Roni dan Shella pergi meninggalkan tempat Odelina. Kemudian Roni berbicara kepada Yenny tentang niatnya untuk menjual rumah mereka dan Yenny menyetujuinya. Roni memberikan sebagian uang dari hasil penjualan rumah kepada Yenny, tapi Yenny menolaknya. Rumah itu adalah rumah yang dibelinya sebelum menikah dengan Yenny. Itu artinya rumah itu dibeli Roni sebelum bercerai dari Odelina. Bagaimana mungkin Yenny bisa menerima uang itu di saat Odelina juga tidak menerima sepeser pun uang penjualan rumah itu? Yenny meminta Roni mentransfer semua uang itu kepada Odelina dan Russel. Dia tidak peduli Odelina bersedia menerimanya atau tidak. Karena hal terpenting baginya adalah menebus dosa-dosanya kepada Odelina dengan cara seperti ini. Kemudian Roni kembali ke kampung halamannya bersama kedua orang tuanya untuk beristirahat. Mereka tidak lagi berinisiatif menunjukkan wajah mereka di depan Odelina, kecuali ketika mereka mengunjungi Russel sesekali. Bisa dibilang seluruh keluarga Pamungkas akhirny
“Jadi, begitu,” ujar Jordan sambil berpikir. Sekarang, Jordan merasa curiga kalau kematian dokter yang membantu mengobati Rosalina bukanlah kematian yang normal setelah mengetahui semua kejahatan kedua orang tuanya. Ada kemungkinan kalau dokter itu meninggal karena ulah kedua orang tuanya. “Pak Jordan, kenapa Bapak tiba-tiba saja pulang ke sini?” tanya si pelayan merasa ada yang tidak beres dengan Jordan. Bukankah seharusnya Jordan saat ini sedang menikmati masa kuliahnya di universitas tanpa perlu mengkhawatirkan masalah di keluarganya? Mungkin kepulangan Jordan ke rumah ini akan terlihat masuk akal kalau saja dia pulang di hari libur Nasional. Namun, hari libur Nasional juga sudah lewat. “Aku nggak bisa tenang kalau nggak tahu keadaan kakakku, makanya aku meminta izin untuk cuti dari kampus agar aku bisa pulang dan melihat keadaan Kak Rosalina di sini,” jawab Jordan tanpa menutupi dirinya yang mengambil cuti dari kampus. “Aku masuk, ya. Aku mau lihat keadaan Kakak di dalam,” uja
Jordan mendekat lalu menatap tajam ke arah Calvin. Dia masih merasa sedikit kesal setelah melihat apa yang dilakukan Calvin kepada kakak perempuannya. “Jordan, kenapa kamu tiba-tiba pulang?” tanya Calvin heran. “Ini kan rumahku. Aku bisa pulang sesuka hatiku. Kenapa kamu menanyakannya?” balas Jordan ketus.Calvin hanya tersenyum tanpa menanggapi perkataan ketus Jordan. Dia tahu alasan Jordan bersikap ketus kepadanya pasti karena Jordan berpikir kalau Calvin berusaha memanfaatkan Rosalina.“Kak, ini aku,” ujar Jordan. Kemudian dia menyelip di antara Rosalina dan Calvin lalu mendorong Calvin menjauh dari Rosalina. Sekarang, Jordan sudah berada tepat di dekat kakaknya yang bisa membuat kakaknya melihatnya dengan lebih baik. Mereka sudah menjadi saudara selama 17 tahun, tapi Rosalina hanya bisa melihat Jordan selama 7 tahun saja. Rosalina kehilangan penglihatannya ketika Jordan masih berusia 7 tahun. Saat itu, dia baru saja berada di kelas 2 sekolah dasar. Namun, sekarang dia sudah ber
Rosalina memeluk Jordan setelah dia berhasil menstabilkan emosinya. Jordan langsung melirik ke arah Calvin karena dia takut calon kakak iparnya itu akan cemburu padanya. Dia sempat mendengar kalau Calvin adalah orang yang sangat tidak mau kalah dari orang lain. Namun, sepertinya Calvin bisa menoleransi kedekatan Jordan dan Rosalina karena Jordan adalah adik dari Rosalina. Rosalina selalu saja mengabaikan Jordan ketika Jordan masih kecil. Namun, Rosalina akan terlihat sangat sedih ketika Jordan terjatuh. Dia juga akan langsung menggendong Jordan dan membujuk Jordan agar tidak menangis. Jordan sangat menyayangi kakak perempuannya sejak dia bisa mengingat semua kenangannya dengan Rosalina. Jordan akan bergulat dengan siapa pun agar dia bisa mendapatkan perhatian Rosalina. Dengan begitu, Rosalina akan langsung menunjukkan perhatiannya kepada Jordan dan membujuk Jordan. Jordan ingat sekali kalau kakak perempuan tertuanya ini memiliki lengan yang sangat kurus, tapi penuh kehangatan. Jorda
“Iya, Kak,” balas Jordan. Kemudian Rosalina menarik adiknya untuk duduk lalu bertanya, “Jordan, kenapa kamu tiba-tiba pulang? Sekarang kan bukan musim liburan? Memangnya kamu nggak ada kelas?” “Aku merasa khawatir ketika mengobrol sama Kakak di telepon terakhir kali. Aku penasaran ingin tahu bagaimana hasil dari pengobatan mata Kakak, makanya aku meminta izin untuk pulang selama beberapa hari,” jawab Jordan. “Memangnya kamu nggak bisa menelepon Kakak saja? Kenapa juga kamu harus langsung pulang begini? Kamu boleh menginap di sini selama dua hari setelah itu kamu harus segera kembali ke kampus, ya,” ujar Rosalina. “Rosalina, bagaimana kalau kita ajak Jordan untuk datang ke resepsi pernikahan Kak Stefan dan Kak Olivia. Lagi pula, sekarang dia kan sedang cuti, jadi dia pasti bisa hadir,” ujar Calvin tiba-tiba ikut dalam perbincangan kakak adik ini. “Jordan, berapa lama kamu mengambil cuti di kampus?” tanya Rosalina sambil menoleh ke arah adiknya. “Satu minggu,” jawab Jordan cepat.
Cahaya dan Intan sudah kehilangan kesombongan dan keangkuhannya. Mereka hanya bisa berdiri dengan ekspresi wajah tidak berdaya di depan pintu gerbang kediaman keluarga Siahaan. Penampilan mereka tidak mewah seperti biasanya. Mereka mengenakan pakaian biasa tanpa ada perhiasan yang menghiasi tubuh mereka. Tas desainer mewah yang biasa mereka bawa ke mana-mana juga tidak terlihat menggantung di tangan mereka. Mereka juga datang dengan naik taksi tanpa ada mobil mahal yang mengantar mereka ke mana-mana. Semua aset yang mereka miliki sudah habis mereka jual untuk melunasi hutang perusahaan. Bahkan mereka sekarang harus tinggal di rumah sewaan. Padahal mereka sudah hidup berkecukupan sejak mereka lahir. Walaupun keluarga Siahaan tidak sekaya sekarang ketika mereka lahir, mereka tetap saja terhitung sebagai keluarga berada. Bahkan orang tua mereka memberikan mahar yang melimpah ketika mereka menikah. Mereka saat itu juga menikah dengan laki-laki yang berasal dari keluarga kaya. Namun, seka
Memangnya kenapa kalau Dokter Dharma adalah murid dari seorang dokter yang luar biasa hebat? Dokter itu tetap saja seorang manusia. Pastinya ada berbagai macam penyakit yang tidak bisa dia sembuhkan sebagai seorang manusia biasa. “Jordan! Jordan!” panggil kedua perempuan itu ketika melihat sosok yang mengikuti Rosalina di belakangnya. Mereka merasa seakan baru saja melihat malaikat penyelamat hidup mereka. Keponakan termuda mereka ini jauh lebih mudah diajak bicara daripada Rosalina. Mereka pernah bekerja sama dengan Johan dan Sinta untuk menyiksa dan menganiaya Rosalina. Mereka tahu kalau Johan dan Sinta berencana untuk membunuh Rosalina secara perlahan. Namun, mereka berdua hanya diam dan menyaksikan Rosalina menderita tanpa sama sekali berusaha mencegah kakak dan kakak ipar mereka. Jadi, wajar saja kalau sekarang Rosalina menyimpan dendam yang sangat mendalam dengan kedua bibinya itu. Namun, kedua bibinya sangat menyayangi Jordan yang merupakan keponakan mereka satu-satunya. Baga
Mereka takut sekaligus tidak lagi ingin hidup di dalam rumah sewaan. Mereka tidak lagi memiliki uang yang melimpah seperti sebelumnya. Putra-putri mereka sampai harus pergi mencari pekerjaan. Namun, mereka semua tidak berhasil mendapatkan perusahaan yang bersedia mempekerjakan mereka. Alasan semua perusahaan itu adalah karena mereka sudah menyinggung keluarga Adhitama. Perusahaan itu akan dirugikan kalau sampai mempekerjakan mereka semua. “Jordan, Jordan, tolong bujuk kakakmu. Kamu ingat kan betapa baiknya Tante sama kamu? Apa kamu tega melihat tante-tantemu ini dihabisi pelan-pelan sama kakakmu?” Jordan sangat terkejut ketika melihat perubahan kedua bibinya. Dia pun langsung menatap ke arah Rosalina. Ekspresi Rosalina terlihat sangat serius seakan dia tidak akan memberikan belas kasihannya kepada kedua bibinya. Kemungkinan besar, kedua bibinya ini sudah melakukan suatu hal yang fatal sampai membuat Rosalina murka ketika Jordan tidak berada di kota ini. “Tante Intan, Tante Cahaya, s
"Nggak ada, sangat baik." Keluarga suaminya menunjukkan tingkat perhatian yang berlebihan terhadapnya, tetapi itu juga menandakan betapa mereka peduli padanya dan tentu saja pada bayi kecil yang ada di dalam perutnya. "Bagus kalau begitu. Mama sekarang paling takut mendengar kabar bahwa kamu mengalami sesuatu." Dewi akhirnya merasa lega, lalu berkata, "Ada seorang teman Mama, menantunya juga lagi hamil lima bulan. Tapi dua hari yang lalu, bayinya nggak berkembang lagi. Dia menangis sampai seperti kehilangan akal. Bayinya laki-laki dan sudah terbentuk, tapi entah bagaimana kejadiannya, tiba-tiba janinnya nggak berkembang." "Ah, Cih! Olivia sehat, dan bayi kita juga sangat sehat." Kekhawatiran Dewi terhadap Olivia memang dipicu oleh kejadian yang menimpa menantu temannya itu. "Hamil lima bulan masih bisa mengalami janin nggak berkembang?" Dewi menggandeng tangan menantunya dengan hangat. Keduanya masuk ke dalam rumah dengan akrab layaknya ibu dan anak kandung. Sedangkan Stefan? Di
Olivia berkata, "Aku hanya mau bilang, kamu sekarang sudah setegang ini, nanti saat aku melahirkan, apakah kamu akan seperti Amelia, langsung mengemudi sendiri ke rumah sakit?" Stefan menjawab dengan serius, "Jangan bandingkan aku dengan Amelia. Aku nggak akan seperti itu. Memang aku pasti akan tegang, tapi nggak sampai lupa padamu. Aku akan menemanimu masuk ke ruang bersalin." "Kamu mau masuk ke ruang bersalin bersamaku?" "Iya, aku akan menemanimu. Nggak peduli kapan dan apa yang terjadi, aku harus ada di sisimu." Olivia tersenyum, senyumnya begitu manis. "Stefan, terima kasih. Terima kasih karena sangat mencintaiku dan memperlakukanku dengan begitu baik!"Stefan kembali mengoreksinya, "Panggil aku "Sayang". Aku suka mendengar kamu memanggilku begitu. Seharusnya aku yang berterima kasih sama kamu karena mau melahirkan anak untukku. Kamu adalah pahlawan besar di keluarga kita." "Kita nggak perlu saling berterima kasih terus." Olivia tertawa kecil sambil menyandarkan dirinya ke p
Terutama sejak Olivia hamil, Stefan berharap bisa menemani istrinya selama 24 jam sehari. Namun, Olivia tidak mengizinkannya untuk terus menempel padanya. “Aku masih harus kerja,” katanya sambil tersenyum. Melihat istrinya yang sedang hamil tetap bekerja, Stefan merasa tidak enak jika dirinya sendiri bermalas-malasan. “Harus kerja juga, cari uang buat beli susu bayi,” katanya sambil bercanda. Russel bilang, bayinya nanti laki-laki. Kalau benar anak laki-laki, Stefan mulai berpikir tentang masa depannya. “Harus cari uang buat beli rumah, mobil, dan biaya menikah. Itu semua butuh banyak uang.” Namun, kemudian dia tersenyum lega. Sebagai pewaris keluarga Adhitama, dia memiliki kekayaan melimpah. “Bisa dibilang, aku kekurangan segalanya kecuali uang. Uangku cukup untuk anakku hidup nyaman seumur hidup. Kelak ada cucu dan cicit, harus tetap menjaga keluarga Adhitama sebagai keluarga terkaya di Mambera, dari generasi ke generasi.” “Nicho mulai kerja tahun depan, ya?” Olivia merasa s
"Olivia, mari kita kembali ke rumah lama sebentar dan beri tahu Nenek. Dia pasti ingin bertemu dengan para tetua itu," kata Stefan. Mereka adalah orang-orang dari masa yang sama. Di zamannya, Nenek adalah sosok yang cukup terkenal di Mambera. Kemungkinan besar, para tetua itu juga mengenal neneknya. Namun, memikirkan bahwa Olivia sudah bangun pagi-pagi, Stefan mengubah keputusannya. Dia berkata, "Kamu pulang saja untuk istirahat. Aku sendiri yang akan pergi ke rumah lama. Kalau Nenek ingin datang, aku akan mengantarnya ke sini." Olivia menjawab, "Aku nggak lelah. Aku akan menemanimu pergi." "Sudah lama kita nggak pulang ke sana. Akhir pekan ini, kita bawa Russel untuk menginap dua hari. Sekalian beri tahu keluarga, setelah libur musim dingin minggu depan, aku mau bawa Russel ke Kota Aldimo untuk bermain beberapa hari." Stefan dengan perhatian bertanya, "Apa kamu nggak akan merasa terlalu capek? Kalau lelah, sebaiknya istirahat saja, jangan memaksakan diri." Olivia menepuk ringan
Yuna mengangguk."Sore nanti ajak Russel bersama ke sini." Setelah berpikir sejenak, Yuna menambahkan, "Dokter Panca bilang, waktu Kakek Setya nggak banyak lagi. Biarkan dia bertemu dengan anak-anak satu per satu." Semua orang saling memandang. Olivia dengan cemas bertanya, "Penyakit apa yang diderita Kakek Setya?" "Mungkin karena luka lama yang meninggalkan efek samping, ditambah usia lanjut. Orang tua pasti punya penyakit kecil di sana-sini," jawab Yuna sambil menghela napas, dia tidak melanjutkan lebih jauh. Dokter Panca sudah menyuruh mereka bersiap secara mental. "Sore nanti, aku akan menjemput Russel, lalu kita akan datang bersama." Olivia juga memahami bahwa usia Setya yang sudah sangat tua, ditambah keinginannya yang sudah terpenuhi, mungkin tidak akan bertahan lama lagi. "Apakah perlu memberi tahu Kak Odelina agar pulang?" "Untuk sementara nggak perlu. Kakek Setya belum menyerahkan bukti-buktinya ke aku, jadi dalam waktu dekat sepertinya nggak akan ada apa-apa. Saat dia
Wajah Yuna berubah drastis. “Dokter Panca, apakah nggak ada cara agar Om Setya bisa hidup beberapa tahun lagi?” Dokter Panca berkata, “Saya dan murid-murid saya sudah pakai semua obat terbaik yang kami tanam untuknya. Kami sudah melakukan yang terbaik. Dia bisa bertahan sampai sejauh ini, pertama karena kami membantu memulihkan tubuhnya, dan kedua karena obsesi yang ada di hatinya.” “Meski dendam besar mamamu belum terbalaskan, melihat kalian hidup dengan baik, memiliki kekuatan dan dukungan, Om Setya merasa lebih tenang. Dia percaya bahwa balas dendam untuk ibumu bisa diserahkan sama kalian, jadi dia bisa pergi menemui majikannya dengan hati lega.” “Begitu obsesi itu hilang, seperti yang saya katakan sebelumnya, semangatnya akan turun. Ketika itu terjadi, dia nggak akan bertahan lama lagi. Apalagi, usianya sudah hampir seratus tahun. Bahkan kalua hari itu tiba, kalian harus menerimanya dengan tenang.” Hidup hingga seratus tahun, meski sering diucapkan, berapa banyak orang yang be
Sama seperti para lelaki di keluarga menantunya. Tidak heran kedua keluarga itu bisa memiliki hubungan yang erat. Mereka adalah orang-orang yang sejenis. “Dokter Panca,” sapa Stefan dengan hormat. Lelaki tua itu mengangguk lagi. Kemudian, dia memperkenalkan beberapa teman lamanya kepada pasangan itu. Terakhir, dia menunjuk Setya dan berkata kepada Olivia, “Bu Olivia, kakakku ini adalah orang yang selama ini kalian cari. Tantemu memanggilnya Om Setya.” “Dokter Panca, panggil aku Olivia saja,” kata Olivia dengan sopan. Dia menoleh ke Setya dan menyapanya, “Kakek Setya.” Sebagai generasi muda, Olivia belum pernah bertemu dengan asisten tua itu, dan begitu pula sebaliknya. Karena itu, baik Olivia maupun Setya, tidak memiliki perasaan emosional yang sama seperti Yuna. Setya tersenyum dan mengangguk, lalu berkata, “Kamu pasti Olivia, 'kan?” Bu Yuna benar, Olivia tidak begitu mirip dengan Reni. Sekilas terlihat sedikit mirip, tapi kalau diperhatikan lebih saksama, ternyata nggak. Keli
“Om Setya, putri sulung Reni sudah pergi ke Cianter untuk berkarier. Anda untuk sementara nggak bisa bertemu dengannya,” kata Yuna dengan suara lembut.Dia tahu alasan Setya sering memandang Amelia. Mungkin lelaki itu khawatir bahwa keluarga ibunya tidak ada yang mampu mengambil alih keluarga Gatara. Setya sangat setia, dan menganggap keluarga Gatara itu adalah milik keturunan majikannya.Meskipun Patricia telah duduk di posisi kepala keluarga selama lebih dari 40 tahun, Setya tetap tidak mengakui kedudukan Patricia yang sah. Perempuan itu tidak ingin Setya hidup, karena selama dia masih hidup, Patricia selalu merasa posisinya tidak kokoh. Tanpa Setya, dengan semua saudaranya ang telah tiada, mengambil alih keluarga Gatara menjadi hal yang wajar baginya, sehingga dia akan merasa lebih percaya diri. “Olivia sedang dalam perjalanan. Sebentar lagi Anda bisa bertemu dengannya,” “Olivia lebih mirip ayahnya, sedangkan Odelina lebih mirip Reni. Anak laki-laki Odelina, Russel, sangat mirip
Yuna menangis sejadi-jadinya di depan nisan adiknya. Namun, tidak peduli seberapa keras tangisnya, dia tidak dapat menghidupkan kembali adiknya. Satu hal yang bisa dia lakukan hanyalah menjadi sosok ibu bagi kedua keponakannya dan memberikan mereka lebih banyak kasih sayang.Yuna dan adiknya mengalami masa kecil yang tragis. Kemudian, keduanya dipisahkan oleh dua alam yang berbeda. Setelah mengetahui penyebab kematian orang tuanya, Yuna sangat membenci Patricia.“Kalau nggak ingin orang tahu apa yang kamu lakukan, lebih baik nggak usah lakukan. Dia akan membayar harga atas semua perbuatannya,” ujar Setya dengan penuh kebencian.“Benar, Om. Dia akan bayar harga atas semua yang telah dia lakukan.”“Aku yang nggak berguna. Aku nggak punya banyak bukti. Hanya ada sedikit. Karena orang-orang yang tahu masalah ini sudah mati semua, jadi sulit untuk memberatkannya dengan bukti yang sedikit ini.” Usai berkata, Setya kembali menyalahkan dirinya sendiri dan menangis.“Aku nggak peduli ada bukti