"Aku masih sadar sepenuhnya, Safia. Aku tidak mabuk!" ucap Manan sambil membuka ruang kerja lalu masuk ke dalam ruangan khusus."Mas Manan tolong sadar, bukan, 'kah kau membenciku lalu untuk apa melakukan ini padaku?" teriak Safia."Karena kau adalah istriku! Apa aku harus memintanya pada istri orang lain, hah? Tidak peduli Kau dan aku punya atau tidak punya perasaan. Kau dan Aku punya kewajiban dan hak yang sama! Maka suka tidak suka layani aku sekarang!" perintah Manan sambil membanting tubuh Safia di atas ranjang dengan kaki menjulur menapak lantai lalu mengungkung tubuh itu."Mas aku belum siap ku mohon jangan lakukan sekarang," ucap Safia memohon."Maka pejamkan matamu dan bayangkan aku adalah Akranmu begitu pula aku. Aku akan menganggap kamu Lailaku," ucap Manan mengungkungnya tangan safia dikuncinya."Tidak semuda itu, Mas Manan!" teriak Safia."Apakah kau kira aku mudah melakukannya? tidak Safia, ini bukan cinta tetapi Nafsu. Aku tak butuh seluruh bagian tubuh cukup satu anggo
Safia berganti pakaian dengan sangat tergesa-gesa berjalan tertatih menuju kamar Manan dan meraih Amar lalu duduk di bibir ranjang.Safia mendesis karena terasa sedikit nyeri. Namun, lelaki yang dulu menyayanginya sebagai kakak iparnya itu sudah tidak ada lagi. Ia menangis mengenang hari-hari bahagia bersama sang kakak juga kakak iparnya itu.Amar menyesap ASI dari sumbernya. Tangan kecil itu meraih pipi Safia seolah-olah ia tahu kegundahan hati Safia dengan mata yang menatap pada wanita itu.Safia meraih tangan kecil itu menggenggamnya seolah menjadi penguat hatinya. Bayi lelaki itu tersenyum membuat hati Safia menghangat. "Aku akan kuat bersamamu, sayang," bisiknya sambil mencium kening bayi itu Sementara itu seorang pria yang duduk di ruangannya sedang menahan amarahnya saat melihat layar handphone yang terhubung dengan camera tersembunyi di sebuah ruangan sebab tanpa sepengetahuan Manan seseorang datang ke rumah sebagai tukang pipa ledeng dengan alasan memperbaiki saluran air di k
Citra termangu menatap pria itu ia begitu sangat mengenalnya. menatap dari atas sampai bawah dan kaki pria itu masih menapak lantai itu berarti dia bukan hantu, tetapi kenapa begitu sangat mirip dengan pria itu. "Siapa Anda? Ingin bertemu dengan siapa?" tanya Citra tak ingin menebak siapa pria itu, karena kawatir tebakan salah."Sayq mau bertemu dengan Pak Manan," jawab pria itu. "Maaf Pak Manan tidak bisa di temui hari ini, Anda sudah buat janji tuan?" tanya Citra."Sayq tidak perlu buat janji dengan beliau, tolong sambungkan dengan interkom saya akan bicara langsung," jawab pria itu."Maaf saya tidak bisa sambungkan dengan Anda, Tuan, apalagi Anda belum buat Janji, Tuan," ucap Citra "Kau berani menolakku, Sambungkan atau kuungkapkan keburukan bosmu dan reputasi dari perusahaan ini akan di pertaruhkan!" ancam pria itu. Citra pun gemetaran ia pun menyambungkan interkom yang langsung di sambarnya interkom yang bi
Di rumah nan besar itu Hanie menatap anak perempuan kecil berusia dua tahun itu yang hanya bisa diakui sebagai adiknya walaupun sebenarnya ia lahir dari rahimnya.Tiga tahun yang lalu berawal pada ketertarikannya pada Manan hingga dia nekat mencampur minuman Manan dengan obat per4s4ng dan terjadilah sesuatu yang tidak seharusnya.Saat Manan, terjaga alangkah terkejutnya ia ada seorang wanita yang tidur di sampingnya dan mereka sama-sama tidak berbusana. Manan pun membangunkan gadis itu."Apa yang kau lakukan kenapa aku tidur di sini bersamamu?" tanya Manan."Manan aku mencintaimu, itu sebabnya aku melakukan ini padamu. Sekarang aku sudah ternodai olehmu kau harus menikahiku," ucap gadis itu."Aku tidak bisa Hanie, karena aku mencintai orang lain ini tidak sepenuhnya salahku, aku tidak mau kehilangan dia. Kau menjebakku! Satu hal lagi jangan pernah muncul di hadapanku kau menodai persahabatan kita!" ucap Manan pada gadis itu.Hanie mencengkram kuat tangannya dendam pada Manan yang meno
Brian Indra sahabat karibnya itu masuk dengan seyuman khasnya. Manan berjalan beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri pria itu. "Kemana saja kau? Kenapa tiba-tiba saja menghilang? Tidak memberiku kabar dan tidak menghadiri pernikahanku," cerca Manan."Maaf, ada yang harus ku perbaiki dalam hidupku ini Manan. Aku mendengar tentang kakak Ipar, aku turut berdukacita," ucap Brian."Trimakasih, apa kau berhasil menikahinya?" tanya Manan sambil duduk di sofa."Tidak, dia malah menyuruhku pergi dan menghilang dari kehidupannya serta mengancam akan menggugurkan kandungannya," ucap Brian."Lalu aku bisa apa? Aku bukan lelaki tampan dengan penuh sejuta pesona seperti dirimu, hanya seorang pengusaha rumah makan yang omsetnya Beberapa puluh juta saja, sedang dia seorang anak pengusaha kaya.Manan menghelah nafasnya. Aku curiga dia di balik peristiwa meninggalnya istriku, An," ucap Manan."Aku mendengar ia telah menikah setahu
Setengah jam kemudian mereka sampai di rumah mewah yang sangat megah, Brian menyuruh sopir berhenti sesaat, kembali terbias ingatannya. "Brian Kau harus membantuku sekali lagi," ucap Hani."Apa?" tanya Brian dengan tatapan penuh cinta"Aku hamil anak Manan, kau harus membantu menekan Manan agar menikahiku," ucap Hanie"Cukup Hanie! Cukup sampai di sini kau memperalatku! Dia bukan anak Manan tetapi anakku!" ucap Brian lantang."Apa? Kau bergurau, 'kan, Brian?" tanya Hanie terkejut."Tidak, aku tidak bergurau, aku yang melakukannya pertama kali, kau menikmatinya dan aku melakukan berkali-kali hingga dini hari baru kupindahkan Manan di sebelah tubuh yang telanj4ng.Hanie menampar Brian dengan sangat kencangnya. "Kenapa kau lakukan itu? Kau tahu aku mencintai Manan!" teriak Hanie"Karena aku cinta kau dan Manan mencintai Laila, Kenapa kau tetap mengejarnya?" teriak Brian."Aku tidak peduli aku akan minta i
"Aku hanya menyuruhmu Makan yang banyak bukan sedang memperkosa4mu, kenapa kau menganggapku keterlaluan padamu?" tanya Manan."Tetapi kamu telah melakukannya tadi," ucapnya lirihManan menatap tajam, "Kau istriku, apa aku harus melakukan dengan wanita lain? Aku perna menikah Safia, tentunya aku butuh menyalurkan hormon testoteronku," ucap Manan penuh dengan penekanan."Tetapi kau tidak mencintaiku, Mas," ucap Safia."Tidak perlu ada itu! Sudah kubilang padamu bukan? Kau memilih untuk menikah denganku itu artinya kau bersedia kupelakukan apa pun, Fia," ucap Manan."Jika ternyata hidupku akan begini aku akan menolak menikah denganmu, Mas. Kalau kau memang tidak menyukaiku tolong jangan sentuh aku!" ucap Safia sambil menunduk."Awalnya aku berfikir untuk tidak menyentuhmu, tetapi kulihat kau haus belaian. Jadi aku berubah pikiran. Mulai sekarang kau tidur denganku di kamarku!" perintah Manan dan ia pergi tanpa menunggu jawaban Safia
Safia menatap punggung yang berlalu itu, ia tidak mengerti mengapa Manan meminta haknya padahal ia tidak ingin pernikahan ini, lalu apa yang membuatnya melakukan itu padanya, apakah hanya ingin menyiksa hatinya. semua pertanyaan hanya mengendap di hatinya saja.Ia menghela napas terasa sangat berat menjalani pernikahan ini, ingin rasanya ia pergi meninggalkan rumah ini, roh Amar bukanlah putranya tetapi ia tidak sampai hati untuk meninggalkan bayi mungil itu. Safia menatap bayi yang anteng di pangkuannya. walaupun ayah begitu sangat menyebalkan tetapi ia tidak mampu mengabaikannya.Manan keluar dari kamar mandi dengan balutan handuk berjalan melewati Safia yang duduk di bibir ranjang sambil memamerkan tubuhnya yang sixpack itu.Safia membuang tatapannya ke arah lain ia tidak mau manatap tubuh yang terlihat menggoda itu. Manan menoleh ke arah Safia lalu tersenyum sinis. Ia membuka lemarinya dan mengambil pakaiannya lalu berganti di ruangan itu jug
Hari berjalan terus Manan sibuk dengan Lala bahkan tidak memperhatikan anak-anaknya selalu berangkat lebih awal, dan tidak pernah lagi sarapan pagi di rumah, ia lebih suka melakukannya di apartemen Lala. Amar mulai kehilangan sosok sang ayah, berbeda lagi dengan Safia, ia selalu saja menyempatkan dirinya untuk sarapan pagi dengan anak -anaknya dan masih mengantar jemput mereka. Akan tetapi Amar merasa sangat tidak suka saat Safia bersama lelaki lain saat menjemputnya bersama sang adik. Namun, Amar tidak bisa memprotesnya sebab sang mama bilang mereka baru meninjau bersama dan sekalian menjemput mereka. Sesampainya di atar di rumah, Safia kembali ke kantor bersama pria itu sedangkan Amar dan Erina berada di rumah dengan Ira sang asisten rumah tangga. Amar menatap mobil yang keluar dari pintu gerbang rumahnya lalu mengajaknya sang adik masuk ke dalam sambil berfikir bagaimana cara agar orang tuanya tahu, bahwa ia dan adiknya membutuhkan mereka berdua. Sampai di dalam mereka disa
Safia dengan tergesa-gesa berjalan menaiki tangga menuju kamar Sang Putri, Ia pun berhenti beberapa saat untuk menetralkan kemarahannya pada Manan yang entah kenapa bersikap sinis padanya. ia menghembuskan nafas beratnya lalu tersenyum kemudian berjalan masuk ke dalam kamar yang putri terlihat wajah lelaki yang duduk di bibir ranjang menemani sang adik yang belum tidur sana menunggu papanya untuk menemaninya tidur. "Mana Papa? Kenapa Mama kembali ke sini sendirian?" tanya Amar "Papa masih harus menyelesaikan pekerjaannya dia akan menyusul kemari, nanti setelah pekerjaannya selesai dan kamu Amar, Pergilah tidur di kamar tidurmu biar mama yang akan menemani adikmu sampai bapakmu kemari," perintah Safia. "Mama mengusir Amar?" tanya bocah lelaki itu. "Tidak, hanya besok kamu harus sekolah, jadi lebih kamu beristirahat di kamarmu sendiri lagi pulang adiknya masih sakit kan takutnya kamu juga akan terkena virusnya lalu ikut sakit yang repot siapa kan Mama juga," ucap Safiah. "Oh
Safia menatap kepergian Manan dengan hati galau. 'Apa ini benar, andai pun terjadi masalah antara aku dan Manan harusnya aku tidak boleh mempunyai ketertarikan dengan pria lain hingga masalah rumah tanggaku beres, tetapi lelaki yang memenjarakan dirinya dalam hubungan pernikahan hanya mau melepaskanku saat ada seseorang pria yang mampu menyentuh hatiku dan saat ini pria itu hadir, Namun kenapa aku merasa Mas Manan tidak sungguh-sungguh untuk melepaskanku. Meski tak ada rasa cinta dari sebuah hubungan pernikahan, tetaplah salah jika membina hubungan dengan pria lain di atas pernikahan yang rapuh.' batinnya sedih ia menatap putra sambungnya dan tersenyum berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. "Apa Mama baik-baik saja?" tanya Amar pada Safia. "Mama baik-baik saja sayang, jangan cemas tidak ada sesuatu yang di perdebatkan dengan papa, kami hanya mitra kerja, jangan terlalu berfikir yang belum saatnya kamu pikirkan," ucap Safia pada Amar. "Aku hanya ingin selalu bersama kalian,
Saya yang minta maaf, karena menyentuhmu, saya tunggu di ruang tamu," ucap Manan berjalan keluar dari kamar Lala sambil merapikan pakaiannya. Lala menghebuskan napas. 'Liar juga si Bapak punya anak dua itu,' gumamnya dalam hati. sambil melihat bercak merah di leher dan dada. ia pun mengambil pakaian di dalam lemari dan memakainya lalu berjalan keluar menuju ruang tamu untuk menemui Manan. "Hemm ... Bapak mau minum apa?" tanya Lala menghilangkan kecanggungannya terhadap pria itu. "Tidak usah repot-repot, kamu duduk di sini dengan saya saja, sebenarnya saya ingin meminta maaf padamu tetang perbuatan Amar padamu, malah jadi berlaku tidak senonoh, mestinya kamu menampar saya," jawab Manan. "Saya yang salah, keluar hanya memakai handuk saja, jadi maaf bukan maksud saya untuk menggoda Anda. "Tidak, saya merasa kamu tidak menggoda saya wajar saja karena saya tidak memberi tahumu sebelumnya kalau saya datang. Justru saya minta maaf atas kelancangannya saya, Saya jamin tidak akan ter
"Bagaimana?" tanya Aran saat Safia telah tiba di ruang tamu. "Hem gak tahu, kayaknya di sekolah ada masalah sehingga seperti itu," jawab Safia pada lelaki itu. "Oke, karena anakmu sudah pulang aku pulang saja, takut menganggu quali time kamu saja," pamit Aran. "Oh ya, maaf penyambutan putraku yang mungkin membuat kamu tidak enak hati," ucap Safia pada pria itu. "Tidak apa-apa, jangan lupa besok pagi-pagi kita harus sudah sampai ke lokasi proyek, jika mobilmu masih di perbaiki maka nanti akan kujemput, bagaimana?" tanya pria itu pada Safia. "Tidak usah aku mau ke kantor dulu," ucap Safia. "Iya, di kantor maksudku," ucap Aran pada Safia. "Baiklah terserah Anda saja," ucap Safia tersipu dan Aran menggangguk sopan lalu pria itu pun keluar dari ruang tamu menuju mobilnya dan masuk serta mengemudikannya berjalan melewati gerbang rumah Manan. Safia menatap mobil itu hingga pergi menjauh. Ia menggelengkan kepalanya menepikan rasa yang ada dalam dirinya. Ia berjalan masuk kem
Taksi membawa Manan dan putranya pulang ke rumah, tadi dia berniat untuk pulang tetapi ia berfikir untuk meminta maaf secara langsung pada Lala. Ditengah perjalanan ia pun berubah pikiran. "Hem, sepertinyq Papa hanya bisa mengantarkanmu sampai pintu gerbang karena Sekertarisnya Papa, mbak Citra mengingatkan papa kalau jam satu akan ada rapat," jelas Manan pada sang putra. "Baiklah terserah Papa, dari tadi kan Amar ingin pulang sendiri, Papa saja yang memaksa untuk mengantarku pulang," jawab Amar pada Manan dengan ketusnya. Bocah lelaki itu menduga pasti sang ayah akan menemui Tante-tante yang menjemputnya tadi untuk miminta maaf. Manan menatap putra dengan lekat sambil menghelah napas. Taksi pun berhenti tepat di depan pintu gerbang rumahnya dan Amar pun turun sendiri tanpa sang ayah, menutup dengan keras dan berjalan tanpa menengok ke arah ayahnya. "Marah anaknya, Pak?" tanya sang sopir taksi dan Manan hanya tertawa lalu memberi tahukan alamat mana yang harus dituju dan tak
"Papa, membela Tante itu?" tanyanya pada sang papa. "Bukan membela, kalau sikapmu seperti itu, mungkin tadi papa tidak meminta tolong padanya. Papa akan Andi untuk menjemputmu. "kenapa tidak menyuruh paman Andi," tanya sambil memakan makanannya. "Oke Papa yang salah dan papa kira anak Papa bisa sopan terhadap teman Papa ternyata Papa salah anak Papa tidak sesopan yang papa harapkan," ucap Manan. Didalam kemasan itu pun disediakan pula alat pemecah cangkang dan Manan membantu memecahkan kulit cangkang makanan milik Amar. "Ya Amar minta maaf kan semua terjadi karena Amar gak sengaja membuat pakaian Tante kotor," ucap Amar tanpa merasa bersalah pada wanita itu. Manan tak lagi berbicara karena berbicara dengannya saat ini akan percuma saja karena anak itu pasti mengira dirinya ada hubungan Lala Manan menghelah napas dan menatap putranya dengan kecewa karena membuat pujaan hatinya terlihat buruk, mungkin Lala tadi juga dapat cemoohan dari karyawan yang tak sengaja berpapasan
"Ia menghembuskan nafasnya. 'Hemm ... anak kecil lihat aku menjadi pusat perhatian dan gunjingan mereka padahal ini baru mulai bagaimana nanti selanjutnya apa harus mundur, Aaahhh ... tidak, aku tidak boleh mundur walaupun apa yang terjadi.' Pintu lift terbuka Lala pun belum beranjak dari tempatnya berdiri, ia masih menatap pakaiannya yang sangat kotor. "Tante selanjutnya kita kemana?" tanya Amar sambil mengulum senyum samar ia sangat puas telah mengerjai wanita itu. 'jangan pikir muda untuk dapatkan Papa, hadapi anaknya dulu,' pikir Amar sambil menunggu jawaban dari Lala. "Ahh ... iya ayo keluar," ajak Lala saat tersadar kalau dia harus mengantar Amar sampai di kantor ayahnya dan ia sudah mengirim foto pada pria itu tetang pesanan makanan anaknya yang begitu banyak. Mereka berjalan menuju kantor Manan, Lala sangat beruntung di lantai ini hanya ada ruangan Manan dan Asistennya. Hingga sampai akhirnya mereka sampai di ruangan itu dan Lala mengetuk pintunya terbuka lalu Manan m
"Aku kenyang, Tante karena Tante cemberut," protes Amar. Lala duduk dengan memijit kepalanya sambil melirik bocah yang duduk tertunduk kepalanya itu. Ia menghela napas lalu berkata lagi," pesanlah kepiting lalu makanlah!" Wanita memecahkan cangkang kepiting dengan alat pemecah cangkang lalu menyuapkan dagingnya ke dalam mulutnya. "Baiklah aku akan coba beberapa porsi yang gak pedas," ucap anak itu sampai membuat Lala hampir tersedak. "Anak tampan pesan satu porsi saja dan makanlah, Oke, pesan yang biasa kamu makan dengan ayahmu, mengerti anak manis?" ucap Lala sambil menekan rasa jengkelnya yang sudah sampai ubun-ubun. "Baiklah aku hanya pesan satu porsi saja dan memakannya karena aku takut Tante kehabisan dan di suru cuci piring!" ucap amar tersenyum sambil memanggil pelayan. Tak berapa lama pelayan pun datang Amar mulai memesan makanan yang biasa di makannya dan dia juga memesan es krim coklat kesukaannya satu gelas besar. Beberapa saat kemudian pelayan kembali dengan