Satu minggu menyandang status sebagai seorang suami, sebuah insiden tak terduga terjadi. Tepatnya pagi ini, ketika Sean bersiap untuk berangkat ke kantornya.
"Jadi aku pergi ke sekolah tanpa pakai pembalut gitu, om?! Nanti kalo darahnya pada tembus gimana?! Ngadi - ngadi aja sih Om!"
Anjani datang bulan, dan Sean tidak tau harus melakukan apa.
"Sumpel dulu pakai tisu!”
"Om kira vagina aku mimisan!"
Sean menggeram, "Terus saya harus apa?" tanya Sean mencoba tenang, tapi percayalah, dadanya bergemuruh hebat karena emosi yang ia tahan.
Anjani bersedekap dada, menatap jengkel kearah Sean yang tidak peka, "Beliin aku pembalut, yang ada sayapnya."
"Hah?!" Mata Sean terbuka lebar, rahangnya jatuh saat itu juga setelah mendengar permintaan Anjani.
Sean bertelak pinggang, memijat keningnya yang mendadak dilanda pening. Bayangkan saja, Sean sudah rapih dengan setelan kemeja dan jas kerjanya, masa iya dikasih perintah beli pembalut di minimarket? Bisa hilang wibawanya!
Anjani mendaratkan bokongnya diatas ranjang, "Ya sudah, kalau om gak mau beliin aku pembalut, aku gak mau sekolah!” ancam Anjani sambil memainkan kukunya. Padahal baru lima hari Anjani bersekolah di sekolah barunya, bisa – bisanya dia pengen bolos.
Helaan nafas frustasi Sean terdengar, baru kali ini Sean diancam sama anak SMA. Bahkan pacarnya tidak pernah memerintah Sean membeli beli keramat itu.
"Kamu rapih-rapih, saya ke minimarket sebentar, saya langsung antar kamu ke sekolah sehabis dari minimarket" ujar Sean lalu beranjak keluar dari kamarnya. Ralat, namun kini kamar kesayangannya itu sudah berpindah kepemilikan.
"Om," panggil Anjani menghentikan langkah Sean.
Sean menoleh jengkel, gatal sekali telinganya mendengar Anjani memanggilnya dengan sebutan Om.
"Apa?!” jawab Sean sedikit ngegas.
"Baju om kapan dipindahin?" tanya Anjani sih pemilik baru kamar utama. Ya, Sean bahkan memfasilitasi Anjani kamar utama yang sebelumnya menjadi kamarnya.
"Nanti pacar saya kesini, dia yang beresin." jawab Sean.
"Itu pacar atau pembantu, om?"
Sebelum emosinya benar-benar meledak Sean memilih angkat kaki tanpa menjawab pertanyaan kurang ajar yang istrinya ucapkan.
* * *
Sesampainya Sean di minimarket dia segera berlari mencari benda keramat wanita. Tapi pas bendanya sudah didepan mata, Sean terdiam, bingung mau milih yang mana. Tangan Sean merogoh saku celana, mengambil hapenya berniat menghubungi Anjani untuk menanyakan pembalut merk apa yang biasa cewek itu gunakan.
Namun sayang beribu saya, Sean lupa kalau ia tidak memiliki nomor hape istrinya. Suami macam apa Sean tidak menyimpan nomor hape istri sendiri.
"Argh!" Sean menggeram, kepalanya lantas menoleh ke kanan dan ke kiri baru sadar kini dirinya jadi pusat perhatian para pengunjung lainnya.
Segera Sean menundukan pandangan, sorot mata mereka menatap Sean penuh selidik. Curiga karena Sean berdiri didepan jejeran pembalut dengan waktu yang lama.
"Kirain cowok tulen," bisik pengunjung lain yang samar-samar Sean dengar.
Mata Sean melotot lebar, jangan bilang mereka mengira kalau Sehun ini cowok jadi-jadian?!
Tanpa pikir panjang, Sean langsung memasukan berbagai merk pembalut kedalam keranjang belanjaan. Tidak perduli yang ada sayapnya atau tidak, yang penting ia bisa cepat pergi dari sini.
"Sean?”
Sial! habis riwayat Sean kalau ketahuan beli pembalut di depan orang yang dia kenal.
Kepala Sean menoleh kikuk. Sedetik kemudian mata Sean melebar lagi. Duh, lama-lama mata sipitnya jadi belo kalau melotot terus dari tadi.
"Yuna?!"
Ya, gimana Sean gak melotot, orang yang manggil tadi itu pacarnya. Yuna Ashily.
Walaupun Yuna memakai topi dan masker, tetap saja Sean mengenali postur tubuh cewek yang dia cintai itu.
"Kamu ngapain beli pembalut?" tanya Yuna, sih Ratu visual yang berhasil Sean ambil hatinya.
Sean menggaruk lehernya kikuk, "Ini buat vivi." Asal kalian tau, Vivi adalah anjing lucu pelihara Sean.
Memalukan.
Sean benar-benar malu.
Bagaimana bisa Sean menjadikan alasan beli pembalut untuk hewan peliharaan nya?
"Vivi kan cowok, Sean." Yuna jadi mikir kenapa cowoknya yang ganteng itu mendadak hilang akalnya. Gakpapa, asal jangan cinta Sean ke dirinya yang hilang.
"Hmmmm, ini buat istriku, Yun."
Yuna membatu, ucapan Sean seperti pisau yang menusuk ulu hatinya, dalam dan menyakitkan.
"Ah, iya, selamat ya beb atas pernikahan kamu."
Sean tersenyum kaku, menerima uluran tangan Yuna sekilas.
Sean cocok dapat predikat cowok brengsek karena mendapatkan ucapan Selamat menikah dari pacarnya.
Dan Yuna pantas mendapatkan gelar cewek kuat karena dengan rela jadi yang kedua.
"Makasih ya, Yun." jawab Sean.
"Sama-sama. Oiya, hari ini aku jadi ke apart kamu?" tanya Yuna kini jalan beriringan dengan Sean menuju kasir.
"Jadi, tapi kalau kamu sempat aja."
Yuna mengangguk semangat, "Sempat kok, aku gak ada jadwal syuting hari ini.”
Omong - omong, Yuna Ashily ini artis muda yang wajahnya sering muncul dilayar kaca. Yuna cantik dan terkenal, tapi sayang pacarnya suami orang. Nama Yuna Ashily jelas familiar ditelinga masyarakat Indonesia, Presiden saja sampai follow akun fanbase Yuna.
"Gimana kalau aku langsung ikut kamu ke apart aja?" tanya Yuna.
"Aku kan mau kerja, sayang."
"Ya gakpapa, aku sama istri kamu aja dirumah."
"Anjani sekolah."
"Suruh bolos aja, biar aku gak sendirian di apartmu."
Percakapan macam apa ini!
Mana ada selingkuhan yang menawarkan diri jadi mangsa istri Sah.
"Gak. Nanti dia jadi bloon kayak kamu."
"Enak aja! Aku dulu rajin sekolah, tapi emang udah takdir punya otak kurang se-ons." jawab Yuna diakhiri gelak tawa. Dia benaran gak tersinggung sama sekali sama ucapan Sean.
Sean menggeleng tak percaya, mengeluarkan dompetnya buat bayar pembalut yang dia borong.
"Perasaan istri kamu cuma satu, kok beli pembalut nya banyak?"
"Buat stok setahun."
Yuna mengangguk percaya saja, padahal Sean ngomongnya cuma bercanda. Kadang, Yuna memang sepolos itu.
* * *
"YUNA ASHILY?"
Anjani menjerit kaget saat melihat wajah yang sering ia lihat dilayar kaca kini berdiri di hadapannya.
"Hai, Anjani." sapa Yuna ramah.
Tatapan Anjani beralih ke Sean yang berdiri di sebelah Yuna, "Jadi dia pacar Om?" tanya Anjani masih dengan wajah kagetnya.
Sean senyum bangga, dia jadi besar kepala setelah melihat reaksi berlebihan Anjani. Sean uakin Anjani pasti fans Yuna garis keras, dan Anjani tak menyangka kalau suaminya ini berhasil merekrut Yuna jadi pacarnya.
"WAH!!! LUMAYAN NIH BUAT PANSOS!" ujar Anjani sambil meraih hape nya, "Kapan lagi dipelakorin sama idola sendiri." lanjut Anjani yang sudah siap melakukan live di akun instagram miliknya.
Mendengar apa yang Anjani bilang, dengan langsung Sean merampas hape Anjani. Anjani berusaha merebutnya, tapi apalah nasib punya badan cuma setinggi dada Sean doang. Jangankan buat meraih hapenya yang Sean angkat tinggi-tinggi, buat cium bibir Sean saja Anjani pikir harus jinjit dulu.
"OM! BALIKIN!" teriak Anjani kesal. Sean menggeleng, memasukan hape Anjani ke dalam saku celananya.
"Hape kamu saya sita."
"Dih, guru BK lo?!"
"Dia kan suami kamu, Jan." sahut Yuna.
"Ya tapikan dia pacar kamu." timpal Anjani.
"Milik kita bersama." kata Yuna polos.
Sean memijat kening frustasi, baru simulasi dibikin pusing setengah mati, apalagi kalau dia beneran poligami nanti?!
"Aku gak mau di poligami!" bentak Anjani galak. Yuna terkejut sekejap.
"Enggak, kok. Kata Sean dia nikahin aku kalo udah cerai sama kamu."
Sebentar, perasaan asing apa yang sedang melanda hati Anjani saat ini?
"Om kok bisa sih pacaran sama Yuna?" tanya Anjani di tengah perjalanan menuju sekolahnya..Sean yang tengah menyetir menoleh sekilas ke Anjani, "Pelet saya manjur." jawab Sean asal.Anjani berdecak, sama sekali tidak minat untuk tertawa. Habisnya Sean tidak mendalami lawakannya, masa iya ngelucu tapi mukanya judes banget kayak macan betina PMS."Om, kalau aku gak mau cerai, hubungan Om sama mbak Yuna gimana?" tanya Anjani dengan wajah cueknya, padahal wajah cueknya itu hanya topeng untuk menutupi jantungnya yang berdetak tak sabaran.Anjani bertanya seperti itu karena ia sedikit berubah pikiran. Baru satu minggu berstatus istri Sean, tapi agaknya Anjani sudah terpanah dengan ketampanan suaminya yang memiliki pacar ini."Ya sudah kamu saya madu karena saya akan tetap menikahi Yuna. Tenang saja, saya mampu kok menafkahi dua istri." jawab Sean dengan tenangnya.BUGH!!!Spontan Anjani melayangkan tinjuny
Wajah Anjani merengut sebal saat melihat Yuna sedang duduk manis diruang tengah apartemennya. Anjani yang tadinya ceria karena diantar pulang sama Sean berubah jengkel."Kok kamu masih disini?" tanya Anjani dengan angkuh nya.Yuna tersenyum ramah, tangannya mengusap rambut Anjani sayang, "Aku nginap disini malam ini." jawab Yuna.Anjani terbelalak, ia berbalik badan menoleh kearah Sean yang sedang mengganti sepatunya dengan sendal rumah."Gak boleh!" sentak Anjani, "kamu gak boleh nginep disini!" ujar Anjani sembari bertelak pinggang.Yuna yang masih mengusap rambut Anjani spontan berhenti, matanya menyendu merasa sedih tidak mendapatkan izin dari istri pacarnya."Kenapa?" tanya Yuna pelan.Anjani mengangkat wajahnya sombong, "Gak boleh lah, itu namanya zinah! Zinah itu dosa, kamu mau masuk neraka?" kata Anjani menceramahi.&
Baru beberapa menit kakinya mendarat ditempat kelap-kelip, Anjani sudah merengek minta pulang. Ia merasa kecil dan tidak cocok berada di tempat itu, beda halnya dengan Jane yang sudah asik berjoget menikmati musik yang di mainkan DJ di atas forum."Mamah.. Aku .au pulang..." lirih Anjani yang merengut ketakutan di pojok ruangan. Ia duduk di sofa sendirian. Jane meninggalkan Anjani di sana sendirian karena cewek itu terus merengek meminta Jane untuk mengantarnya pulang. Tentu saja Jane enggan, kakinya sulit beranjak keluar dari sana kalau telinganya sudah mendengar hentakan musik club malam.Anjani menatap sekeliling nya, orang-orang sedang sibuk dengan urusan. Ada yang berjoget, merokok, mengobrol sembari menegak minuman dan ada juga yang sedang bercumbu di pojokan.Happy happy apanya, yang ada Anjani menyesal karena tlah menerimaa ajakan Jane. Kalau saja Anjani tahu kalau Jane akan membawanya ketempat ladang dosa
Langit tak berhenti tersenyum sedari tadi mengingat kejadian lucu yang dia alami beberapa menit lalu.Calon pacar?Langit tertawa lagi. Baru kali ini menemukan cewek aneh macam Anjani. Cewek yang Langit anggap aneh tapi sayang nya membuat dia penasaran.Seaneh apa sih Anjani?Langit menepikan mobilnya ke pinggir jalan, dia meraih hapenya. Mencari kontak bernama Jane Rubby lalu menempelkan benda canggih itu ke daun telinga.Langit menggigit bibirnya seraya menunggu sambungan telponnya. Tapi nihil, Jane mengabaikan panggilan dari Langit.Jane: ada apa? Di sini berisik, ketik aja. Buru-buru Langit mengetik balasan pesan untuk Jane.Langit: kirimin nomor AnjaniJane: buat apaan? Langit: mau PDKT* *
Langit: pagiAnjani tersenyum kecut ketika membaca chat masuk dari Langit pagi ini. Cewek yang baru bangun dari tidurnya itu mendengus, merasa jengkel karena Langit mengabaikan chatnya kemarin malam, tapi bisa - bisanya cowok itu mengucapkan selamat pagi, itu tandanya Langit menghindar dari topik percakapan chat semalam. Apa benar kata Sean kalau Langit cuma main - main saja? Anjani berdecak, padahal Anjani baru mengenal Langit, tapi kenapa seolah dia mengharapkan sesuatu pada cowok itu? Anjani melempar ponselnya asal, cahaya matahari sudah menembus kaca jendela nya, itu tandanya Anjani harus segera bangkit dari tempat tidur lalu bergegas menuju kamar mandi. Berbeda dengan Anjani baru saja bangun tidur, Sean sudah rapih dengan setelah jas kerjanya. Sean melangkahkan kakinya menuju dapur, dia terbiasa memasak sarapan sendiri. Karena sedari dulu Sean tidak memakai jasa p
Yuna: aku pulang minggu depan Yuna: tapi gak tau juga sih Sean: yaudah gakpapa, nanti kalo sempet aku jemput kamu pulang Yuna: yeayy Yuna: nanti aku kabarin ya Sean: jangan lama-lama, sayang Sean: aku kangen Yuna: aku jugaaaa Yuna: nanti aku chat lagi, aku mau take dulu by Yuna: kmu jngn sampe telat makan ya Sean: hmm okey Memiliki pacar yang berprofesi sebagai publik figur, Sean sudah biasa di tinggal Yuna keluar kota dalam waktu yang cukup lama. Beruntung, meskipun keduanya sama - sama orang sibuk, mereka tetap berusaha mencuri waktu untuk sekedar menanyakan kabar. Sepadat - padatnya jadwal Yuna, cewek itu tetap perhatian sama Sean. Itu lah mengapa Sean tetap mempertahankan Yuna walaupun Yuna kadang lebih sibuk daripada dirinya. Sean melirik arloji yang melingkar di pergelangan
"Mamah?" Sean membatu di tempat, mulutnya spontan terbuka tak kala perempuan di depan sana membalikan badannya. Perempuan paruh baya yang fashionnya tak kalah kece dengan anak muda jaman sekarang itu tersenyum lebar hingga menampilkan deretan gigi putihnya. Beliau adalah Diandra, mamah mertuanya. "Hallo mantu mamah yang ganteng." sapa Diandra sembari berjalan mendekat ke Sean. Sean mengulum bibir, bingung harus merespon dengan reaksi seperti apa. Jelas karena dia baru pertama kali menerima tamu mertuanya sendiri. "Kok cemberut aja, gak senang ya mamah datang?" tanya Diandra sembari mempoutkan bibirnya, praktis senyum Sean langsung berkibar. Dengan sopan Sean menyalami telapak tangan Diandra. "Anjani mana ya, kok kamu pulang cuma sendiri aja?" tanya Diandra sembari celingak - celinguk mencari keberadaan Putri kesayangan. Mata Sean langsung melebar sempurna. Dia menelan ludah sembari
Sean menatap Langit dari atas kepala sampai ujung kaki dengan tatapan tak suka. Dia mendengus jengkel ketika lelaki berperawakan tinggi itu mengusap pucuk kepala Anjani. Raut wajah Sean semakin merengut masam ketika Anjani melempar senyuman manis kepada Langit."Besok berangkat bareng gue ya?" tanya Langit, Sean yang berdiri tak jauh dari mereka membuka telinga nya lebar - lebar."Berangkat sekolah?" Anjani balik bertanya."Berangkat umroh! Ya berangkat sekolah dong Anjani." jawab Langit jenaka, Anjani tertawa kecil mendengarnya. Berbeda dengan lelaki yang berdiri di belakang sana, sih om yang merengut kesal mendengar percakapan dua pemuda yang sedang kasmaran itu."Oke, sayang."Sean melotot, tak menyangka bahwa Anjani bisa seberani itu bermesraan dengan lelaki lain di depan nya. Merasa sudah tak kuat melihat ke uwu-an istrinya dengan pria lain, akhirnya Sean memilih angkat kaki d
"Anjani, jangan tinggalin aku." Anjani menatap nanar Langit yang terkapar di jalanan. Lelaki itu tidak sepenuhnya sadar karena efek alkohol yang habis di minumnya. Anjani mengalihkan pandangannya, tak tega menatap suaminya yang berubah kacau seperti tak terurus. Penampilannya berantakan dan tubuhnya menjadi lebih kurus dari yang terakhi ia lihat satu bulan lalu. Tangan Anjani terkepal, amarahnya terhadap Ibu mertua semakin menjadi. Satu bulan lalu, Rita meminta Anjani untuk melepaskan Langit jika memang Anjani tidak sudi untuk di madu. Lalu setelah Anjani pergi dan Langit terpuruk seperti ini, Rita tidak mengambil tindakan apapun. Mungkin sudah, tapi tidak mempan. Buktinya sejak 3 hari belakangan ini Rita selalu mencoba menemui Anjani, wanita itu meminta Anjani untuk kembali pada Langit dan membujuk Langit ke jalan yang benar seperti dulu. Katanya, sejak Anjani pergi dari rumah, Langit berubah, pria itu jadi pemabok dan
"Aku capek mas sama mamah kamu." Langit mengusap pundak Anjani. Mendengar istrinya mengeluh, ia jadi tidak enak hati. Langit tahu kalau selama ini mamahnya membuat Anjani tertekan. Bahkan bukan hanya menekan Anjani saja, namun Langit juga. Sering kali Rita menyuruh Langit untuk bersikap tegas kepada istrinya. Tapi Langit abaikan, Langit tidak ingin dirinya di kontrol penuh oleh Rita meskipun wanita itu wanita yang melahirkannya, tapi jika urusan rumah tangga, Rita tidak punya hak untuk ikut campur. Rita terlalu kebelet ingin mempunyai cucu. Maklum, Langit ini anak satu-satunya, hanya Langit dan Anjani yang bisa memberikan Rita cucu. "Sabar, mamah memang begitu. Jangan di ambil hati. Apa yang mamah omongin ke kamu tadi?" ujar Langit menegarnya. Suasana hati Anjani selalu berubah suram setiap mereka pulang dari rumah Rita. Entah apa yang Rita bicarakan kepada Anjani, tapi Langit yakin kalau yang Rita bicarakan hari ini pasti sudah kelewatan hingga membu
Anjani mengusap perutnya dengan pandangan lurus menerawang. Bibirnya terlukis senyum tipis, namun bersamaan dengan itu air matanya menetes. Ia teringat ucapan dokter lima bulan lalu, dimana dokter tersebut mengabarkan bahwa ia sedang mengandung janin usia dua minggu. Rasa bahagianya saat itu masih Anjani ingat dengan jelas. Lima bulan, ya, seharusnya saat ini kandungan Anjani berusia lima bulan. Mata kosong Anjani meneteskan air mata lagi. "Bayiku.." lirihnya menyedihkan. Sudah satu minggu ia kehilangan bayi yang di kandungnya. Anjani mengalami keguguran dan sampai saat ini cewek itu masih merasa kehilangan, penyesalan dan kesedihan bercampur menjadi satu. Rasanya menyakitkan sekali. "Sudah, jangan di tangisi." Langit selalu berada di sampingnya, berusaha menegarkan dan menanamkan rasa iklas di hati istrinya itu. "Harusnya aku turutin kata mas, harusnya aku gak
Setelah gagal mempertahankan rumah tangganya bersama Anjani dan Yuna, Sean memilih lari dari kota Jakarta bersama anaknya, Keenan. Bali adalah tempat tujuan Sean, berharap pulau indah itu bisa menciptakan lembaran hidup barunya dan mengikis kenangannya bersama Anjani yang sudah menjadi milik pria lain. Tapi ternyata Sean salah, niatnya untuk melupakan Anjani tidak membuahkan hasil meski tahun demi tahun berlalu. Sean sudah mencoba berbagai cara untuk melupakan mantan istrinya itu. Berkencan dengan beberapa wanita hingga menjadi member eksklusif di sebuah bar mewah demi bercumbu dengan wanita berbeda disetiap malamnya. Tapi tetap tidak ada kemajuan, hidup Sean malah tambah berantakan dan tidak memiliki tujuan yang pasti. Sean menyerah, menuruti perintah sang mamah untuk kembali ke Jakarta setelah 4 tahun lamanya melarikan diri dari ibu kota. Sean kembali menemukan jati dirinya, namun yang membuatnya tak habis pikir, ia kembali jatuh cinta dengan gadis muda yang tinggal di seb
Beberapa tahun kemudian... Sinar matahari yang semakin terik menembus tirai jendela kamar Anjani, membuat Anjani secara spontan menutup wajahnya dengan telapak tangannya saat merasakan sengatan sinar mentari pada wajahnya. Perempuan itu mengulet kecil seraya membalikan tubuhnya, mata Anjani lantas terbuka ketika dadanya menabrak sesuatu. "Good morning, wife..." suara berat itu menyapa dengan mata yang masih tertutup rapat, tangan kekarnya menarik pinggang Anjani untuk semakin dekat lalu memeluknya. Anjani tersenyum melihat pemandangan bangun tidurnya yang luar biasa. Wajah sang suami yang masih terlelap tampak sayu, terlihat polos dan begitu menenangkan. Anjani menggerakan tangannya, mengusap pipi sang suami dengan hati-hati. "Good morning, mas Sky." Cup! Anjani mengecup pipi Langit dengan secepat kilat, membuat Langit langsung membuka matany
Jantung Anjani berdebar kencang saat kakinya satu persatu menuruni anak tangga. Cewek itu sudah cantik dengan gaun selutut yang membalut tubuhnya, membuat mata siapapun yang memandang akan takjub dan sulit berpaling darinya. Langkah Anjani berhenti, masih diambang anak tangga. Tampaknya dia tidak sanggup melanjutkan langkahnya saat suara yang saling bersahutan diruang tengah terdengar semakin jelas.Anjani memegang dadanya yang berdebar, ia menarik napas panjang kemudian menghembuskan nya, mencoba merilekskan diri sejenak sebelum pingsan didepan dua keluarga sang mantan suami dan mantan pacar yang melamarnya secara bersamaan.Tubuh Anjani hampir saja terjungkal saat Diandra datang dan menarik tangannya dan membawanya kedalam kamar. Anjani didudukan secara paksa di atas ranjang, sementara Diandra dan Roger bersedekap dada di hadapannya, kedua mata suami istri itu tampak kebingungan namun juga marah."Kamu kalau selingkuh main
"Jan, Jeka sudah punya pacar belum sih?"Anjani yang baru saja selesai mengaplikasikan skincare malam ke wajah langsung menoleh kearah Rena yang memandangnya serius -menunggu jawaban. Anjani mendengus samar, pasti tadi Rena melihat dirinya di jemput Jeka, bau - baunya Rena pengen minta Anjani kenalin ke Jeka.Pandangan Anjani menoleh lagi ke kaca didepannya, memasukan kapas - kapas bekas membersihkan make - up kedalam tong sampah kecil, kemudian Anjani bangkit dan merebahkan diri disamping Rena."Memangnya kenapa kalau belum?" tanya saja sambil fokus dengan ponsel digenggamannya."Yaelah pake nanya lagi, lo gak liat nih teman lo yang satu ini sudah lumutan menjomblo lima bulan lamanya.""Ah, lima bulan sih belum lama - lama amat kali. Lebay deh!"Rena memegang lengan kecil Anjani, lalu ia memasang wajah mengenaskan agar tampak menyedihkan dimata Anjani."Jan, ken
Sean mengeratkan jaketnya, angin yang berhembus malam ini membuat bulu kuduknya berdiri. Sean menyenderkan badannya pada pintu mobilnya yang terparkir didepan gedung asrama Anjani. Laki-laki itu hendak mengembalikan lipstick milik Anjani yang tertinggal didalam mobilnya kemarin. Sean sudah meminta izin kepada kepala asrama untuk menemui Anjani, tetapi kata beliau Anjani sedang tidak ada dikamarnya. Jadi Sean memutuskan untuk menunggu perempuan itu meski ia sudah berdiri selama satu jam lamanya.Sean melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, sudah hampir tengah malam. Mungkin dia harus baluk kesini lagi besok, Sean mengkhawatirkan Keenan yang ia titipin dirumah mamahnya karena babysitter Keenan sudah resign kemarin dengan alasan karena akan segera menikah.Sean hampir saja melajukan mobilnya kalau saja dia tidak melihat motor besar yang baru saja datang sambil membonceng perempuan yang proporsi fisiknya mirip Anjani. Dan yang membu
"Kata Mamah, kamu sudah gak sama Langit ya?" Sean bertanya, memecahkan kesunyian didalam mobilnya.Anjani yang duduk di kursi belakang bersama Keenan yang sudah tertidur langsung menoleh kearah Sean, ia tersenyum canggung seraya menganggukkan kepalanya."Iya, Om." jawabnya. Anjani sedikit tidak percaya kalau ternyata Sean mengetahui urusan percintaannya.Tanpa sadar senyum tipis di bibir Sean terbentang, seakan jawaban Anjani barusan sesuai dengan harapannya.Sean merapatkan bibirnya menahan senyumnya yang semakin lama semakin ingin mengembang, ia merasa sesenang itu. Tangan Sean bergerak mengusap tengkuknya kikuk, banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan kepada Anjani, namun Sean takut membuat Anjani tidak nyaman.Sekarang sudah pukul 4 sore, mobil Sean sudah menuju rumah sakit tempat Anjani bekerja usai menghabiskan waktu seharian di kebun binatang. Banyak momen hari ini yang tidak akan Se