Jangan lupa baca buku rekomendasi ini juga ya: 1. Gairah Terpendam Suami Kontrak 2. Testpack Milik Siapa Di Tas Suamiku? Terima kasih :)
“Kalian tahu? Karena perbuatan kalian, Ririn keguguran!” desis Roni sambil menahan marah.Wajah Roni terlihat merah padam sekarang, sementara Siska membekap mulutnya sendiri.“Ririn ... keguguran?” ucapnya dengan mimik terkejut.“Aku kecewa sama kamu,” sahut Roni. “Aku tinggal di sini dengan niat baik supaya kamu dan anak-anak kita mengenal Ririn lebih dekat lagi, tapi apa yang kalian lakukan?”“Mas, memangnya istri kamu anak kecil sampai kami harus menjaganya?” sergah Siska tidak terima. “Jaga wibawa kamu di depan anak-anak kita sendiri ...”“Terserah,” pungkas Roni sambil berbalik dan masuk ke ruangan Ririn.“Bu, ayah sudah keterlaluan ...”“Sudahlah,” potong Siska seraya menarik lengan Saga saat dia akan menyusul Roni. “Ayah kamu baru kehilangan calon anaknya ....”Saga mendengus dan menjatuhkan dirinya ke bangku panjang yang ada di depan ruang tempat Ririn dirawat inap.Roni kini memandangi Ririn yang masih lelap tertidur, dia merasa kecolongan karena tidak bisa menjaga Ririn deng
Ririn yang berada di rumah sakit ditemani mertuanya, hanya bisa menunduk sedih setiap kali teringat dengan janin yang tidak dia sadari.“Jangan sedih berlarut-larut, Sayang.” Ibu Roni mengusap bahu Ririn lembut. “Banyak perempuan yang tidak tahu kalau dirinya hamil ...”“Apa itu sebabnya aku keguguran, Bu?” tanya Ririn dengan wajah paling sedih. “Cuma karena aku tidak tahu?”“Banyak faktor, bisa karena janin tidak berkembang, stres, kelelahan karena aktivitas yang berlebih juga bisa memicu keguguran.” Ibu Roni menjelaskan. “Kamu yang sabar ya?”Ririn seketika teringat dengan rasa lelah yang menyerangnya dan tugas-tugas yang dibebankan Cilla kepadanya beberapa hari ini. “Ibu juga menyesalkan sikap cucu-cucu ibu,” ujar ibu Roni lagi. “Tidak seharusnya dia memperlakukan ibu sambungnya seperti ini, Rin.”“Bukan salah mereka,” ucap Ririn dengan suara bergetar. “Dari awal memang seharusnya aku tidak masuk ke keluarga Mas Roni, aku ini cuma wanita biasa Bu ...”Ibu Roni mendekap Ririn denga
Ibu Ririn mengangguk antusias sambil memandang putrinya dengan bahagia.Selama belum ada kejelasan soal status pernikahannya dengan Roni, Siska memutuskan untuk tetap tinggal di rumah hasil tabungan mereka berdua."Kamu tidak usah cemas, Siska. Kalau ada apa-apa kamu bisa hubungi ibu," ucap ibu Siska setiap kali dia berkunjung ke rumah orang tuanya."Terima kasih, Bu ..." ucap Siska lega."Tapi kalau terpaksa harus cerai, kamu harus tetap berjuang untuk mendapatkan pembagian harta Roni," sambung ibu lagi."Mauku juga begitu, Bu," sahut Siska yang seketika lesu. "Aku tidak rela Mas Roni menggunakan harta kami buat menafkahi istri keduanya, memangnya dulu siapa yang sudah setia menemani dia dari nol?"Siska tersenyum sebelum masuk ke dalam taksi yang akan membawanya pulang, dia memang jarang menggunakan mobil pribadi kalau sedang tidak ingin."Hati-hati di jalan, Sis." Ibu melambaikan tangan ketika taksi mulai melaju pelan meninggalkan rumah. Meski masih merasa sangat shock dan terpuku
Jangan lupa subscribe, follow, dan komen setelah baca ya :)"Terus sekarang setelah kamu sukses, kamu lupa diri dan menganggapku sebagai istri yang tidak baik cuma karena aku tidak setuju kamu menikah lagi." Siska menggeleng. "Coba kamu pikir, apa Ririn sanggup menemani kamu dari nol seperti yang pernah aku lakukan dulu?"Roni meminta Siska diam dengan tatapan matanya."Aku ke sini untuk kasih kamu dua pilihan," desaknya. "Kamu mau menerima Ririn sebagai madu kamu, atau kita ....""Lebih baik kita berpisah," tolak Siska. "Kalau kamu memang cinta sama Ririn, aku bisa apa? Keputusan kamu jelas bikin aku sakit hati, tapi mau bagaimana lagi?""Siska, jangan ambil keputusan saat emosi ... Ririn tidak seburuk yang kamu pikir!" bujuk Roni. "Aku cuma tidak ingin selingkuh, makanya aku nikah lagi."Siska mengangkat bahunya."Kamu benar, mungkin aku bukan istri yang baik buat kamu." Dia membenarkan. "Aku lebih memilih jalan perpisahan daripada melihat wanita lain menikmati hasil pengabdian yang
"Terima kasih, aku harap proses perceraian ini secepatnya berjalan lancar.""Kamu sudah pikirkan ulang tentang keputusan kamu ini?" tanya Pasha sembari duduk."Soal apa?""Semuanya, anak-anak kalian terutama."Siska menahan napas."Aku melakukan ini demi kebahagiaanku," katanya. "Ketika seorang ibu merasa bahagia, dia akan menghasilkan anak-anak yang jauh lebih bahagia pula."Pasha mengangguk, dia setuju dengan apa yang dikatakan Siska.Sementara itu ....Beberapa kali telepon interkom di meja Roni berdering ketika dia sedang fokus bekerja."Halo?""Pak, pihak supplier meminta Anda untuk memeriksa pesan yang mereka kirimkan," ujar sekretaris Roni buru-buru "Tunggu sebentar, nanti saya kabari." Roni menutup teleponnya dan segera meraih ponsel yang berada di atas meja."Tumben pihak supplier tidak menelepon secara langsung?" gumam Roni sambil mengernyit. "Atau ada hal yang aku lewatkan?"Roni mengacak-acak rambutnya, ini semua gara-gara Siska yang mengancam akan menggugat cerai dirinya,
Roni menarik napas dan memandang Ririn serta Mona bergantian. “Kamu sebaiknya terjun di perusahaan ini sekarang,” jawab Roni terus terang. “Kamu harus membantu aku memulihkan kondisi perusahaan paman yang hampir di ujung tanduk. Ini semua juga demi kebutuhan kita bersama kan?” Ririn menarik napas panjang dan kelihatan tidak setuju dengan ide suaminya. “Kalau perusahaan ini tidak segera diperbaiki, entah apa yang akan terjadi.” Roni melirik Ririn. “Jadi aku minta kerja sama kamu.” Ririn menarik napas lagi, sebagai istri tentunya dia hanya terima beres dan tinggal menghabiskan uang suami saja. “Kalau catatan pengeluaran ini akurat, tentu tidak sulit bagi kamu untuk menunjukkan surat pembeliannya kan?” tanya Roni lagi sambil memandang Ririn. “Aku akan memaklumi kalau memang pengeluaran itu masuk akal.” “Baiklah, terserah kamu saja. Aku akan mencari bukti surat pembelian itu segera,” kata Ririn sambil berdiri. “Mencari?” ulang Roni sambil mengernyit. “Untuk apa kamu harus susah paya
"Aku? Aku sih memang sengaja cari kamu," jawab Pasha terus terang."Mencari aku? kenapa?" Siska tersenyum paksa. "Tidak ada hal yang perlu kita bahas, kan?"Pasha menatap Siska dengan wajah serius."Ini semua karena aku sangat khawatir sama kamu," sahut Pasha. "Aku kepikiran kamu terus, tidak masalah kan?"Siska tertegun."Tentu saja," angguknya sambil bersiap pergi. "Tapi ... sepertinya aku bukan orang yang pantas untuk dapat perhatian itu, Sha. Carilah orang lain, yang sekiranya bisa membalas semua kebaikan kamu. Tidak seperti ini ....""Tidak harus jadi siapa-siapa untuk bisa memberi kamu perhatian kan?" sahut Pasha. "Aku menjaga jarak selama ini cuma demi status kamu yang sudah bersuami.""Jadi sekarang setelah aku bermasalah dan resmi berpisah dari Roni, kamu terang-terangan muncul untuk memberi perhatian lagi?" canda Siska sambil tersenyum singkat.Pasha mengangguk dan tersenyum, kemudian berputar memunggungi Siska yang terus memandangnya.Ratusan kilometer dari tempat itu, seor
“Karena aku ditanya terus sama teman sekolah,” jawab Cilla pelan. “Aku bingung mau jawab apa. Kata Om Pasha, jawab aja apa adanya karena memang itu yang terjadi sama Ayah dan Ibu.”Siska mengangguk sambil tersenyum singkat.“Om Pasha benar,” katanya. “Ya sudah, kita pulang yuk?”Cilla menganggukkan kepala dan berjalan mengikuti Siska yang berjalan pergi meninggalkan sekolah. Tangan belianya menggenggam jemari ibunya dengan erat dan wajahnya berbinar bahagia.Akhir pekan itu Roni menemani istri dan kedua mertuanya mengunjungi mal untuk menyenangkan hati mereka. Sebenarnya bisa saja dia meminta sopir untuk mengantarkan mereka semua, tetapi Ririn ingin Roni ikut bersama mereka.“Sekalian menghabiskan waktu bersama,” kata Ririn ringan. “Kapan lagi kalau tidak sekarang?”Roni hanya menarik napas sementara mobil yang dikemudikannya membawa mereka ke tujuan. Ririn duduk di samping kursi sopir sedangkan ayah dan ibunya duduk di belakang mereka.Sesampainya di tujuan, Roni dan kedua mertuanya