Ruangan kelas XII Sos 1 terasa hening lantaran sedang berlangsung ulangan harian Akuntansi. Pak Kalu sejak tiga puluh menit yang lalu seperti biasanya sejak awal membagikan lembar jawaban selalu berkeliling memeriksa keadaan semua siswa. Ia memfokuskan perhatiannya kepada Rara yang terlihat merapihkan alat tulisnya.
"Kamu sudah selesai?" tanya Pak Kalu, guru akuntansi yang juga termasuk guru senior di sekolah Rara. Dia langsung mengambil kertas jawaban Rara. Sekilas lembar jawaban itu dia baca dan hasilnya, semua jawaban Rara benar.
"Belum Pak," kelit Rara spontan menutupi kertas jawaban yang sayangnya telah lebih dulu di ambil oleh Pak Kalu.
"Belum apanya? ini sudah selesai semua kok. Sudah kamu keluar kelas terus diam-diam ke perpustakaan saja biar tidak ramai kelas ini," ucap Pak Kalu menyuruh keluar sambil membaca keseluruhan kertas jawaban milik Rara.
"Pak, saya disini aja deh, iseng Pak sendirian disana," pinta Rara menolak dan bersikeras ingin tetap berada di dalam kelas.
"Cepat sana keluar! Saya tidak mau kelas jadi rusuh karena pada nyontek sama kamu," ujar Pak Kalu menegaskan Rara untuk segera keluar kelas.
Rara menghembuskan nafas nya kasar. Ia sungguh malas kalau harus sendirian di perpustakaan, tapi kalau nekat ke kantin khawatir malah jadi masalah dan berakhir di ruang BK.
Sementara itu dari kejauhan terlihat empat siswi yang menatap Rara dengan sinis. Mereka yang mengenal betul kebiasaan Pak Kalu yang akan menyuruh setiap siswa ke perpustakaan setelah selesai ulangan akuntansi pun tampak berdiskusi kecil untuk mematangkan rencana mereka.
"Tumben kesini Ra, lagi ulangan akuntansi ya?" sapa Kartika, sang penjaga perpustakaan.
"Iya mba malas banget nih padahal tadi mau di lamain ngerjain, tapi tangan gatel pengen nulis jawabannya," cicit Rara mengeluh.
"Resiko otak encer gitu ya, Ra," ledek Kartika.
"Gak gitu juga mba, ini malah jadi kayak anak hilang, sendirian di perpustakaan," Rara curhat.
"Sudah nih baca aja novel baru," Kartika menyodorkan novel remaja terbaru koleksi perpustakaan sekolah.
"Ah mba, kalau mau baca novel mah baca aja di Goodnovel, seru aneka genre cerita komplit. Aku setiap hari baca di Goodnovel," Rara setengah menolak novel yang diberikan oleh Kartika.
"Emang kamu mau ngapain kalau enggak baca di perpustakaan?" Kartika semangat meledek Rara yang tampak ragu.
"Iya ya ngapain. Hehehe," Rara terkekeh sendiri.
Rara akhirnya mengalah dan meminjam novel referensi dari Kartika lalu mencari tempat strategis agar dia tenang membaca. Belum sempat Rara duduk di bangku yang ia pilih untuk tempat membaca novel yang disodorkan oleh Kartika, tiba-tiba datanglah Wina menepuk bahu Rara dengan kencang.
"Ra, ada yang mau gue omongin, bentar," ucap Wina sambil langsung menarik tangan Rara.
"Eits, santuy dong, gue mau balikin dulu novel nya ke mba Tika," sahut Rara menolak tarikan tangan Wina yang kasar dan pasti akan menyisakan tanda kemerahan di pergelangan tangan Rara.
"Cepetan!" ujar Wina tampak tidak sabar.
"Mba, ini novelnya aku kembalikan, ya? kapan-kapan aja nanti aku sempat bacanya," ucap Rara seraya mengembalikan novel di tangannya kepada Kartika dan bergegas melangkah ke arah Wina.
"Males banget kamu," sahut Kartika seraya menggelengkan kepalanya.
"Ini si Wina mau ngomong katanya. Bye mba Tika," ucap Rara menjelaskan seraya berpamitan keluar ruangan perpustakaan.
Wina menunjukkan arah jalan menuju ke lorong sempit di belakang perpustakaan dimana tempat yang begitu gelap dan nyaris tidak ada siswa yang pernah tempat itu.
"Wina, loe gak salah ngajak gue kesini?" tanya Rara mulai curiga.
"Bawel!" bentak Wina agar Rara tidak melayangkan protes.
"Loe mau ngomong apaan sih pake ngajak gue kesini segala?" selidik Rara semakin merasa ada yang tidak beres dari gerak-gerik Wina.
"Bacot loe!" sengit Wina dengan wajah menyeramkan.
"Gue enggak mau ya kalau loe kerjain," ucap Rara menghentikan langkahnya.
"Loe mau ketangkep Bu Lala, guru BK?" Wina mendorong Rara agar tetap mengikuti nya. Jangan sampai apa yang akan mereka lakukan kepada Rara ketahuan oleh Bu Lala, pikir Wina.
Rara tak habis pikir kenapa Wina mengajaknya ke tempat ini sehingga menimbulkan prasangka buruk dalam benaknya.
"Guys, ini gue bawa si pelakor," lapor Wina sambil menyapa ketiga temannya yang sudah lebih dahulu berada disana sambil membanggakan diri telah berhasil menjebak dan menyerahkan Rara kepada mereka.
"Hei, Din, gimana kondisi loe?" Rara menyapa Dina yang sudah dua hari terakhir tidak masuk sekolah setelah kejadian ia pingsan dan di bawa ke ruang UKS.
"Basi! Tsk, gue gak sudi basa-basi sama cewek muna!" Dina menatap sengit ke arah Rara.
"Wow! Baru masuk sekolah udah galak aje," ucap Rara tidak merasa takut dan malah menyindir sikap Dina yang ia rasa tak seperti biasanya.
"Ni, Na ayo pegangin tangan nya." Dina memberi perintah kepada kroni nya si kembar Wina dan Wini untuk memegangi kedua tangan Rara.
"Woy, loe pada ngapa ya?" pekik Rara keheranan lantaran ia merasa terkepung si lorong sempit itu.
Plak
"Dasar cewek murahan!" Dina memaki Rara setelah menampar Rara dengan kencang.
Tamparan Dina membuat Rara terkejut dan merasa panas di pipi sebelah kanan yang baru saja terkena tamparan dari Dina.
"Loe ada masalah apa sama gue?!" Rara berteriak tidak terima atas sikap semena-mena Dina kepadanya barusan.
"Songong nih anak masih berani bentak gue!" Dina semakin tersulut emosi karena tidak berhasil mengintimidasi Rara.
Dina menyiram air bekas pel yang diberikan Sindi ke arah Rara lalu menarik rambut Rara dengan kasar dan brutal.
"Dasar cewek kampung! Nyokap loe udah kehabisan modal apa buat isi warungnya sampe loe pepet cowok gue?!" pekik Dina membentak Rara.
Deg! Rara terperangah dengan tuduhan Dina. Mendengar Dina menghina Enyak nya membuat Rara seketika emosi. Ia sekuat tenaga melepaskan tangannya dari cengkraman duo kembar sekutu Dina.
"Loe boleh hina gue, tapi jangan harap gue bisa biarin loe hina nyokap gue!" ucap Rara berbalik menarik kerah seragam Dina dengan kasar.
Sindi yang hendak memukul Rara menggunakan gagang pel malah berbalik terkena serangan dari Rara yang menguasai taekwondo.
Tidak sampai 5 menit Rara sudah berhasil melumpuhkan Dina dan kroni nya tanpa ampun. Rara masih menahan diri kalau dirinya yang di serang tapi kalau sudah membawa nama Enyak nya maka jangan harap orang itu bisa selamat. Itu adalah prinsip yang di pegang teguh oleh Rara.
"Din, asli gue nyesel selalu tolongin loe kalau mau bunuh diri!" sesal Rara lalu meninggalkan keempat nya dalam kondisi mengenaskan.
"Rara, darimana kamu?" dari arah perpustakaan tampak Lala sedang berkeliling mengontrol kondisi sekolah.
Penampilan lusuh Rara bak tikus tercebur got akibat kena siram air bekas pel membuat tatapan Lala menangkap kejadian buruk.
"Maaf Bu, saya tadi emosi mereka hina Enyak saya jadi saya balas aja," adu Rara mengakui perbuatannya sebelum Dina cs bersuara.
"Wah, ada apa nih?" Lala seketika panik dan berjalan ke arah tempat tadi Rara berjalan.
"Maaf Bu." Rara tertunduk.
"Ya Allah Rara, ini kenapa pada bonyok semua?" Lala shock melihat kondisi Dina, Wina, Wini dan Sindi yang babak belur.
"Iya Bu, Rara licik... Hik hik hiks, " tangis Dina memulai sandiwara nya.
"Sudah, bersihkan diri kalian lalu ke ruangan BK!" Perintah Lala kepada semuanya. Sebagai guru BK dirinya sudah hafal benar bagaimana sifat dan kelakuan semua siswanya.
"Ra, loe kenapa?" Jodi yang sedang istirahat setelah selesai pelajaran olahraga terkejut melihat Rara yang begitu berantakan.
"Tau, ah! Jauh-jauh loe dari gue!" ujar Rara malah membentak Jodi dan bergegas menuju ke kamar mandi.
Jodi melongo melihatnya terlebih di belakang Rara tampak Dina dan ketiga temannya dalam kondisi yang lebih buruk.
5 menit
10 menit
15 menit
20 menit
Setelah memastikan kelima siswi bermasalah itu dalam kondisi bersih, Lala mengajak mereka berkumpul di ruang BK. Sebelumnya ia sudah mencari informasi dan barang bukti untuk memastikan siapa pihak yang bersalah dalam kasus ini.
Satu persatu siswi bermasalah tersebut di panggil untuk memperoleh keterangan yang seimbang sambil menunggu orang tua mereka datang ke sekolah.
Rara sadar kalau posisinya sendirian sehingga ia berusaha menahan diri agar tidak terpancing emosi atas ejekan dan sindiran halus nan menusuk dari Dina cs sedari awal mereka disini.
Satu jam kemudian para orang tua pun berdatangan memenuhi panggilan dari Lala selaku guru BK yang menangani kenakalan mereka.
Setiap kedatangan orang tua dari pihak Dina cs sudah dipastikan mereka mencecar Rara yang telah melukai putri mereka. Mungkin kalau hanya melawan seumuran Rara tidak akan bermasalah tapi ini dia harus berhadapan dengan para orang tua yang ia takutkan akan di kutuk menjadi Cinderella. Eh, malah kecakepan yak. Hehehe...
Reaksi paling heboh jelas ditunjukkan oleh Deasy, Mama Dina yang dari penampilannya saja sudah begitu heboh mengalahkan arakan ondel-ondel di acara hajatan.
"Sayaaaang... Kamu kenapa kok lebam gitu?" Deasy panik melihat wajah Dina masih menyisakan bekas jejak perkenalan fisik dari Rara yang terpancing emosinya.
"Itu Ma, aku di pukul sama Rara. Hiks hik hiks," Dina menangis untuk menarik simpati Mama nya.
"Apaaa?! Mana anaknya?! Mama sama Papa kamu aja enggak pernah main fisik tapi ini kamu sampe babak belur!" Deasy emosi.
"Itu Ma, cewek kampung," ucap Dina lalu tangannya menunjuk ke arah Rara.
"Ooohhh ini preman pasar yang bikin bonyok anak saya?!" Hardik Deasy murka kepada Rara.
"Tenang Bu, disini posisinya justru Rara yang dikeroyok sama Dina dan ketiga temannya," Lala bertindak cepat melerai Deasy yang hendak melayangkan tangan nya ke wajah Rara.
"Ibu di bayar berapa sama preman pasar ini?! Sudah jelas anak saya parah gini mukanya! Awas aja setelah ini saya akan visum dan seret preman pasar ini biar masuk penjara!" ancam Deasy dengan penuh emosi.
"Mari kita bicara baik-baik dulu ya Bu agar masalahnya bisa saya jelaskan," Lala mengajak Deasy masuk ke ruang BK.
Rara kesulitan menelan saliva nya mengingat hingga detik ini orang tuanya belum datang. Ia mulai menyesali tindakan emosional nya yang telah menyebabkan kekacauan ini.
"Ra, orang tua kamu sudah sampai mana? Saya mau kita rembuk bersama biar masalah nya cepat selesai." Lala menanyakan keberadaan orang tua Rara.
"Iya Bu..." Belum selesai Rara menjawab pertanyaan Lala tiba-tiba ada suara lembut mengucapkan salam yang sangat ia kenali.
"Assalamualaikum," Halimah mengucapkan salam.
"Walaikum salam, enyak..." Rara spontan langsung memeluk Halimah penuh haru.
"Iye nih Enyak udah dateng," ucap Halimah sambil membalas pelukan putri kesayangannya.
"Rara kira Enyak malu jadi kagak bakalan mau ke sekolah," ucap Rara lirih.
"Kagak mungkin lah. Enyak tadi tutup warung dulu mangkanya lama nyampe sini," ucap Halimah memberi penjelasan.
"Baiklah karena semua orang tua dari kalian semua sudah hadir jadi kita bisa mulai," ucap Lala hendak memulai kegiatan.
Deasy yang melihat kedatangan Halimah mendadak shock. Iya, dia tahu benar siapa Halimah dan juga silsilah keluarga nya yang notabene jawara di kampung nya. Hmm pantes anak gue bonyok karena lawan nya turunan Kong Ji'i, batin Deasy menyesali keadaan.
"Eh Deasy, gimane kabar elo?" sapa Halimah begitu melihat sosok yang dia kenali.
"E emm... ba baik Mah," luntur sudah image garang yang tadi diperlihatkan oleh Deasy kepada Rara.
Perubahan sikap Deasy yang terlalu kentara membuat orang tua dari Sindi dan duo kembar Wina dan Wini alisnya berkerut. Kalau seorang Deasy yang begitu arogan saja tampak gugup mengetahui siapa orang tua dari Rara pasti ada hal besar yang kemungkinan akan beresiko bagi mereka jika tetap menyerang Rara secara frontal seperti sebelum kedatangan orangtuanya.
"Maap ye kelakuan anak gue, dia biasanya kagak bakal maen fisik kalau gak di usik duluan," Halimah setengah menyindir kelakuan anaknya Deasy alias si Dina.
Melihat kondisi itu Lala merasa lega karena drama penuh emosi ala Dessy telah berakhir. Namun, dia tetap memberikan hukuman skors kepada semua pihak yang bertikai demi efek jera.
Hasil keputusan bersama adalah pemberian skorsing selama 3 hari kepada Rara dan seminggu kepada Dina, Wina, Wini dan Sindi. Hukuman ini agak ringan mengingat mereka sudah kelas XII yang sebentar lagi akan menempuh ujian nasional. Tetapi, selama hukuman berlangsung Lala meminta para orang tua pro aktif setiap harinya melaporkan kegiatan mereka selama di rumah melalui video call untuk memastikan kalau pemberian skorsing memang dipergunakan sebaik mungkin untuk memperbaiki diri di rumah dalam bimbingan orang tua masing-masing. "Din, Mama enggak mau ya kamu ada masalah lagi sama si Rara," ucap Deasy berbisik kepada Dina setelah keluar dari ruang BK. "Halah, Mama kenapa sih? Malu Dina lihat Mama tadi kayak kerupuk kena air, langsung melempes ketemu Enyak nya si anak kampung," sindir Dina masih menyisakan emosi. "Husstt! Bahaya besar kalau kamu berani sama keturunannya Kong Ji'i." Deasy kewalahan menjelaskan kepada Dina. Peringatan Deasy tak dihiraukan oleh
Sesuai ketentuan yang diberikan oleh Lala selaku guru BK yang meminta laporan kegiatan selama masa skorsing akhirnya Rara berinisiatif mengisi hari-harinya dengan membantu Halimah menjadi kasir di warungnya yang berada di seberang rumahnya. Sejak pagi ia telah semangat merapihkan dan membersihkan semua barang dagangan sehingga tertata lebih rapih dan bersih. "Masya Allah... Enyak jadi ngerasa berkah loe bantuin begini," ucap Halimah ketika menghampiri Rara. "Ah, Enyak kayak kagak pernah aje aye bantuin," ucap Rara merengut. "Iya biasanya loe pan sibuk bener di sekolah," sahut Halimah. Setelah memastikan kalau Rara sudah siap untuk melayani pembeli berbekal label harga yang sudah diberikan pada setiap barang di warungnya, Halimah pulang ke rumah untuk memasak. *** Sementara itu, di rumah Rara sudah ada Rojak dan Rodiah yang hendak bertamu. Mereka sudah menghubungi Beni sebelumnya. "Assalamualaikum," Rojak mengucapkan sal
"Yola kenapa ya, kok dia mendadak menghindari gue?" curhatan Jodi yang selalu ia tanyakan setiap bertemu Rara di sekolah. "Cocok lah sama nama elo, Jodi. Jodoh di tinggal pergi. Hahaha." Rara tertawa jahat. Ck, istri apaan tuh suami sengaja mancing nyebut nama cewek lain malah dia ketawain? cemburu kek biar usaha gue ada hasilnya, batin Jodi kesal karena umpan nya tidak di terima Rara sesuai harapannya. Dua minggu sudah mereka menikah tetapi karena masih sekolah dan sama-sama tidak ingin dikeluarkan dari sekolah, maka keduanya bersikap seperti biasanya. Mereka sepakat untuk merahasiakan pernikahan mereka dari siapapun, termasuk sahabat terdekat mereka. "Ra, nanti kita ambil buku nikah ke KUA, yuk? Babeh bilang katenye udah jadi," ajak Jodi. "Gue sibuk," jawab Rara singkat. "Sibuk apaan sih loe? Bentaran doang kok," Jodi merajuk layaknya anak kecil minta diberikan jajan. Rara memang masih menyembunyikan kalau selain sekolah ia j
Bel pertanda waktu pulang yang sangat dirindukan oleh para siswa telah berbunyi. Wajah penuh lelah setelah berkutat dengan pelajaran dan deretan tugas merasakan kebahagiaan mendengar nya.Tak sampai satu menit setelah guru yang mengampu mata pelajaran terakhir melangkah keluar kelas, Jodi dengan gerakan super kilat menuju kelas Rara.Rencana pun sudah ia atur agar Dodit, sahabatnya membawa pulang motor milik Rara agar ia bisa mengajak Rara ke KUA.Sementara sosok jelita yang menggoda iman dan takwa Jodi baru saja terlihat keluar dari kelasnya. Rara tidak menyadari keberadaan Jodi yang sejak tadi tersenyum memandangi nya dari kejauhan.Menyadari kalau Rara hendak berjalan menuju parkiran akhirnya Jodi mengejar nya. Langkah kakinya yang lebar tidak memerlukan waktu yang lama untuk mensejajarkan dirinya dengan Rara."Ra, itu si Jodi ngapa dari tadi ngeliatin loe mulu?" Rosa curiga m
Bersahabat selama belasan tahun hingga berlanjut dengan status menikah dalam usia belia tentu menjadi hal yang sangat tidak di sangka sama sekali oleh Jodi dan Rara dalam mimpi sekalipun. Selama belasan tahun itu pula mereka tidak pernah menghabiskan waktu secara khusus hanya berdua seperti sekarang. Rasa canggung dirasakan oleh keduanya walau sebisa mungkin di tutupi dengan tingkah konyol mereka. Sebagai gadis yang tidak pernah berkomitmen dalam hubungan pacaran Rara nyaris sulit bernafas tatkala tanpa sadar ia harus memeluk punggung Jodi yang iseng sering memainkan rem motornya dalam perjalanan mereka. "Ra, pegangan yang bener biar gak jatoh," ucap Jodi penuh modus untuk mempersempit jarak diantara mereka kini. Rara semakin di buat melty ketika tiba-tiba Jodi bersikap manis menuntun tangannya di tempat keramaian atau menghapus sisa ice cream coklat yang menempel di bibir Rara. "Duh, mau dong jadi ice cream nya," gombal Jodi sambil menghapus
Ketika film sudah selesai dan lampu di dalam gedung bioskop telah nyala kembali akhirnya dengan menahan rasa kesal Rara memercikkan sedikit air mineral yang ia bawa di tas nya ke muka Jodi agar terbangun. "Di, kebakaran! Kebakaran!" pekik Rara sambil memukul keras lengan Jodi agar terbangun dari tidurnya. Dalam kondisi setengah sadar dan mata merah Jodi langsung panik dan menarik tangan Rara, bermaksud untuk menghindari kebakaran. "Ra, lho ini kebakaran dimana api nye?" Jodi yang celingukan baru menyadari tipu muslihat Rara dalam membangunkannya. "Otak loe kebakaran! Besok-besok jangan pernah loe paksa gue nonton lagi kalau di tinggal molor! Tau begini mah gue nonton di rumah aje!" Rara menaikkan suara nya. "Ya Allah, gue tadi beneran tidur?" Jodi mengusap wajahnya, tak percaya dirinya terlelap tidur. Sebenarnya tadi di dalam bioskop Jodi awalnya hanya ingin meredam hasratnya melihat bibir ranum Rara yang menggoda dalam suasana gelap s
Tanpa meminta dan mendapat persetujuan dari Rara pagi itu Jodi dengan penuh percaya dirinya menjemput Rara di rumahnya. Ia bahkan sengaja tidak sarapan terlebih dahulu di rumahnya sehingga membuat Rojak dan Rodiah menggelengkan kepalanya.Dasar bocah kasmaran."Assalamualaikum, eh, elo Jodi, pagi bener kemari. Loe saingan sama ayam berkokok ye? Sarapan nyok?" Halimah terkejut melihat kedatangan Jodi.Sabeni yang sebelumnya mendapat kabar dari Rojak mengenai kedatangan Jodi tak bisa berkutik untuk menolak kehadiran menantunya itu. Kalau sudah seperti ini Sabeni hanya bisa berharap Rara tidak mudah takluk oleh Jodi. Cukup menantunya saja yang bucin, Rara jangan."Ah, Enyak gak usah repot-repot." Jodi merasa sungkan mendapat tawaran sarapan bersama keluarga Rara pagi ini."Kagak repot kok ini pan sekalian kite sarapan bareng." Halimah menanggapi santai."Rara nya ada Nyak?" tanya Jodi tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya karena tidak melihat
Parodi yang di rekam oleh para sahabat Jodi dan Rara lalu di upload ke media sosial itu ternyata menjadi viral ke seantero penjuru sekolah. Dampak nya, secara tidak langsung sosok Rara di kenal sebagai pelakor karena selama ini di sekolah, Dina masih akting mengakui Jodi sebagai kekasihnya. Tujuh huruf, p e l a k o r merupakan sebuah status yang jelas tidak mengenakan dan terasa menjijikkan tentu saja bagi semua orang yang tidak mengetahui kebenaran akan hubungan Jodi dan Rara yang sebenarnya.Jodi sendiri sudah bosan menjelaskan kepada semua temannya satu sekolah kalau dirinya sudah resmi putus dengan Dina sebulan sebelum dirinya serius berkomitmen dengan Rara. Ia juga turut ikut merasakan kesedihan yang di alami Rara, bahkan ia masih sulit berbicara dengan Rara hingga sebulan setelah kejadian itu.Dina terlalu pintar memainkan perannya bak artis terkenal dalam sinetron ikan berenang, sebagai sosok kekasih yang tersakiti lantaran di selingkuhi dan memilih memutus urat