang istri dari pria yang berumur 30 tahun?
Tidak adakah yang lebih tua lagi?
"Mamah, dia tua banget!!!" cicit Anjani.
Roger menggeleng, "Enggak, Jan. Laki - laki dewasa justru lebih bertanggung jawab dan pengertian." jawabnya.
"Tapi aku masih sekolah, Pah. Aku ingin kuliah."
"Paman Adi bilang Sean akan mengizinkan mu sekolah bahkan sampai S2."
"Tapi mah..."
Sebelum mendengar penolakan Anjani, Diandra langsung menangis kencang. Membuat Anjani menjadi enggan menolak permintaan kedua orangtuanya itu.
"Apa kamu tega membuat mamah menjadi seseorang yang mengingkari janji?" tanya Diandra di sela - sela tangisnya.
"Bukan begitu, mah, tapi..."
"Adi dan Lucia pasti bakalan marah sama mamah, mereka pasti gak mau berteman lagi sama mamah..." Diandra terus meracau sambil menangis, ini adalah salah satu strategi agar Anjani menuruti permintaan nya. Karena Anjani paling tidak bisa melihat mamah nya menangis.
"Okay! Aku akan menikah, jadi mamah jangan nangis." seru Anjani lalu memeluk tubuh Diandra lalu menangis di pelukannya.
"Aku akan menikah mah, aku akan menuruti permintaan mamah, jadi mamah jangan nangis..." ujar Anjani sambil terisak.
Diandra tertawa diam - diam bersama Roger. Ya, bersyukur mereka memiliki gadis penurut dan polos seperti Anjani.
Hallo semuanya, jadi disini umur Sean aku ubah ya jadi 30 tahun, kalau di next part ada umur Sean yang beda tolong di komen biar aku ganti. Terima kasih.
Hari pernikahan Sean dan Anjani tiba. Tidak seperti pernikahan pada umumnya yang terlaksana karena cinta dari sang calon pengantin, pernikahan Sean dan Anjani terlaksana justru karena kehendak dari kedua orang tua mereka. Ya, pada akhirnya Sean dan Anjani harus menerima perjodohan yang orang tuanya rencana kan sejak dulu. Dua kepala yang tidak saling mengenal apalagi mencintai itu harus terikat janji pernikahan. Sean dan Anjani, mereka bahkan belum pernah bertemu sebelumnya, dan di pertemuan pertama mereka, mereka resmi menjadi sepasang suami dan istri. Ijab kobul sudah Sean ucapkan dengan lantang, kini para tamu undangan sedang menunggu pengantin wanita keluar dari kamarnya. Dengan balutan gaun pernikahan berwarna putih, Anjani tampak begitu cantik dan anggun, beberapa tamu undangan bahkan memuji wanita cantik itu secara terang - terangan. Tak luput juga dari perhatian Sean tentunya, mata Sean tidak lepas memandang Anjani yang sedang berjalan kearah di
Satu minggu menyandang status sebagai seorang suami, sebuah insiden tak terduga terjadi. Tepatnya pagi ini, ketika Sean bersiap untuk berangkat ke kantornya."Jadi aku pergi ke sekolah tanpa pakai pembalut gitu, om?! Nanti kalo darahnya pada tembus gimana?! Ngadi - ngadi aja sih Om!"Anjani datang bulan, dan Sean tidak tau harus melakukan apa."Sumpel dulu pakai tisu!”"Om kira vagina aku mimisan!"Sean menggeram, "Terus saya harus apa?" tanya Sean mencoba tenang, tapi percayalah, dadanya bergemuruh hebat karena emosi yang ia tahan.Anjani bersedekap dada, menatap jengkel kearah Sean yang tidak peka, "Beliin aku pembalut, yang ada sayapnya.""Hah?!" Mata Sean terbuka lebar, rahangnya jatuh saat itu juga setelah mendengar permintaan Anjani.Sean bertelak pinggang, memijat keningnya yang mendadak dilanda pening. Bayangkan saja, Sean sudah rapih dengan setelan kemeja dan jas kerjanya, masa i
"Om kok bisa sih pacaran sama Yuna?" tanya Anjani di tengah perjalanan menuju sekolahnya..Sean yang tengah menyetir menoleh sekilas ke Anjani, "Pelet saya manjur." jawab Sean asal.Anjani berdecak, sama sekali tidak minat untuk tertawa. Habisnya Sean tidak mendalami lawakannya, masa iya ngelucu tapi mukanya judes banget kayak macan betina PMS."Om, kalau aku gak mau cerai, hubungan Om sama mbak Yuna gimana?" tanya Anjani dengan wajah cueknya, padahal wajah cueknya itu hanya topeng untuk menutupi jantungnya yang berdetak tak sabaran.Anjani bertanya seperti itu karena ia sedikit berubah pikiran. Baru satu minggu berstatus istri Sean, tapi agaknya Anjani sudah terpanah dengan ketampanan suaminya yang memiliki pacar ini."Ya sudah kamu saya madu karena saya akan tetap menikahi Yuna. Tenang saja, saya mampu kok menafkahi dua istri." jawab Sean dengan tenangnya.BUGH!!!Spontan Anjani melayangkan tinjuny
Wajah Anjani merengut sebal saat melihat Yuna sedang duduk manis diruang tengah apartemennya. Anjani yang tadinya ceria karena diantar pulang sama Sean berubah jengkel."Kok kamu masih disini?" tanya Anjani dengan angkuh nya.Yuna tersenyum ramah, tangannya mengusap rambut Anjani sayang, "Aku nginap disini malam ini." jawab Yuna.Anjani terbelalak, ia berbalik badan menoleh kearah Sean yang sedang mengganti sepatunya dengan sendal rumah."Gak boleh!" sentak Anjani, "kamu gak boleh nginep disini!" ujar Anjani sembari bertelak pinggang.Yuna yang masih mengusap rambut Anjani spontan berhenti, matanya menyendu merasa sedih tidak mendapatkan izin dari istri pacarnya."Kenapa?" tanya Yuna pelan.Anjani mengangkat wajahnya sombong, "Gak boleh lah, itu namanya zinah! Zinah itu dosa, kamu mau masuk neraka?" kata Anjani menceramahi.&
Baru beberapa menit kakinya mendarat ditempat kelap-kelip, Anjani sudah merengek minta pulang. Ia merasa kecil dan tidak cocok berada di tempat itu, beda halnya dengan Jane yang sudah asik berjoget menikmati musik yang di mainkan DJ di atas forum."Mamah.. Aku .au pulang..." lirih Anjani yang merengut ketakutan di pojok ruangan. Ia duduk di sofa sendirian. Jane meninggalkan Anjani di sana sendirian karena cewek itu terus merengek meminta Jane untuk mengantarnya pulang. Tentu saja Jane enggan, kakinya sulit beranjak keluar dari sana kalau telinganya sudah mendengar hentakan musik club malam.Anjani menatap sekeliling nya, orang-orang sedang sibuk dengan urusan. Ada yang berjoget, merokok, mengobrol sembari menegak minuman dan ada juga yang sedang bercumbu di pojokan.Happy happy apanya, yang ada Anjani menyesal karena tlah menerimaa ajakan Jane. Kalau saja Anjani tahu kalau Jane akan membawanya ketempat ladang dosa
Langit tak berhenti tersenyum sedari tadi mengingat kejadian lucu yang dia alami beberapa menit lalu.Calon pacar?Langit tertawa lagi. Baru kali ini menemukan cewek aneh macam Anjani. Cewek yang Langit anggap aneh tapi sayang nya membuat dia penasaran.Seaneh apa sih Anjani?Langit menepikan mobilnya ke pinggir jalan, dia meraih hapenya. Mencari kontak bernama Jane Rubby lalu menempelkan benda canggih itu ke daun telinga.Langit menggigit bibirnya seraya menunggu sambungan telponnya. Tapi nihil, Jane mengabaikan panggilan dari Langit.Jane: ada apa? Di sini berisik, ketik aja. Buru-buru Langit mengetik balasan pesan untuk Jane.Langit: kirimin nomor AnjaniJane: buat apaan? Langit: mau PDKT* *
Langit: pagiAnjani tersenyum kecut ketika membaca chat masuk dari Langit pagi ini. Cewek yang baru bangun dari tidurnya itu mendengus, merasa jengkel karena Langit mengabaikan chatnya kemarin malam, tapi bisa - bisanya cowok itu mengucapkan selamat pagi, itu tandanya Langit menghindar dari topik percakapan chat semalam. Apa benar kata Sean kalau Langit cuma main - main saja? Anjani berdecak, padahal Anjani baru mengenal Langit, tapi kenapa seolah dia mengharapkan sesuatu pada cowok itu? Anjani melempar ponselnya asal, cahaya matahari sudah menembus kaca jendela nya, itu tandanya Anjani harus segera bangkit dari tempat tidur lalu bergegas menuju kamar mandi. Berbeda dengan Anjani baru saja bangun tidur, Sean sudah rapih dengan setelah jas kerjanya. Sean melangkahkan kakinya menuju dapur, dia terbiasa memasak sarapan sendiri. Karena sedari dulu Sean tidak memakai jasa p
Yuna: aku pulang minggu depan Yuna: tapi gak tau juga sih Sean: yaudah gakpapa, nanti kalo sempet aku jemput kamu pulang Yuna: yeayy Yuna: nanti aku kabarin ya Sean: jangan lama-lama, sayang Sean: aku kangen Yuna: aku jugaaaa Yuna: nanti aku chat lagi, aku mau take dulu by Yuna: kmu jngn sampe telat makan ya Sean: hmm okey Memiliki pacar yang berprofesi sebagai publik figur, Sean sudah biasa di tinggal Yuna keluar kota dalam waktu yang cukup lama. Beruntung, meskipun keduanya sama - sama orang sibuk, mereka tetap berusaha mencuri waktu untuk sekedar menanyakan kabar. Sepadat - padatnya jadwal Yuna, cewek itu tetap perhatian sama Sean. Itu lah mengapa Sean tetap mempertahankan Yuna walaupun Yuna kadang lebih sibuk daripada dirinya. Sean melirik arloji yang melingkar di pergelangan
"Anjani, jangan tinggalin aku." Anjani menatap nanar Langit yang terkapar di jalanan. Lelaki itu tidak sepenuhnya sadar karena efek alkohol yang habis di minumnya. Anjani mengalihkan pandangannya, tak tega menatap suaminya yang berubah kacau seperti tak terurus. Penampilannya berantakan dan tubuhnya menjadi lebih kurus dari yang terakhi ia lihat satu bulan lalu. Tangan Anjani terkepal, amarahnya terhadap Ibu mertua semakin menjadi. Satu bulan lalu, Rita meminta Anjani untuk melepaskan Langit jika memang Anjani tidak sudi untuk di madu. Lalu setelah Anjani pergi dan Langit terpuruk seperti ini, Rita tidak mengambil tindakan apapun. Mungkin sudah, tapi tidak mempan. Buktinya sejak 3 hari belakangan ini Rita selalu mencoba menemui Anjani, wanita itu meminta Anjani untuk kembali pada Langit dan membujuk Langit ke jalan yang benar seperti dulu. Katanya, sejak Anjani pergi dari rumah, Langit berubah, pria itu jadi pemabok dan
"Aku capek mas sama mamah kamu." Langit mengusap pundak Anjani. Mendengar istrinya mengeluh, ia jadi tidak enak hati. Langit tahu kalau selama ini mamahnya membuat Anjani tertekan. Bahkan bukan hanya menekan Anjani saja, namun Langit juga. Sering kali Rita menyuruh Langit untuk bersikap tegas kepada istrinya. Tapi Langit abaikan, Langit tidak ingin dirinya di kontrol penuh oleh Rita meskipun wanita itu wanita yang melahirkannya, tapi jika urusan rumah tangga, Rita tidak punya hak untuk ikut campur. Rita terlalu kebelet ingin mempunyai cucu. Maklum, Langit ini anak satu-satunya, hanya Langit dan Anjani yang bisa memberikan Rita cucu. "Sabar, mamah memang begitu. Jangan di ambil hati. Apa yang mamah omongin ke kamu tadi?" ujar Langit menegarnya. Suasana hati Anjani selalu berubah suram setiap mereka pulang dari rumah Rita. Entah apa yang Rita bicarakan kepada Anjani, tapi Langit yakin kalau yang Rita bicarakan hari ini pasti sudah kelewatan hingga membu
Anjani mengusap perutnya dengan pandangan lurus menerawang. Bibirnya terlukis senyum tipis, namun bersamaan dengan itu air matanya menetes. Ia teringat ucapan dokter lima bulan lalu, dimana dokter tersebut mengabarkan bahwa ia sedang mengandung janin usia dua minggu. Rasa bahagianya saat itu masih Anjani ingat dengan jelas. Lima bulan, ya, seharusnya saat ini kandungan Anjani berusia lima bulan. Mata kosong Anjani meneteskan air mata lagi. "Bayiku.." lirihnya menyedihkan. Sudah satu minggu ia kehilangan bayi yang di kandungnya. Anjani mengalami keguguran dan sampai saat ini cewek itu masih merasa kehilangan, penyesalan dan kesedihan bercampur menjadi satu. Rasanya menyakitkan sekali. "Sudah, jangan di tangisi." Langit selalu berada di sampingnya, berusaha menegarkan dan menanamkan rasa iklas di hati istrinya itu. "Harusnya aku turutin kata mas, harusnya aku gak
Setelah gagal mempertahankan rumah tangganya bersama Anjani dan Yuna, Sean memilih lari dari kota Jakarta bersama anaknya, Keenan. Bali adalah tempat tujuan Sean, berharap pulau indah itu bisa menciptakan lembaran hidup barunya dan mengikis kenangannya bersama Anjani yang sudah menjadi milik pria lain. Tapi ternyata Sean salah, niatnya untuk melupakan Anjani tidak membuahkan hasil meski tahun demi tahun berlalu. Sean sudah mencoba berbagai cara untuk melupakan mantan istrinya itu. Berkencan dengan beberapa wanita hingga menjadi member eksklusif di sebuah bar mewah demi bercumbu dengan wanita berbeda disetiap malamnya. Tapi tetap tidak ada kemajuan, hidup Sean malah tambah berantakan dan tidak memiliki tujuan yang pasti. Sean menyerah, menuruti perintah sang mamah untuk kembali ke Jakarta setelah 4 tahun lamanya melarikan diri dari ibu kota. Sean kembali menemukan jati dirinya, namun yang membuatnya tak habis pikir, ia kembali jatuh cinta dengan gadis muda yang tinggal di seb
Beberapa tahun kemudian... Sinar matahari yang semakin terik menembus tirai jendela kamar Anjani, membuat Anjani secara spontan menutup wajahnya dengan telapak tangannya saat merasakan sengatan sinar mentari pada wajahnya. Perempuan itu mengulet kecil seraya membalikan tubuhnya, mata Anjani lantas terbuka ketika dadanya menabrak sesuatu. "Good morning, wife..." suara berat itu menyapa dengan mata yang masih tertutup rapat, tangan kekarnya menarik pinggang Anjani untuk semakin dekat lalu memeluknya. Anjani tersenyum melihat pemandangan bangun tidurnya yang luar biasa. Wajah sang suami yang masih terlelap tampak sayu, terlihat polos dan begitu menenangkan. Anjani menggerakan tangannya, mengusap pipi sang suami dengan hati-hati. "Good morning, mas Sky." Cup! Anjani mengecup pipi Langit dengan secepat kilat, membuat Langit langsung membuka matany
Jantung Anjani berdebar kencang saat kakinya satu persatu menuruni anak tangga. Cewek itu sudah cantik dengan gaun selutut yang membalut tubuhnya, membuat mata siapapun yang memandang akan takjub dan sulit berpaling darinya. Langkah Anjani berhenti, masih diambang anak tangga. Tampaknya dia tidak sanggup melanjutkan langkahnya saat suara yang saling bersahutan diruang tengah terdengar semakin jelas.Anjani memegang dadanya yang berdebar, ia menarik napas panjang kemudian menghembuskan nya, mencoba merilekskan diri sejenak sebelum pingsan didepan dua keluarga sang mantan suami dan mantan pacar yang melamarnya secara bersamaan.Tubuh Anjani hampir saja terjungkal saat Diandra datang dan menarik tangannya dan membawanya kedalam kamar. Anjani didudukan secara paksa di atas ranjang, sementara Diandra dan Roger bersedekap dada di hadapannya, kedua mata suami istri itu tampak kebingungan namun juga marah."Kamu kalau selingkuh main
"Jan, Jeka sudah punya pacar belum sih?"Anjani yang baru saja selesai mengaplikasikan skincare malam ke wajah langsung menoleh kearah Rena yang memandangnya serius -menunggu jawaban. Anjani mendengus samar, pasti tadi Rena melihat dirinya di jemput Jeka, bau - baunya Rena pengen minta Anjani kenalin ke Jeka.Pandangan Anjani menoleh lagi ke kaca didepannya, memasukan kapas - kapas bekas membersihkan make - up kedalam tong sampah kecil, kemudian Anjani bangkit dan merebahkan diri disamping Rena."Memangnya kenapa kalau belum?" tanya saja sambil fokus dengan ponsel digenggamannya."Yaelah pake nanya lagi, lo gak liat nih teman lo yang satu ini sudah lumutan menjomblo lima bulan lamanya.""Ah, lima bulan sih belum lama - lama amat kali. Lebay deh!"Rena memegang lengan kecil Anjani, lalu ia memasang wajah mengenaskan agar tampak menyedihkan dimata Anjani."Jan, ken
Sean mengeratkan jaketnya, angin yang berhembus malam ini membuat bulu kuduknya berdiri. Sean menyenderkan badannya pada pintu mobilnya yang terparkir didepan gedung asrama Anjani. Laki-laki itu hendak mengembalikan lipstick milik Anjani yang tertinggal didalam mobilnya kemarin. Sean sudah meminta izin kepada kepala asrama untuk menemui Anjani, tetapi kata beliau Anjani sedang tidak ada dikamarnya. Jadi Sean memutuskan untuk menunggu perempuan itu meski ia sudah berdiri selama satu jam lamanya.Sean melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah hampir tengah malam. Mungkin dia harus baluk kesini lagi besok, Sean mengkhawatirkan Keenan yang ia titipin dirumah mamahnya karena babysitter Keenan sudah resign kemarin dengan alasan karena akan segera menikah.Sean hampir saja melajukan mobilnya kalau saja dia tidak melihat motor besar yang baru saja datang sambil membonceng perempuan yang proporsi fisiknya mirip Anjani. Dan yang membu
"Kata Mamah, kamu sudah gak sama Langit ya?" Sean bertanya, memecahkan kesunyian didalam mobilnya.Anjani yang duduk di kursi belakang bersama Keenan yang sudah tertidur langsung menoleh kearah Sean, ia tersenyum canggung seraya menganggukkan kepalanya."Iya, Om." jawabnya. Anjani sedikit tidak percaya kalau ternyata Sean mengetahui urusan percintaannya.Tanpa sadar senyum tipis di bibir Sean terbentang, seakan jawaban Anjani barusan sesuai dengan harapannya.Sean merapatkan bibirnya menahan senyumnya yang semakin lama semakin ingin mengembang, ia merasa sesenang itu. Tangan Sean bergerak mengusap tengkuknya kikuk, banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan kepada Anjani, namun Sean takut membuat Anjani tidak nyaman.Sekarang sudah pukul 4 sore, mobil Sean sudah menuju rumah sakit tempat Anjani bekerja usai menghabiskan waktu seharian di kebun binatang. Banyak momen hari ini yang tidak akan Se