“Adik aku nggak ada hutang kamu. Mama dan kakak kamu yang mau makan, kenapa adik aku yang bayar? Roni, selama tiga tahun ini kita menikah, aku nggak ada kerja dan dapat penghasilan, tapi aku sudah berkorban banyak sekali! Tanpa ada aku di belakangmu, memangnya karir kamu bisa seperti hari ini?!”“Kalau kamu nggak kirim uang, aku nggak akan beli. Selain itu harus ada uang jasa! Kamu sendiri yang bilang kalau kita bagi rata, berarti aku nggak ada kewajiban untuk masak buat keluargamu. Kalau kamu mau aku masak, bayar aku jasa masak!”“Karena aku memikirkan hubungan pernikahan kita selama tiga tahun ini, aku hanya kasih kamu harga 400 ribu.”Roni mengumpat di telepon, “Kamu hanya bisa hamburkan uang dan makan saja! Lihat saja tubuhmu sampai begitu gemuk! Apa yang sudah kamu korbankan? Aku nggak ada lihat sama sekali! Semua kesuksesan di karirku itu adalah hasil kerja kerasku! Nggak perlu terlalu percaya diri.”“Uang jasa? Memangnya mamaku bukan mama kamu? Menantu mana yang meminta uang bay
Setelah meminta Odelina untuk pulang sebanyak dua kali, akhirnya Shella marah dan memutuskan sambungan telepon. Dia berkata pada ibunya, “Ma, Odelina ada di toko adiknya. Katanya Russel tidur dan mau pulang setelah Russel bangun nanti. Dia minta kita yang ambil kuncinya di sana.”Kening ibunya berkerut, dengan nada tidak senang dia berkata, “Kalau Russel tidur, dia bisa gendong Russel pulang. Olivia ada mobil dan harusnya nggak menghabiskan banyak waktu untuk antar mereka berdua pulang.”Ibunya Roni merasa menantunya itu memang sengaja membuat mereka menunggu di luar rumah.“Dia pasti sengaja buat kita tunggu di luar sini,” ujar Shella sependapat.“Dulu Mama pernah coba lupa bawa kunci, tinggal telepon ke Odelina saja maka dia akan langsung pulang buat bukain pintu. Nggak seperti kali ini yang membiarkan kita tunggu di luar. Ma, aku merasa sikap Odelina berubah setelah dia ribut besar dengan Roni.”“Bisa jadi,” ujar ibunya.“Waktu Odelina pukul Roni sampai luka, dia nggak mau jemput Ro
Shella ada kedua orang tuanya yang membantu dia menjaga anak dan antar jemput sekolah. Sedangkan Odelina tidak ada yang membantu, dia harus berada di rumah dan jadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Oleh karena itu dia tidak ada pemasukan dan berakhir direndahkan dan dipandang sebelah mata oleh keluarga Roni.Kedua ibu dan anak itu menunggu beberapa saat lagi dan akhirnya Odelina kembali dengan Olivia yang ada di belakangnya. Olivia tampak membawa kantong belanja yang dia beli dari supermarket. Awalnya mereka hendak menyemburkan amarah pada Odelina, tetapi terhenti di ujung lidah karena melihat sosok Olivia.Setelah pertengkaran Roni dan istrinya, mereka sempat mencari Olivia. Alhasil Olivia membuat mereka kabur ketakutan dan sekarang menjadi trauma dengan perempuan itu.“Russel,” panggil ibunya Roni mendekat. Dia menggendong Russel sambil tersenyum lebar.“Russel, Nenek kangen sekali dengan kamu,” ujarnya sambil mengecup kedua sisi pipi bocah itu.“Nenek,” panggil Russel sambil mengusap be
Mendengar ucapan tersebut membuat Shella bersiap-siap menyemburkan amarahnya. Akan tetapi ibunya menarik baju perempuan itu agar dia bisa menahan amarahnya. Olivia langsung membantu kakaknya dengan mendorong kereta bayi masuk ke rumah.Mendengar Shella yang mengatakan Odelina juga harus mengeluarkan uang membeli udang dan kepiting membuat Olivia nyaris menyemburkan tawanya. Dia belum pernah bertemu dengan orang yang seperti Shella.“Ma,” panggil Shella dengan suara kecil ketika kedua kakak adik itu sudah masuk ke rumah.“Kenapa nggak biarkan aku semprot dia! Dia makan dari adik aku, tinggal juga dari adikku, tentu saja uangnya juga uang adikku. Kita datang ke sini makan saja masih harus bagi rata dengan Roni?”“Sekarang adikmu dan Odelina itu bagi rata semuanya. Kita itu keluarganya Roni, wajar kalau dia beranggapan dirinya nggak perlu keluarkan uang. Kalau kamu semprot dia dan buat dia marah, kamu nggak perlu dia bantu kamu antar jemput anak dan buatkan makan?”Mengingat tujuan mereka
Tidak hanya satu kardus mainan. Sesaat kemudian lantai di ruang tamu sudah dipenuhi mainan Russel. Melihat itu Shella merasa sangat berantakan dan berseru, “Odelina, kamu bereskan ruang tamu dulu. Russel buang semua mainannya kemana-mana.”Odelina berjalan ke pintu dapur dan melihat keadaan di ruang tamu kemudian berkata, “Biarkan Russel main dulu, nanti baru dirapikan lagi.”Setelah itu dia kembali lagi ke dapur untuk melanjutkan kegiatannya. Russel menginjak usia yang sedang sangat aktif, setelah main sesaat maka dia akan memainkan mainan yang lainnya lagi. Sehingga ruang tamu terlihat menjadi sangat berantakan sekali.Shella mengerutkan keningnya sambil berjalan ke arah dapur dan bersandar di pintu dapur sambil bertanya, “Odelina, kamu kasih barang apa ke adik kamu? Plastiknya besar sekali. Jangan kasih barang yang dibeli Roni ke adik kamu ya!”“Roni kerja di luar sana dengan begitu lelah demi rumah ini. Adikmu juga sudah menikah dan ada keluarga sendiri. Kamu harus bisa bedakan dan
Roni mendelik dan bertanya, “Bukannya aku kasih kamu satu juta?”Mendengar kalimat tersebut Shella langsung bangkit dan melanjutkan ucapan adiknya, “Odelina, maksudnya kamu menelan uang Roni?! Kamu bilang Roni kasih kamu 600 ribu saja dan nggak bisa beli udang dan kepiting besar.”Tanpa mendongakkan kepalanya dan tetap menyuapkan makanan pada Russel, Odelina berkata, “Aku sudah bilang kalau yang datang itu mama kamu dan kakak kamu. Memang sudah seharusnya kamu mengeluarkan uang untuk beli makanan dan masak buat mereka.”“Kamu minta aku yang masak, maka harus kasih uang jasa masak! Aku nggak ada hutang sama kalian dan nggak mau masak buat kalian Cuma-Cuma. Nggak ada untungnya dan harus dapat omelan dari kalian.”Roni dibuat tercenung lagi. Melihat ekspresi adiknya membuat Shella tahu kalau apa yang dikatakan Odelina memang benar. Dia berjalan kembali dan duduk di sofa. Akan tetapi dengan tidak tahu malunya dia berkata,“Odelina, kalian itu suami istri. Kenapa harus hitung-hitungan? Lagi
Olivia makan dengan cepat dan pasti akan selesai lebih dulu dan menggantikannya agar dia bisa makan. Sedangkan keluarga mertuanya hanya peduli dengan perut mereka sendiri tanpa peduli dengan dirinya. Seakan dirinya tidak akan pernah bisa merasa lapar.“Ma, makan udang.”Roni mengambil beberapa ekor udang untuk ibunya, kemudian bilang pada kakaknya, “Kak, makan yang banyak. Semuanya kesukaan Kakak.”Shella makan kepitingnya sambil berkata, “Kepiting yang kali ini terlalu kecil dan nggak ada daging. Hanya dapat sedikit saja aromanya.”Setelah Roni hening sesaat, dia kembali berkata, “Lain kali aku ajak makan di hotel saja.”“Hotel terlalu mahal, kamu juga nggak mudah cari uang. Lain kali uangnya kirim ke Kakak saja, biar Kakak yang beli dan minta Odelina masakin buat kamu,” kata Shella.“Boleh juga.”Roni pikir hanya membayar sedikit uang jasa masak saja bukan masalah. Lain kali biar kakaknya saja yang beli bahan makanan. Tentu saja dengan membiarkan kakaknya yang beli, maka Roni harus m
Sayuran tersebut adalah masakan kemarin malam yang tersisa setengahnya di kulkas. Cukup untuk dirinya sendiri saja. Sayuran tersebut dibeli dengan uangnya sendiri dan tidak ingin diberikan untuk Roni dan keluarganya.Shella terdiam karena tidak menyangka Odelina akan menyisakan makanan untuk dirinya sendiri. Odelina membawa makanan tersebut dan duduk di meja makan. Dia melahap makanannya dengan santai dan lahap.Olivia yang khawatir kakaknya akan diganggu langsung bergegas menelepon Odelina di tengah-tengah kesibukannya dan bertanya, “Kak, mereka nggak bersekongkol dan mengganggu Kakak, kan?”“Dengan keberanianku yang mengejar Roni dengan pisau di jalanan, sekarang mereka hanya berani adu mulut denganku. Ketika seorang perempuan sudah tidak peduli dengan suaminya lagi, dia juga tidak mungkin mentolerir semua sikap keluarganya.”Mendengar ucapan kakaknya itu membuat Olivia merasa jauh lebih tenang.“Kak, sudah makan?”“Ini lagi makan, kamu belum makan?”“Aku makan setelah pekerjaanku se
Tidak ada yang berani menyinggung Dokter Dharma karena dia dikenal ahli dalam meracik racun. Tentu saja, dokter tidak akan menggunakan racun hasil buatannya untuk mencelakai orang. Dia pernah menjelaskan bahwa beberapa racun bisa menjadi obat jika digunakan dalam dosis kecil.Namun, manusia cenderung berpikir dengan cara yang berbeda. Hanya mengetahui bahwa Dokter Dharma sangat ahli dalam racun saja sudah cukup membuat mereka takut, meskipun dia memiliki prinsip dan moral.Mereka tetap khawatir jika suatu saat tanpa sengaja mereka menjadi korban. Karena itu, bahkan jika Dokter Dharma menolak permintaan untuk mengobati, mereka tidak berani mencari masalah dengannya. Samuel mencoba bertanya dengan hati-hati, “Apakah kamu murid dari para ahli yang tinggal di tempat terpencil?” “Apakah kamu kenal dengan istri kepala keluarga Lambana di Kota Dawan saat ini?” Rubah tersenyum tipis, “Kalau kamu penasaran sekali dengan asal-usulku, cari tahu saja sendiri. Kalau kamu berhasil, aku akan menga
Nenek selalu berkata, mengejar istri tidak perlu tahu malu. Kalau terlalu peduli soal harga diri, tidak akan bisa mendapatkan istri. Bahkan Stefan yang begitu sombong rela menundukkan kepalanya demi mendapatkan kakak ipar. Lelaki itu kehilangan muka sampai tingkat tertinggi, sering dipermalukan, tetapi akhirnya mendapatkan kehidupan yang begitu membahagiakan hingga membuat semua orang iri. Samuel merasa itu sangat berharga. Jadi, dia juga memutuskan untuk tidak memedulikan harga diri. Lagipula, dia sudah berbicara terus terang dengan neneknya, dan juga menjelaskan segalanya pada Katarina. Sekarang, dia tidak ada beban mental lagi dan bisa dengan terang-terangan mengejar gadis yang benar-benar dia sukai. “Aku hanya mau tahu namamu saja, selalu memanggilmu Rubah rasanya seperti sedang menghina kamu.”“Julukanku memang Rubah. Semua orang akan tahu itu aku.” Perempuan itu memang tidak ingin memberi tahu identitasnya.“Kalau kamu bisa, cari tahu saja sendiri. Bukankah kamu sudah mencoba
Pak Bagas menatap Samuel kemudian mempersilakan Rubah tersebut masuk.Samuel menyentuh hidungnya dan tertawa pelan lalu mengikuti mereka masuk ke vila, menuju bangunan utama. Di ruang tamu utama, lampu-lampu menyala terang benderang hingga membuat suasana seperti siang hari. Pak Bagas sudah mempersilakan gadis berbaju merah itu duduk di sofa. Setelah masuk ke dalam rumah, udara terasa hangat. Rubah itu melepas mantel panjang merahnya lalu melipatnya rapi dan meletakkannya di sampingnya. Saat Samuel masuk, Pak Bagas sudah membawakan segelas air hangat untuk si Rubah. Lelaki itu memberi isyarat kepada Pak Bagas untuk beristirahat, menunjukkan bahwa dia sendiri yang akan melayani tamunya. Pak Bagas berkata pelan, "Pak Samuel, bersikaplah sedikit lebih sopan dan lembut. Merayu gadis nggak seperti caramu tadi." Samuel menjawab lirih, "Aku nggak sedang merayunya." Pak Bagas hanya terkekeh dan tidak membantah. Lalu, dia pergi. Dasar keras kepala. Mengundang seorang gadis masuk ke rumahn
Benda itu memang tidak besar, dan dia tahu Samuel tidak akan meninggalkannya di rumah. Pasti benda itu selalu dibawanya, tetapi tadi saat dia memeriksa kantong celananya, perempuan itu tetap tidak menemukannya. Dia benar-benar tidak tahu di mana benda itu disembunyikan. "Aku sudah bilang, kalau kamu nggak percaya, aku juga nggak bisa apa-apa. Silakan masuk dan bongkar saja rumahku sampai berantakan. Kalau kamu menemukannya, silakan ambil. Aku benar-benar lupa di mana menyimpannya." "Rubah, kamu nggak merasa tindakanku mirip denganmu? Kamu juga sering melakukan hal-hal seperti ini secara diam-diam, bukan?" Rubah itu menatap Samuel dengan tajam, ingin sekali menendangnya lagi. Namun, pada akhirnya dia tidak melakukannya, karena merasa sedikit bersalah. Dia mengandalkan keahliannya dalam bela diri dan memang terkadang melakukan hal-hal serupa. Dia mengakui bahwa dia pernah terpengaruh oleh seorang senior saat bersama murid-murid unggulan Kakek Jaki, sehingga sedikit kebiasaan itu menu
Rubah itu menatap Samuel dengan wajah gelap. Lelaki itu mengangkat tangannya dengan santai dan berkata, "Aku nggak bohong. Sekarang kau memintaku mengambilnya, aku benar-benar nggak ingat di mana menyimpannya. Bagaimana kalau kamu masuk saja, dan bongkar saja rumahku. Lihat kamu bisa menemukannya atau nggak?" "Atau, kamu bisa memeriksaku sampai telanjang untuk melihat apakah aku menyembunyikannya di tubuhku." Rubah itu melompat turun dari tembok. Samuel langsung menegang. Dia merentangkan kedua tangannya, bermaksud menangkapnya, tetapi ketika perempuan itu melompat turun, Rubah tersebut malah menendangnya dengan satu tendangan dan membuatnya mundur beberapa langkah. Akibatnya, Samuel tidak berhasil menangkap perempuan itu. Rubah itu mendarat dengan mantap di depannya. Samuel menghela napas lega. Meskipun dia terkena satu tendangan yang cukup menyakitkan, lelaki itu tampak santai. Dia hanya menepuk-nepuk tempat yang terkena tendangan, seolah ingin menghilangkan bekas jejak kaki. "T
“Pak Stefan jauh lebih sibuk dari Pak Samuel. Beliau bahkan punya waktu untuk pacaran dengan Bu Olivia. Masa Pak Samuel nggak bisa luangkan waktu?”Kata-kata si sopir membuat Samuel terdiam. Sesaat kemudian, dia tersenyum dan berkata, “Aku benar-benar nggak tahu di mana dia berada. Aku nggak bisa temukan dia. Aku bisa apa? Aku hanya bisa menunggu. Menunggu kesempatan berikutnya untuk bertemu dengannya.”Si sopir sering mengantar Samuel ke mana-mana. Jadi dia pernah bertemu Rubah satu kali. Dia sangat ingat gadis berbaju merah itu. Saat mengantar Samuel, dia juga pernah mendengar Samuel meminta Reiki untuk bantu menyelidiki gadis berbaju merah itu.“Pak Samuel suka gadis baju merah itu, ya?” tanya si sopir.“Gadis baju merah? Oh, dia pernah pakai baju merah. Setiap kali bertemu dia, warna bajunya selalu berbeda.”“Saya hanya pernah bertemu satu kali, Pak. Karena waktu itu saya baru saja hentikan mobil, Pak Samuel sudah nggak sabar keluar dari mobil dan lari ke arahnya. Saya sempat lihat
Setelah menunggu beberapa menit, sopir Samuel datang. Sopir menepi dan menghentikan mobil. Samuel menyuruhnya tidak perlu keluar dari mobil. Samuel membuka pintu mobil sendiri dan masuk ke dalam mobil.Sopir menoleh ke arah Samuel dan bertanya, “Bukannya Pak Samuel keluar bersama seorang perempuan muda?”Setelah duduk di dalam mobil, Samuel menjawab, “Nggak usah cari dia. Aku sudah panggilkan taksi untuk antar dia pulang ke hotel. Jalan saja, kita pulang. Pulang ke rumahku.”Samuel memiliki rumah kecil di kota. Dia ingin pulang ke rumahnya sendiri, bukan rumah neneknya. Tadi pagi dia sudah ke sana.“Saya kira itu pacarnya Pak Samuel,” celetuk si sopir sambil mengendarai mobil.“Bukan, itu temannya Kak Olivia. Aku juga kenal dia baru beberapa bulan. Pacarku masih nggak tahu ada di mana.”Samuel benar-benar tidak tahu di mana perempuan itu. Dia bahkan tidak tahu di mana Rubah tinggal. Rubah pernah datang ke Kota Mambera dan bahkan pergi ke Adhitama Group untuk mencarinya. Begitu dengar k
“Kita sudah saling kenal selama tiga bulan lebih. Kamu juga tahu aku olahraga setiap hari,” kata Katarina. “Sangat jarang ada kesempatan seperti sekarang, bisa jalan-jalan santai, lihat pemandangan malam kota besar dan perhatikan orang yang lalu-lalang, berjalan ke arah kehidupan yang berbeda-beda. Demi datang ke Kota Mambera, aku lembur terus dan kerja keras selama setengah bulan. Setelah itu, aku baru bisa luangkan beberapa hari untuk datang ke sini.”Katarina tidak berkata apa-apa lagi. Samuel berkata dengan perasaan bersalah, “Nanti aku bawa kamu pergi makan camilan.”“Oke.”Keduanya berjalan selama beberapa menit, lalu tiba di taman yang dibilang Samuel. Setelah masuk, mereka berkeliling di taman sebentar. Sekitar satu jam kemudian, mereka meninggalkan taman.“Sekarang mau pergi makan?” tanya Samuel kepada Katarina.“Aku baru merasa perutku lebih lega, nggak kekenyangan seperti tadi lagi, sudah lebih nyaman. Kalau makan lagi, nanti nggak enak lagi. Nggak usah, tunda dulu. Tunggu k
Samuel merutuk dalam hatinya. Mengapa neneknya dan Katarina sama-sama menyuruhnya untuk tidak menyesal di kemudian hari? Apa yang akan dia sesali? Memangnya dia tidak tahu siapa yang dia sukai dan apa yang dia inginkan? Lagi pula dia bukan anak berusia tiga tahun lagi. Usianya sudah hampir 30, sudah dewasa. Dia tidak akan melakukan apa pun yang akan dia sesali.Apa yang Katarina katakan mirip dengan apa yang dikatakan neneknya. Pantas saja neneknya menyukai Katarina.“Bu Katarina, aku nggak pernah lakukan hal yang buat aku menyesal. Sekalipun keputusan yang aku ambil nggak bagus, aku juga akan hadapi dengan tenang. Nggak akan menyesal.”Katarina tersenyum. “Oke, aku mengerti. Karena kamu benar-benar nggak bisa jatuh cinta padaku, aku juga nggak akan memaksa. Toh, aku bukan nggak ada yang mau. Untuk apa terus ganggu kamu dan jatuhkan harga diriku.”Katarina dibesarkan oleh orang tuanya dengan penuh kasih sayang. Dia adalah harta berharga di mata keluarganya. Bukannya tidak ada yang meng