Home / Romansa / Pernikahan Gila / Sembilan Belas

Share

Sembilan Belas

Author: Gleoriud
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Menghitung menit, menit-menit yang menyakitkan. Fajar betah dengan diamnya dan Raya betah dengan pikirannya yang berkelana kesana kemari. Dua orang itu saling merenung dengan apa yang akan terjadi beberapa menit lagi. Bus para relawan sudah bersiap-siap, terdengat bunyi mesin mobil.yang sudah dinyalakan, menunggu para penumpang membereskan barang milik mereka.

Raya hari ini sudah jauh lebih baik. Tidak tidur semalam suntuk memikirkan perpisahan mereka. Namun semua yang dikatakan Fajar benar, mereka harus kembali kepada keadaan seharusnya. Jika saja Fajar memiliki rasa yang sama dengannya, tentu semua berjalan sesuai keinginan hatinya, tapi laki-laki itu berulangkali menegaskan bahwa mereka tidak mungkin untuk bersama.

Raya mendekati Fajar yang menatap datar dua bus yang terparkir di lapangan bukit. Matanya dingin, pikirannya tidak terbaca. 

Raya duduk berdekatan dengan laki laki itu, sehingga bahu mereka bersenggolan.

"Terimakasih atas semua yang kau

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Pernikahan Gila    Dua Puluh

    Raya menundukkan wajahnya. Meremas jari-jarinya pelan. Mata tua itu menatapnya tajam. Di sekelilingnya pengawal siap sedia menjaganya.Iya, memutuskan untuk kabur lalu kembali ke kota, tapi dia malah tertangkap. Hanya hitungan menit, pengawal ayahnya berhasil menyeretnya pulang. Fajar benar, dia takkan berdaya hidup sendiri. Buktinya, sekarang saja dia sudah terkurung kembali di rumah itu.Mahendra mengetatkan rahangnya. Kemudian mulai bersuara."Mana suamimu?""Kami sudah berpisah, janin itu sudah tidak ada lagi," jawab Raya datar. Sejenak tampak raut kaget di wajah tua itu, kemudian dia berhasil mengubah ekspresinya menjadi datar kembali."Baguslah." Mahendra menghisap kembali cerutunya. Lalu melanjutkan. " Berhentilah bermain-main, Raya! Kau sudah cukup umur untuk memimpin perusahaan, tak ada gunanya kau melarikan diri dari rumah," kata laki -laki itu pelan."Aku ingin menjadi orang biasa, ayah. Terkurung di sini membuatku menderita," suara Raya mulai meninggi."Dunia luar tidak b

  • Pernikahan Gila    Dua Puluh Satu

    Empat tahun kemudianRaya memijit keningnya, jam sepuluh malam, namun dia belum menyelesaikan pekerjaannya. Komputer masih menyala, dan mata Raya mulai perih dan kelelahan.Empat tahun dijalaninya dengan bekerja dan bekerja. Banyak hal yang dilaluinya selama ini, perusahaan yang memiliki banyak saingan dan musuh, namun berhasil di selesaikan dengan baik olehnya.Raya mengalihkan pandangan ke pintu ruangannya. Disana, Mario, laki -laki tampan yang rangkap jabatan sebagai bawahan dan teman dekatnya. Dia duduk di sofa, memandang Raya yang tampak lelah."Ayo kita pulang," kata Mario. Dia mendekati Raya, membantu gadis itu mematikan komputernya. Raya meregangkan ototnya, tersenyum sekilas pada Mario."Oke, kau yang bawa mobil! Aku lelah." Raya menyerahkan kunci mobilnya pada Mario. Mario mengangguk dengan senang hati. Dia tinggal di apartemen yang sama tapi berbeda lantai, sering berangkat bersama dan pulang bersama. Mario adalah laki-laki yang baik. Dia sangat tulus dan perhatian, memper

  • Pernikahan Gila    Dua Puluh Dua

    Fajar menyelesaikan latihan khusus lebih cepat dari seharusnya. Dia adalah seorang anggota yang paling berhasil dalam menyelesaikan beberapa pekerjaan. Semua yang memakai jasanya merasa puas. Namun, dia menolak di kontrak lebih dari setahun. Tidak ada alasan khusus, hanya ingin berganti suasana.Hari ini kontraknya dengan pengusaha asal Swedia berakhir. Setahun laki-laki kaya itu memakai jasanya sebagai bodyguard. Dia mengajak Fajar berkeliling dunia, singgah keberbagai negara. Fajar bekerja dengan sangat profesional, dia memegang teguh kedisiplinan dan tanggung jawab. Keselamatan tuannya adalah prioritas utama.Hari ini Fajar sampai di kantor setelah setahun tidak pulang ke Indonesia. Kepala plontos dan tubuh tinggi berototnya, serta raut wajah yang semakin datar. Pesonanya tak bisa lagi ditampik oleh lawan jenis, usia hampir tiga puluh dan menjadi laki laki dewasa yang matang. Handoko memeluk Fajar, dia sangat merindukan anak buahnya itu. Fajar adalah sebuah kebanggaan, beberapa bu

  • Pernikahan Gila    Dua Puluh Tiga

    Fajar merebahkan tubuhnya setelah menata perabot baru di apartemennya. Apartemen ini cukup luas, dengan tiga kamar tidur dan dua kamar mandi. Fajar menatap langit langit, matanya menerawang jauh. Dia sudah memiliki semuanya sekarang. Pekerjaan tetap dan juga uang, tapi belum juga dia bahagia.Fajar bangkit, memasang kemejanya tanpa dikancing. Lalu keluar dari apartemennya. Dia kaget, Raya ... di sana sedang memegang cangkir tehnya, meniupnya sekilas, matanya memandang jalan ibu kota.Fajar berdehem, menyadarkan Raya. Gadis itu langsung menerbitkan senyum, bukan Raya yang dulu. Raya yang ini kelewatan ramah. Dan, semakin asing."Belum tidur, Mas?" sapanya. Fajar menggeleng. Panggilan ' Mas ' itu sangat mengganggu."Kita belum sempat berkenalan, saya Raya, Mas?"Fajar terhenyak, wanita ini sudah dipastikan Raya, tak ada lagi alasan untuk meragukannya. Lalu buat apa perkenalan tak berguna ini. Ini terlalu berlebihan. Dia ingin berhenti pura -pura. Tangan Raya masih terulur, karena tak a

  • Pernikahan Gila    Dua Puluh Empat

    Fajar bangun pagi-pagi sekali. Hari ini sesuai kesepakatan kemaren dengan Handoko, dia akan punya tuan baru. Bagi Fajar itu lebih baik, dari pada dia seperti orang linglung dan kebingungan dengan pemikirannya sendiri. Raya, selalu tentang Raya. Dia tidak tidur semalaman memikirkan kalau wanita itu sudah punya pacar. Sedangkan dia sendiri masih seperti dulu, belum berhasil mengalihkan perhatiannya pada wanita lain. Fajar menghembuskan nafas, menetralkan kemarahan yang mulai mengusik jiwanya. Bagaimanapun, dia pernah menjadi suami Raya. Dia terkekeh sendiri, suami pura-pura, apa yang dibanggakan dari status itu.Fajar baru saja ingin masuk kedalam lift, saat lift kembali di cegat oleh wanita yang sama. Kali ini tampilannya lebih formal, stelan kantor membungkus tubuhnya, dengan kacamata dan rambut dikuncir kuda. Fajar diam saja, mereka sempat bersitatap sebentar, namun Raya lebih dulu membuang muka. Menaikkan dagunya dan menampakkan ketidak sukaannya pada Fajar. Dia kembali menjadi Ray

  • Pernikahan Gila    Dua Puluh Lima

    Fajar terkejut dengan orang yang duduk di depannya. Namun, secepatnya dia kembali memasang raut datar. Laki -laki itu, adalah ayahnya Raya. Dia terlihat biasa saja, tidak kaget dengan kemunculan Fajar. Atau dari awal dia sudah tau kalau Fajar yang akan bekerja dengannya.Ayah Raya mendorong kursi rodanya. Ada yang berbeda, laki-laki itu terlihat Ramah sekarang. Wajahnya dihiasi senyuman. Tak ada kesan jahat sama sekali, orang ini lah yang membuat ibunya meninggalkan ayahnya. Namun, entah di mana keberadaan wanita yang melahirkannya itu sekarang. Fajar menguasai dirinya, dia harus melupakan masa lalu sejenak, menjaga keprofesionalannya dalam menjalankan tugas. Pantang bagi seorang pengawal menampakkan berbagai macam bentuk emosi di wajahnya. "Kita bertemu lagi," katanya tenang. Fajar hanya mengangguk, menunjukkan sikap perofesionalnya. Bagaimana pun, laki-laki ini akan menjadi tuannya selama setahun kedepan."Bagaimana kabarmu?""Saya baik, Pak," jawab Fajar datar. Dia sangat baik se

  • Pernikahan Gila    Dua Puluh Enam

    Raya memandang Fajar dengan kesal. Apa kesalahannya di masa lalu sehingga diberi ujian seberat ini. Tetangga menyebalkan itu sekarang malah serumah dengannya, mengekori Raya kemana pergi. Raya menjadi tidak bebas untuk melakukan apa yang diinginkannya. Dia seperti tahanan di rumahnya sendiri.Saat ini mereka singgah dulu ke apartemen, mengambil beberapa barang yang di perlukan. Untuk sementara, Raya tinggal di rumah ayahnya kembali. Sampai keadaan membaik.Fajar mengangkat semua barang yang sudah dimasukkan Raya ke dalam kopernya. Isinya lumayan banyak, rata-rata seragam kantor dan baju santai.Fajar rangkap jabatan saat ini, sebagai supir dan pengawal. Hidupnya benar -benar lucu, dia tak mengira akan kembali berjumpa lagi dengan Raya, apa lagi dengan keadaan wanita itu sekarang."Aku bisa mati bosan jika selalu bersamamu, kau ini memang orang paling aneh di dunia," celutuk Raya. Fajar diam saja, andai saja dia tahu apa yang telah terjadi pada mereka di masa lalu."Berapa umurmu?""Ha

  • Pernikahan Gila    Dua Puluh Tujuh

    Fajar mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. Dia hanya berniat mengerjai wanita itu supaya dia tidak bosan, tapi akibatnya malah seserius ini. Raya belum juga sadar, Fajar memegang bahu Raya yang bersandar di pahanya. Hitungan sepuluh menit mereka sampai di rumah, tanpa menunggu lama Fajar menggendong Raya, berjalan cepat menuju kamar gadis itu. Untung saja Mahendra tidak melihatnya. Masalah ini dia sendiri yang penyebabnya, jadi dia juga yang harus menyelesaikan. Perlahan Fajar merebahkan Raya ketempat tidur, mengusapkan sedikit minyak kayu putih pada wanita itu.Fajar menutup pintu kamar Raya dan menguncinya. Ini dilakukan demi keamanan. Penjaga sempat bertanya, namun Fajar memberikan isyarat bahwa semua baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Raya membuka matanya. Menatap langit- langit kamar dan kemudian terakhir ke wajah Fajar. Tatapan tidak senang terlihat jelas di wajahnya.Raya duduk, bersandar di kepala Ranjang. Menerima air putih yang disodorkan Fajar. Dia harus mengo

Latest chapter

  • Pernikahan Gila    Lima Puluh Sembilan ( End )

    Beberapa jam yang lalu, mereka berkumpul di sebuah restoran sederhana. Fajar, ibunya dan ayahnya. Dua manusia yang pernah menjadi suami istri itu sempat berbincang sekilas. Mereka memutuskan untuk berdamai dan meluruskan kesalah pahaman kepada Fajar setelah berdebat dengan sengit Beberapa menit.Ayahnya sempat menangis memeluk putra semata wayangnya saat Fajar sampai di restoran beberapa jam yang lalu. Meminta maaf telah menelantarkan Fajar kecil yang menderita di tinggal sang ibu. Dia tak menyangka, Fajar tumbuh menjadi pria yang gagah dan tampan. Fajar hanya diam walaupun dalam hatinya dia juga merindukan ayahnya itu.Semuanya terungkap, walaupun sempat ada pertengkaran kecil, pada akhirnya dua orang itu mengalah dan berdamai.Ayahnya terlihat lebih tua dari seharusnya, rambutnya memutih dengan kerut yang tak bisa di hitung jumlahnya. Dia terlihat miskin dan sakit-sakitan, tubuhnya kurus dan kering, belum lagi baju kemeja lusuh yang sudah memudar warnanya.Ternyata pernikahan kedua

  • Pernikahan Gila    Lima Puluh Delapan

    Raya termangu di depan kolam renangnya. Mata cantiknya mengamati kilauan air yang tertempa sinar matahari sore. Ini sudah pukul enam sore, warna matahari sudah berubah hingga keperakan, namun setelah berjam-jam menunggu, suaminya belum pulang dan belum memberinya kabar.Raya mencelupkan kakinya ke dalam kolam. Tanpa Fajar, semuanya menjadi membosankan. Dia tidak tertarik melakukan apa pun jika Fajar tak ada di sisinya Baru saja Raya mengangkat sebelah kakinya ke permukaan, bahunya di sentuh lembut. Gadis itu berbalik dan mata kosongnya langsung berbinar bahagia. Namun, buka Raya namanya kalau tidak menuhankan gengsi."Kapan kau pulang? Aku tak mendengar suara mobilmu."Fajar duduk di samping Raya. Mengamati rambut panjang yang terurai berantakan itu."Baru saja. Kenapa? Merindukanku?"Raya mencibir, menyembunyikan rona pipinya. Dia tak mau mengakuinya, tapi otak dan tubuh tak bekerja sama. Dia malah menghambur ke pelukan suaminya itu. Fajar terkekeh senang sambil mengecup puncak kepa

  • Pernikahan Gila    Lima Puluh Tujuh

    Fajar memandang tak percaya. Wanita itu masih cantik seperti dulu, walaupun banyak kerutan yang menandakan ia sudah menua. Ibunya, masih tipe wanita yang memperhatikan penampilan. Dia cantik dengan blouse putih yang dipadukan dengan rok kembang bermotif bunga. Jika boleh Fajar berkata jujur. Dia sangat merindukan wanita didepannya. Rasanya dekapan hangat itu masih terasa di kulitnya saat ini. Bagaimana saat sang ibu mendendangkan lagu Jawa saat menidurkannya dulu. Elusan kasih sayang dan suara merdunya masih diingat Fajar dengan jelas.Pada dasarnya ibunya adalah wanita yang baik dan penyayang. Dia wanita yang sempurna. Kecantikan masa muda itu di wariskan ya ke wajah tampan Fajar. Dalam hatinya, dia ingin mengadu dan bertanya sebanyak mungkin, kemana ibunya selama ini? Apa yang dilakukannya di rumah usang dan tinggal sendirian tanpa pasangan hidup? Banyak sekali. Tapi Fajar memilih mengunci mulutnya sambil menunggu wanita itu berbicara lebih dulu."Minumlah! Teh mu sudah mulai ding

  • Pernikahan Gila    Lima Puluh Enam

    Jika ada manusia yang paling jahat di bumi ini, maka Raya lah orangnya. Bagaimana bisa wanita itu menghentikan permainan sebelah pihak saat nasib Fajar sudah di ujung tanduk. Raya dengan santai merapikan dirinya, saat Fajar masih kesusahan menata nafasnya yang terputus putus. Dia masih bersandar tak berdaya, memejamkan matanya menikmati sisa-sisa kenekatan seorang Raya. Tapi apa yang dilakukan wanita itu sekarang? Dia menjulurkan lidah nakalnya dan tersenyum mengejek."Aku tidak mau dipergoki lagi. Bagaimana pun kita masih dalam kawasan yang tak boleh berbuat mesum.""Bunuh saja aku, Raya! Kau jahat." Fajar merasa kepalanya pening. Bayangkan saja, saat hasratmu di atas awang-awang, kau malah di hempaskan ke bumi secara kasar. Rasanya lebih sakit dari pada mati."Ck ck ck ... kau selalu tak pernah puas.""Ya tuhan Raya, laki-laki mana yang akan bertahan dengan wanita seseksi dirimu, terlebih lagi dia sudah menjadi milikmu secara utuh. Oh Tuhan, aku butuh air dingin." Fajar mengusap wa

  • Pernikahan Gila    Lima Puluh Lima

    Bukan restoran mewah yang terbiasa dikunjungi Raya. Hanya warung kecil yang diberi dinding dengan spanduk bekas untuk menghalangi cahaya matahari pagi yang mulai menerobos masuk ke warung sarapan pagi itu. Raya memilih duduk di bangku paling pojok, yang agak jauh dari sesaknya para pelanggan yang menyantap sarapan dengan lahap. Bangku di pojok ini sepertinya di sengaja untuk mereka yang ingin memilih ketenangan. Langsung menghadap ke kolam ikan yang berisi ikan nila dan ikan gurami."Kamu mau makan apa?""Apa saja, yang penting enak." Raya melirik sekilas jejeran menu sarapan pagi yang di tata sedemikian rupa di atas etalase kaca. Banyak sekali pilihan sehingga Raya menjadi bingung sendiri. Dia tidak menyadari Fajar bangkit memesan kepada pemilik warung. Tak butuh waktu lama, dua piring nasi yang dilengkapi dengan telor dadar dan toping tempe yang di goreng garing bersama ikan asin.Raya mengamati sambil menikmati aroma khas yang membuat perutnya meronta minta di isi."Ini namanya na

  • Pernikahan Gila    Lima Puluh Empat

    Pagi yang cerah, matahari mulai merangkak perlahan mengintip dari celah dedaunan pepohonan yang tumbuh persis di samping jendela kamar rumah itu. Raya membuka jendela kecil tersebut menyambut udara segar yang menerpa wajahnya.Mereka sebenarnya sudah bangun setelah shalat subuh tadi. Raya berberes sejenak sedangkan Fajar kembali ke tempat tidur dengan alasan mengantuk. Hari ini, tepat satu minggu Fajar menjalani hukuman mengumpulkan batu yang akan digunakan masyarakat sebagai pagar pembatas dari luapan sungai. Kebetulan pula, kemaren adalah masa hukuman Fajar berakhir. Hari ini adalah hari minggu, hari santai bagi Fajar. Sudah lama dia tidak merasakan nikmatnya tidur setelah subuh. Walaupun dia tahu, kebiasaaan ini tidak baik.Raya mengikat rambutnya yang masih basah, lalu berjalan perlahan mendekati ranjang sambil tersenyum. Dia, sang suami yang biasanya memiliki kulit cukup cerah sudah berubah menjadi gelap karena terbakar sinar matahari saat bekerja. Namun, Raya malah menyukai wa

  • Pernikahan Gila    Lima Puluh Tiga

    Raya berlari ke pintu keluar saat dia mendengar Fajar mengetok pintu beberapa kali. Dia sempat tertidur sejenak, setelah selesai bersih-bersih dan memasak ala kadarnya. Dia cukup puas dengan hasil masakannya kali ini, setidaknya rasanya sudah mulai ada kemajuan. Cuma masakan sederhana, goreng ikan Nila balado di tambah dengan sayur kangkung. Raya merapikan rambutnya, menghela nafas lalu membuka pintu perlahan. Fajar tersenyum lembut, mengusap pipi istrinya lalu mengecup kening putih itu sekilas. "Aku belum mandi, bau." Fajar mengendus dirinya. Raya tidak setuju jika Fajar mengatakan dirinya bau, laki-laki itu tidak pernah mengeluarkan bau yang tidak enak, kalaupum berkeringat, maka yang menguar adalah aroma cologn khas yang digunakannya.Raya berniat memeluk, namun karena Fajar mengurai pelukan lebih dulu, dia mengurungkan niatnya. "Mandilah! Setelah itu kita makan siang." Raya memberikan handuk pada suaminya. Fajar meraih handuk itu lalu masuk ke dalam kamar mandi.Sambil menunggu

  • Pernikahan Gila    Lima Puluh Dua

    Angin sepoi-sepoi meniup dan mempermainkan rambut Raya yang sehalus sutra. Sebagian menutupi wajahnya sehingga dengan refleks jari -jari yang baru belajar memegang alat- alat dapur itu merapikan dan menyelipkannya di belakang telinga.Matanya awas mengamati sang suami yang bekerja dengan beberapa orang pria dewasa lainnya, menggunakan alat kusus dari besi untuk mencongkel batu yang masih tertanam di dalam pasir sungai. Sesekali Fajar mencuri pandang pada istrinya yang duduk manis di sebuah saung yang tak jauh darinya.Raya persis seperti istri yang diidamkannya. Walaupun terlahir sebagai anak manja, tapi karena cintanya, dia merelakan tangan halusnya belajar memasak untuk menyenangkan Fajar.Fajar masih ingat, bagaimana putus asanya Raya saat dia tidak berhasil memecahkan telur tanpa merusak kuningnya. Gadis itu hampir menangis, niat hati akan membuatkan telur mata sapi, tapi memecahkan telur saja tidak bisa."Ini sudah yang kedua puluh butir, tapi aku bahkan belum berhasil...." Raya

  • Pernikahan Gila    Lima Puluh Satu

    Malam yang temaram, pekat malam tanpa bulan dengan kamar yang diterangi lampu lima watt. Dua manusia yang dimabuk cinta saling mereguk dahaga yang tak terpuaskan. Saling memberi dan menerima, menikmati ibadah terindah yang penuh pahala. Ibadah luar biasa di tutup dengan tertidur pulasnya Raya dan Fajar setelah itu. Kali ini rasanya berbeda, mungkin karena Raya tak lagi melakukannya dengan setengah hati. Ibadah kali ini sangat berkesan bagi keduanya, penuh cinta dan kelembutan. Setiap detik berjalan khusyuk dan indah.*****Setelah mandi jam lima subuh, Raya langsung menemani Mak Wo ke dapur. Kali ini dia tak ingin lagi membuat teh manis yang gagal, dia bertanya tanpa malu pada Mak Wo bagaimana cara menakar gula untuk segelas teh manis. Sangat mudah, tapi sulit bagi Raya. Dia baru menyadari, bahwa dirinya tak memiliki kemampuan apa-apa untuk melayani suami dalam urusan perut. Jangankan memasak yang enak, segelas teh manis yang bagi sebagian besar orang sangat sepele, malah sulit bagin

DMCA.com Protection Status