Russel hanya mengucapkan "oh" pendek. Olivia melepaskan pelukannya dan membawa Russel kembali ke dalam rumah. Saat Stefan turun dari lantai atas dan melihat keduanya, ia berkata sambil tersenyum, "Hei, Bocah! Cepat sekali larinya. Baru saja aku bantu pakai baju, eh dia sudah lari lebih cepat dari kelinci. Kakak sudah pulang?""Iya, dia sudah pulang."Tidak lama kemudian, pasangan suami istri itu duduk di sofa.Russel bermain sendiri di depan mereka."Sayang, soal Russel masuk TK, kakakku bilang kalau kamu bisa bantu agar Russel bisa masuk ke TK Pusat Mambera, tolong bantu. Berapa pun biayanya, bilang saja sama kakak, dia akan bayar.""Kalau aku nggak bisa bantu, aku nggak akan tanya tentang hal ini sama kamu. Serahkan sama aku, aku pastikan Russel bisa masuk ke TK Pusat Mambera. Nggak perlu biaya apa pun, bahkan kalau perlu, aku yang bantu kakak.""Soal biaya sekolah ...."Sebelum Stefan sempat menyelesaikan kalimatnya, Olivia memotong ucapan suaminya, "Kakakku bilang Russel adalah a
Setelah keluar dari rumah sakit, Roni masih menemani Yenny ke pusat perbelanjaan lain. Dia membelikan barang yang Yenny inginkan. Setelah pulang, Roni selalu teringat tentang keakraban Daniel dengan Russel, merasa resah, khawatir anaknya akan benar-benar diambil oleh Daniel dan memanggil Daniel “Ayah”. Setelah Yenny beristirahat, Roni diam-diam keluar rumah, membeli beberapa camilan dan mainan kemudian langsung menuju rumah mantan istrinya.Roni tidak pernah berpikir untuk rujuk kembali.Panah yang telah dilepaskan tidak bisa kembali lagi, dia dan Odelina sudah tidak mungkin bersama lagi. Namun, Russel adalah darah dagingnya. Bagaimana mungkin Russel bisa begitu akrab dengan pria yang mengejar mantan istrinya? Daniel sudah serius mengancam posisi Roni sebagai ayah.“Bayi di perut istrimu baik-baik saja, ‘kan?"Odelina bertanya dengan nada datar.Roni menjawab dengan sedikit canggung, "Baik-baik saja.""Russel sekarang nggak kekurangan makanan dan mainan, kamu nggak perlu bawain dia
Dulu saja, Yenny tidak suka jika keluarga suaminya terlalu memperhatikan Russel, apalagi sekarang dia sedang hamil, ketidaksukaannya itu semakin bertambah. Saat Roni mendengar tentang Yenny, dia tampak tidak bisa duduk dengan tenang dan segera berdiri untuk pergi. Setelah mengantar mantan suaminya, Odelina menutup dan mengunci pintu rumah, merasakan sedikit kepuasan di dalam hatinya. Melihat mantan suaminya kerepotan setelah menikah lagi, sementara hidupnya dan anaknya semakin membaik, adalah bentuk balas dendam terbaik bagi mantan suaminya itu.Semalaman berlalu tanpa kata-kata.Ketika matahari terbit, hari baru pun dimulai.Hari-hari berikutnya, baik Olivia maupun Odelina sama-sama sibuk. Daniel masih setiap hari pergi ke toko sarapan "Makan Sepuasnya", mengirimkan bunga dan berbagai hadiah untuk Odelina. Meskipun Odelina tidak pernah menerima, Daniel tetap bersikeras melakukannya setiap hari.Stefan membantu Russel mendaftar di TK Pusat Mambera. Mulai bulan September, Russel aka
"Tiga bulan pertama itu sangat penting. Kalau kamu mau jalan-jalan, kita bisa melakukannya setelah anak kita lahir. Aku janji akan temani kamu sampai kamu nggak ingin lagi jalan-jalan."Reiki berjanji pada istrinya. Sekarang, yang terpenting adalah bayi di dalam kandungan Junia. Meskipun kondisi fisik Junia sangat baik dan dia baru saja hamil, tapi bagi Reiki lebih baik berhati-hati agar tidak terjadi apa-apa. Reiki tidak berani mengambil risiko. Begitu mengetahui Junia hamil, dia langsung menghentikan perjalanan mereka dan bergegas membawa Junia pulang. Dia bahkan meminjam pesawat pribadi keluarganya.Ketika Bram mendengar tentang kehamilan tersebut, dia sangat memperhatikannya. Begitu Reiki menelepon, dia langsung mengatur pesawat pribadi untuk mengangkut pasangan muda itu pulang.Reiki adalah orang pertama di generasinya yang menikah, dan bayi dalam kandungan Junia adalah generasi pertama berikutnya dari keluarga Ardaba. Seluruh keluarga sangat bersemangat ketika mengetahui tent
Amelia tersenyum, "Kalian berdua bahagia banget, deh. Pas bulan madu sudah hamil saja. Junia, selamat ya, seandainya kami tahu kamu hamil, kami seharusnya bawa tonikum buat kamu.""Oliv dengar dari Stefan, kalian mengakhiri perjalanan bulan madu lebih awal dan pulang. Oliv khawatir, ngajak aku langsung ke sini untuk menjenguk kamu. Kami nggak sempat membeli apa-apa."Junia segera berkata, "Kalian nggak perlu bawa apa-apa kali. Sebelum aku sampai di rumah saja, kerabat Reiki sudah kirim banyak banget tonikum. Aku sampai kaget."Keluarga besar yang kompak itu, ketika sudah mengirim hadiah, bisa sampai membuat Junia terkejut. Sangking banyaknya."Aku padahal ‘kan baru hamil, nggak perlu suplemen berlebihan. Makan tiga kali sehari normal saja sudah cukup. Nggak usah kirimin apa pun, ya. Kasihani aku," kata Junia sambil membuat gerakan memohon, membuat semua orang tertawa.Pelayan membawa buah dan kue.Junia mempersilahkan dua sahabatnya untuk makan kue.Olivia dan Amelia juga tidak sungkan
"Hmm, kalian yang putuskan saja. Kalau ada yang bisa aku bantu, bilang saja." Junia merasa dia tidak banyak membantu, hanya menyumbang uang. Dia merasa agak bersalah.Olivia dan Amelia serempak tertawa dan berkata, "Sekarang kamu fokus urus kandunganmu saja."Junia berkata, "Bisa kok kerja pas hamil. Banyak gitu orang yang tetap bekerja saat hamil dan baru ambil cuti melahirkan saat sudah hampir melahirkan.""Tapi itu orang lain, kamu beda. Kamu sebaiknya hanya di rumah saja, jadi 'harta nasional'." Olivia tertawa, "Pak Reiki khawatir banget, tuh. Bahkan kalau kamu ingin kembali ke toko untuk melihat-lihat, aku rasa Pak Reiki nggak akan setuju."Ketiga wanita itu mengobrol sebentar, kemudian Reiki datang mengetuk pintu. Dia masuk dengan membawa sebuah nampan yang di atasnya ada semangkuk sup. Jelas itu adalah sup ramuan untuk Junia. "Non Oliv, Stefan sudah datang jemput, dia di lantai bawah," kata Reiki sambil berjalan ke arah Olivia.Dia meletakkan semangkuk sup di meja samping tem
"Belum, hehe," jawab Reiki."Aku tadi kasih tahu orang tuaku. Mereka juga sangat bahagia." Reiki baru ingat untuk memberitahu mertuanya saat Junia sedang ngobrol dengan teman-temannya tadi. Keluarga Santoso pasti juga merasa senang mendengarnya."Kasih tahu Papa Mama saja sudah cukup, untuk sementara jangan terlalu heboh sampai semua orang tahu. Tiga bulan pertama kehamilan rentan ada masalah, lebih baik nggak buru-buru pengumuman. Setelah tiga bulan dan kehamilannya sudah stabil, baru kasih tahu yang lain," saran Junia.Reiki mengangguk paham. Dia juga tahu bahwa pada tiga bulan pertama, banyak keluarga yang memilih untuk tidak mengumumkan kehamilan karena risiko keguguran. Jika terlalu cepat mengumumkannya dan terjadi apa-apa, tentu akan menyakitkan bagi semua pihak.Pasangan muda itu membicarakan tentang bayi di dalam kamar, sementara Olivia dan Amelia turun dari lantai atas dan melihat Stefan juga Jonas. Gloria sedang menyambut kedua eksekutif besar itu.Ketika melihat Olivia turu
"Gimana dengan rencana kalian membangun kantor di kampung halamanmu? Sudah dapat ruang kantor untuk disewa?"Stefan mengalihkan topik pembicaraan."Sudah disewa, staf manajemen juga sudah direkrut. Mereka akan mulai kerja Senin depan."Stefan memuji, "Kalian berdua, pemula di dunia bisnis, tapi sudah cukup efisien dalam menyelesaikan urusan."Olivia tertawa, "Itu berkat usaha Amelia. Dia bekerja dengan cepat dan tegas. Cuma saja setelah ada kemajuan, dia suka menyerahkan sisanya sama aku dan nggak urus lagi.""Aku sudah sering bilang Amelia kurang sabar. Sifatnya memang begitu. Dia beruntung bertemu dengan rekan bisnis yang baik hati seperti kamu dan Non Junia, kalau nggak, dia bisa saja tertipu sampai bangkrut."Neneknya memang pandai menilai orang.Bahkan saat Amelia sedang jatuh cinta padanya, nenek Stefan berkata kepadanya secara pribadi bahwa Amelia tidak cocok menjadi menantu keluarga Adhitama.Namun, bahkan tanpa kata-kata neneknya, Stefan juga tidak akan menyukai Amelia.Bagaim
Terlalu banyak cucu juga bukan hal yang baik.“Nggak, kok. Nenek nggak bilang apa-apa tentang kamu. Jangan selalu berpikiran buruk tentang Nenek, ya,” ujar Rosalina dengan maksud bercanda.Mendengar itu, Nene Sarah dengan sengaja meninggikan suaranya, “Rosalina, aku kasih tahu, nih. Calvin waktu kecil suka ngompol. Waktu umur dia lima tahun saja kadang-kadang masih suka ngompol. Dia selalu ngaku cari kamar mandi di mimpinya. Pas lagi nyari, begitu ketemu langsung pipis.”“Nenek!” sahut Calvin di telepon.Ya, baiklah. Di antara kakak beradik itu, memang Calvin yang paling sering mengompol. Yang lain pada umumnya sudah tidak mengompol lagi di usia mereka sudah bisa berbicara. Begitu mereka ke kamar mandi sebelum tidur, mereka akan tertidur lelap sampai hari mulai terang. Berbeda dengan Calvin,dia justru banyak minum menjelang tidur dan tidak ke kamar mandi. Makanya, dia sering terbangun di tengah malam untuk pipis. Namun bagaimanapun juga, Calvin baru berusia 5-6 tahun dan masih dianggap
Nenek Sarah tersenyum, lalu dia berkata, “Aku nggak peduli apa kata mereka. Toh cucuku ya milikku. Aku yang membesarkan mereka dari kecil, aku dan suamiku yang bersusah payah mendidik mereka dengan sepenuh hati. Aku yang paling tahu seperti apa sifat mereka, dan wanita seperti apa yang cocok dengan mereka. Aku cuma mau cucuku bahagia dan memberikan mereka istri yang pantas. Apa itu salah? Orang-orang bilang Olivia nggak pantas untuk Stefan. Mereka sering kali bertanya memangnya sudah berapa lama Olivia masuk ke keluarga Adhitama? Atau bertanya dengan kemampuan yang Olivia miliki, apa dia pantas untuk Stefan?”Sarah dari dulu memang lebih menyayangi Olivia. Dia melanjutkan, “Aku justru sangat berterima kasih sama Olivia karena dia mau menikah sama Stefan. Dengan sifat Stefan yang temperamental itu, bisa jadi dia nggak akan dapat pasangan seumur hidup. Bahkan para ahli juga pada bilang kalau Stefan dan Olivia itu memang ditakdirkan untuk jadi suami istri seumur hidup. Mereka mendapatkan
Tante Rida pernah berpesan kepada Rosalina. Andaikan Rosalina sungguh mencintai Calvin, maka terimalah cintanya. Jangan sampai Rosalina melewatkan kesempatan ini atau dialah yang akan menyesal nantinya.Setiap anak lelaki yang terlahir di keluarga Adhitama, entah di urutan yang keberapa pun, mereka sama-sama mendapatkan pendidikan yang setara. Cara mereka menyikapi hubungan asmara juga sama, yaitu fokus dengan pasangan masing-masing bahkan sampai ke tahap buta asmara. Mereka tidak akan jatuh cinta dengan mudah, tetapi sekali jatuh cinta, maka itu akan menjadi komitmen seumur hidup.“Aku bisa mengerti. Memang ini sudah risiko menjadi bagian dari keluarga yang dikenal banyak orang,” ujar Sarah, seraya menepuk punggung tangan Rosalina dengan kasih sayang.Rosalina tersenyum dan berkata, “Nek, yang aku bilang itu dulu. Sekarang aku sudah nggak merasa tertekan atau merasa minder lagi. Dulu aku merasa beruntung karena Calvin sudah memilih aku. Sekarang aku merasa aku pasti punya suatu kelebi
“Duduk dulu di sana, kita bicarakan pelan-pelan,” kata Nenek Sarah seraya menunjuk ke sebuah gazebo yang terletak tidak jauh dari mereka.”Rosalina dengan lembut menanggapi ajakan itu dan menuntun Sarah menuju ke gazebo yang dimaksud. Setelah mereka sampai di sana dan duduk, Sarah memegang tangan Rosalina dan berkata kepadanya, “Rosalina, tekanan menjadi menantu di keluarga Adhitama pasti berat, ya. Nggak peduli apa pun yang kalian lakukan, pasti akan selalu ada mata yang terus mengawasi setiap pergerakan kalian kalaupun kalian melakukannya dengan baik, nggak banyak orang yang kasih pujian ke kalian, dan kalau mereka merasa kalian kurang baik, pasti banyak yang menghujat. Kalau privasi kalian nggak terjaga dengan baik, pasti akan dengan mudah tersebar ke luar dan menimbulkan rumor yang jadi hiburan untuk orang lain. Ini akan bikin kalian sangat frustrasi dan kerepotan.”Namun ketika mendengar itu, Rosalina hanya mengatupkan bibirnya dan menjawab, “Nek, aku baik-baik saja, kok. Awalnya
Sarah hanya ingin mencari topik pembicaraan dengan cucu menantunya itu, makanya dia pura-pura tertarik.“Aku rasa mereka orang yang sama. Mereka sampai cari satu pengganti untuk menyamar jadi Giselle. Habis itu, Lisa juga muncul di depanku. Dia ingin buat aku nggak curiga. Target mereka sepertinya Olivia. Tapi karena aku paling kenal Giselle, jadi mereka mau nggak mau harus libatkan aku juga.”Hanya dengan membuat Rosalina tidak curiga, Olivia baru akan berhenti curiga. Karena Rosalina kakaknya Giselle.“Aku hanya ingin beritahu Olivia, biar bisa analisis bersama. Rasanya mereka sedang main catur besar di belakang. Nggak perlu terburu-buru. Mereka nggak buru-buru, kita juga nggak buru-buru. Makanya aku pagi ini baru datang ke sini, tapi ternyata Olivia sudah pergi.”Rosalina merasa iri pada Olivia. “Aku juga ingin libur, bawa anak-anak pergi main. Tapi sayangnya aku nggak punya keponakan.”Rosalina memiliki adik perempuan, tapi Giselle juga belum menikah. Jadi dia belum memiliki kepona
“Iya, Mama sudah tua, nggak usah keliaran ke mana-mana dan buat anak-anak khawatir,” kata Dewi.Sarah sengaja melotot ke arah menantunya. “Kenapa kamu ikut-ikutan juga? Aku nggak keliaran. Sekarang aku diam saja di rumah, kan? Aku nggak ikut Oliv pergi gendong Audrey.”Dewi langsung mengungkap kebohongan ibu mertuanya. “Bukannya karena Mama selalu mau culik anak orang setiap kali pergi ke sana jadi sekarang mereka nggak mau terima kunjungan Mama?”Wajah Sarah memerah. Rosalina spontan tertawa cekikikan.“Rosalina, temani Nenek jalan-jalan. Suasana hati Nenek jadi nggak bagus karena tantemu. Dia nggak kasih aku cucu perempuan. Aku suka cucu orang lain, dia malah salahkan aku.”“Mama juga nggak punya anak perempuan, masih saja mau salahkan aku. Memangnya kami yang nggak mau punya anak perempuan? Ada masalah dengan feng shui keluarga Adhitama. Aku curiga rumah dan makam leluhur kita ada di tanah milik seorang biksu,” kata Dewi sambil menutup mulut untuk menahan tawa.Keluarga Adhitama han
Sarah pun tidak marah. Dia justru berkata, “Sekarang transportasi sudah mudah. Ada pesawat terbang, kereta cepat, mau ke mana-mana gampang. Pagi di Kota Mambera, siang sudah di luar negeri. Takut apa jauh? Yang penting orangnya baik, cocok untuk anak-anak. Kalian harusnya senang, malah bilang orang yang aku pilihkan kejauhan. Kalau suruh kalian yang urus, rambut kalian pasti akan semakin cepat beruban. Mana bisa santai seperti sekarang.”Sarah menyentuh rambut putihnya dan berkata lagi, “Rambutku putih semua karena mengkhawatirkan pernikahan mereka.”Dewi melihat rambut putih ibu mertuanya dan bercanda, “Mama bisa saja cat rambut Mama jadi hitam. Mama rawat diri dengan baik, kelihatan seperti baru usia awal enam puluhan. Kalau rambut Mama dicat hitam, pasti kelihatan lebih muda.”“Nggak mau. Harus berani hadapi kenyataan kalau aku sudah tua.”Orang yang datang adalah Rosalina. Baru saja masuk ke ruangan, dia mendengar percakapan santai antara ibu mertua dan menantunya.“Nenek, Tante.”
Setelah Olivia dan yang lainnya pergi, Dewi baru menelepon Yuna. Yuna pun segera mengangkat telepon.“Oliv sudah berangkat?” tanya Yuna.“Baru saja berangkat. Aku lihat dia dan Russel naik ke helikopter, sampai helikopternya terbang jauh, aku baru berani telepon kamu. Dia nggak akan bisa dengar percakapan kita, kecuali dia punya pendengaran super.”“Oke, terima kasih sudah kasih kabar.”“Sama saudara sendiri nggak perlu sungkan-sungkan. Toh, tujuan kita sama,” kata Dewi.“Kamu juga sungkan sama aku. Setelah semuanya selesai, ayo kita makan bareng. Aku yang traktir.”Keduanya adalah perempuan paling terhormat di Kota Mambera, tapi mereka tidak pernah makan bersama di luar. Karena Olivia menjadi menantu keluarga Adhitama, keduanya baru menjadi sadara. Namun, keduanya belum pernah membuat janji makan bersama.Mereka juga tidak sedekat Dewi dengan ibunya Bram dan ibunya Daniel. Namun, keluarga Ardaba dan keluarga Lumanto memang sangat dekat dengan keluarga Adhitama. Wajar saja Dewi dekat d
“Aku dan Tante akan pulang sebelum Tahun Baru. Om Stefan bilang habis dari luar kota, dia akan pergi ke sana jemput aku dan Tante.”Dewi tersenyum. “Kalau begitu kita nggak akan bisa bertemu selama belasan hari.”Dewi menarik Russel ke dekatnya lagi dan memeluknya sebentar. Kemudian, dia mencium pipi Russel dan berkata, “Selamat bersenang-senang di sana. Nanti ceritkan pada Nenek kamu dan Liam main apa saja, pergi ke mana, makan apa, terus bawa oleh-oleh dari sana buat kami.”Seandainya bukan karena khawatir Olivia akan mengetahui bahwa semua orang menyembunyikan situasi di Kota Cianter darinya, Dewi pasti tidak akan membiarkan Russel pergi ke Vila Ferda secepat ini.Di hari biasa, Russel harus masuk sekolah. Akhir pekan belum tentu anak itu datang. Hanya sesekali, itu pun untuk satu atau dua hari saja. Semua orang merindukan anak itu. Sekarang Russel sedang libur panjang, tapi dia malah merengek ingin pergi bertemu teman sepermainannya.“Oliv, karena kalian pergi main, bersenang-senan