Suara Samuel terdengar dari dapur, "Kalau begitu, aku akan memasak bubur saja." Memasak bubur membutuhkan waktu lebih lama, jadi dia bisa menahan wanita itu lebih lama di rumahnya. “Kamu bisa jalan-jalan sesukamu, kenali tempat ini.” Di dalam hati, perempuan itu membatin bahwa dia sudah menjelajahi seluruh rumah lelaki itu, tetapi tetap tidak menemukan barang miliknya. Namun, dia tidak mengungkapkan hal ini. Jika Rubah mengatakannya, itu berarti dia mengakui tindakannya yang seperti pencuri, sama buruknya dengan Samuel. Rubah memakan setengah buah yang ada di piring, lalu meletakkan garpu. Dia berdiri dan mulai berjalan-jalan di ruang tamu, akhirnya berhenti di depan pintu dapur. Dengan tangan menyilang di dada, dia bersandar di pintu dapur. Kakinya yang panjang menendang-nendang pelan. Dia mengenakan sepatu bot panjang berwarna hitam. Setelah melepas mantel panjangnya, dia tampak mengenakan pakaian ketat berwarna merah. Sebenarnya, dia tidak terlalu suka warna merah. Hanya saja,
Samuel kembali dengan kecewa karena tidak bisa mengejar perempuan itu. Pertemuan malam ini berakhir begitu saja. Entah kapan dia bisa bertemu lagi dengannya. Kalau saja Samuel tahu di mana dia tinggal, lelaki itu masih bisa sering mencarinya. Namun, karena tidak tahu tempat tinggalnya, bahkan namanya pun tidak tahu, Samuel hanya bisa menunggu. Menunggu kapan perempuan itu ada waktu untuk datang mencarinya dan meminta barang miliknya kembali. Kalau sibuk, bisa sebulan penuh tanpa melihatnya. Dia juga tidak tahu apa pekerjaan sebenarnya si Rubah yang tampak begitu sibuk. Bahkan lebih sibuk dari dirinya yang merupakan putra keempat keluarga Adhitama. Meskipun dia tidak bekerja di kantor pusat Adhitama Group, dia tetap mengurus beberapa bisnis, mengelola dua cabang perusahaan, dan memiliki beberapa perusahaan kecil sendiri. Setiap hari pun sibuk dengan banyak pekerjaan. Pak Bagas Kembali muncul. Dia berdiri tidak jauh, menatap Samuel yang kembali dengan wajah kecewa. "Pak Samuel, ngg
Inilah manfaat dari memiliki banyak saudara yang akur. "Aku tunggu kalian." "Oke." Setelah menelepon, Hansen berkata pada Jordy, "Kak Samuel mengajak kita makan malam, ayo, kita ke rumah dia. Dia yang masak sendiri, mungkin dia sedang dalam perasaan yang sangat baik, jadi kita bisa sekalian makan malam di sana." Sebelum masuk mobil, Jordy tertawa dan berkata, "Kakakku tadi siang pulang ke rumah besar untuk menemui nenek, mungkin nenek tidak lagi mengurus masalahnya, jadi dia merasa senang dan masak untuk kita makan." Hansen lebih tahu banyak hal daripada Jordy. Samuel punya hubungan yang paling dekat dengan dia, karena usia mereka hampir sama. Sedangkan dengan adik kandungnya sendiri, Jordy, jaraknya lebih jauh.Meskipun dia sangat menyayangi adik kandungnya, tetapi yang lebih akrab dan bermain bersama paling sering adalah Hansen. Hansen tersenyum dan tidak berkata banyak, "Pokoknya, kalau Kak Samuel mengundang kita makan malam, kita pergi saja, lagipula kita juga lapar." "Mala
Gadis berbaju merah tidak jadi makan bubur dan pergi, sementara Samuel tidak ingin hasil kerja kerasnya terbuang sia-sia, makanya dia mengundang kedua saudara untuk makan malam. Takut kalau bubur putih dengan asinan dan masakan sayur terlalu sederhana untuk kedua saudara, lelaki itu lalu memutuskan untuk membuat kue telur daun bawang."Silakan masuk. Saya juga selesai bekerja. Nanti kalau kalian pulang, cukup buka pintunya sendiri, saya tidak menguncinya. Jika kalian berdua ingin menginap, nggak masalah. Kamar tamu selalu bersih dan peralatannya juga baru." Pak Bagas berkata sambil mengantar kedua lelaki itu masuk, lalu buru-buru pergi. "Kak Samuel, aku datang." “Kak, kamu masak apa? Kenapa aku mencium aroma asinan dan juga nasi? Itu aroma bubur, ‘kan?”Hansen berkata kepada Jordy, "Nasi, kamu nggak mencium aroma nasi?" "Aroma nasi dan bubur memang agak berbeda, Kak Hansen nggak bisa mencium, jadi aku nggak perlu berdebat dengan Kakak," jawab Jordy. Kedua pemuda itu langsung menu
Jordy langsung bertanya. Dia tidak mungkin salah mencium. Pasti Samuel membawa seorang wanita pulang. "Apakah wanita itu calon kakak iparku? Dia sudah pergi?" tanya Jordy.Samuel tidak bisa menahan diri untuk menjawab, "Kamu ini hidung apa, dia sudah pergi lama, kamu masih bisa mencium sedikit aromanya." "Apakah dia calon kakak iparmu, aku juga nggak bisa memastikan. Dia bukan orang yang sudah dipilihkan oleh Nenek. Sekarang aku bahkan nggak tahu namanya." Jordy tertawa, "Nggak tahu Namanya tapi Kak Samel sudah bawa dia pulang?" Beberapa kakaknya jika sudah membawa seorang gadis pulang, pasti gadis itu akan menjadi saudara perempuan mereka. Samuel merasa malu untuk mengatakan alasan sebenarnya, dia berkata, "Ini masalah pribadiku, aku menolak untuk menjawab. Nanti kalau sudah waktunya, kalian akan tahu." Jordy tertawa licik dan menyahut, "Aku tahu, Kak Samuel tiba-tiba telepon mengajak kita makan malam, sebenarnya itu untuk mengundang gadis itu makan, 'kan? Dia sudah pergi, baru K
Olivia terbangun pada waktu yang biasa. Ini sudah menjadi kebiasaan hidupnya. "Sayang, tidurlah lagi, hari ini aku antar Russel ke sekolah." Stefan tidak tega istrinya bangun pagi untuk mengantar keponakannya. Selama hujan turun dan suhu sedikit menurun, dia ingin istrinya tidur lebih lama. Olivia yang baru saja terbangun, kembali berbaring di tempat tidur dan menarik selimut sambal berkata,"Selimut ini lebih hangat. Baiklah, kamu antar Russel saja, aku tidur lebih lama. Kamu ke kamar sebelah, bangunkan dia dan bantu pakaikan jaket." "Oke." Stefan mencium wajahnya, "Aku akan bangunkan Russel." Olivia membalas ciumannya dan mengangguk. Tidak lama kemudian, Stefan mengganti pakaian dan keluar dari kamar menuju kamar sebelah. Dia melihat bocah itu belum bangun. Anak kecil itu tidur nyenyak. Stefan baru sampai di sisi tempat tidur ketika dia mendengar tawa Russel, dia kira bocah itu sudah bangun dan berkata, "Russel, bangunlah." Ternyata Russel hanya tertidur sambil tersenyum dalam
“Mambera nggak akan turun salju.” “Kenapa?” “Karena memang nggak akan turun salju, jadi ya nggak turun salju.” Bocah itu terdiam karena dia masih belum mengerti kenapa Mambera tidak akan turun salju. Russel yang sering tidak ingin pergi ke sekolah, akhirnya tetap dibawa keluar dari kamar oleh pamannya. “Hari ini Om yang antar kamu ke sekolah.” “Tante di mana?"Stefan menjawab, “Aku biarkan tantemu tidur lebih lama. Nggak bangun terlalu pagi dan bisa lebih lama tidur sebelum berangkat kerja.” Russel langsung cemberut dan berkata, “Om pilih kasih, nggak biarkan aku tidur lebih lama, tapi Tante bisa tidur lebih lama, nggak perlu bangun pagi, nggak pergi kerja, sementara aku harus pergi ke sekolah.”“Memang, Om pilih kasih dan lebih sayang sama tante kamu, karena tante kamu itu orang yang akan hidup seumur hidup sama Om. Kamu nanti kalau sudah besar akan jadi laki-laki orang lain karena mendapatkan sayur milik orang lain, benar?” “Kamu bilang, kalau kamu nggak bisa hidup seumur hid
Setelah sarapan, Russel membawa tasnya keluar dengan digandeng oleh pamannya. Hujan masih belum berhenti. Begitu keluar rumah, bocah itu langsung menggigil dan berkata, “Om, hari ini benar-benar dingin sekali.”“Suhunya baru mulai turun.”Stefan membungkuk dan menggendong bocah itu dengan sebelah tangannya. Sebelah tangan yang lain memegang payung sambil berjalan menuruni tangga. Mobil mereka sudah terparkir di depan pintu.“Bukannya kamu pernah lihat salju, bahkan main perang salju, kenapa sekarang cuma dingin sedikit kamu sudah menggigil?” "Waktu aku ke rumah Mama, Tante kasih baju tebal sekali, tapi baju yang pamannya pakaikan hari ini nggak seberapa tebal," jawab RusselSupir sudah membuka pintu mobil dan menunggu. Stefan memasukkan Russel ke dalam mobil, kemudian menutup payung dan ikut masuk. “Om sudah udah cek ramalan cuaca hari ini di ponsel. Hari ini suhunya nggak akan terlalu dingin, cukup pakai baju hangat aja.” Musim dingin di utara biasanya ada pemanas ruangan, sementa
Sarah pun tidak marah. Dia justru berkata, “Sekarang transportasi sudah mudah. Ada pesawat terbang, kereta cepat, mau ke mana-mana gampang. Pagi di Kota Mambera, siang sudah di luar negeri. Takut apa jauh? Yang penting orangnya baik, cocok untuk anak-anak. Kalian harusnya senang, malah bilang orang yang aku pilihkan kejauhan. Kalau suruh kalian yang urus, rambut kalian pasti akan semakin cepat beruban. Mana bisa santai seperti sekarang.”Sarah menyentuh rambut putihnya dan berkata lagi, “Rambutku putih semua karena mengkhawatirkan pernikahan mereka.”Dewi melihat rambut putih ibu mertuanya dan bercanda, “Mama bisa saja cat rambut Mama jadi hitam. Mama rawat diri dengan baik, kelihatan seperti baru usia awal enam puluhan. Kalau rambut Mama dicat hitam, pasti kelihatan lebih muda.”“Nggak mau. Harus berani hadapi kenyataan kalau aku sudah tua.”Orang yang datang adalah Rosalina. Baru saja masuk ke ruangan, dia mendengar percakapan santai antara ibu mertua dan menantunya.“Nenek, Tante.”
Setelah Olivia dan yang lainnya pergi, Dewi baru menelepon Yuna. Yuna pun segera mengangkat telepon.“Oliv sudah berangkat?” tanya Yuna.“Baru saja berangkat. Aku lihat dia dan Russel naik ke helikopter, sampai helikopternya terbang jauh, aku baru berani telepon kamu. Dia nggak akan bisa dengar percakapan kita, kecuali dia punya pendengaran super.”“Oke, terima kasih sudah kasih kabar.”“Sama saudara sendiri nggak perlu sungkan-sungkan. Toh, tujuan kita sama,” kata Dewi.“Kamu juga sungkan sama aku. Setelah semuanya selesai, ayo kita makan bareng. Aku yang traktir.”Keduanya adalah perempuan paling terhormat di Kota Mambera, tapi mereka tidak pernah makan bersama di luar. Karena Olivia menjadi menantu keluarga Adhitama, keduanya baru menjadi sadara. Namun, keduanya belum pernah membuat janji makan bersama.Mereka juga tidak sedekat Dewi dengan ibunya Bram dan ibunya Daniel. Namun, keluarga Ardaba dan keluarga Lumanto memang sangat dekat dengan keluarga Adhitama. Wajar saja Dewi dekat d
“Aku dan Tante akan pulang sebelum Tahun Baru. Om Stefan bilang habis dari luar kota, dia akan pergi ke sana jemput aku dan Tante.”Dewi tersenyum. “Kalau begitu kita nggak akan bisa bertemu selama belasan hari.”Dewi menarik Russel ke dekatnya lagi dan memeluknya sebentar. Kemudian, dia mencium pipi Russel dan berkata, “Selamat bersenang-senang di sana. Nanti ceritkan pada Nenek kamu dan Liam main apa saja, pergi ke mana, makan apa, terus bawa oleh-oleh dari sana buat kami.”Seandainya bukan karena khawatir Olivia akan mengetahui bahwa semua orang menyembunyikan situasi di Kota Cianter darinya, Dewi pasti tidak akan membiarkan Russel pergi ke Vila Ferda secepat ini.Di hari biasa, Russel harus masuk sekolah. Akhir pekan belum tentu anak itu datang. Hanya sesekali, itu pun untuk satu atau dua hari saja. Semua orang merindukan anak itu. Sekarang Russel sedang libur panjang, tapi dia malah merengek ingin pergi bertemu teman sepermainannya.“Oliv, karena kalian pergi main, bersenang-senan
“Kami nggak pilih kasih. Russel satu-satunya cucu keluarga Pamungkas. Kami juga sangat sayang Russel. Dulu, dulu ... karena kami yang asuh Aiden, jadi lebih dekat dengan Aiden. Otomatis juga jadi pilih kasih, lebih sayang Aiden. Sekarang nggak akan seperti itu lagi,” janji Rita.Rita tahu kalau Roni kesal terhadap mereka. Dia juga menyadari kalau ini salah mereka, karena mereka selalu lebih mengutamakan Shella.Terutama karena terakhir kali, ketika Shella mengajak mertuanya makan di restoran. Shella ingin menipu Olivia dan membuatnya bayar tagihan, tapi tentu saja dia gagal. Tidak disangka, Shella malah menelepon Rita dan minta Rita yang bayar. Rita tidak tahu Shella sedang menipunya, dia pun mentransfer uang ke rekening Shella.Russel yang mengungkapkan hal itu. Saat Roni tahu, dia marah besar kepada mereka, bilang kalau mereka lebih sayang Shella. Kalau begitu, mereka pindah saja ke rumah Shella. Roni tidak akan memberikan biaya hidup kepada mereka lagi.Sekarang Roni menjadi sopir t
Seumur hidupnya, Roni hanya memiliki satu anak, yaitu Russel. Baginya, yang penting Russel masih mau mengakuinya sebagai ayah. Meskipun tidak dekat, setidaknya anaknya tidak menjauh. Itu sudah termasuk penghiburan bagi Roni.Setelah mengakhiri panggilan telepon, Russel mengembalikan ponsel ke Olivia dan berkata, “Papa mau jemput aku dan suruh aku menginap di rumahnya selama beberapa hari. Aku bilang nggak mau. Besok kita mau pergi cari Liam. Aku nggak mau ke sana dan main sama Kak Aiden. Kak Aiden selalu ganggu aku. Tapi sekarang aku sudah nggak takut dengan Kak Aiden lagi. Aku sudah belajar ilmu bela diri.”Meskipun Russel tidak memiliki banyak bakat dalam seni bela diri, setelah menjalani latihan dalam waktu lama, tubuhnya menjadi lebih kuat dan bertenaga. Pelatih bilang kalau dia terus berlatih, Russel akan memiliki kemampuan untuk melindungi dirinya sendiri. Russel tidak serakah. Dia hanya ingin memiliki kemampuan seperti Olivia.“Iya, kalau kamu nggak mau pulang ke sana ya nggak u
“Angkat saja.”Pada akhirnya Russel mengangkat telepon dari ayahnya. Olivia menyerahkan ponselnya kepada Russel dan menyuruhnya mengangkat telepon. Selama bisa tidak bicara dengan Roni, Olivia tidak akan bicara dengan pria itu.“Papa,” panggil Russel.Roni menjawab dan bertanya sambil tertawa pelan, “Russel belum tidur?”“Ini sudah mau tidur. Tiba-tiba Papa telepon. Papa sudah pulang kerja? Ribut sekali di sana.”“Papa belum pulang kerja. Tapi kalau Papa mau pulang kerja juga nggak apa-apa. Tantemu ada di sana, nggak?” tanya Roni.“Ada. Papa cari Tante?”“Russel, kamu mau ke sini selama beberapa hari, nggak? Kamu lagi libur, kan. Bagaimana kalau kamu ke sini? Kakek dan nenekmu kangen sama kamu.”Roni menelepon untuk berdiskusi dengan Olivia. Dia ingin menjemput Russel ke rumahnya dan tinggal di sana selama beberapa hari. Toh, anak sekolah sedang libur. Apalagi orang tuanya juga rindu dengan cucu mereka.Shella mengantar Aiden ke sana. Kalau hanya ada Aiden, rasanya terlalu bosan. Jadi
Ingatan anak sebelum usia tiga tahun biasanya akan hilang seiring bertambahnya usia. Namun, kejadian itu meninggalkan luka yang terlalu dalam bagi Russel, sehingga dia tidak dapat melupakannya.Setelah kejadian itu, Russel mengalami mimpi buruk untuk waktu yang lama. Dia juga selalu ingat adegan di mana ibunya terluka dan berlumuran darah ketika menyelamatkannya.“Aku hanya percaya Mama, Tante, Om Stefan, Om Daniel dan yang lainnya.” Russel berkata dengan serius, “Aku nggak berani percaya papaku dan yang lainnya.”Russel mengerti segalanya. Olivia mengelus wajah mungil keponakannya dan menatapnya dengan lembut.“Kamu segalanya bagi mamamu. Apa pun yang terjadi, Tante nggak akan biarkan kalian terpisah. Russel, mamamu sudah melewati banyak masa-masa sulit. Setelah dewasa, kamu harus berbakti pada mamamu.”“Pasti, Tante. Kalau aku sudah besar, aku akan cari banyak uang untuk beli rumah besar dan mobil baru untuk Mama. Biar Mama nggak perlu capek-capek kerja lagi. Aku juga akan belikan ru
Pukul sembilan malam, Kota Mambera.Setelah melakukan panggilan video dengan kakaknya, Olivia berkata kepada Russel, “Kamu sudah selesai kemas barangmu, belum? Jangan lupa bawa hadiah untuk Liam.”“Sudah. Aku hanya bawa beberapa mainan dan hadiah untuk Liam,” jawab Russel. “Biar aku yang ketinggalan, hadiah untuk Liam juga nggak akan ketinggalan.”Olivia tertawa pelan. “Kalau kamu ketinggalan, siapa yang kasihkan hadiah untuk Liam?”Russel tersipu malu. Olivia menggendongnya, lalu mendudukkannya di tempat tidur. “Om Stefan lagi ke luar kota. Malam ini kamu tidur sama Tante. Besok pagi habis sarapan, kita langsung pergi ke rumah Om Yose. Suruh kamu pergi bareng kakek-kakek itu, kamu nggak mau. Padahal mereka suka banget sama kamu. Mereka akan jaga kamu dengan baik.”Russel baring di tempat tidur, tapi dia menyandarkan kepalanya di paha Olivia dan berkata, “Mereka sangat suka sama aku. Tapi aku nggak terlalu kenal mereka. Tante dan Mama sering bilang jangan mau pergi dengan orang lain se
Kepala pelayan hanya bisa menghela napas dalam hati. Bahkan Cakra saja tidak memiliki kebebasan seperti ini, padahal dia adalah suami dari Patricia. Namun, perempuan itu lebih memercayai Dikta. Dia adalah asisten setia yang telah menemani Patricia sepanjang hidupnya. Sementara itu, sejak skandal perselingkuhannya, Cakra sudah tidak memiliki posisi apa pun di hati Patricia. Jika bukan karena mereka memiliki anak, demi mempertimbangkan masa depan anak dan cucunya, mungkin mereka sudah lama bercerai. Setelah naik ke lantai atas, Dikta langsung menuju ruang kerja. Dia mengetuk pintu beberapa kali. Setelah mendapatkan izin dari Patricia, barulah lelaki itu masuk. Di dalam, Patricia sedang berlatih kaligrafi. Dikta berjalan mendekat dan mengamati tulisan yang dibuatnya. "Bagaimana menurutmu?" Patricia bertanya. "Tulisan tanganku ini." "Hati Bu Patricia sedang gelisah. Tulisan tangan pun ikut gelisah. Lebih baik berhenti saja, jangan buang-buang tinta dan kertas." Dikta adalah satu-sa