Tubuh Melissa dibanting hingga mental di atas kasur empuk berukuran jumbo. Tidak berselang lama, pria itu menindih tubuhnya. Kedua kaki dan tangan Melissa terkunci. Ia sulit untuk bergerak. Meski tua, tenaga pria itu tidak bisa disepelekan. Yang bisa Melissa lakukan hanya menangis.
"Pak, aku ini masih muda, tidak layak menjadi penghangatmu. Aku juga masih perawan, belum pernah disentuh sama sekali. Masa Bapak tega mau menyetubuhi aku yang berusia lebih muda dari anak Bapak sendiri?!" bujuk Melissa. Tidak mungkin pria berumur lima puluh tahunan seperti dia belum mempunyai istri dan anak. Melissa yakin anaknya pasti seumuran dirinya atau mungkin lebih tua darinya.Bukannya melepaskan, pria itu malah tertawa nyaring. "Malahan yang masih suci itu yang segar! Kan belum pernah disetubuhi!" ujarnya. Hasratnya malah semakin memuncak saat tahu Melissa masih suci.Tiba-tiba, Melissa mendapat ide untuk melepaskan diri. "Pak, aku akan melayanimu malam ini. Tapi tolonglah lepaskan tanganmu di lenganku! Kamu menyakitiku!" pinta Melissa dengan lembut. "Kita lakukan dengan lembut, ya?"Kelembutan Melissa cukup ampuh. Pria pun perlahan memelankan pegangan tangannya di lengan Melissa. Saat pria tua itu melemah karena bujuk rayuan, Melissa mendorongnya dan menendang kuat di bagian kelelakiannya. Tubuh pria itu perlahan jatuh tergeletak di lantai, kesakitan bagaikan ayam kena pukulan."SIAL!" Matanya terbuka lebar merasakan sakit yang sangat luar biasa. Dia berguling-guling dengan rintihan nyaring sambil mengusap-usap selangkangannya.Melissa segera bangkit dari berbaring, berlari secepat mungkin keluar dari ruangan itu. Untungnya pintu kamar tidak terkunci, Melissa dapat keluar dengan mudah. Namun langkah kakinya terhenti, di depan pintu Melissa dihadang lima orang pria bertubuh kekar dengan jas hitam dan mengenakan kacamata hitam.Ah, sial! Melissa lupa, pria tua itu membawa banyak anak buah yang ditugaskan berjaga di luar kamar hotel."Mau kemana?" tanya ketua dari anak buah pria tua itu menahan dada Melissa. Seketika Melissa gelagapan menatap mereka.Satu diantara mereka mendongakkan kepala, mengintip ke dalam ruangan. Tuan mereka telah tergeletak di lantai dengan tangan mengusap-usap selangkangannya. Segera mereka masuk menolongnya. Meninggalkan Melissa seorang diri. Inilah kesempatan bagi Melissa. Ia berlari menjauh dari area hotel."Jangan biarkan dia lepas! Bila dapat nanti, akan kukurung di gudang bawah tanah dan akan kunikmati sampai aku puas. Setelahnya, akan kubunuh dia. Dasar gadis kurang ajar!" Melissa mendengar teriakan itu dalam usahanya melarikan diri.Puluhan anak buah dikerahkan mengejar Melissa. Mereka berhamburan untuk mengepungnya. Sementara kini Melissa telah sampai di jalan raya padat. Dia tetap berlari sementara di belakangnya pria-pria tubuh kekar mengejarnya dengan cepat."Aku harus bisa lepas dari mereka!" gumam Melissa di sela nafas ngos-ngosannya. Kakinya terasa mau lepas dari tempatnya, tetapi ia tetap berlari mencari perlindungan. "Aku bisa mati konyol di tangan mereka!"Hingga tiba-tiba ... BRUK!Melissa tertabrak mobil. Dia terpental beberapa meter. Sontak darah segar keluar dari bagian tubuhnya yang menghantam aspal.Ribuan warga di sekitar sana geger dengan suara teriakan sebelum bunyi tabrakan terdengar. Seorang gadis mengenakan dress mini ketat, telah terbaring dengan keadaan tubuh mandi darah dan luka-luka parah di bagian kepalanya. Bahkan bagian kakinya, nyaris putus terpijak ban mobil.Beberapa saksi yang melihat awal mula kejadian itu, berlari cepat menahan mobil penabrak. Sedangkan para bodyguard yang tadi mengejarnya, lari terbirit-birit menjauh dari tempat kejadian perkara. Mereka menduga jika Melissa sudah tidak bernyawa lagi. Takut disalahkan dan masuk penjara, mereka pun memilih kabur menyelamatkan diri.Pengemudi mobil sedan merah itupun keluar dari dalam mobilnya, menghadapi para warga yang rusuh minta pertanggungjawaban.Dialah Nadir, pria berusia 25 tahun, pemilik perusahaan terbesar di kotanya. Dia baru saja pulang dari kantornya setelah selesai meeting dengan rekan kerjanya.Matanya tertekun setelah melihat bagaimana keadaan gadis yang ditabraknya. Wajah nyaris tidak bisa dikenali lagi, penuh darah sekujur tubuhnya. Bahkan sekalipun tetangga dekat rumahnya ada di salah satu warga, juga tidak dapat mengenalinya."Tenang!" pinta Nadir menenangkan suara gaduh para warga."Saya akan bertanggung jawab atas kesalahan yang tidak disengaja ini," cetusnya."Mari bawa dia masuk ke dalam mobil saya!" perintahnya berusaha tetap tenang di sela hati panik. Karena keadaan gadis itu begitu tragis. "Saya akan membawanya ke rumah sakit."Sebagian pria mengangkat tubuh mungil Melissa, dibawa masuk ke dalam mobil. Di sana Melissa dibaringkan di jok tengah. Langsung Nadir melajukan mobil pergi ke rumah sakit.Tiba di rumah sakit, Melissa dibaringkan ke atas brankar, didorong melewati koridor luas rumah sakit. Seorang dokter ditugaskan menanganinya. Sementara Nadir disuruh menunggu di luar ruangan."Semoga dia tidak kenapa-napa!" ujarnya berjalan mondar-mandir di luar ruangan. Sesekali dia duduk, tetapi perasaan kurang tenang membuatnya bangkit berdiri panik dengan keadaan gadis itu.Ponselnya berdering mengejutkannya yang tengah dirundung rasa panik."Hallo, Erik.""Kak, kenapa belum pulang juga? Kak Nadir tidak kenapa-napa 'kan?" tanya adiknya telah lama menunggu kakaknya pulang tidak kunjung datang ke rumah."Erik, tolong kasih tau Ibu sama Vallen, malam ini aku tidak akan pulang ke rumah. Aku baru saja menabrak seseorang. Dan aku harus bertanggung jawab," jelas Nadir cepat."Apa!" Suara Erik terdengar begitu terkejut, telinga Nadir yang dekat dengan speaker ponsel bergidik kaget. "Terus bagaimana keadaannya?""Masih belum tau. Dokter sedang menanganinya," jawab Nadir menghela nafas panjang. Benar-benar, ia tidak bisa tenang."Semoga dia tidak kenapa-napa!""Semoga begitu," sahut Nadir ragu.Sesaat kemudian, panggilan diputuskan secara sepihak. Nadir meletakkan ponselnya ke dalam saku celana. Dia kembali duduk di kursi luar ruangan sambil menunggu dokter keluar menyampaikan keadaan gadis itu.Melihat bagaimana keadaan gadis itu, tidak mungkin tidak kenapa-napa. Sekujur tubuhnya mandi darah, saat Nadir menggendongnya, detakan jantungnya terasa berdetak lemah.Tiga jam berlalu … kepala Nadir mulai terasa sakit. Di jam 02.30 ini, seharusnya ia tengah menikmati mimpi indahnya. Bukan berada di rumah sakit.Sesaat kemudian, seorang dokter keluar dari ruangan. Nadir langsung bangkit dari duduk, dan melemparkan pertanyaan mengenai keadaan sang gadis."Bagaimana keadannya?" tanya Nadir dengan suasana hati was-was."Untuk saat ini dia koma. Dan satu hal yang perlu saya sampaikan. Luka di kedua kakinya sangatlah parah. Kami para Dokter terpaksa harus amputasi kedua kakinya demi keselamatan," jelas dokter mencengangkan Nadir."Jadi … dia buntung?" usul Nadir amat terkejut."Iya, dia buntung," jawab dokter berat mengatakannya."Ya Tuhan?!" Nadir seketika menekan dada. Kabar itu sangatlah mengejutkan. Nyaris ia jantungan. "Apa yang sudah aku lakukan? Aku telah membuat seorang wanita sempurna cacat," gerutunya menyalahkan diri."Kalau Pak Nadir ingin melihat keadaannya, silakan masuk ke dalam!" perintah dokter beranjak dari tempat itu.Setelah dokter berlalu, Nadir masuk ke dalam ruang rawat Melissa. Dia menatap sedih mimik wajah gadis itu yang tampak sedang sedih juga, meskipun dia belum tau bagaimana keadaannya saat ini."Maafin aku! Aku berjanji akan bertanggung jawab dengan keadaanmu!" ucap Nadir terus memperhatikan wajah gadis terbaring tidak sadarkan diri di atas brankar itu.Satu minggu kemudian.Ini sudah hari ketujuh Nadir bolak balik ke rumah sakit, tetapi keadaan gadis itu belum sadar dari komanya.Kabar mengenai gadis itu belum sampai ke pihak keluarga. Nadir tidak mengenalnya. Nadir telah menghubungi polisi, tetapi para polisi tidak mendapatkan tanda pengenal ataupun informasi mengenai keluarganya. Seolah gadis itu yatim piatu, tidak ada yang mencarinya."Cepatlah sadar! Aku di sini mencemaskan keadaanmu!" ujar Nadir menatap sedih raut wajah sang gadis yang keningnya dibalut perban, dan luka lebam di kedua belah pipinya.Dutt! Dutt! Dutt! Ponsel Nadir berdering. Tertera nama seseorang di layar ponselnya. Panggilan berasal dari asistennya di kantor.Nadir disuruh segera berangkat ke kantor, ada meeting yang harus dilaksanakan pada siang ini. Awalnya Nadir menolak karena ingin menjaga gadis yang ia tabrak satu minggu lalu, ia menugaskan asistennya menjalankan meeting tanpa dirinya, tetapi mengingat asistennya itu kurang pengalaman, Nadir akhirnya bersedia datang ke kantor mengikuti meeting.Sebelum benar-benar meninggalnya, Nadir ke ruangan dokter. "Dokter, tolong jaga dia dengan baik! Bila ada perubahan mengenai keadaannya, hubungi saja saya!" perintah Nadir."Baik, Pak."Nadir melenggang pergi dari rumah sakit. Dengan kecepatan maksimum, ia mengemudikan mobilnya pergi ke kantor.Beberapa menit setelah Nadir pergi, jari jemari Melissa bergerak. Dengan susah payah, kedua kelopak matanya terbuka perlahan. Pandangan mata langsung tertuju pada plafon putih dengan lampu gantung cantik di atas kepalanya."Aku dimana?" tanyanya sambil mengurut kepalanya yang terasa sakit. "Mengapa aku tidak merasakan kakiku?"Melihat gadis itu telah sadarkan diri di rekaman CCTV dalam ruangan, dokter yang ditugaskan mengurusnya, segera mendatanginya."Nona, bagaimana keadaanmu?" tanya dokter sesaat setelah tiba di ruang rawat.Gadis itu menoleh, seorang pria mengenakan seragam dinas dokter dengan stetoskop bergantung di lehernya, berada di sampingnya dengan wajah cemas."Masih rada sakit," jawabnya."Namamu siapa?""Melissa," jawabnya singkat.Tatkala mengingat apa yang sebelumnya terjadi, kepalanya terasa sangat sakit sekali. Melissa menurutnya untuk meringankan rasa sakit."Arghhh?!" desah Melissa."Tenanglah! Jangan memikirkan kejadian itu. Keadaanmu akan lebih buruk lagi," perintah dokter mengusap bahu Melissa."Aku harus pergi. Paman akan menemukanku. Aku nggak boleh tertangkap. Dia jahat, sangat jahat!" teriak Melissa seraya bangun dari berbaring.Sementara sang dokter menahan gerakannya. "Kamu harus tetap di sini! Aku tidak akan membiarkanmu pergi sebelum kamu sembuh," cegahnya menekan dada Melissa a
Setelah mendapatkan suntikan, tubuh gadis itu melemah. Suara gaduh yang dia ciptakan, hening seketika. Perlahan matanya terpejam, pengaruh dari obat bius."Maafkan aku!" ucap dokter mengusap kepalanya.Dokter itu menginformasikan keadaan Melissa kepada Nadir via telepon.Tidak berselang lama, panggilan diterima."Pak, dia sudah sadarkan diri.""Baik, terima kasih informasinya. Setelah meeting saya akan ke sana" sahut Nadir menutup panggilan tanpa sahutan lagi dari dokter.Satu jam berlalu. Nadir tiba di rumah sakit, di saat itu Melissa telah bangun dari tidur. Ia menangis pilu sendirian di kamar rawat tanpa ada seorang pun menemani."Bagaimana keadaanmu?" tanya Nadir sesaat setelah berdiri di samping brankar Melissa.Melissa menoleh. Seorang pria yang sama sekali tidak dikenalnya sedang berdiri di sampingnya dengan tatapan sedih."Menurutmu, apakah aku baik-baik saja?" tanya balik Melissa tampak matanya sudah membengkak. Biji matapun memerah bagaikan darah.Harusnya Nadir tidak bertan
"Dia Melissa," sahut Nadir memperkenalkan Melissa, sebentar Melissa tersenyum, tetapi sekian detik kemudian senyumnya luntur karena perempuan paruh baya itu menatap tidak suka."Melissa, perkenalkan ini Ibuku, dan kedua adikku, Erik sama Vallen!" ujar Nadir memperkenalkan keluarganya.Masih tidak ada sapaan, mereka menatapnya sinis, terutama pada bagian kakinya yang buntung.Namun lain dengan adik lelaki Nadir yang bernama Erik. ia mendekat sembari menjulurkan tangan. Dengan tangan bergetar, Melissa membalas uluran tangannya sebagai tanda perkenalan."Salam kenal yah!" ujarnya senyumannya belum juga luntur.Tiba-tiba, Sarah menarik tangan Nadir, membawanya pergi menjauh dari gadis itu."Ada apa Ibu?" tanya Nadir sedikit merasa tidak nyaman ketika melihat Melissa termenung menatapnya jauh."Ngapain kamu bawa dia ke sini?" tanya balik Sarah menunjuk dengan mulut keberadaan Melissa dari kejauhan."Sebelumnya aku sudah bercerita tentang dia, bukan?" tanya Nadir di anggukkan oleh Sarah."T
Lima hari berlalu ….Puluhan foto model dengan gaun pengantin ditunjukkan Nadir di tengah perkumpulan keluarga di ruang tengah. "Kira-kira gaun yang mana cantik untuk Melissa kenakan, Ibu, Erik?" tanya Nadir."Tidak usah terlalu mewah. Kamu menikahinya hanya sekedar tanggung jawab. Buat apa pesta besar-besaran? Sudah pilih saja yang paling murah. Kita tidak akan mengundang orang lain," caci Sarah menghindari berpandangan langsung dengan Nadir.Perkataan Sarah barusan ditanggapi tidak baik oleh Nadir dan Erik. Dari awal memang Sarah tidak menyukai kehadiran Melissa di rumahnya. Bukan karena Melissa kurang cantik dan berbody, keadaannya tidak sempurna wanita luaran sana. Melissa cacat lagi bukan keturunan orang berada."Ibu kok gitu sih? Walau bagaimanapun, ini tetaplah pernikahan yang sama dengan orang lain. Melissa harus tampil cantik dan di tampilan di depan banyak orang," ujar Nadir. "Ibu nggak maukan aku sampai diomongin teman-temanku karena acara pernikahanku tidak semestinya?""Ib
Surat undangan beserta paper bagnya dilemparkan ke bak sampah. Sarah tidak akan membiarkan orang lain datang ke acara pernikahan putranya dengan gadis buntung itu."Lebih baik aku di benci anakku sendiri daripada harus menanggung malu seumur hidupku," gumam Sarah tersungging senyum miring. Dengan membuangnya, surat-surat itu tidak akan sampai ke tangan orang lain.Sekian menit berlalu ….Selepas membersihkan diri, Sarah pergi ke kamar putri bungsunya di sebelah kamarnya. Hanya memastikan gadis mungil itu sedang belajar atau bermain ponsel.Pada saat Sarah masuk, Vellen tengah duduk di kursi depan meja belajarnya, berkurat di depan komputer. Ia bersenandung dengan headphone menutupi kedua belah telinga. Untungnya suara Vellen bagus, hingga Sarah ikut berlarut dalam alunan lagunya."Shuut … ngapain kamu?" bisik Sarah mengejutkan Vallen.Seketika Vallen melepaskan headphone dan mematikan layar komputernya. "Anu Bu, aku tadi lihat-lihat madsos punya teman," jelasnya gelagapan.Melihat waj
Lima hari berlalu. Tibalah waktunya resepsi pernikahan.Berbagai makanan telah dihidangkan, keluarga besar Nadir juga sudah berdatangan, pak penghulu sedari pagi sudah berada di sana, siap mempersatukan kedua insan belum halal itu.Tetapi Melissa belum juga keluar dari kamarnya. Dia sedang dihiasi mempercantik wajah pucatnya yang rada pucat masih dalam keadaan sakit. Nadir berada di dalam kamar yang sama dengan Melissa. Pria itu berdiri tepat di belakangnya dan di sebelah perias.Wajah Melissa tampak begitu ayu manis sekali. Namun dibalik kesempurnaan rupa Melissa, fisik sesungguhnya cacat."Kak Nadir, bagaimana penampilanku?" tanya Melissa menatap sinis tanggapan datar muka Nadir.Nadir tersenyum tipis sembari menatap secara jeli dari segi manapun tata riasnya."Kamu cantik sekali!" pujinya.Pujian Nadir membuatnya tersenyum manis. Semburat merah jambu tersiar di kedua belah pipi putih berserinya. Entah mengapa, setiap pujian dari Nadir sukses membuatnya tersipu malu."Apakah sudah
Terlebih lagi, Melissa gadis yang hari ini resmi menjadi menantunya itu, cacat. Kedua belah kakinya buntung.Saat berfoto bersama, Nadir tetap memaksakan tersenyum manis, walau hatinya meringis kecewa dengan keadaan tamu undangan yang tidak sesuai harapan. Nadir yakin, pasti ada sesuatu penyebab mereka tidak datang.Usai acara pernikahan, Nadir menggendong Melissa dan membawanya ke kamar pengantin di lantai dasar depan ruang keluarga.Seorang pembantu, ikut masuk ke dalam memenuhi panggilan dari majikannya."Bibi, tolong gantikan pakaian Melissa!" perintahnya, sembari keluar dari kamar.Tepat di ruang keluarga, Sarah sedang duduk santai di sana. Waktu itu, Sarah tengah duduk menyaksikan televisi bersama Vallen. Tampak tidak sesuai dengan perkataannya tadi siang. Bukankah Sarah sedang tidak enak badan?"Ibu," panggil Nadir menghampaskan pinggulnya di sofa bersebelahan dengan Sarah dan Vallen."Iya. Ada apa?" tanya Sarah menengok ke kanan, ia sangat tenang seperti tidak ada masalah."Ke
Saat kepalanya sudah mulai dingin, Nadir lalu mengambil bongkahan baru ice di kulkas, dia menambahkan pada gelas air teh yang dibuatnya."Melissa tidak boleh minum minuman dingin. Dokter melarangnya," ujar Nadir mengingat perintah dari dokter. Nadir tidak menambah es di gelas untuk Melissa.Kedua gelas berisi air teh itu, ditaruh atas nampan. Kemudian dibawanya pergi ke kamar tempat dimana Melissa berada."Kamu habis dari mana?" tanya Melissa sedang duduk dengan punggung di sangga dua bantal.Nadir duduk di sebelah Melissa. "Aku barusan ke dapur. Nih minuman buatmu! Kamu haus, 'kan?" tanya Nadir menyodorkan segelas air kepada Melissa.Tidak menjawab, Melissa menyambut gelas di tangan Nadir. Dengan dibantu Nadir, Melissa meneguk air sampai habis setengah."Sekarang kamu istirahat! Kamu pasti sangat lelah seharian ini menjadi pengantin," perintah Nadir mengusap kepala Melissa. Gadis itu hanya mengangguk seraya memisahkan kedua bantal dan menurunkan tubuhnya ke kasur."Apakah kamu tidak
Tidak berselang lama, seorang pria muda mengenakan seragam dokter datang dengan membawa tas tenteng berisi banyak obat dan alat kesehatan.Dokter membuka tas dan mengeluarkan beberapa alat kesehatan dan suntik. Melissa yang mulanya tenang, seketika tegang. Sesungguhnya ia sangat takut jarum suntik."Apakah perlu disuntik dok?" tanya Melissa gelagapan."Sangat perlu," jawab dokter menyiapkan tissue yang telah bercampur alkohol."Aku takut!" rintih Melissa menggenggam erat pergelangan tangan Nadir."Tidak papa, hanya sakit sedikit!" bujuk Nadir mendekap tubuh Melissa menenangkan ketakutan."Kamu mau sembuhkan?" tanya Harris Sahutan Melissa anggukkan kepala."Nah harus di suntik dulu," tambah Akbar. Ketiga pria dewasa itu membujuk Melissa bagaikan seorang anak kecil. Memang usia Melissa masih sangat muda sekali.Begitu jarum suntik menusuk bahunya, Melissa mencekik kuat pergelangan tangan Nadir, membebaskan cekikan. Meski sakit, Nadir sama sekali tidak mengeluh, ia tetap memeluknya erat.
Selesai meeting, Nadir bersama Akbar dan Harris berbincang-bincang di ruang pribadinya. Mereka menyambung topik pembahasan tadi yang sempat terpotong."Sekarang … apakah kamu tidak ingin memperkenalkan istrimu kepada kami?" tanya Harris menatap serius."Tau nih. Kami juga ingin kenalan dengan istrimu. Dia pasti sangat cantik sekali. Sama sepertimu tampan," tambah Akbar menyenggol bahu Nadir.Nadir tersenyum tipis, ada perasaan tidak enak di dalam hati setelah mengingat bagaimana keadaan Melissa. Namun tidak membuat Nadir harus menutupinya."Sebentar lagi waktu kita pulang, marilah ke rumahku. Aku akan memperkenalkan dia kepada kalian," sahut Nadir menepuk pundak kedua sahabatnya.Ketiga pria itu menatap jam di dinding. Tiba saatnya untuk mereka pulang ke rumah."Yuk! Sudah waktunya kita pulang," ajak Akbar tampak tidak sabar.Pada akhirnya mereka keluar dari ruangan luas itu. Tujuan mereka, tentu rumah Nadir.Setibanya di rumah, Nadir langsung membawa Akbar dan Harris ke kamar Melissa
"Enak banget yah santai di sini." Suara keras wanita berasal dari belakangnya. Seketika Melissa menoleh. Terlihat sosok mertuanya tengah berada di belakangnya dengan tangan melipat di dada, tatapan mata menghina."Ibu," sebut Melissa menundukkan kepala. Ingat wanita paruh baya itu tidak menyukai dirinya, ia takut ibu mertuany akan menyakitinya lagi sama seperti kemarin."Buatlah dirimu berguna di rumah ini. Mungkin Nadir memberikanmu tumpangan gratis dengan dalih menikahimu, tapi aku sampai kapanpun tidak akan pernah menerimamu bagian dari keluargaku." Sarah berkelakar.Melissa masih menundukkan kepala sambil mengangguk pelan. "Baik Ibu," sahutnya."Sekarang bersihkan rumah! Danti sedang cuti. Kamu sebagai orang menumpang tinggal di sini sebaiknya sadar diri dan carilah fungsimu. Setidaknya ada gunanya kamu di sini," tutur Sarah berlalu begitu saja.Pergi Sarah, Melissa menghela nafas panjang. Baru ia senang dapat kembali menghirup udara segar setelah sekian lama terkurung di dalam ka
Sebelum berangkat ke kantor, Nadir terlebih dulu membersihkan tubuh Melissa lalu memberikan dia makanan. Danti yang biasa mengurusnya, sedang pulang kampung. Terpaksa Nadir lah yang harus mengurus istrinya itu.Teringat perlakuan Sarah beberapa hari yang lalu, yang menyebabkan Melissa sakit selama dua hari, Nadir canggung meninggalkannya sendirian di rumah. Akan tetapi Nadir juga tidak bisa berada di rumah sementara dia punya tanggung jawab mengurus perusahaan."Bila ada apa-apa hubungi saja aku! Dalam waktu apapun, aku selalu aktip untukmu." Selepas mengatakannya, Nadir menyerahkan salah satu ponsel miliknya ke Melissa."Aku tidak butuh ini! Aku bisa menjaga diriku sendiri," tolak Melissa enggan mengambil ponsel di tangan Nadir. Namun Nadir memaksa Melissa mengambil ponselnya."Aku tidak suka ditolak. Ambillah! Anggap saja ini teman buatmu di saat aku tidak ada di rumah," ujar Nadir pada akhirnya Melissa mau menerima.Setelah makanan di piring habis, Nadir bangkit dari duduknya di uju
"Kak Nadir!" sebut Melissa wajahnya begitu tegang."Apa yang Ibu lakukan?" tanya Nadir menghempaskan tangan Sarah dengan sedikit kasar.Dari hempasan yang Nadir lakukan, Sarah merasakan rasa sakit dan mengadu kesakitan. "Argghhh … segitunya sama wanita buntung ini. Sampai kamu menyakiti tangan ibu!" rintih Sarah mengusap-usap pergelangan tangannya.Tidak ada niatan menyakiti ibunya. Akan tetapi perbuatan yang ibunya lakukan sangatlah keterlaluan, di luar batas kepri kemanusiaan."Maafkan aku Ibu! Aku tidak bermaksud menyakiti Ibu," jelas Nadir merasa bersalah."Kamu sudah tidak sayang lagi sama Ibu!" kelakar Sarah menghentakkan kaki lalu melenggang pergi dari kamar Melissa dengan perasaan jengkel.Nadir yang benar-benar merasa bersalah, mengejar ibunya. Sementara Melissa membenarkan posisi duduknya, tentu ia menangis diperlakukan kasar oleh mertuanya sendiri."Andaikan Ibu tidak pergi, aku tidak akan berada di sini. Hidupku menderita tanpa Ibu," isak Melissa tanpa terasa air mata memb
"Nya, di luar ada yang jual sayur tuh! Nyonya bilangkan mau beli sayuran buat Non Vallen," ujar Danti mendatangi Sarah yang sedang santai di kursi depan kolam renang di samping rumah."Baiklah," sahut Sarah sembari bangkit dari duduk. Mengambil dompetnya di dalam kamar.Sarah pergi ke halaman rumah tepat dimana penjual sayuran keliling berada. "Pak ada bayam?" tanya Sarah menghampiri.Di sana sudah ada beberapa ibu-ibu tetangga di sebelah rumahnya. Mereka menatap sinis kedatangan Sarah di sana."Kok bisa-bisa sih putra kesayangan nikah sama gadis buntung gitu," sindir salah satu tetangga Sarah."Bukahkan Nadir punya pacar yang begitu cantik dan keluarga yang baik. Lantas mengapa menikah dengan wanita cacat, lagi tidak jelas seluk-beluk keluarganya.""Apalagi kata suamiku yang kebetulan ada di lokasi tabrakan, gadis itu begitu seksi. Dia mengenakan dress mini ketat. Dan paling mencengangkan, ada beberapa pria yang mengejarnya. Mungkin mereka adalah bodyguard dari pria hidung belang yan
Berlalu Nadir Danti menggantikan pakaian yang Melissa kenakan. Selepas itu, barulah ia mengambil piring berisi makanan. "Non waktunya makan!"Danti mengarahkan sendok berisi makanan di mulut Melissa. Dan suapan itu, berhasil membuat Melissa terharu. Ia ingat, waktu masih berusia 8 tahun … waktu itu ia sedang sakit, terbaring lemah di tempat tidur. Ibu mengurusnya dari mengompres kepalanya, hingga memberikan makanan. Meski pada saat itu, ibunya sendiri sedang sakit juga.Melissa terkenang kasih sayang ibunya. Tidak terasa air mata lolos dan jatuh membasahi pipi. Setelah ibunya tiada, dimulai dari sanalah kebahagiaannya terenggut."Non Melissa kenapa nangis?" tanya Danti memegang dagu Melissa."Aku kangen Ibu!" ujar Melissa terisak.Sebelumnya Danti telah mengetahui sedikit kisah singkat Melissa dari Nadir.Bagaimana perasaan Melissa, Danti tentu merasakannya. Walaupun tidak seutuhnya ia tahu rasa rindu dan kehilangan yang Melissa alami."Yang sabar yah Non!" ujar Danti mengusap punggun
Saat kepalanya sudah mulai dingin, Nadir lalu mengambil bongkahan baru ice di kulkas, dia menambahkan pada gelas air teh yang dibuatnya."Melissa tidak boleh minum minuman dingin. Dokter melarangnya," ujar Nadir mengingat perintah dari dokter. Nadir tidak menambah es di gelas untuk Melissa.Kedua gelas berisi air teh itu, ditaruh atas nampan. Kemudian dibawanya pergi ke kamar tempat dimana Melissa berada."Kamu habis dari mana?" tanya Melissa sedang duduk dengan punggung di sangga dua bantal.Nadir duduk di sebelah Melissa. "Aku barusan ke dapur. Nih minuman buatmu! Kamu haus, 'kan?" tanya Nadir menyodorkan segelas air kepada Melissa.Tidak menjawab, Melissa menyambut gelas di tangan Nadir. Dengan dibantu Nadir, Melissa meneguk air sampai habis setengah."Sekarang kamu istirahat! Kamu pasti sangat lelah seharian ini menjadi pengantin," perintah Nadir mengusap kepala Melissa. Gadis itu hanya mengangguk seraya memisahkan kedua bantal dan menurunkan tubuhnya ke kasur."Apakah kamu tidak
Terlebih lagi, Melissa gadis yang hari ini resmi menjadi menantunya itu, cacat. Kedua belah kakinya buntung.Saat berfoto bersama, Nadir tetap memaksakan tersenyum manis, walau hatinya meringis kecewa dengan keadaan tamu undangan yang tidak sesuai harapan. Nadir yakin, pasti ada sesuatu penyebab mereka tidak datang.Usai acara pernikahan, Nadir menggendong Melissa dan membawanya ke kamar pengantin di lantai dasar depan ruang keluarga.Seorang pembantu, ikut masuk ke dalam memenuhi panggilan dari majikannya."Bibi, tolong gantikan pakaian Melissa!" perintahnya, sembari keluar dari kamar.Tepat di ruang keluarga, Sarah sedang duduk santai di sana. Waktu itu, Sarah tengah duduk menyaksikan televisi bersama Vallen. Tampak tidak sesuai dengan perkataannya tadi siang. Bukankah Sarah sedang tidak enak badan?"Ibu," panggil Nadir menghampaskan pinggulnya di sofa bersebelahan dengan Sarah dan Vallen."Iya. Ada apa?" tanya Sarah menengok ke kanan, ia sangat tenang seperti tidak ada masalah."Ke