Share

Bab 3 Bakti Dengan Suami

Author: LyonaAdira
last update Last Updated: 2023-08-11 18:59:10

"Sebenarnya apa yang kamu inginkan, Mas? Apa kamu memang sengaja ingin membuat hubunganku dengan Enggar berantakan?" Pria berusia dua puluh tujuh tahun itu menyeringai. "Atau kamu sengaja melakukan semua ini?"

Pramudita meliriknya sekilas. "Apa yang kamu ucapkan, Dipta? Apa seperti ini caramu berterima kasih kepadaku? Hah! Aku sudah merelakan statusku untuk menutupi seluruh aib yang telah kamu lakukan."

"Kamu yang bertingkah, tetap saja aku yang harus bertanggung jawab." Suara pria tiga puluh dua tahun itu meninggi, urat-urat lehernya terlihat kencang.

"Bahkan aku sudah mencoba untuk membantah ucapan bapak, Mas. Berusaha untuk pernikahan ini tidak terjadi. Aku tidak rela bila melihat Enggar menikah denganmu, lebih baik dia menikah dengan pria lain saja. Kenapa harus kamu, hah? Seperti tidak ada pria lain saja di bumi ini." Pradipta mengeram dengan wajah memerah, marah.

Hubungan antara Pramudita dengan Pradipta tercatat sudah lima tahun terakhir tidak pernah akur. Baik si sulung dan bungsu tak ada yang mengalah. Terlebih ditambah kasus pernikahan saat ini akan semakin memperburuk hubungan keduanya.

"Aku rasa pendengaranmu masih baik, Dipta. Bapak kamu sendiri yang menginginkan pernikahan ini tetap terlaksana, sedangkan Enggar enggan untuk menikah denganmu. Maka solusi terbaik adalah aku yang menggantikannya." 

"Lagi pula siapa yang berbuat kesalahan di sini? Mengapa kamu malah memilih tidur bersama perempuan lain, padahal jelas-jelas status kamu itu tunangan Enggar? Kenapa kamu seolah lupa bila tanggal pernikahanmu hanya tinggal menghitung hari?" Pramudita menyeringai.

Pramudita melipat kedua tangannya di dada. "Dan satu lagi, siapa yang menolak perempuan secantik Linggar? Aku rasa kamu pun sependapat denganku, Pradipta. Mataku tidak buta."

Semakin berapi-api hati Pradipta dibuatnya, wajahnya tambah memerah. "Aku akan membuat hubunganmu dengan Linggar tak bertahan lama, Mas. Lihat saja nanti, kamu dan Linggar akan berakhir di meja hijau."

"Aku tidak pernah mengharapkan pernikahan kalian terjadi, begitu halnya dengan pernikahanku bersama Gendhis. Tidak pernah aku harapkan hari ini terjadi begitu buruk," lanjut Pradipta.

Gerakan tangan Pramudita terhenti. Tanpa mengalihkan pandangan ia menjawab, "Benarkah? Apa yang akan kamu lakukan, Dipta? Meski aku tak pernah mencintai Linggar, tetapi tak akan aku biarkan dia pergi dari sisiku."

"Lihat saja nanti, Brother!" 

Tanpa berpamitan Pradipta segera melangkahkan kedua kakinya keluar, meninggalkan sang kakak duduk di ruang tamu. Hatinya terasa panas, bara api layaknya berkobar-kobar. Tak selera untuknya kembali ke dalam rumah, terlebih akan bertemu dengan Gendhis.

Berbeda dengan Pradipta, Pramudita membakar satu putung rokok. Pandangan jatuh pada teralis di depannya. Terbayang wajah perempuan yang telah menjadi istrinya beberapa jam yang lalu. 

"Apa yang telah aku pikirkan?" Helaan napas berembus, bersamaan asap mengepul.

"Apa keputusanku begitu gegabah?" Dahinya mengerut dalam.

"Aku rasa tidak," bantahnya dengan cepat.

Persaingan antara adik dan kakak itu tercium semakin kuat semenjak beberapa tahun terakhir ini. Setelah pacarnya pernah direbut oleh Pradipta, tak ada lagi kata kalah ataupun mengalah dalam kamus hidupnya. Bendera perang semakin berkibar.

"Persetan dengan cinta. Yang aku inginkan saat ini melihat Dipta merasakan sakit hatiku dulu. Bagaimana perasaannya saat melihat aku menikahi pacarnya? Aku telah menjadikan hari ini adalah hari patah hati terburuk untukmu, Dipta."

Bibirnya menyunggingkan senyuman tipis. "Linggar adalah perempuan yang tidak terlalu macam-macam. Aku rasa akan mudah hidup bersamanya nanti."

"Mas," panggil Linggar, keluar dari kamarnya dengan dua koper di tangan.

"Semua sudah?" Linggar menjawab dengan anggukan kepala. 

Pramudita membuang rokoknya yang tersisa setengah, kemudian mengambil alih kedua koper tersebut. Sebelum pergi, mereka terlebih dahulu berpamitan. Rombongan keluarga besar telah pulang satu jam yang lalu, hanya tersisa keluarga inti saja. 

"Kalian mau ke mana?" Gendhis menyipitkan pandangannya.

"Ke rumah kami," jawab Pramudita. "Aku akan membawa istriku pulang ke rumah yang sesungguhnya. Sudah seharusnya setelah menikah tidak menumpang rumah orang tua atau di rumah mertua. Aku ingin hidup mandiri dengan istriku, meski rumah masih sederhana."

Wajah Gendhis dan Pradipta tampak memerah padam, kesal akan jawaban menohok dari si sulung. Linggar tersenyum tipis, lega dan bahagia melihat Gendhis akhirnya skak mat.

"Memangnya kamu bahagia dan cinta dengan Enggar, Mas?" Pradipta menatap pengantin baru bergantian.

Pramudita memandang wajah Linggar. "Memang ada larangan untuk jatuh cinta dengan bidadari? Mana mungkin aku tidak terpincut dengan wanita secantik Linggar?"

Tangan pria itu terangkat mengusap lembut puncak kepala Linggar. Sedikit merapatkan tubuhnya dengan istrinya seolah memberikan rasa nyaman. Sedangkan Linggar memalingkan wajahnya, merasa jengah dengan ucapan manis yang keluar dari bibir suaminya. Berbeda sekali saat berdua dengannya yang dingin dan ketus. 

"Kalian pun sama menikah secara tidak sengaja dan mendadak. Jangan terlalu menghakimi aku dan Linggar. Terlebih dahulu lihat kondisi kalian sebelum menilai kami," ucap Pramudita.

Juminem mengusap air matanya, lalu melerai pelukannya. "Kalian hati-hati ya. Kalau ada apa-apa langsung kabari kami, Nak."

Sang menantu mencium punggung tangan Juminem dengan hangat dan lembut. "Ibu titip Enggar ya, Nak Pram. Tolong jaga anak kami. Maafkan telah melibatkan kamu dalam masalah ini. Semoga hatimu selalu diluaskan."

"Baik, Bu. Saya akan menjaga istri saya. Meski kami tidak ssaling mengenal satu sama lain, tapi saya berjanji untuk menjaga Linggar dengan baik." Pramudita tersenyum

Juwanto pun menepuk bahu putra sulungnya. Ia sengaja menunggu putranya berkemas sebelum dirinya pulang ke rumah. Memastikan bila apa yang diputuskan tidak salah dan membuat kemungkinan indah di kemudian hari.

"Bapak yakin kamu mampu, Nak. Jaga istrimu ya!"

Linggar mencium punggung tangan Juwanto. "Kami pamit ya, Pak."

"Jaga diri kalian ya, Nduk. Kalau Pramudita berbuat sesuatu langsung lapor saja dengan bapak," ucap Juwoanto.

Kali ini Prapto maju, memeluk tubuh putri semata wayangnya. Air matanya berlinang. "Maafkan kami ya, Nak. Semoga ini menjadi jalan yang terbaik untuk kamu dan Nak Pram ke depannya. Sering-sering untuk jenguk bapak dan ibu, Nak."

"Pasti, Pak. Jangan khawatir," balas Linggar.

Akhirnya Pramudita mengajak Linggar segera bergegas, mobil mereka telah sampai. Linggar duduk di samping sang suami di bangku belakang. Mereka melempar pandangan ke luar jendela. Suasana berubah seratus delapan puluh derajat, menjadi dingin dan canggung.

Sesekali Pramudita mencuri pandang, ia melirik sekilas ke arah sang istri. Bingung dengan obrolan apa yang harus ia buka setelah ini. Sejak awal mereka tidak saling mengenal, sebatas tahu bila Linggar adalah pacar dari adiknya.

Hingga mobil tersebut berhenti di sebuah rumah dengan dinding berwarna abu-abu muda. Linggar mengedarkan pandangannya, kemudian menoleh. Pandangannya bertemu dengan Pramudita yang menatapnya.

"Ini rumah kita," ucapnya singkat. Kemudian Pramudita turun terlebih dahulu, disusul Linggar. 

Pria itu menurunkan barang milik Linggar, lalu memberikan uang transportasi ke supir taksi tersebut.

"Ini rumah kamu sendiri, Mas?" Pramudita mengangguk.

Wajah Linggar terkesima. "Oh iya? Kamu sudah punya rencana menikah dengan seseorang ya, Mas?"

Pramudita diam, memilih membuka pintu. Ia tidak tertarik dengan obrolan yang diciptakan oleh sang istri.

"Masuk cepat! Kamu ingin aku kunci di luar?" ancam Pramudita.

Linggar menggeleng, mengambil langkah seribu segera mengikuti Pramudita.

"Di rumah ini ada dua kamar. Aku berada di kamar utama, sedangkan kamu berada di kamar samping." Pramudita menarik kedua koper.

Mereka berhenti tepat di depan pintu berwarna hitam polos, lalu Pramudita mengulurkan kunci. "Ini kunci kamarmu."

Linggar mengembuskan napas panjang, menerimanya dan mengangguk perlahan. "Terima kasih."

"Bila kamu membutuhkan sesuatu hal, kamu bisa datang ke kamarku. Selagi bisa kamu urus sendiri, jangan menggangguku."

Pramudita merogoh sakunya, mengambil kartu kredit dan menyerahkan ke hadapan istri kontraknya. "Pakai kartu ini untuk membeli seluruh kebutuhan dan keinginanmu. Selama menjadi istriku, aku menjamin hidupmu. Uangmu simpan saja."

"Terima kasih, Mas."

"Lakukan hal sesuka hatimu di rumah ini. Buat dirimu nyaman," pungkas Pramudita sebelum meninggalkan Linggar.

Related chapters

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 4 Ternyata Mas Pram?

    Tak seperti pagi sebelumnya, Linggar merasa asing di tempat baru tersebut. Beranjak dari tempat tidurnya, lantas bersih-bersih dan menuju tempat terbaik untuknya menyalurkan kreativitas, dapur. Tidak banyak bahan makanan yang dipersiapkan Pramudita, namun masih bisa Linggar siasati."Apa yang kamu lakukan?" Semerbak wangi maskulin dengan campuran bau woody dan musky menyeruak ke dalam hidung. Linggar otomatis menoleh, menatap pria yang datang dengan rambut setengah basah itu."Selamat pagi, Mas. Aku hari ini buat sarapan," ucap Linggar, kembali berkutat dengan penggorengan.Pramudita mengangguk, kemudian menarik kursi meja makan. Menatap punggung wanita itu seperti menari, memainkan alat masak. "Mas Pram, ingin kopi panas?""Tentu saja. Gulanya sedikit saja," jawab Pramudita.Wanita dua puluh lima tahun itu memasukan kapsul kopi ke dalam mesin, menantikan rintikan air hitam itu memenuhi cangkirnya. Kemudian membawa dua piring nasi goreng ke hadapan Pramudita."Maaf, Mas, aku hanya ma

    Last Updated : 2023-08-11
  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 5 Menggoda

    Hingga malam menjelang, pria itu tidak kunjung keluar dari kamarnya. Bahkan tak terdengar adanya aktivitas dari dalam kamar Pramudita. Linggar risau, entah hal apa yang tengah dilakukan pria tersebut. "Apa yang dilakukan Mas Pram seharian di kamar? Semedi?" Kening Linggar mengerut. Helaan napas Linggar terdengar kasar. "Seharian tidak keluar, apa tidak merasakan lapar? Apa tidak bosan?" Melintasi depan kamar Pramudita, langkah kaki Linggar terhenti. Tangannya terangkat, ingin mengetuk pintu kamar pintunya. Namun, buru-buru Linggar hentikan. Ia teringat akan pesan sang suami, untuk mengetuk pintu bila ada hal yang penting saja. "Jangan mengganggu," desis Linggar. Kemudian Linggar memilih melanjutkan langkahnya, perut semakin meronta meminta jatah. Untung saja masih ada makanan tersisa di lemari pendingin, Linggar bisa memanasi sebentar di microwave. Pandangan matanya tertuju pada tangga, lengang, tidak ada suara derap langkah. Membuat Linggar membuang napas kembali. Khawatir terja

    Last Updated : 2023-10-03
  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 6 Foto Mesra

    "Apa yang harus aku lakukan lagi?" Linggar menghela napas panjang, wajahnya tampak kusut. Sudah satu jam wanita dua puluh lima tahun tersebut termenung di taman kecil yang terletak di halaman belakang. Kepalanya terasa bising, saling berebut atensi untuk dipikirkan. Linggar tidak dapat berbuat banyak. Ponselnya kembali bergetar, membuat pandangan Linggar teralihkan. Dahinya mengerut dalam hingga bertumpuk-tumpuk, terlebih menatap nama Pradipta kembali tertera di layar gawai tersebut. "Ada apa lagi?" Linggar berdesak kesal, kemudian meraih gawainya. Rasa penasaran kembali menghantui pikirannya. Pradipta mengirimkan foto seorang pria tengah merangkul pria lain, foto tersebut diambil dari samping. Linggar merasa tidak asing akan pria yang tengah tertawa dengan tangan yang berada di bahu teman prianya. Mata Linggar menyipit, lantas memperbesar foto tersebut hingga terlihat wajah pria itu meski sedikit buram. Jujur sebenarnya Linggar merasa tidak yakin akan tebakannya. Ia masih menyim

    Last Updated : 2023-10-05
  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 7 Tak Sengaja Bertemu

    "Apa lagi yang ingin aku beli?" Wanita itu menimang kartu kredit yang berada di tangan kirinya. Tiga paper bag berukuran sedang berada di tangan kanannya, masih ada barang yang ia beli. Terlebih suaminya tidak memberatkan untuknya membeli barang apa pun yang diinginkan, meski demikian ia hanya memakai kartu tersebut seperlunya saja. Linggar, merasa butuh me time setelah banyak masalah yang menerpa. Ia tak ingin terus terpaku pada keadaan, perlahan bangkit dan melupakan kenangan pahit itu jauh-jauh. Tidak ada keuntungan yang dapat ia dulang. "Lama tidak merasakan jalan-jalan dan menikmati waktu sendiri. Tidak buruk juga. Pikiran dan hati juga terasa lebih tenang," ucap Linggar. Kartu tersebut kembali ia masukkan ke dalam tas hitam kecil yang menjadi penunjang penampilannya. Memakai gaun di atas lutut berwarna merah muda dengan motif bunga sakura, rambut hitam terurai menjuntai dengan ikal di ujung. Sepatu kets berwarna senada dengan tasnya dan tidak lupa jam tangan melingkar di tan

    Last Updated : 2023-10-07
  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 8 Penasaran Dengannya

    Tatapan Linggar tertuju pada lampu rumah yang telah menyala keseluruhan. Ia menduga bila suaminya pulang lebih awal ketimbang dirinya. Padahal pria itu pamit akan pulang malam, namun pukul tujuh sudah sampai di rumah. Kok Mas Pram sudah pulang? Katanya tadi akan pulang malam, tapi jam tujuh sudah sampai di rumah. Mas Pram marah tidak ya? Linggar membatin dengan jantung berdetak kencang, was-was bila pria itu akan marah besar. Perlahan tangan Linggar memutar knop pintu, membuka pintu dengan pelan, berusaha tidak menimbulkan suara. Hawa dingin langsung menyapu kulitnya, entah perasaannya atau memang seperti itu adanya, suhu ruang tamu mendadak merayap turun. "Kamu dari mana?" Suara berat itu mengejutkan langkah Linggar, jantung terasa berhenti, darahnya mendadak panas. Pelan-pelan lehernya menoleh, menatap pria yang berdiri di dekat jendela dengan melipat kedua tangannya di depan dada. Tatapannya tajam dengan rahang mengeras. Linggar tak memiliki keberanian untuk menatap kedua mata P

    Last Updated : 2023-10-09
  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 9 Pria Masa Lalu

    "Yang terpenting aku sudah minta izin dengan Mas Pram." Linggar tersenyum kecil, kala kakinya melangkah masuk ke dalam restoran tempat yang sudah dijanjikan oleh temannya. Aku sudah sampai, Enggar. Aku tunggu di meja nomor delapan belas ya, sesuai dengan meja kesukaanmu dahulu. Pesan itu masuk tadi pagi sebelum Linggar berangkat, membuat senyuman terangkat di bibirnya. Bahkan ia menjadi perempuan paling bahagia, hal sekecil itu berhasil diingat oleh orang yang pernah dekat di masa lalu. Restoran Kenangan, menjadi pilihan. Seperti namanya, di sana memiliki segudang kenangan yang terus ingin Linggar putar di dalam memorinya. Tidak sedikit saja keinginan untuk melupakan. Setiap kali datang ke sana, rasanya ia seperti bernostalgia, meski sudah tidak bersama. "Kenapa jantungku selalu berdetak lebih cepat dari biasanya setiap ke sini? Aku tidak mengerti, mengapa setiap sudut restoran ini memiliki kenangan yang terus melekat di dalam kepalaku?" Wajah Linggar berseri-seri, kebahagiaan tera

    Last Updated : 2023-10-10
  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 10 Dikurung

    Tak banyak perbedaan dari hari sebelumnya. Linggar kembali termenung di meja makan, menunggu sang suami turun dari lantai dua. Minggu pagi, tentu mereka akan menghabiskan waktu seharian penuh di rumah tersebut. Pikiran Linggar banyak merancang hal-hal menarik yang mungkin dapat ia dan suaminya lakukan. "Mungkin aku bisa mengajak Mas Pram menata taman belakang," ujar Linggar, kemudian kepalanya menggeleng. "Tidak, jangan itu. Aku yakin Mas Pram mudah merasa bosan. Lebih baik aku mencari hal lain saja." Linggar tidak ingin menyia-nyiakan sedikit saja waktunya bersama Pramudita. Terlebih mereka tidak memiliki waktu berkualitas yang dihabiskan bersama, untuk membahas tentang keduanya. Hal ini membuat Linggar sadar akan pentingnya saling mengenal satu sama lain, meski Pramudita masih terkesan menutup diri. Tidak ada hal yang tidak mungkin. Linggar yakin bila lambat laun, Pramudita akan menjadi lunak dan luluh akan kehadirannya. Dan juga berharap pria tersebut dapat kembali menjadi pria

    Last Updated : 2023-10-11
  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 11 Marahnya Pramudita

    Wajah Pramudita tidak bersahabat, mulai dari semalam ia memilih diam di ruangan kerjanya. Bahkan tidak peduli akan gangguan yang terus dilakukan oleh Linggar untuknya. Setelah berhasil keluar dari kurungan, wanita tersebut semakin berani bertindak. Terus mengganggu ketenangan Pramudita. Hingga pagi ini pun tercatat lebih dari dua puluh kali wanita tersebut bolak-balik di depan pintu ruangan Pramudita. Pria tersebut enggan untuk keluar sekadar bertanya, membiarkan saja. Hatinya masih dongkol dengan ulah Linggar, terlalu berani mengenakan baju pendek di hadapannya. "Sudah waktunya berangkat ke kantor," ucap Pramudita. Beberapa barang penting telah ia masukkan ke dalam tas sejak semalam. Ia tidak ingin ada yang tertinggal, meski satu barang. Sisanya pagi ini kembali ia periksa, kemudian menambahkan kekurangannya. Langkah kakinya terhenti kala ponsel berada digenggaman bergetar. Awalnya tak dihiraukan, lama-lama pesan yang masuk tidak hanya satu. Membuat Pramudita mejadi penasaran, tak

    Last Updated : 2023-10-14

Latest chapter

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Hasutan

    "Kamu, kenapa senyam-senyum sendirian?" Wanita itu tampak tertawa, menatap wajah teman pria yang sedang tersenyum memegang ponsel di tangan. "Apa yang kamu lihat?" lanjutnya.Pria itu berdehem, wajahnya sumringah, kebahagiaan memancar begitu kental. Tidak ada keraguan sedikit saja. Ia memperlihatkan foto itu ke teman wanitanya, membuat tawa itu sirna dari garis wajahnya."Sudah lama aku suka sama dia, sayangnya aku tidak berani untuk mengungkapkan perasaan ini. Sepertinya selama ini pun dia hanya menganggap aku sebagai teman biasa saja. Menurut kamu bagaimana?" Pria itu menoleh.Kerutan di dahinya tampak semakin jelas. "Kamu kenapa cemberut? Apa kamu nggak suka aku ada perasaan sama dia?"Wanita itu menggelengkan kepalanya kuat, kemudian memunculkan senyuman penuh dengan kehangatan. "Siapa bilang? Aku bahagia sekali!""Apa saja yang sahabat aku lakukan, pasti aku bahagia!" Wanita itu bersorak dengan mengepalkan tangan ke depan."Terima kasih, Rim. Kamu tahu tidak bagaimana cara mende

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Kesalahan Aku

    "Aku dengar, kamu sempat menikah. Lalu, kenapa sekarang kamu ada di sini?" Wanita dengan rambut cokelat gelap itu menoleh, mengerutkan dahinya.Pria itu membuang napas, wajahnya tampak seperti tak ingin membahas permasalahan tersebut. Sayangnya, wanita itu bertanya lebih detail mau tak mau harus ia jelaskan lebih detail. Tidak mungkin ia biarkan wanita cantik yang beberapa bulan terakhir ini mengisi harinya menunggu lebih lama lagi."Dari siapa?" "Bukankah seharusnya kamu menikah dengan temanku, mengapa bisa bertukar menjadi kakakmu? Aku menunggu penjelasan darimu," jawabnya.Pradipta termenung sesaat, ia membenarkan jaket bulu tebal yang membungkus tubuhnya. Pandangan mata lurus menatap danau di hadapannya. Bibirnya tampak kelu untuk memberikan penjelasan lebih sebenarnya, hanya saja ia tidak ingin membuat wanita itu semakin bertanya-tanya.Wanita itu membuang napas, kemudian menundukkan wajahnya. "Mungkin pertanyaanku terlalu sensitif untukmu, tidak masalah jika kamu tidak ingin me

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Anak Genius

    Linggar dan Pramudita dianugerahi anak laki-laki yang sehat dan tampan. Kelahiran putra pertama mereka disambut hangat dan sukacita oleh kakek dan neneknya dari keluarga Linggar dan juga Pramudita, maklum saja dia adalah cucu pertama mereka. Abimanyu, nama sapaan si ganteng keturunan Pramudita.Wajah Abimanyu tampan seperti ayahnya sayangnya sikap dan perilaku menurun dari ibunya. Ibarat kata Abimanyu adalah Linggar versi laki-laki. Terkadang bisa teramat cerewet layaknya anak perempuan pada umumnya. Tapi, di usianya yang menginjak empat tahun ini banyak progres dari pertumbuhannya.Bahkan Abimanyu gemar membaca buku tentang IPA dan Matematika, membuat Linggar takut jika anaknya terlalu cepat dari anak-anak sebayanya. Apa lagi Abimanyu juga belum ikut paud, masih belajar atau tidak bersama dirinya. Tapi kecerdasan yang dimiliki Abimanyu sudah melebihi seusianya, antara sedih dan senang Linggar malah bingung sendiri. Ia takut jika kelebihan yang anaknya miliki adalah sebuah beban di ke

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Hamil dan Ngidam

    7 bulan kemudian.Linggar yang sedang hamil tidak bisa menahan nasabnya untuk ngemil. Setelah melewati masa tiga bulan yang penuh beban seperti sering muntah, tidak bisa makan apa pun kecuali bubur dan sering lemas di pagi hari, menginjak bulan keempat dan hingga sekarang, bulan ketujuh kandungannya membaik. Berbagai makanan mulai dari rujak sampai camilan ingin ia coba semua kecuali olahan dari susu sapi, iya mual tiap kali mencium bau susu. Kehamilannya justru membuat Pramudita senang, karena setiap pulang kerja selalu ada makanan yang diminta untuk dibelikan.Selama hamil ia juga merasa perlu badan cantik dan wangi, iya juga tidak suka parfum miliknya dan lebih suka menggunakan parfum milik sang suami. Alhasil, beberapa deret parfum yang telah ia beli isi botolnya masih terisi penuh. Berbeda dengan milik Pramudita yang tersisa hanya seperempat botol saja setiap minggunya."Mas Pram mana sih, kok nggak pulang-pulang." Linggar kembali menggerutu dengan memangku satu toples keripik si

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 81 Buah Hati

    "Kamu mau anak berapa, Sayang?" Pramudita memeluk erat tubuh istrinya dari belakang, mereka masih berbalutkan selimut. Wanita tersebut tampak kurang nyaman, matanya sedikit terpejam. Badan terasa remuk, terlebih suaminya selalu minta penyatuan lebih dari satu kali. Hal ini menguras tenaganya lebih banyak, tentu membuat tubuh semakin lemas. "Sayang, jangan tidur dulu dong. Kamu ingin anak berapa nanti?" tanya Pramudita dengan menggoyangkan tubuh Linggar, membuat wanita itu membuka mata kembali. "Apa, Mas? Memangnya kamu tidak ngantuk?" Mata Linggar masih tertutup. Pramudita menggeleng. "Siapa kata aku mengantuk, Dik? Aku tidak pernah mengantuk, yang aku inginkan hanya bersama kamu selalu." "Aku saja capek, Mas, masa kamu tidak? Kita istirahat sebentar saja, Mas, nanti kita main lagi." Linggar mengusap tangan Pramudita yang berada di perutnya. "Aku ingin anak dua atau tiga, Dik. Aku ingin membuat rumah kita menjadi ramai, saat aku pulang disambut anak-anak dan kamu tentunya. Pasti

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 80 Tidak Seperti Yang Dulu

    "Tini, aku ingin hubungan kita seperti dahulu kala. Apa kamu tidak ingin kita kembali memperbaiki hubungan kita?" Wanita dengan rambut digulung ke atas itu membuang napas kasar, wajahnya tampak tidak begitu antusias. Cenderung murung dan masam, bahkan pandangan matanya tertunduk. Tak menatap pria yang pernah ada di hatinya tersebut."Sudah aku katakan, Mas, aku tidak bisa. Hubungan kita telah berakhir dan aku tidak ingin memulainya kembali. Aku sudah menutup buku kenangan tentang kita, tidak akan ada lagi kita di masa depan. Sekarang aku hanya fokus untuk anak-anak saja," jawab wanita itu tegas."Kita menikah pun anak-anak pasti akan senang, Tini. Mereka akan bahagia melihat kedua orang tuanya kembali rukun. Apa lagi sudah lama mereka tidak pernah melihat kedua orang tuanya saling bahagia bersama," bujuk Juwanto.Aroma latte menguat di ruangan ber-Ac. Kartini memejamkan mata menikmati aroma yang begitu menggiurkan. Latte adalah salah satu kopi yang menjadi favoritnya sejak kepergian

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 79 Minta Bantuan

    "Kamu mau ke mana?" Pemaudita melipat kedua tangannya di depan dada, wajahnya tampak datar dengan rahang mengeras."Itu sudah menjadi tanggung jawab kamu, Dipta. Kamu ingin lari dari tanggung jawabmu?" Pria dua puluh tujuh tahun itu membuang napas panjang, berdebat dengan sang kakak selalu tak mendapat celah. Pramudita selalu berhasil membuat lawan bicara mati gaya. "Aku hanya ingin mencari ketenangan sebentar saja, Mas. Aku tidak pernah lari dari tanggung jawab, maka dari itu aku ingin kamu yang sementara ini memegang perusahaan. Satu tahun nanti aku akan kembali ke sini, Mas, aku hanya titip sebentar ke kamu. Tidak mungkin aku serahkan kembali ke Bapak 'kan, Mas? Bapak mana mungkin mau mengurus perusahaan," jelas Pradipta."Yang bisa mengurus itu hanya kamu, Mas. Aku percaya sama kamu, Mas. Lagi pula kamu bisa mengajak Linggar. Kalian bisa kerja sama berdua mengurus perusahaan 'kan, Mas? Ayolah, Mas, kamu pegang dua perusahaan. Aku satu bulan sekali bakal pulang," lanjutnya.Pramu

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 78 Perhiasan Cantik Hanya Kamu

    "Maaf, Dik, aku salah besar selama ini ke kamu. Maafkan aku." Linggar mengangguk, air mata terasa berada di pelupuk matanya. Ia tak dapat menahan rasa sedihnya melihat saudara sendiri memakai baju tahanan. Terlebih wajah kakak sepupunya itu begitu pucat dan melas, tidak seperti hati biasanya yang cantik dengan balutan riasan. "Terlalu banyak salah yang aku perbuat ke kamu ya, aku sampai bingung harus dengan cara apa aku meminta maaf ke kamu. Pasti jadi kamu pun tidak mudah, belum tentu hatimu lapang untuk memaafkan kesalahan aku. Tidak masalah, aku sama sekali tidak memaksa kamu untuk memaafkan kesalahanku." Wanita itu mengusap air matanya. "Setidaknya kamu masih mau bertemu denganku, artinya masih ada kesempatan aku untuk mengubah semua menjadi lebih baik. Maafkan kesalahanku, Dik.""Aku bahkan dengan sengaja merebut calon suami kamu di hari bahagiamu, Dik. Itu semua salah, aku sangat salah besar. Harusnya tidak seperti itu," lanjutnya berurai air mata."Iya, Mbak, aku sudah mema

  • Pernikahan Kontrak dengan sang Pria Pengganti   Bab 77 Jatuh Cinta Kembali

    "... 7 tahun penjara." Wanita menangis tersedu-sedu, tak dapat berbuat apa-apa. Nasibnya telah final, palu telah terketuk. Tak hanya itu saja, selain hukuman penjara ia harus menanggung persidangan yang lain, sidang cerai. Dalam waktu berdekatan wanita itu melakukan dua kali persidangan. Sang suami tega melayangkan gugatan cerai atas apa yang sudah ia lakukan. Akibat satu kesalahan berakibat cukup fatal, hingga merambah ke jalinan asmaranya. Pernikahan baru seumur jagung harus kandas di peradilan agama. Teringat akan kesalahan yang bertumpuk-tumpuk telah diperbuat ke adik sepupunya. Dari mereka belia hingga detik tak pernah surut rasa iri yang tertanam di dalam hatinya. Entah apa pun yang dapat dicapai oleh adik sepupunya, ia selalu tidak terima akan timbul rasa tidak suka. Lebih lagi seluruh keluarga besarnya selalu membanggakan prestasi adik iparnya dan membandingkan dengan dirinya.Jiwa kecilnya selalu terbentuk untuk balas dendam. Lantas melakukan segala cara agar semuanya dapa

DMCA.com Protection Status