"Kapan kau menikahinya? Katakan saja padaku aku akan mempersiapkannya untukmu dan dia. Apa benar-benar dia sudah move on dariku jangan sampai ia memintaku untuk menikahinya," ucap Manan sambil tertawa."Sial! Kenapa aku punya saingan sahabat sendiri? Tapi aku yakin ia sudah melepas cintanya padamu, dan ia sudah menerima cintaku, aku sudah berhasil membuatnya jatuh cinta padaku karena ini," jawab Brian sambil menggoyangkan badannya membuat Manan tertawa."Aku heran padamu, Kau sudah menggoyang Safia hingga hamil kenapa tidak bisa mencintainya?" tanya Brian pada Sahabatnya itu."Entahlah apa karena Laila sudah mengunci hatiku bahkan saat aku melakukan dengan dia yang kubayangkan adalah Laila bukan Safia. Apa aku salah, jika tidak bisa mencintainya," ucap Manan"Kau harus berusaha mencintainya, Bro. Karena, dia sudah menjadi istrimu, aps kau masih menyalahkannya atas keputusanmu menikahinya, cobalah mencintainya, Manan,* ucap Brian sambil berdiri dari duduknya."Kau mau kemana? Katanya H
"Kenapa kau bertanya begitu padaku? APa kau sedang cemburu Safia?" tanya Manan pada Safia."Untuk apa aku cemburu, aku tidak mencintaimu, kenapa juga harus cemburu, jika kau melepaskan aku saat ini aku pun akan sangat bahagia dan akan tertawa sangat keras saking bahagianya, " ucap Safia pada Manan."Kau pikir aku akan melepaskanmu? Tidak Safia jangan bermimpi, kau akan jadi teman bercintaku, selama aku belum menemukan wanita yang seperti Laila, setidaknya ada kemiripan di wajahmu yang mampu membuat aku berfantasi tentang Laila walau hanya sedikit saja," ucap Manan sambil berjalan maju mendekati Safia yang terus mundur kebelakang hingga kepentok tempat tidur dan terhenti di sana."Kau mau apa?" tanya Safia dengan suara bergetar."Menurutmu, apa?" tanyanya sambil menyeringai"Aku tidak tahu," jawab Safia sambil memejamkan matanya."Kau begitu takut aku melakukannya padahal aku hanya ingin mengetahui apakah kau bisa menjaga emosimu dan benar-benar dalam ke adaan baik-baik saja," ucap Man
Manan berjalan menuju kamarnya saat, memutar kenop pintunya ia baru tahu bahwa pintu terkunci dari dalam, ia pun menghembuskan nafasnya. "Ia benar-benar marah,' pikirnya tentang Safia.Pria itu pun membalikan badannya dan berjalan menuruni tangga menuju ruangan kerjanya ia akan bermalam di sana, 'Ya, beginilah kalau cewek sedang marah pasti akan mengunci kamarnyq,' gerutunya dalam hati.Manan masuk kedalam dan berjalan ke ruangan privasi lalu merebahkan dirinya ke ranjang, ia masih berfikir tentang apa yang dilakukan Suster Rida barusan padanya. Ia harus terus mengamati suster itu mulai sekarang ia tidak mau salah mengambil keputusan, dan akan membiarkan Safia bersama anak-anaknya saat suster Rida tidak ada di rumah dan sedang bertugas.Waktu berjalan dengan cepat malam berganti pagi, saat menjelang subuh Manan mengetuk pintu kamarnya."Safia, tolong buka semua pakaianku ada di situ, dan aku harus berangkat pagi-pagi karena ada meeting!" teriaknya pada wanita itu sambil menggedor-gedo
"Ayolah, lupakan dulu marahmu itu, temani aku sarapan jika aku sudah pergi ke kantor kau boleh marah lagi," rayu Manan dan itu baru ia lakukan hari ini.Safia pun tidak bisa menolak permintaan Manan akhirnya ia pun mengikuti pria itu turun ke bawah. Setelah menuruni tangga mereka pun berjalan kemeja makan dan duduk di sanaSafia mengambilkan makanan untuk Manan setelah itu mengambil untuk dirinya. Manan menatap piring Safia, ia merasa Safia terlalu sedikit mengambil makanan lalu dia menegurnya."Kau tahukan kau sedang menyusui dua balita, kenapa makanmu sedikit sekali?" tanya lelaki itu sambil mengerutkan dahinya."Aku tidak bisa makan banyak, kau tahu itu nanti jika aku lapar aku pasti akan Makan, jangan kawatir mengenai anak-anakmu tentang ASInya. kupastikan mereka tidak akan kelaparan," ucap Safia sambil memulai menyendokan makanannya dan akan menyuapkan dalam mulutnya. Namun ia tertegun sesaat kala ada seorang wanita yang berdiri di depan."Maaf Nyonya, Tuan, apa saya bisa bergabu
Setelah Kepergian Manan Suster itu kembali ke meja makan. Apakah saya bisa sarapan sekarang, Nyonya?" tanya Suster Rida pada Safia."Lalu bagaimana dengan Anak-anak? Siapa yang menjaganya jika kau makan di sini? Ambil nasi dan lauknya lalu kembali ke anak-anak! Kau bisa makan di sana bukan," ucap Safia dingin."Tetapi Nyonya, mereka Aman," ucap suster Rida pada Safia."Silahkan saja jika kau ingin kehilangan pekerjaanmu," ucap Safia sambil meninggalkan meja makan.Suster Rida memandang sinis kepada Safia, lalu mengambil piring dan mengisinya makanan serta mengambil segelas air minum ia tidak menampik perkataan Safia karena itu betul adanya. Ia akan kehilangan pekerjaannya jika memaksa untuk berperang dengan Safia majikan perempuannya itu. 'Aku memang kalah telak,' pikirnyaSuster Rida membawa makanan kedalam kamar karena dia harus menjaga Amar yang sedang bermain di kamar itu sedangkan Erina berada di box dan masih terjaga.Baru saja ia menyuapkan makanan di mulutnya Baby Erina menang
Suster Rida berjalan mondar-mandir menunggu sang majikan pulang namun sampai sampai siang majikannya itu tidak kembali ke rumah. Ia semakin kesal apa lagi hari ini dia sedang libur, dan ia tidak melakukan apa-apa karena majikan perempuannya itu membawa anak-anaknya di ruangannya.Karena Lelah menunggu ia pun berjalan ke meja makan untuk makan siang, Ira yang tahu Nyonyanya sedang berada ruangannya bersama anak-anaknya itu menyiapkan makan siang untuk Safia.Melihat hal itu semakin membuat suster Rida kembali kesal. "Mbak Ira mau kemana? Di sini dulu saja, temani saya makan.""Ini siang hari tidak akan ada setan di sini, jadi jangan meminta saya menemanimu karena ini lebih penting," ucap Ira sambil berlalu meninggalkan Suster Rida."Sombong banget, sih awas kamu yaa! Nanti ku buat kau di pecat," ancam Suster Rida sambil mengambil nasi dan lauk di piringnya sedangkan ira sudah tidak memperdulikan lagi wanita itu, ia berjalan menaiki tangga menuju kamar Safia.Sesampainya di depan kamar
"Sudah kalau kamu mengunakan cara itu pasti semua akan kalah," ucap nya sambil duduk di ranjang ia ingin membangunkan putranya."Kau mau apa?" tanya Safia saat Manan sedang mendekati putranya itu."Mau membangunkannya, aku juga ingin bermain dengannya, bukankah kau sudah puas bermain dengan mereka," ucap sambil menyentuh pipi sang putra dan Safia hanya diam saja "Amar bangun! Ayo mandi bersama Papa, " ucap Manan pada Safia.Amar pun menggeliat dan membuka matanya, Pa, papa!"Bibir mungil itu mengembang lalu meringis lucu dengan gigi yang baru tumbuh dua itu. Manan merentangkan tangannya seraya berkata, "Mau mandi dengan papa?" Amar mengangguk dan Manan segera meraih tubuh kecil Amar yang masih terlihat bermalasan itu, sambil berkata pada Safia, "Kau panggil Ira untuk memindahkan Erina di kamarnya, aku tidak mau rugi, membuang uangku dengan percuma di sini suster Rida bekerja bukan bermain kau biarkan ia menganggur hari ini.""Biarkan saja uangmu kan banyak!" sahut Safia garang.Mana
"Hai, beraninya kau membantahku!" teriak Manan lupa kalau di depannya ada Amar."Papa, hua-hua huhuhu!" tangis Amar karena ketakutan dengan suara sang Ayah yang keras dan tinggi."Ohh, cup-cup papa tidak marah, jangan menangis," ucap Manan sambil mengendong dan menggoyang-goyangkan badan Amar keatas dan ke bawah membuat bocah itu berhenti menangis lalu tertawa.'Kenapa semua berpihak pada ibunya? Aku tidak bisa marah kalau mereka sudah besar,' gerutu Manan dalam hati.Manan pun tersenyum masam saat sang putra berhenti menangis. lalu bermain dengannya. Setelah itu Manan membawanya ke suster Rida setelah membujuknya habis-habisan.Setibanya di depan kamar sang anak ia mengetuk pintu dan keluarlah Suster Rida membuat lelaki itu marah. "Harusnya kamu menjeput Amar di kamarku. Kau kubayar untuk berkerja, bukan main-main!""Maaf, Tuan, saya takut menganggu kebersamaan Anda dan Nyonya, ucap suster Rida," ucap Suster Rida sambil menerima Amar dan lalu menggendongnya."Sudah tidak usah membant