Share

Nirmala Hamil

Author: Azitung
last update Last Updated: 2022-09-28 05:20:02

Pernikahan Kedua

Nirmala Hamil

Bab  6

Berpapasan dengan beberapa karyawan membuat ekspresiku berubah. Pasalnya ada yang melihat tersenyum, namun lebih banyak yang sinis. Ini pasti karena hari pertama aku dekat dengan papa. Mereka mengira aku ini benar selingkuhan bos mereka. 

Terkadang lucu juga.

Berbelok menuju ruang kesehatan. Aku membetulkan bentuk kacamata. Kali ini aku pakai yang bening. Norak juga kalau pakai yang hitam di dalam kantor. Seperti orang yang mau liburan di pantai.

"Mas, Kamu harus segera nikahi aku!"

Deg

Aku tak jadi membuka pintu yang handlenya sudah kupegang. Didalam ternyata sudah ada Mas Tama.

"Iya, Sayang. Mas pasti akan menikahi, Kamu. Mas, kan sudah janji. Pokoknya secepatnya," balas Mas Tama. Kenapa aku perih mendengarnya? Ada apa sebenarnya ini? 

Aku mulai menduga hal yang sensitif pasti terjadi. 

"Pokoknya secepatnya, Mas. Jangan sampai Ayah tau aku hamil." Terdengar suara Nirmala yang memaksa. 

Apa? Hamil? Benar dugaanku.

"Stttt, jangan keras - keras, nanti ada orang yang mendengar."

Yang kupikirkan selalu tak tepat, kupikir sebatas baru kenal ternyata sudah dekat, sekarang kupikir hanya berhubungan dekat, namun ternyata sudah sampai ketahap intim. 

Berapa lama aku Dikhianati, Mas? Luruh juga air mata ini. Bodohnya aku tak menyadari sudah di selingkuhi selama ini. 

"Loh, Bu Riri sedang apa disini?" 

Cepat-cepat kuhapus air mataku sebelum Gilang melihatnya. 

"Ak-Aku ingin menjenguk Nirmala. Kata Risti ia tadi pingsan dan dibawa kesini. Kamu sendiri ngapain kesini?" Sebelum Gilang menyadari aku menangis cepat aku bertanya. 

"Mau memanggil Pak Tama. Ada pekerjaan yang sedikit salah tadi." 

"Oh, silahkan!" 

"Ibu juga belum masuk, kan? Yaudah Ibu duluan!" 

Aku pun membuka handle pintu. Mas Tama menatapku lekat. Apa jangan - jangan ia mendengar Gilang memanggil nama Riri?

"Pak Tama, ada pekerjaan yang harus di perbaiki lagi. Saya kira ini sudah lebih dari lima belas menit." Gilang menatap jam tangannya. 

"Oh iya, Pak Gilang. Saya segera kembali," jawab Mas Tama cepat. 

"Duluan Bu Ri..." 

"Iya-iya Pak Gilang." Secepatnya kupotong ucapannya. Hampir saja. Gilang ini pasti lupa kalau aku sengaja menutupi diriku dari Mas Tama.

"Nirmala, Mas balik ya, nanti pulangnya biar Mas yang antar." Mas Tama mengelus pipi Nirmala. Nirmala tersenyum tipis diperlakukan mesra oleh pasangannya pastilah membuat bahagia. 

Nirmala mengangguk. Aku memalingkan wajah, dulu Mas Tama juga memperlakukanku begitu.

"Permisi, Bu!" Iapun pergi dari ruangan ini. 

"Bu Riri, maaf!" ucap Nirmala. Tinggal kami berdua di dalam. 

"Tak apa. Risti yang bilang kalau, Kamu pingsan. Makanya Saya kesini. Ada apa Nir, kok bisa sampai pingsan?" Pura-pura tidak tahu apa penyebabnya pingsan. 

"Masuk angin, Bu. Soalnya lupa sarapan tadi." Jawabnya dengan lancar. Mungkin sudah dipersiapkan juga bila ada yang bertanya. 

"Masuk angin atau masuk..." sengaja kugantung kalimatku. 

"Masuk apa, Bu?" Keningnya berkerut, menunggu kelanjutan kalimatku. 

"Begini loh, Nir. Dulu ibu punya teman saat kuliah, dia sering pingsan, namun kalau ditanya bilangnya masuk angin. Eh, beberapa bulan kemudian perutnya membesar. Ternyata selama ini dia hamil." Aku mengarang cerita. Untuk sedikit membuatnya takut. 

Wajah Nirmala tampak tak tenang. " Kenapa Nir, Kamu kok jadi gelisah gitu?"

"E, enggak kok, Bu. Mungkin karena saya masih lemas ini." Alasannya. Namun terlihat jelas wajahnya resah. 

"Jangan takut, Kamu kan nggak seperti itu Nir." 

"Apa Ibu berpikir aku..." 

Aku menggeleng cepat. "Nirmala walaupun kita baru kenal, Saya yakin Kamu orang baik," jawab ku enteng. 

Pukul lima sore waktunya pulang. Nirmala dibawa oleh Mas Tama dengan mobilnya. Setelah melaju, Aku menatap Risti yang sepertinya menunggu kendaraan lewat. 

"Ayo Ris!" ajak ku. Kulihat ia mendekat. Sepertinya dia tak sungkan lagi. 

"Rumah Saya jauh loh, Bu." Rupanya ia ingin mengatakan itu. 

"Tak apa, ayo naik, sekalian Saya mau mutar-mutar," ajak ku lagi. 

Ia tersenyum. "Ok, Bu!" 

Tanpa kuberi tahu Risti naik di depan. "Bu, kalau begini terus kan enak, hehe. Uang Saya nggak berkurang untuk ongkos." Risti memang orangnya blak-blakan tapi aku suka. 

Aku hanya tersenyum. 

"Beli motor aja Ris, kan lumayan irit." 

"Yaelah, Bu. Boro-boro beli motor. Beli baju saja kudu mikir lama." 

Aku terdiam mencerna kalimatnya barusan.

"Memangnya berapa gajimu Ris?" penasaran aku. Tapi memang yang ku tau gaji di kantor cabang itu berbeda dengan yang di kantor pusat. 

"Pokok tiga juta, Bu. Kalau ada lembur biasanya mencapai empat juta setengah. Nggak tau kalau di kantor pusat sekarang. Saya kan belum pernah gajian, Bu. Hehe." 

"Masak Ibu tidak tau?" lanjutnya. 

"Saya kan tidak mengurus bagian keuangan, dan lagi saya itu baru bekerja seminggu sebelum kalian pindah ke kantor pusat," jawabku. 

"Masak sih, Bu. Tapi Ibu sudah dipercaya megang proyek besar." Wajar kalau Risti tak percaya. 

"Ris, sebenarnya Saya ini anak Pak Danu Subrata." Ku akui saja didepan Risti. 

Risti menutup mulutnya. Tampak ia terkejut. 

Aku tersenyum menatapnya. 

"Ya ampun, ternyata Ibu..." 

Aku mengangguk cepat. "Tapi jangan bilang siapapun di kantor."

Risti mengerutkan keningnya, tampak ia berpikir. "Oh, pantesan ada gosip, Ibu katanya selingkuhan Pak Bos." 

"Iya, itu karena pas Saya kesini, gandengan sama papa. Mereka nggak tau saya ini anaknya." 

"Ibu keren, bisa menutupi jati diri ibu. Jadi itu alasannya ibu pakai masker dan kaca mata di kantor?" 

"Bukan Ris. Kalau itu alasan yang lain lagi. Tapi saya nggak bisa kasih tau, Kamu. Lain kali saja." 

"Ibu ini banyak rahasianya." 

*

Pov  Tama

Sial! Kenapa Nirmala bisa ceroboh ya. Padahal Aku sudah bilang dia untuk mengkonsumsi pil kontrasepsi. Kalau begini Aku harus cepat menikahinya. 

Jujur sebenarnya aku senang, akhirnya akan segera punya anak. Tapi perceraianku pun belum selesai dan uangku pun belum dikembalikan Riri. 

Setelah mengantar Nirmala, aku akan bicara pada ibu. Dia pasti senang ini karena mau dapat cucu. Apalagi dari Nirmala ananak orang terpandang, ayahnya seorang Camat. 

Kebetulan Ibu ada dirumah. Segera ku buka sepatu lalu menyalim tangan ibu yang sedang duduk diteras. 

Aku sangat menyayangi dan menghormatinya. Ialah orang yang selalu menerimaku apa adanya. Demi dia aku rela menceraikan Riri. 

Dulu dia memang kurang setuju sebab tak tau keluarga kandung Riri. Seiring berjalannya waktu ia menceritakan keburukan Riri selama ini. Mulai dari meminta uang dan membeli motor saat kuberikan padanya uang bonusku. 

Uang yang kuberikan pada ibu pun di mintanya secara paksa. Padahal aku sudah memberinya dua juta sebulan. Sedangkan pengeluaran dibantu oleh ibu selama ini.

"Bu, Tama mau bicara." Aku duduk disamping Ibu. Ia menatapku. 

"Nirmala hamil, Bu," 

"Hamil?" 

Aku mengangguk. "Ibu senang?" tanyaku. 

"Tentu saja, Ibu akan punya besan kaya dan jelas. Ayo segera kita lamar Nirmala." Ibu tampak bahagia, responya cepat. 

"Tama belum cerai, Bu." Aku mengingatkan statusku saat ini. 

"Itu nggak jadi masalah, Tam. Kamu ini kan laki-laki. Kalau nunggu cerai kelamaan keburu perut Nirmala besar. Kamu mau ayahnya tau?" 

Ah iya, Ibu benar. Ini tak bisa lagi ditunda. "Tapi, Bu. Kita nggak punya uang lagi untuk hantaran. Gajiku bulan ini pasti tak cukup. Kalau saja Riri nggak mengambil uang kita." Aku teringat lagi pada istri sialan yang tidak tau terimakasih itu.

"Sudahlah, Tam. Ikhlaskan saja uang itu." jawab ibu. Ibu memang baik, meskipun Riri tak sayang padanya tapi, ia bisa ikhlas. Ah ibu. Beruntungnya aku lahir dari rahimmu. 

"Ibu ada ide!" 

"Apa, Bu?" 

"Kita gadaikan saja sertifikat rumah ini. Kan lumayan untuk seserahan, sisanya biar Ibu yang simpan," usul ibu. 

"Gimana nanti bayarnya, Bu?" Aku agak keberatan. Teringat teman-temanku yang punya cicilan ke bank rata-rata semua mengeluh. Meskipun dihitung dari gaji mereka cukup namun tetap saja ada keluhan. 

"Tama, kalian, kan sama-sama bekerja. Ibu rasa Nirmala tak akan keberatan bila membantu. Mita juga sudah hampir lulus. Dia bisa cari pekerjaan setelahnya." Benar memang yang dikatakan ibu. 

Mau darimana lagi aku dapat uang, sedangkan Riri belum tentu uang itu masih ada. Melihat gayanya sekarang ini. Pasti sudah dihambur-hamburkannya. Belum lagi dia menyewa pengacara untuk kasus perceraian kami. 

Tanpa menunda waktu, aku dan ibu berangkat kerumah Nirmala. Kami disambut hangat. Sebelumnya tadi aku sudah mengabari Nirmala. 

"Silahkan duduk, Bu. Nak Tama!" Tante Ratih mempersilahkan kami duduk. 

Setelah berasa basi. Aku mengutarakan niatku ingin mempersunting Nirmala dan niatku disambut baik. 

"Kami minta uang hantaran sebesar tiga ratus juta dan mahar Nirmala senilai seratus juta. Bagaimana?" tanya Om Heru ayah Nirmala. 

Aku dan ibu saling menatap. Dua ratus juta, besar sekali menurutku.

"Apa tidak bisa di kurangi, Pak?" tanya ibu. Mencoba untuk nego. 

"Maaf Nak Tama, itupun kami masih harus nambah untuk biaya resepsi," jawab Om Heru.

"Kalau begitu, kami setuju. Minggu depan akan kami bawa kesini." Seenaknya ibu memutuskan tanpa berunding dulu denganku. 

Kami pun pamit. Aku sudah tak sabar bertanya pada ibu. Kenapa ia setuju saja. Total tiga ratus juta yang harus kukeluarkan itupun masih ada biaya lainnya nanti. Cukup pusing aku. 

"Bu, kenapa main setuju saja sama permintaan Om Heru. Uang dari mana itu, Bu? Belum lagi biaya yang lainnya nanti." 

"Ya ampun Tama, kenapa perhitungan sekali, Kamu, apa salahnya kita sanggupi permintaan mereka. Toh itu belum seberapa dibanding yang Kamu terima nanti."

"Apa maksud ibu?" Aku masih belum paham. 

"Tama, Kamu nggak lihat, rumah mereka tadi, besar dan bagus. Nirmala itu anak satu-satunya, Tam. Otomatis semua aset ayahnya nanti akan jatuh ketangan Nirmala. Dan lagi ibu dengar mereka punya kebun sawit luas di daerah Kalimantan." Ibu ini seperti orang matre saja. Kok bisa ya ibu tau tentang keluarga Nirmala sedetail itu? 

"Entahlah, Bu. Sekarang aku pusing, mau cari tiga ratus juta dimana?" Tak mungkin aku mengajukan pinjaman keperusahaan kan, kalau pun dikasih, paling mentok di angka seratus. 

Auto pusing aku. 

Dari kejauhan, terlihat mobil berhenti didepan rumah kami. Aku berhenti menatap kedepan. Mita? Siapa yang mengantarnya? 

Mobil itu pergi setelah Mita turun. "Apa Mita sudah punya pacar, Bu?" tanyaku penasaran. Ibu pasti lebih tau tentang Mita. 

"Nggak tau, Tam. Mungkin itu yang ngantar  temannya dia," jawab ibu tenang. 

Mobil yang mengantar Mita pergi setelah dada dada. Mita tersenyum girang, lalu masuk kedalam pagar.

"Pake senyum-senyum, pasti itu pacarnya, Bu. Kalau teman nggak mungkin Mita segirang itu," asumsiku. Gegas kujalankan mobil memasuki pekarangan rumah. 

"Kalaupun pacar emang kenapa, Mita itu sudah besar, sudah pantas lah punya pacar. Apa lagi kalau pacarnya punya mobil, susah pasti orang kaya Tam." Sepertinya ibu mendukung perbuatan Mita. Tak bisa dibiarkan ini. Dulu sebelum kuliah Mita sudah berjanji agar tak pacaran hingga lulus. 

Mita itu orangnya gampang terpengaruh.

"Mit! Mita!" kuketuk pintu kamarnya.

Ceklek

"Ada apa, Kak?" tanya Mita, kini ia sudah berganti dengan piyama. 

"Dari mana tadi?" Langsung saja kutanya. Aku tak ingin basa basi. 

"Ngerjain tugas bareng teman," jawab Mita santai. 

"Itu tadi yang ngantar  Kamu siapa?" 

"Kakak kenapa sih, pertanyaannya aneh." 

"Tinggal jawab saja Mit. Awas ya kalau kakak tau siapa yang mengantarmu tadi!" ancam ku. Biar Mita takut kalau ingin dekat sama cowok. 

"Over protektif banget sih, Kak. Mita ini udah gede, udah mau lulus juga. Emang kenapa kalau punya cowok?" Mita seolah menantangku. 

"Ingat janji  Kamu dulu." Aku mengingatkannya lagi. 

"Iya, iya bawel," gerutu Mita. 

Prak

Pintu ditutup dari dalam. Aku menghapus dada karena kaget. 

"Ibu!" dua kali aku kaget, Ibu ternyata sudah berdiri dibelakangku. 

"Tam, barusan teman ibu ngechat. Katanya anaknya kerja di bank. Dia bisa mengeluarkan lima ratus juta." Mata ibu berbinar mengatakannya. Ibu ini buru-buru sekali ingin pinjam uang.

"Lima ratus juta itu banyak sekali, Bu. Gimana kita membayar bulanannya nanti?" Membayangkan nya aku kok mual ya. 

Memang sih selama ini aku tak pernah berurusan dengan bank. Tapi dari pengalaman teman, aku takut juga. 

"Kecil itu, Tam. Gajimu saja lima belas juta, belum lagi nanti gaji Nirmala. Mita juga udah mau lulus, nggak butuh biaya lagi." Ibu seolah mengentengkan segalanya. 

Aku malas membahasnya, lebih baik tidur sajalah. Besok baru diputuskan tentang menggadaikan rumah ini. 

Lima ratus juta bukan jumlah yang sedikit. Tapi Ibu seenaknya saja ngomong. Yang pusing pun aku juga. Capek. Kenapa jadi rumit gini ya?

Dulu waktu melamar Riri. Aku hanya kasih mahar. Gak sampai dua puluh juta. Mumet aku. 

"Gimana, Tam? Jadi hari ini ke bank?" tanya ibu. 

Ah, Ibu ini pagi-pagi sudah bikin mood rusak. Nggak bisa apa nanti dibahas. 

"Jangan kelamaan mikir. Ingat minggu depan uangnya harus ad," tambah ibu lagi. Aku yang semula ingin sarapan mengurungkan niatku. Padahal aku ingin cari dulu pinjaman tak berbunga diluar. 

"Ke bank? Ngapain, Bu?" Mita lagi, entah kenapa menyahut ibu. Mita mendudukan dirinya di sampingku. 

"Kakakmu mau ambil uang ke bank," sahut ibu sambil mengunyah sarapannya. 

"Untuk apa, Bu?" tanya Mita lagi. 

"Untuk uang hantaran Nirmala, tadi malam ibu dan Kakakmu udah kesana." Mereka berbicara seolah tak ada aku. 

"Kok aku nggak di ajak, Bu?" 

"Kamu saja pulangnya malam, gimana mau di ajak," cerocos ibu. 

"Bu, Aku berangkat dulu ya!" lebih baik pergi saja. Lama disini akan membuatku terpengaruh nantinya. 

"Loh, sarapanmu, Tam!" ibu menunjuk piringku yang belum kusentuh makanannya. 

"Gak selera, Bu." 

"Ya udah, hati-hati!" ucap Ibu. Aku tak menjawab lagi. Biarlah mereka yang membahasnya. Toh itu tak akan terjadi tanpa seizinku. 

Sebelum jam kerja dimulai, ku ajak Nirmala ngobrol sebentar lagi. 

"Kamu nggak pusing lagi?" Kutatap wajahnya yang sudah berseri. 

"Tidak, Mas. Aku sehat," maksudku. 

"Nir, nanti kita ngomong ya pas jam makan siang, ada hal penting yang mau Mas omongin ke Kamu," pintaku Anda. 

"Baik Mas. Nanti kita ketemu di kantin saja," ucapnya. Aku mengangguk. 

Semoga saja Nirmala punya uang setidaknya ia bisa menolong, toh ia kini tengah hamil pastilah ia tak akan mendukung nanti. 

Related chapters

  • Pernikahan Kedua    Berantam

    Pernikahan Kedua BerantamBab 7Pov RiriRisti keluar makan siang ke kantin, Nirmala pun sudah duluan keluar. Tiba-tiba aku pun ingin makan di kantin juga. Sudah lama rasanya tak mencicipi masakan kantin. Aku melangkah tanpa ragu. Dengan masih mengenakan masker. Sampai di kantin ternyata penuh, maklum, semua karyawan kebanyakan makan dikantin. Dan ini gratis, papa memang menyediakan khusus agar tak memberati karyawan dengan membawa bekal lagi dari rumah. Di dekat meja prasmanan ada satu kursi kosong. Aku melangkah masuk. Namun tatapan sebagian orang tampak sinis, mereka seperti tak suka aku di sini. "Wow! Selingkuhan berani makan dikantin rupanya," sindir wanita yang pernah mengolokku di lift. Yang kutau bernama Maya. Yang lain ikut menatapku. Ternyata karyawan papa banyak yang bar-bar dan tukang bully lagi. Aku tetap masuk melangkah ingin duduk di kursi kosong tadi. Namun seseorang menarik kursi itu dan menaikkan kakinya di atas. Hampir saja aku jatuh. "Hahahaha....!" tawa me

    Last Updated : 2022-09-28
  • Pernikahan Kedua    Benarkah Aku Yang Mandul?

    Pernikahan KeduaBenarkah Aku yang Mandul? Bab 8Kupakai kaca mata hitam keluar dari mall. Sepertinya mereka mengikuti, biarkan saja. Biar mereka lihat mobil Bantley Continental milikku. "Riri, tunggu!" panggil ibu mertua mengejarku. "Ada apa, Bu? Belum puas menertawakan saya?" Kuhentikan Langkahku. "Sebenarnya, Kamu ini siapa? Bukannya, Kamu ini susah saat sama Tama?" tanyanya. Sepertinya dia penasaran. "Iya memang, saya susah waktu tinggal dirumah ibu, sekarang tidak lagi. Maaf, saya harus pergi!" Cepat aku melangkah meninggalkannya. "Riri, tunggu dulu!" ia menarik tanganku. "Kamu jadi simpanan ya, makanya secepat ini berubah?" tuduhnya. What? Dia bilang aku simpanan? "Bu, jangan asal bicara ya? Saya ini wanita terhormat." Aku tak terima dibilang simpanan. "Halah, jangan munafik deh, Mbak. Jaman sekarang, itu banyak terjadi kok. Lagian nggak mungkin kan secepat itu Mbak Riri kaya raya." Mita ikut-ikutan memojokkanku. "Seperti, Kamu gitu?" Kubalik perkataannya. Plak"Lan

    Last Updated : 2022-09-28
  • Pernikahan Kedua    Menganggap Rendah

    Peenikahan KeduaMenganggap RendahBab 9Pov Riri.Setelah proses mediasi gagal sidang akan di gelar satu kali lagi. Kurasa tak perlu lagi bersembunyi dari Mas Tama. Toh, keputusan untuk cerai pun sudah bulat. "Selamat pagi, Bu!" sapa Risti dan Nirmala bersamaan."Pagi!" jawabku sambil terus berjalan menuju kursi. "Gilang belum datang?" tanyaku. Soalnya hari ini akan ada peninjauan proyek yang dibangun bersama Buana Corp."Belum, Bu," jawab Risti."Bu, apa aku bisa tidak ikut hari ini?" Nirmala bertanya."Kenapa, Nir? Ini proyek penting loh," tanyaku balik. Kalau proyek ini berhasil, mereka akan dipindahkan kekantor pusat. Tentunya gajipun akan ditambah juga bonus dari proyek akan mereka dapatkan.Kulihat Nirmala gelisah, seperti takut untuk mengutarakan alasannya. Apa ini ada hubungannya dengan kehamilannya? "Begini, Bu. Saya ada acara keluarga nanti malam, saya ingin izin setengah hari saja," ucapnya kemudian."Maaf, Nir. Dengan berat hati saya tolak izin Kamu. Kita sudah hampir

    Last Updated : 2022-09-28
  • Pernikahan Kedua    Syok Tama

    Pernikahan KeduaSyok TamaBab 10Pov Tama"Kamu kenapa diam saja diperintah sama og itu?" tanyaku pada Nirmala. Entah kenapa ia mendadak diam saat berhadapan dengan Riri."Mas, nanti saja kita bahas, aku harus masuk segera," tolak Nirmala. Aku menahan tangannya."Tunggu! Jangan takut sama dia," ucapku. Tiba - tiba aku berpikirApa mungkin Riri sudah mengancam Nirmala atau mengatakan kalau dia bekas istriku."Mas, nanti siang saja kita ngobrol, aku nggak mau gara-gara nggak disiplin waktu aku gagal di pindah kesini. Ini saatnya aku buktikan, Mas." Nirmala menatap mataku memohon agar aku mengizinkannya masuk. Memang dia disini karena ikut membantu proyek, bila hasilnya memuaskan maka ia dan temannya akan di pindah kesini. Akan semakin memudahkan kami untuk bertemu. Tak salah aku membuang Riri, sekarang aku dapat Nirmala, yang selevel dengan keluarga kami."Siang, kita makan bareng ya?" Aku memastikan lagi ucapan Nirmala."Iya, iya, Mas juga kerja sana!" Dia cemberut namun menurutk

    Last Updated : 2022-09-28
  • Pernikahan Kedua    Pembuktian

    Pernikahan KeduaBab 11 PembuktianPov TamaAku sudah rapi dengan pakaian kerjaku, pagi ini akan kutanyakan uang itu pada ibu.Kulihat ibu duduk sendiri di meja makan, pasti Si Mita belum bangun. Baguslah, biar ini jadi urusanku sama ibu saja. "Bu, dimana uang yang ibu ambil itu?" Aku tak ingin mengulur waktu, karena aku sudah merasa was-was kedepannya nanti. Apalagi ini memakan waktu sepuluh tahun, belum tau lagi nasibku gimana. Bisa jadi kapan saja aku dipecat dari kantor."Sudah ibu buat seserahan untuk Nirmala," jawab ibu. Ia tetap melanjutkan sarapannya. Sedangkan aku, sama sekali tak berselera."Untuk Nirmala tidak sampai separuh dari yang yang ibu ambil, sisanya lebih banyak loh, Bu.""Uangnya ibu masukin tabungan ibu, Tam, biar aman." Ibu tersenyum menatapku."Kenapa ambil terlalu banyak, Bu. Bulananya sangat membebaniku, Bu." Jujur saja kukatakan keresahan hatiku."Kamu keberatan?""Ya iyalah, Bu. Ibu kan tau gajiku lima belas juta sebulan, untuk bayar bulanannya saja sud

    Last Updated : 2022-09-28
  • Pernikahan Kedua    Setelah Tahu Statusku

    Pernikahan KeduaSetelah Tahu StatuskuBab 12 Pov Riri"Mas Tama!" Sapaku, ia baru saja muncul di pintu ruanganku, ada apa dia kesini? Dia masih mematung urung untuk masuk, memperhatikanku lekat. "Silahkan masuk, ada perlu apa?" tanyaku untuk mengalihkan tatapannya. Tatapan yang dulu mungkin kusukai, tapi tidak untuk sekarang. Ini di kantor, aku harus profesional dong, lagi pula mungkin ada masalah kantor yang ingin dia sampaikan atau masalah terkait dengan Nirmala. "Mas Tama!" tegurku lagi. Sungguh akupun tidak nyaman ditatap terus dari tadi."Emmm e e i iya...." jawabnya gugup. Dia kemudian melangkah mendekat ke mejaku. "Ada perlu apa?" ku ulang lagi pertanyaan yang sama. "Riri, jadi benar Kau anak Pak Danu Subrata?" tanyanya kemudian tanpa duduk. Oh, jadi ini tujuannya. Pasti ia sudah dengar omongan orang dikantor ini. Untuk apa lagi kututupi statusku sebagai putri pemilik perusahaan ini. "Riri, jawab pertanyaanku!" ia tampak tak sabaran, sedikit kesal mungkin menunggu

    Last Updated : 2022-09-28
  • Pernikahan Kedua    Kedatangan Tama

    Pernikahan Kedua Kedatangan TamaBab 13Aku bersikap cuek, kami tetap asyik menikmati hidangan yang disuguhkan pelayan.Dia duduk tepat disamping Nirmala. Nirmala tampak mengambilkan nasi pada Mas Tama, namun tunangannya itu tetap curi-curi pandang padaku."Seneng deh, Mas, bisa kumpul bareng team aku begini, apa lagi ada Mas Tama," ucap Nirmala. Ia kembali makan setelah mengambilkan untuk Mas Tama."Btw, katanya kalian udah lamaran, jadi kapan nih resepsinya?" Risti menyenggol lengan Nirmala."Belum diputuskan kapan hari baiknya." Nirmala yang ingin menjawab tadi dipotong oleh Mas Tama."Kenapa dengan hari baik, bukannya semua hari itu baik. Jangan lama-lama loh, nanti Nirmala di embat orang," celetuk Risti.Selesai makan kuputuskan untuk pulang. Kali ini Nirmala bersama Mas Tama. Kami mengantar Risti duluan. "Kamu nggak cemburu?" Gilang melirikku setelah bertanya."Nggak, cuma kadang aneh saja,""Aneh?" Gilang mengerutkan keningnya."Hem,, perasaan baru saja kami pisah, tapi udah

    Last Updated : 2022-09-28
  • Pernikahan Kedua    Kejujuran Tama

    Pernikahan Kedua Bab 14Kejujuran TamaPov Tama"Sial!"Betapa bodohnya aku, tidak menyelidiki latar belakang Riri dulu. Kalau saja aku tau dia anak Pak Danu sudah kujadikan ia ratu. Ini juga gara-gara ibu dan Mita, mereka tak pernah suka sama Riri. "Bodohnya dirimu Tama!" Aku memaki diriku sendiri.Kalau Riri sekaya itu, tak mungkin ia mau mengambil uang ibu selama ini, jumlah uangnya saja beratus kali lipat dari uang ibu.Riri, aku akan berusaha mendapatkanmu lagi. Aku yakin kau masih mencintaiku. Buktinya tiga tahun kau rela meninggalkan kemewahan demi hidup bersamaku. Pikiranku jadi kacau, penyesalan kini tak terhindarkan. Istri yang selalu kupandang sebelah mata ternyata seorang ratu dari keluarga Subrata. Gegas ku lajukan mobilku menuju rumah, aku sungguh menyesal sekarang. Nirmala pun tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Riri.Kenapa aku bodoh sekali, mudah terhasut omongan ibu. Ibu pun pasti akan menyukai Riri kalau saja ia tahu Riri anak orang kaya di kota ini. J

    Last Updated : 2022-09-28

Latest chapter

  • Pernikahan Kedua    Semangat Demi Adelia

    Pernikahan Kedua (Ending) Semangat Demi AdeliaBab 150Kondisi Adelia benar-benar drop kali ini. Bahkan bobotnya turun drastis, hal itu sangat membuat kedua oran tuanya sedih, terlebih sang mama."Dok, apakah proses kelahiran anak ketigaku bisa di percepat?" Risti mendatangi dokter kandungan langganannya."Bisa saja, Bu. Tapi tentunya harus cesar. Apa ini terkait dengan kesehatan Adelia?" tanya Dokter Tiara.Risti yang bewajah sedih itu mengangguk disertai buliran bening yang turut meluncur di kedua pipinya. Dia mengusap dengan ujung jarinya."Baiklah, akan saya pastikan kapan waktu yang pas," kata Dokter Tiara. Dia, sangat memahami kondisi pasiennya ini sekarang. Tentu tidak mudah untuknya menghadapi ini. "Di usia kehamilan tiga puluh delapan minggu kita akan lakukan operasinya, saya tinggal mempersiapkan harinya saja," lanjut Dokter Tiara. "Baik, Dok. Saya permisi!" Risti pun pergi kembali keruangan dimana putrinya di rawat. "Aku sudah memutuskannya. Dua minggu lagi aku akan me

  • Pernikahan Kedua    Masa Lalu Yang Datang

    Pernikahan Kedua Masa Lalu Yang DatangBab 149"Oh ayolah, ini sudah hampir jam masukmu, Sayang!" Risti sedang memegang seragam sekolah Liu yang akan di pakaikan, namun Liu selalu menghindarinya. Entah sudah keberapa kali bujukan ini keluar dari bibir ibu dari dua anak itu."No, mama! Liu mau pindah sekolah saja." Dia menolak dengan tegas. Dia ternyata tidak main-main dengan ucapannya semalam."Kenapa harus pindah?" Risti bertanya lagi apa alasan putranya itu sebenarnya."Miss Sarah genit, dia mau merebut papa dari mama," katanya tegas.Risti yang sedang berdiri memegang baju sekolah Liu itu pun dibuat tak percaya oleh jawaban anaknya. Bisa-bisanya dia berpikir seperti itu.Liu berdiri di atas sofa menghindari sang mama yang sedang memaksanya memakai baju sekolah. Liu kini hanya memakai cd dan kaos tak berlengan saja.Risti mendesah. Anaknya ini memang susah untuk membujuknya. "Lalu apa yang akan Kau lakukan dirumah seharian ini?" Risti bertanya untuk memancingnya lagi."Aku akan

  • Pernikahan Kedua    Jangan Sentuh Papaku

    Pernikahan Kedua Jangan Sentuh Papaku! Bab 148Setelah dari rumah sakit keluarga itu langsung menuju mall, untuk menunaikan janji mereka.Adelia dan Liu boleh memilih apa saja untuk mereka dan bermain apa saja. Mereka begitu riang, terutama Liu yang sangat aktiv. Tony harus extra mengawasinya sedangkan Adelia hanya bermain yang ringan saja karena tidak boleh terlalu lelah."Hai Liu tampan!" O ow, semua menoleh ke asal suara sapaan itu terdengar."Oh, Hai Miss Sarah!" balasnya datar. Dia memang suka dibilang tampan, tapi Liu tidak menunjukkannya, dia bersikap seolah sudah dewasa."Kebetulan sekali kita bertemu disini. Oh iya, apa ini Daddymu?" Miss Sarah tak dapat untuk bertanya kala melihat Tony. Dia memang tahu, hanya basa basi saja karena terpesona dengan Tony yang terlihat matang. Meski sudah berusia empat puluham Tony memang terbilang masih macho, kekuatan uang menambah pesonanya."Bukan, dia papaku." Liu menjawab dengan dingin. Miss Sarah tertawa, dia terlalu gemes dengan a

  • Pernikahan Kedua    Mama Takut Papa Akan Lari

    Pernikahan Kedua Mama Takut Papa Akan LariBab 147Tidak terasa waktu terus bergulir. Risti telah melewati trimester pertamanya dan trimester kedua pun akan segera berakhir. Kini kehamilannya sudah berusia enam bulan. Adelia belum pernah lagi di rawat di rumah sakit. Hanya mengkonsumsi obat di rumah secara rutin dan kontrol rutin kepada dokternya yang datang khusus kerumah.Meski banyak drama setiap kali ingin meminum obatnya. Bayangan rumah sakit selalu menjadi momok menakutkan untuknya dan itu menjadi andalan mereka, Adelia akan takut bila dikatakan akan dibawa ke rumah sakit lalu akan meminum obatnya. Hari ini mereka akan melakukan pemeriksaan sekaligus ingin mengetahui jenis kelamin bayi ketiga mereka.Tony sudah tidak sabar ingin segera mengetahuinya. "Kira-kira apa ya Yang?" tanyanya seraya mempersiapkan diri. Dia baru saja selesai mandi dan tubuhnya hanya dibalut handuk saja. Risti duduk di depan meja rias, untuk mempercantik penampilannya. "Apapun itu, aku tidak terlalu p

  • Pernikahan Kedua    Terlalu Posesif

    Pernikahan Kedua Terlalu PosesifBab 146Tidak mudah memang membuat kedua bocah itu mengerti. Segala apapun yang ditawarkan sepanjang perjalanan pulang, tidak ada yang mengena dihati mereka.Di tawarkan ice cream, mainan serta ke taman hiburan, keduanya kompak menggeleng sambil mengerucutkan bibir.Sang papa sampai mengusap wajahnya berulang kali melihat kedua bocahnya yang tidak bisa menerima bahwa mereka akan punya adik.Risti tidak terlalu ambil pusing dia masih bisa tersenyum dan mengusap lengan suaminya. "Udah nggak usah di pikirin, Yang. Biasa itu terjadi, nanti pelan-pelan kita kasih penjelasan pasti ngerti." kata Risti menenangkan suaminya. "Kamu lihat itu bibir maju semua, heran aku, anak siapa sih mereka? Perasaan aku nggak gitu deh Yang," gerutu Tony."Haha, emang Kamu ingat Yang, Kamu pikir aku gitu? Aku ini anak yang baik budi loh waktu kecil, bahkan sampai dewasa?" tanya Risti tak percaya.Tony menggedikkan kedua bahunya.Kini mereka telah sampai dirumah. Kedua anakn

  • Pernikahan Kedua    Astaga Sayang, Bagaimana Ini?

    Pernikahan Kedua Astaga Sayang! Bagaimana Ini? Bab 145Tidak ada cara yang bisa membujuk Liu malam itu. Risti menemaninya di kamar bermain sebentar dan membacakan dongeng sebelum Liu tertidur.Risti bangkit dari tempat tidur setelah merasa Liu sudah terlelap. Dia segera beranjak keluar. Harus melihat kondisi putrinya. "Yah, Ras! Aku pergi dulu, kalau Liu bangun sebisa mungkin bujuk dia ya!" ucap Laras. Dia akan menyetir sendiri malam ini karena suaminya sudah pergi sejak tadi."Hati-hati Ris!" pesan ayahnya sebelum Risti berangkat. Liu benar-benar hanya ingin mamanya, bahkan dengan Tony pun dia tidak mau. Dia seperti anak yang takut di tinggalkan oleh sang mama. Tidak butuh waktu yang lama, Risti telah sampai dirumah sakit, dia langsung menuju kamar rawat Adelia. Disitu sudah ada suaminya yang sedang menatap putrinya dalam diam.Dia langsung menghampiri putrinya. "Bagaimana keadaannya, Sayang?" tanyanya sambil menatap wajah lelap Adelia. "Dia gelisah terus, mau tak mau dokter

  • Pernikahan Kedua    Bisakah Aku Menunda Keberangkatanku?

    Pernikahan Kedua Bisakah Aku Menunda Keberangkatanku? Bab 144Regi menolong Selo untuk bangkit dan hal itu di manfaatkan oleh Selo. Sedangkan Regi hanya karena kasihan."Ini terlalu sakit, Om. Bawa aku ke sofa saja!" pintanya. Regi menganggap ini hal biasa, dia pun melakukannya. Menganggap mungkin Selo sedang khilaf tadi.Regi mengangkat tubuh Selo ke depan tepatnya di sofa, Regi meletakkannya perlahan karena khawatir akan menambah rasa sakit Selo nantinya. Saat itu Selo bergerak cepat dan menarik Regi dalam pelukannya, hingga hal serupa terjadi. Selo menahan kepala Regi dengan kedua tangannya.Sedetik kemudia pikiran buruk merasuki Regi, dia terhanyut dan mengikuti keinginan Selomita. Sisi kelelakiannya muncul. Tidak cukup sampai disitu, Selo menuntut untuk lebih lagi, dia menarik tangan Regi menuju sesuatu yang berharga miliknya. Tiba-tiba Regi berdiri dan hal itu membuat Selomita kecewa. Regi menyadari perbuatannya. Dia segera masuk kedalam kamar dan langsung mengunci diri di

  • Pernikahan Kedua    Lebay Banget Kamu, Sel

    Pernikahan Kedua Lebay Banget Kamu SelBab 143Selomita tidak terlihat keluar dari kamarnya sejak Marco menyuruhnya masuk ke dalam kamar. Dia mengurung diri di dalam, dan ini sudah pukul tujuh malam, bahkan dia tidak turun untuk makan malam. Dia teramat takut papanya tidak menyetujuinya menikah dengan Regi.Ah, seandainya itu terjadi, Selomita harus apa? Dia teramat mencintai Regi. Dia tidak akan sanggup jauh dari pria itu. Di usia hampir dua puluh, baru ini dia merasakan ketertarikan dengan lawan jenis dan sayangnya itu Regi adik dari mama sambungnya sendiri. Selo membuka ponselnya, hari ini dia belum bertemu muka dengan pria yang di cintainya itu. Dia akan menghubungi nomornya setidaknya mendengar suaranya saja. Tidak di angkat, hingga lima kali dan yang keenam nomor itu sudah tidak aktiv lagi. Selomita kesal, dia pun menangis. Dia memang terlalu cengeng bila menyangkut masalah dengan pria itu. Kenapa Regi tidak mengangkat telponnya? Atau papanya sudah mengancam Regi? Selomita

  • Pernikahan Kedua    Kau Wanita Luar Biasa, Sayang

    Pernikahan Kedua Kau Wanita Luar Biasa, SayangBab 142Hari ini perasaan setiap orang campur aduk. Kekhawatiran akan kondisi Riri, takut terjadi apa-apa yang tidak diinginkan, namun ada rasa syukur atas kesembuhan Gilang.Yah, pria itu telah berjalan kembali. Setelah cukup melatih kakinya agar tidak kaku lagi. Kini dia duduk bersama kedua mertuanya. "Mama panik sekali saat Harsa menghubungi tadi tentang keadaan kalian. Mama benar-benar takut, Lang," ungkap Mama Anita. Tidak di pungkiri bahkan sampai sekarang dia masih syok."Saat itu tidak ada orang dirumah, Ma. Gilang baru saja keluar dari kamar, niatnya mau kasih makan ikan-ikan diluar, biar nggak bosan, tapi suara terjatuh disusul benda-benda lainnya membuat Gilang berputar ke arah dapur." Gilang pun masih merasa takut sekarang. Takut istrinya tidak bisa melewati persalinan ini.Gilang menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Dia menangis dan terisak. Betapa merasa bersalahnya dia sudah mengabaikan istrinya belakangan in

DMCA.com Protection Status