Iya aku tidak apa-apa," ucap Akran dengan tersenyum."syukurlah kalau begitu saya takut kalau kepala bapak juga mengalami masalah karena terbentur lantai bapak masih ingat nama Bapak kan?" tanya wanita itu dengan lugunya."Tentu aku masih ingat. Tak mungkin aku amnesia hanya sekedar terbentur lantai," ucapnya sambil berusaha bangun dan gadis itu membantunya dengan sangat cekatan."Kukira Bapak sudah baik-baik saja, jadi saya bisa pulang karena ini sudah sangat larut malam, tempat Bapak ini adalah lokasi terakhir yang harus saya antarkan pesanannya bapak," ucap gadis itu dengan sangat formilnya."Tetapi saya tidak memesan makanan," ucap Akran dengan dahi yang mengkerut."mungkin istri bapak atau pacar bapak yang memesankan makanan untuk bapak," ucap gadis itu. "Oh begitu, kalau tidak keberatan bermalam di sini saja, istriku mungkin tidak akan kembali malam ini, jika kau nekat pulang saya kuatir terjadi apa-apa denganmu," ucap Akran sambil beranjak dari tempat tidurnya."Apa di sini me
Akran menatap gadis itu, lalu menghelah napas panjang. "Kamu mirip dia. Mirip sekali dengan kakak Iparku yang sudah meninggal dari istri keduaku.""Apa istri kedua? Kau punya istri dua?" tanya gadis itu sambil membelalakkan matanya."Hem, tetapi dia sudah mantan aku sekarang, mertua istri pertamaku yang memisahkan aku dan dia, padahal aku sangat mencintainya," ucapnya sambil terus menyuapkan makanannya di mulutnya."Itu salah Bapak kenapa menikah lagi, padahal masih ada istri pertama," ucapnya"Istrikku yang minta untuk mendekatinya dan menikahinya untuk sebuah misi aku tidak berdaya saat itu aku masih butuh jabatan dan uang untuk biaya pengobatan ibuku juga biaya studi adikku," jawabnya sambil mengambil tisu dengan tangan kiri dan mengelap bibirnya serta menyudahi makannya."Aku sudah selesai, kalau kamu sudah selesai tolong simpan makanannya di lemari pendingin, setelah itu tidurlah di kamar itu," ucapnya sambil bangun dari duduknya dan hendak pergi ke kamarnya."Bapak tidak takut s
Akran menerima gelas yang berisi air itu selalu meminumnya dengan tanda kemudian menatap gadis yang ada di depannya."Kau yakin akan menjualnya padaku? Kau tidak menyesal setelah itu?" tanyanya pada gadis yang bernama Lala, Sambil menggeleng ia menjawab, "Tidak, Pak, andai setelah ini saya bapak jadikan simpanan saya bersedia," ucap Gadis itu.Akran meletakan sendok makannya dan menatap gadis itu. "Berapa kau jual?" tanya Akran tanpa basa-basi."Eemm ... $ 40.000, Pak!" jawabnya sambil menunduk."Akran tertawa. Kau yakin masih perawan?" tanya akran. mencondongkan tubuhnya kedepan dan berbisik di telinga gadis itu."iya, apa bapak tidak percaya?" tamya gadis itu dengan mata melotot."Ia belum, karena belum kubuktikan," ucap Akran santai."Lalu bagaimana? Bapak mau membelinya apa tidak?" tanya gadis itu."Aku ingin kau menandatangani sebuah perjanjian dulu baru kita dial," ucap pria itu berdiri dan mengambil handphonenya di saku celananya. kemudian berjalan menjauh dengan gadis itu ser
Akran menarik gadis itu ke dalam kamarnya ia memberi pil kontrasepsi dan segelas air minum. "Minumlah?" "Gadis itu pun meminumnya. setelah itu memberikan gelasnya yang sudah kosong kepada Akran. Lalu duduk di bibir ranjang dengan tatapan resah ini baru pertama kalinya ia lakukan."Kenapa diam saja, buka pakaianmu di depanku," perintah Akran."Apa? Me- membuka pakaiaanku?" tanyanya seperti orang tolol."Ck, kau ini niat untuk menjual atau sekedar main-main?" tanya Akran."Aku berniat, Tuan," jawabnya sambil membuka kancing kemejanya dengan tangan gemetar.Akran pun mendekat lalu menyingkirkan kedua tangan gadis itu dan dengan cepat membuka satu-satunya kemeja dari gadis itu, lalu menanggalkan satu-persatu hingga terlihat tubuh indah tanpa busana lalu dengan sangat liar ia mulai mencumbunya.Tak seberapa lama kemudian menjadi permainan yang sangat panas di ranjang, dengan sangat menggebu pria itu melakukan penyatuan tubuhnys dengan gadis itu, hingga mencapai puncak hasratnya beberapa k
Satu jam perjalanan untuk mencapai perkampungan itu, Akran pun mengantar gadis itu di salah satu rumah yang terlihat sangat kumuh, Akran melihat gadis itu berbicara dengan gadis berkulit hitam dengan logat mereka. lalu tak seberapa lama mereka pun masuk dalam sebuah kamar yang sempit.Akran menunggunya hingga lima belas menit berlalu, Lala pun adiknya muncul dalam membawa satu buah koper kecil miliknya dengan diantar gadis berkulit hitam itu lalu mereka pun saling berpelukan dan setelah itu Lala pergi meninggalkan rumah itu masuk kembali kedalam mobil Akran.Mobil berjalan dengan kecepatan penuh menuju apartemennya ia pun pergi ke kantor manajemen untuk menanyakan apartemen mana yang masih kosong dan bisa disewa untuk beberapa tahun ke depan.Setelah berdiskusi cukup panjang Mereka pun akhirnya mendapatkan apartemen yang berada di lantai tujuh.Akran dan Lala beserta pihak manajemen menuju lantai tujuh untuk melihat apartemen yang diinginkan. Mereka pun berjalan memasuki lift dan tak
perjalanan hidup berjalan seiring waktu, kehidupan rumah tangga mereka hanya di atas kertas tetapi mereka hidup sendiri-sendiri begitu pun Manan dan Safia menjalani hidupnya sebatas kewajiban seorang suami istri saja.Tiga bulan terlewati, Brian melebarkan usaha sampai ke Amerika, karena ingin dekat Hanie sang kekasih. Beberapa kali ia meminta melepaskan ikatan wanita itu dengan suaminya Akran, selalu wanita itu selalu mengatakan bahwa pria itu tidak akan melepaskan dirinya.Kandungan Safia sudah empat bulan selama itu pula mereka menyembunyikan pada orang tua mereka.Pagi itu orang tua Safia dan juga orang tua Manan berencana untuk berkunjung ke rumah Manan karena sudah satu bulan Safia dan Manan tidak mengunjungi mereka.Saat mereka tengah sarapan pagi suara mobil pun terdengar berhenti di depan rumah membuatnya terkesiap, ia menoleh ke Safia."Siapa yang datang?" ucap Manan sambil berdiri dari tempat duduknya dan berjalan ke depan dan melihat ayah dan ayah mertua juga ibu serta ib
"Tidak boleh begitu mama walaupun yang datang adalah anggota keluarga tetap saja harus dia sambut dengan sangat hangat dan dilayani dengan sebaik mungkin apalagi kalian adalah orang tuaku jelas sungguh sangat berbeda dengan tamu-tamu lainnya kalian itu lebih spesial jadi tidak apa-apa jika saya hanya memberikan minuman saja," ucap Safia"He, manis sekali ucapan menantuku ini, aku tidak salah pilih bukan, Manan? Kurasa di alam sana pun Laila tidak akan keberatan jika adiknya menggantikan kedudukannya sebagai istrimu" ucap sang Mama yang mulai mendekat pada Safia.Manan semakin was-was dan mulai gelisah Mama semakin dekat dengan tempat di mana Safia berdiri saat ini. tanpa diduganya pun sang mama memutar tubuh Safia kearahnya.Lalu wanita paruh baya itu menatap Safia dengan tatapan menyelidiki ia menyapukan pandangannya dari mulai atas hingga ke bawah.'Kok mama lihat kamu agak gemukan yaa, Fi?" tanya sama mama mertuanya itu pada Safia."Kan wajar saja Ma kalau Safia gemuk, saya, 'kan s
"Terus sekarang bagaimana? masak pakai korset?" tanya Safia "Eeh ... jangan! Kalau sesak nafas bagaimana?" tanya Manan dengan rasa cemasnya.Safia mengulum senyum, ternyata pria itu, begitu sayangan pada anak yang dalam perutnya walaupun kehadirannya bukanlah buah cinta kasih dengan Manan."Sini, coba kulihat! Apa terlihat besar?" tanya Manan dengan menarik tangan Safia lalu membalikkan badan wanita itu dan menatap dengan seksama."Masih seimbang dengan pipimu," jawabnya sambil menepuk pipi Safia yang mulai gembul itu." ucapnya sambil terkekeh.Sofia mengerucutkan bibirnya, dia kesal karena dibilang gemuk. "Aku kamu kan karena kamu, Coba malam itu kamu tidak marah dengan melakukan itu padaku aku takkan hamil anakmu," ucapnya sambil meninggalkan Manan."Memangnya kenapa kalau kamu hamil kamu kan istriku, anak itu hadir setelah pernikahan," ucap Manan yang menyusul Safia sudah membawa baki yang di atasnya berisi minuman dan makanan yang diberi mertuanya tadi.Mereka pun berjalan ke ru
Hari berjalan terus Manan sibuk dengan Lala bahkan tidak memperhatikan anak-anaknya selalu berangkat lebih awal, dan tidak pernah lagi sarapan pagi di rumah, ia lebih suka melakukannya di apartemen Lala. Amar mulai kehilangan sosok sang ayah, berbeda lagi dengan Safia, ia selalu saja menyempatkan dirinya untuk sarapan pagi dengan anak -anaknya dan masih mengantar jemput mereka. Akan tetapi Amar merasa sangat tidak suka saat Safia bersama lelaki lain saat menjemputnya bersama sang adik. Namun, Amar tidak bisa memprotesnya sebab sang mama bilang mereka baru meninjau bersama dan sekalian menjemput mereka. Sesampainya di atar di rumah, Safia kembali ke kantor bersama pria itu sedangkan Amar dan Erina berada di rumah dengan Ira sang asisten rumah tangga. Amar menatap mobil yang keluar dari pintu gerbang rumahnya lalu mengajaknya sang adik masuk ke dalam sambil berfikir bagaimana cara agar orang tuanya tahu, bahwa ia dan adiknya membutuhkan mereka berdua. Sampai di dalam mereka disa
Safia dengan tergesa-gesa berjalan menaiki tangga menuju kamar Sang Putri, Ia pun berhenti beberapa saat untuk menetralkan kemarahannya pada Manan yang entah kenapa bersikap sinis padanya. ia menghembuskan nafas beratnya lalu tersenyum kemudian berjalan masuk ke dalam kamar yang putri terlihat wajah lelaki yang duduk di bibir ranjang menemani sang adik yang belum tidur sana menunggu papanya untuk menemaninya tidur. "Mana Papa? Kenapa Mama kembali ke sini sendirian?" tanya Amar "Papa masih harus menyelesaikan pekerjaannya dia akan menyusul kemari, nanti setelah pekerjaannya selesai dan kamu Amar, Pergilah tidur di kamar tidurmu biar mama yang akan menemani adikmu sampai bapakmu kemari," perintah Safia. "Mama mengusir Amar?" tanya bocah lelaki itu. "Tidak, hanya besok kamu harus sekolah, jadi lebih kamu beristirahat di kamarmu sendiri lagi pulang adiknya masih sakit kan takutnya kamu juga akan terkena virusnya lalu ikut sakit yang repot siapa kan Mama juga," ucap Safiah. "Oh
Safia menatap kepergian Manan dengan hati galau. 'Apa ini benar, andai pun terjadi masalah antara aku dan Manan harusnya aku tidak boleh mempunyai ketertarikan dengan pria lain hingga masalah rumah tanggaku beres, tetapi lelaki yang memenjarakan dirinya dalam hubungan pernikahan hanya mau melepaskanku saat ada seseorang pria yang mampu menyentuh hatiku dan saat ini pria itu hadir, Namun kenapa aku merasa Mas Manan tidak sungguh-sungguh untuk melepaskanku. Meski tak ada rasa cinta dari sebuah hubungan pernikahan, tetaplah salah jika membina hubungan dengan pria lain di atas pernikahan yang rapuh.' batinnya sedih ia menatap putra sambungnya dan tersenyum berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. "Apa Mama baik-baik saja?" tanya Amar pada Safia. "Mama baik-baik saja sayang, jangan cemas tidak ada sesuatu yang di perdebatkan dengan papa, kami hanya mitra kerja, jangan terlalu berfikir yang belum saatnya kamu pikirkan," ucap Safia pada Amar. "Aku hanya ingin selalu bersama kalian,
Saya yang minta maaf, karena menyentuhmu, saya tunggu di ruang tamu," ucap Manan berjalan keluar dari kamar Lala sambil merapikan pakaiannya. Lala menghebuskan napas. 'Liar juga si Bapak punya anak dua itu,' gumamnya dalam hati. sambil melihat bercak merah di leher dan dada. ia pun mengambil pakaian di dalam lemari dan memakainya lalu berjalan keluar menuju ruang tamu untuk menemui Manan. "Hemm ... Bapak mau minum apa?" tanya Lala menghilangkan kecanggungannya terhadap pria itu. "Tidak usah repot-repot, kamu duduk di sini dengan saya saja, sebenarnya saya ingin meminta maaf padamu tetang perbuatan Amar padamu, malah jadi berlaku tidak senonoh, mestinya kamu menampar saya," jawab Manan. "Saya yang salah, keluar hanya memakai handuk saja, jadi maaf bukan maksud saya untuk menggoda Anda. "Tidak, saya merasa kamu tidak menggoda saya wajar saja karena saya tidak memberi tahumu sebelumnya kalau saya datang. Justru saya minta maaf atas kelancangannya saya, Saya jamin tidak akan ter
"Bagaimana?" tanya Aran saat Safia telah tiba di ruang tamu. "Hem gak tahu, kayaknya di sekolah ada masalah sehingga seperti itu," jawab Safia pada lelaki itu. "Oke, karena anakmu sudah pulang aku pulang saja, takut menganggu quali time kamu saja," pamit Aran. "Oh ya, maaf penyambutan putraku yang mungkin membuat kamu tidak enak hati," ucap Safia pada pria itu. "Tidak apa-apa, jangan lupa besok pagi-pagi kita harus sudah sampai ke lokasi proyek, jika mobilmu masih di perbaiki maka nanti akan kujemput, bagaimana?" tanya pria itu pada Safia. "Tidak usah aku mau ke kantor dulu," ucap Safia. "Iya, di kantor maksudku," ucap Aran pada Safia. "Baiklah terserah Anda saja," ucap Safia tersipu dan Aran menggangguk sopan lalu pria itu pun keluar dari ruang tamu menuju mobilnya dan masuk serta mengemudikannya berjalan melewati gerbang rumah Manan. Safia menatap mobil itu hingga pergi menjauh. Ia menggelengkan kepalanya menepikan rasa yang ada dalam dirinya. Ia berjalan masuk kem
Taksi membawa Manan dan putranya pulang ke rumah, tadi dia berniat untuk pulang tetapi ia berfikir untuk meminta maaf secara langsung pada Lala. Ditengah perjalanan ia pun berubah pikiran. "Hem, sepertinyq Papa hanya bisa mengantarkanmu sampai pintu gerbang karena Sekertarisnya Papa, mbak Citra mengingatkan papa kalau jam satu akan ada rapat," jelas Manan pada sang putra. "Baiklah terserah Papa, dari tadi kan Amar ingin pulang sendiri, Papa saja yang memaksa untuk mengantarku pulang," jawab Amar pada Manan dengan ketusnya. Bocah lelaki itu menduga pasti sang ayah akan menemui Tante-tante yang menjemputnya tadi untuk miminta maaf. Manan menatap putra dengan lekat sambil menghelah napas. Taksi pun berhenti tepat di depan pintu gerbang rumahnya dan Amar pun turun sendiri tanpa sang ayah, menutup dengan keras dan berjalan tanpa menengok ke arah ayahnya. "Marah anaknya, Pak?" tanya sang sopir taksi dan Manan hanya tertawa lalu memberi tahukan alamat mana yang harus dituju dan tak
"Papa, membela Tante itu?" tanyanya pada sang papa. "Bukan membela, kalau sikapmu seperti itu, mungkin tadi papa tidak meminta tolong padanya. Papa akan Andi untuk menjemputmu. "kenapa tidak menyuruh paman Andi," tanya sambil memakan makanannya. "Oke Papa yang salah dan papa kira anak Papa bisa sopan terhadap teman Papa ternyata Papa salah anak Papa tidak sesopan yang papa harapkan," ucap Manan. Didalam kemasan itu pun disediakan pula alat pemecah cangkang dan Manan membantu memecahkan kulit cangkang makanan milik Amar. "Ya Amar minta maaf kan semua terjadi karena Amar gak sengaja membuat pakaian Tante kotor," ucap Amar tanpa merasa bersalah pada wanita itu. Manan tak lagi berbicara karena berbicara dengannya saat ini akan percuma saja karena anak itu pasti mengira dirinya ada hubungan Lala Manan menghelah napas dan menatap putranya dengan kecewa karena membuat pujaan hatinya terlihat buruk, mungkin Lala tadi juga dapat cemoohan dari karyawan yang tak sengaja berpapasan
"Ia menghembuskan nafasnya. 'Hemm ... anak kecil lihat aku menjadi pusat perhatian dan gunjingan mereka padahal ini baru mulai bagaimana nanti selanjutnya apa harus mundur, Aaahhh ... tidak, aku tidak boleh mundur walaupun apa yang terjadi.' Pintu lift terbuka Lala pun belum beranjak dari tempatnya berdiri, ia masih menatap pakaiannya yang sangat kotor. "Tante selanjutnya kita kemana?" tanya Amar sambil mengulum senyum samar ia sangat puas telah mengerjai wanita itu. 'jangan pikir muda untuk dapatkan Papa, hadapi anaknya dulu,' pikir Amar sambil menunggu jawaban dari Lala. "Ahh ... iya ayo keluar," ajak Lala saat tersadar kalau dia harus mengantar Amar sampai di kantor ayahnya dan ia sudah mengirim foto pada pria itu tetang pesanan makanan anaknya yang begitu banyak. Mereka berjalan menuju kantor Manan, Lala sangat beruntung di lantai ini hanya ada ruangan Manan dan Asistennya. Hingga sampai akhirnya mereka sampai di ruangan itu dan Lala mengetuk pintunya terbuka lalu Manan m
"Aku kenyang, Tante karena Tante cemberut," protes Amar. Lala duduk dengan memijit kepalanya sambil melirik bocah yang duduk tertunduk kepalanya itu. Ia menghela napas lalu berkata lagi," pesanlah kepiting lalu makanlah!" Wanita memecahkan cangkang kepiting dengan alat pemecah cangkang lalu menyuapkan dagingnya ke dalam mulutnya. "Baiklah aku akan coba beberapa porsi yang gak pedas," ucap anak itu sampai membuat Lala hampir tersedak. "Anak tampan pesan satu porsi saja dan makanlah, Oke, pesan yang biasa kamu makan dengan ayahmu, mengerti anak manis?" ucap Lala sambil menekan rasa jengkelnya yang sudah sampai ubun-ubun. "Baiklah aku hanya pesan satu porsi saja dan memakannya karena aku takut Tante kehabisan dan di suru cuci piring!" ucap amar tersenyum sambil memanggil pelayan. Tak berapa lama pelayan pun datang Amar mulai memesan makanan yang biasa di makannya dan dia juga memesan es krim coklat kesukaannya satu gelas besar. Beberapa saat kemudian pelayan kembali dengan