Olivia berbalik lalu mencubit Junia pelan seraya berkata, “Aku tidur saja, deh. Biar aku nggak kayak ikan goreng.”Junia langsung merangkul Olivia lalu berkata, “Kalian berdua kan sudah lama menikah. Wajar saja kalau ada konflik di antara kalian. Semua konflik itu akan segera berlalu dan langit akan kembali cerah lagi. Sekarang kamu istirahat saja dengan tenang. Dengan begitu, kamu bisa menyambut hari esok dengan lebih bersemangat.”“Junia, untung banget deh aku punya kamu. Aku bisa ngobrol sama kamu kalau suasana hatiku ini lagi buruk,” puji Olivia.“Kita kan teman lama, jadi wajar saja kalau kita saling berbagi suka dan duka. Lagi pula, aku juga akan ngobrol sama kamu kalau suasana hatiku lagi buruk. Sudahlah, kamu tidur dulu. Jangan kebanyakan mikir,” balas Junia sambil tersenyum. Olivia langsung mengangguk. Tidak lama kemudian, akhirnya dia tertidur. Situasi di rumah keluarga Santoso sudah sangat sepi dan sunyi ketika Stefan tiba. Semua orang juga sudah tertidur. Akhirnya Stefan
Dia rela menerobos masuk ke dalam kediaman keluarga Santoso agar dirinya bisa membawa pulang Olivia tanpa mengganggu keluarga Santoso yang sedang beristirahat. Begitulah kira-kira pemikiran Stefan saat ini. Namun, dia tidak tahu kalau keluarga Santoso memelihara 2 ekor anjing serigala yang sedang menatapnya di sudut halaman. Stefan melihat dua ekor anjing serigala sedang menatapnya ketika dia sudah berhasil memanjat pagar kediaman keluarga Santoso dan hendak melompat turun. Anjing itu menatap Stefan dengan mengangkat kepala mereka tinggi-tinggi dengan tatapan mata waspada mereka yang mengarah ke Stefan.Stefan benar-benar ketakutan sampai hampir terjatuh dari atas pintu gerbang. Stefan tahu kalau orang-orang di lingkungan ini juga memelihara anjing karena dia mendengar suara gonggongan anjing-anjing itu ketika dia melintas. Namun, dia tidak tahu kalau ternyata keluarga Santoso juga memelihara anjing. Karena kedua anjing itu tidak menggonggong ketika dia memarkirkan mobilnya di depan r
Stefan memperhatikan Grace yang kembali masuk ke dalam rumahnya. Dia sempat terdiam cukup lama di depan pintu gerbang kediaman keluarga Santoso. Sampai akhirnya dia kembali ke dalam mobilnya dan pergi beberapa menit kemudian. Keesokan paginya, Stefan bergegas pergi ke kediaman keluarga Santoso. Stefan melihat pintu gerbang rumah keluarga Santoso telah dibuka dan kedua anjing itu juga sudah diikat. Stefan langsung berpikir kalau dirinya pasti datang terlambat. Grace yang sedang menyapu halaman buru-buru menghampirinya ketika Stefan baru memarkirkan mobilnya di depan rumah keluarga Santoso. “Stefan, Junia dan Olivia sudah pergi. Mereka bilang sih mau ke restorannya Odelina, makanya mereka pergi pagi-pagi sekali,” ujar Grace. “Mereka perginya sudah lama ya, Tante?” tanya Stefan lagi. “Sekitar 20 menit yang lalu. Olivia bilang, dia mau jemput Russel di tempat Odelina makanya dia berangkat lebih cepat dari rencana,” jawab Grace. “Aku mau pergi ke tempatnya Odelina dulu ya, Tante. Teri
Rosalina langsung menyapa Stefan dengan ragu, “Pak Stefan, ya?”Stefan terkesiap setelah mendengar Rosalina menyapanya. Perempuan ini sudah bisa mengenali orang lain hanya dari suara derap langkahnya saja. “Bu Rosalina,” sapa Stefan dengan suara pelan. “Ibu mau mengirim bunga ini untuk Calvin, ya?” tanya Stefan. Rosalina mengangguk lalu berkata, “Pak Calvin memesan bunga ini di toko saya. Dia juga meminta saya untuk mengantarnya.”“Bu Rosalina datang ke sini sendirian?” tanya Stefan lagi. “Ya,” jawab Rosalina cepat.Stefan merasa kalau Calvin sungguh kurang ajar. Dia menyuruh Rosalina mengantar bunga ini ke sini dengan keadaan Rosalina yang tidak bisa melihat. Namun, Stefan sama sekali tidak mengungkapkannya di depan Rosalina. Semua ini adalah urusan Calvin, jadi dia hanya bisa memperhatikannya dari kejauhan saja. “Apa mau aku suruh orang untuk membantu Ibu ke atas?” tanya Stefan menawarkan bantuannya kepada Rosalina. “Terima kasih, Pak Stefan. Tidak perlu, kok. Saya bisa sendiri
“Nggak.”“Mereka nggak pernah beri tahu aku strategi yang mereka diskusikan,” kata Rosalina dengan santai.Usai berkata, Rosalina mengambil tongkatnya. Setelah dia diusir oleh ibunya malam itu, tongkatnya tergeletak di kamar ibunya.Keesokan harinya, pelayan mengembalikan tongkat itu kepada Rosalina. Pelayan itu juga berkata pada Rosalina kalau dia menemukan tongkat itu di depan kamar Sinta. Rosalina menduga kalau ibunya telah membuang tongkatnya.Rosalina menyerahkan tongkat itu kepada Calvin. Pada awalnya, Calvin mengira Rosalina akan memukul kepalanya dengan tongkat. Secara naluriah dia mengulurkan tangan untuk menahan tongkat Rosalina. Namun, Rosalina melepaskan tongkatnya.Calvin baru sadar, ternyata perempuan itu menyerahkan tongkat itu kepadanya.“Ada bagian kosong di tongkatku, di dalamnya ada sebuah pena perekam suara,” ujar Rosalina dengan suara yang masih datar.Mata hitam Calvin berkedip sebentar, caranya menatap Rosalina akhirnya menjadi sedikit berbeda. Dia pun berhenti m
Karena Rosalina mencurigai ada sesuatu yang janggal dengan kematian ayahnya, mereka pun ingin membunuh Rosalina. Lagi pula, di rumah keluarga Siahaan, Rosalina seperti orang tak kasat mata. Sekalipun dia meninggal karena sakit, tidak akan ada yang menyelidiki kematian Rosalina.Kalau bukan karena tante Rosalina yang telah menikah dan pindah ke tempat jauh tiba-tiba pulang ke rumah, lalu menemukan Rosalina sakit parah dan mengantarnya ke rumah sakit, Rosalina pasti sudah mati di tangan ibu kandungnya sendiri sepuluh tahun yang lalu.Tentu saja, Calvin dan Rosalina juga percakapan Johan dan Sinta tentang meminta Calvin untuk bertanggung jawab terhadap Rosalina.Usai mendengar rekaman itu, Calvin menatap Rosalina tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Sedangkan Rosalina sedang mengatupkan kedua tangannya dengan erat, terdiam cukup lama.Meski selama ini Rosalina memang mencurigai kematian ayahnya ada hubungannya dengan mereka, dia hanya bisa curiga karena tidak memiliki bukti.Namun, begitu
Calvin menatap mata Rosalina sesaat, lalu berkata, “Kak Olivia benar. Kalau kamu ingin mengumpulkan bukti, kamu harus sembuhkan matamu lebih dulu. Kamu serahkan saja padaku alat perekam ini, aku bantu kamu simpan dulu. Daripada nanti jatuh ke tangan mereka, bisa-bisa kamu kehilangan nyawamu.”“Terima kasih, Pak Calvin.”Rosalina tidak pernah berpikir untuk membawa kembali alat perekam itu. Seperti kata Calvin, kalau Rosalina membawa kembali alat perekam itu dan tidak menyimpannya dengan baik, bisa-bisa Rosalina kehilangan nyawanya.“Kalau mereka terus ingin memanfaatkan aku untuk menyelamatkan adikku, aku akan mengikuti rencana mereka. Apakah kamu keberatan?”Rosalina spontan memasang raut wajah tidak mengerti.“Apa maksud Pak Calvin dengan mengikuti rencana mereka?”“Papa tirimu ingin aku bertanggung jawab padamu, kan. Mereka mengira aku pasti nggak mau, dengan begitu mereka bisa mengajukan persyaratan padaku untuk menyelamatkan adikmu. Perhitungan mereka sangat bagus, tapi jawaban da
Roni melihat sekarang kehidupan Odelina menjadi lebih baik, kondisi mental perempuan itu pun pelan-pelan berubah. Roni merasa ingin menambahkan masalah untuk Odelina.Contohnya saja masalah kali ini. Sebenarnya Roni hanya ingin membeli baju untuk putranya. Tapi setelah diprovokasi Yenny, dia pun merasa Odelina sengaja tidak membiarkannya dekat dengan Russel, tidak membiarkannya bertemu dengan putranya sendiri.Oleh karena itu, Roni bersikeras ingin membawa Russel pergi mencoba baju. Odelina tidak setuju, maka dia akan bertengkar dengan Odelina.“Russel mana? Kamu sembunyikan Russel di mana?”Roni melihat ke sekeliling toko tapi tidak menemukan putranya di sana.“Kamu sembunyikan Russel di tempat Olivia?”Tidak, toko buku Olivia tidak buka selama dua hari terakhir. Roni sudah coba pergi ke toko buku itu.“Russel lagi di kelas, agak siang baru pulang.” Odelina berkata dengan acuh tak acuh, “Roni, aku nggak bermaksud menghalangi kamu bertemu dengan Russel. Kalau kamu benar-benar mau bawa
Jika bukan karena Sofia, mungkin Deddy tidak akan pernah melirik Patricia sedikit pun. Sofia, Sofia, apa-apa selalu saja karena Sofia!Patricia berpikir saat itu dia berencana untuk membunuh kakaknya adalah karena kebencian. Karena apa pun yang Patricia lakukan, orang lain akan selalu mengungkit nama Sofia. Dialah yang akan selalu dipuji karena sudah mendidik Patricia dengan baik.Patricia mengaku dia iri kepada kakaknya. Kakaknya jauh lebih baik darinya dalam segala hal. Hanya ada satu kekurangan yang kakaknya itu miliki, yaitu tubuh yang lemah dan sakit-sakitan.Setiap kali Patricia menemui kesulitan ketika diminta untuk mengerjakan pekerjaan kantor dan juga urusan keluarga yang tidak bisa dia selesaikan sendiri, begitu pulang ke rumah dan berbicara dengan kakaknya, kakaknya pasti akan mencarikan solusi. Patricia tinggal melakukan sesuai dengan arahan kakaknya , dan masalah pun terselesaikan dengan sempurna.Patricia memang tidak secerdas dan seberani kakaknya. Patricia minder merasa
Vandi beranjak dari kursinya dan langsung membalikkan badan. Patricia dapat melihat sosok tubuh Vandi saat dia membelakanginya. Sebenarnya, ketika dilihat dari belakang, Vandi adalah pria yang lumayan menarik. Tampangnya tidak dibilang jelek, dan banyak kepribadian yang dia miliki cocok dengan Felicia.Patricia mengalihkan pandangannya ke sebuah bingkai foto yang dia letakkan di salah satu sudut meja. Foto itu memperlihatkan potret satu keluarga lengkap setelah Felicia pulang. Di foto tersebut mereka berdua berdiri sebelahan, tetapi Felicia tidak menyentuhnya. Saat itu mereka berdua tidak ada bedanya dengan orang asing yang saling menjauhi satu sama lain. Namun Patricia berdiri menempel dan berusaha menggandeng tangan anaknya dengan penuh kasih sayang, seolah ingin memperlihatkan kalau mereka bisa berdamai dengan masa lalu.Cukup lama Patricia mengamati foto tersebut. Jari-jarinya meraba sosok Felicia dengan perlahan dan bergumam, “Felicia, kamu akan lebih bahagia dari aku.”Lalu Patri
Mengetahui Vandi pasti akan khawatir dengan keamanan Felicia, Patricia pun berkata, “Kamu jangan takut, obat ini nggak akan membahayakan nyawanya, paling cuma bikin dia pingsan selama beberapa hari saja. Begitu sadar, dia masih akan merasa kaki tangan lemas selama beberapa hari ke depan. Tenang saja, aku nggak mungkin meracuni anak perempuanku satu-satunya sampai mati.”Vandi lantas mengambil obat itu dan menyimpannya di dalam saku celananya. “Bu Patricia, obatnya kuterima, tapi aku nggak bisa berjanji akan menaruh obat ini ke dalam makanannya.”Jika Vandi tidak mengambil obat tersebut, Patricia pasti akan meminta orang lain untuk menaruh obat tersebut ke dalam makanannya. Dengan mengambil obat itu, Vandi bisa memastikan kandungan obatnya terlebih dahulu baru memutuskan apakah dia akan menggunakannya kepada Felicia.“Aku tahu Bu Patricia nggak berniat membunuh Felicia, tapi Felicia sudah dewasa. Dia punya pemikirannya sendiri, Bu Patricia nggak seharusnya membatasi dia. Kalau aku melak
“Sedikit demi sedikit dia bikin aku makin kecewa sama Fani, dan di kantor dia juga pelan-pelan mulai menunjukkan taringnya. Aku baru tahu kalau bakat terpendamnya sudah terbangun. Semua perempuan yang lahir di keluarga Gatara punya bakat alami dalam berbisnis, dan ditakdirkan untuk jadi wanita yang kuat. Setelah aku tahu dia ternyata seperti itu, aku masih tetapi memarahi dia untuk sementara waktu supaya nggak langsung terbongkar, sambil menunggu sampai dia mulai paham gimana cara kerja Gatara Group, baru aku kasih dia wewenang lebih. Begitu yang lain baru sadar, mereka sudah nggak bisa menindas Felicia lagi. Ya … mau gimanapun juga dia tetap anak kandungku. Aku menyesal nggak menyusui dan menggendong dia sekali pun. Aku ingin menebus kesalahanku, nggak peduli seperti apa sikap dia kepadaku, aku tetap tahan. Tapi kalau orang lain yang mengkhianatiku, di saat itu juga langsung kuhabisi dia.”Setelah mendengar semua perkataan Patricia yang sangat panjang itu, Vandi tidak mengatakan apa-a
Patricia sudah sejak awal sekali meminta mereka untuk memberikan seorang asisten serba bisa untuk membantu Felicia dalam menjalani pekerjaannya sehari-hari. Saat itu Patricia mengira Felicia adalah anak yang tidak berguna dan akan sulit untuk hidup mandiri, makanya dia sudah dari awal meminta mereka untuk mengirimkan seorang asisten.Namun siapa sangka, di hari ini dia malah menyerahkan nasib anaknya kepada Vandi.Apabila Felicia meninggalkan keluarga Gatara, menikah, dan menjalani kehidupan sehari-hari yang normal bersama Vandi, sepertinya itu bukan pilihan yang buruk. Mereka berdua sama-sama memiliki kelebihannya sendiri. Dengan saling membantu satu sama lain, mereka pasti bisa melewati hari-hari mereka kelak dengan baik, bahkan mungkin lebih baik lagi daripada yang sekarang.Selama bertahun-tahun Patricia mengemban tanggung jawab sebagai kepala keluarga Gatara, dia tentunya tahu betul seperti apa kondisi perusahaan mereka saat ini, dan apa saja intrik-intrik yang ada di dalamnya.Al
Patricia memanggil Vandi datang untuk mengobrol, tetapi mengapa rasanya dia malah terkesan mendorong Vandi untuk menikah dengan Felicia. Memangnya Patricia bisa mengatur hidupnya Felicia? Lagi pula Felicia hanya akan meniduri pria lain, bukan menikah dengannya. Kecuali jika Felicia sudah bukan lagi menjadi kepala keluarga Gatara dan mewarisi Gatara Group, maka dia boleh saja menikah.Vandi sebenarnya sudah bisa menebak apa yang terjadi mengingat-ingat apa saja yang akhir-akhir ini Patricia lakukan, hanya saja Vandi tidak mau mengungkapkannya. Tidak hanya Vandi dan Felicia saja, tetapi Odelina juga sama-sama terus memantau setiap aktivitas Patricia.Jadi, pada akhirnya siapa yang akan menang?Vandi tidak peduli dengan itu. Dia hanya melakukan apa pun yang Felicia minta. Apakah Patricia secepat itu melakukan persiapan apabila dia kalah? Sejujurnya Vandi merasa yang sudah pasti kalah dalam perselisihan ini adalah Patricia, tetapi dia tentu saja tidak berani megatakannya terang-terangan. D
Setelah terdiam sejenak, Patricia melanjutkan ucapannya. “Dia bakal jadi penerus Gatara Group. Dia harus melahirkan generasi baru untuk meneruskan garis keturunan. Kalau dia nggak punya suami, dia gimana bisa punya keturunan? Anak itu malah bisa-bisanya ngomong cari cowok one night stand dan mengandung anak cowok itu, nggak perlu repot-repot cari calon pasangan yang setia.”Singkat kata, Felicia ingin dibuahi oleh pria yang baru beberapa kali tidur dengannya dan membesarkan anaknya sendiri tanpa bantuan suami. Anak muda zaman sekarang memiliki pemikiran yang sangat berbeda dengan pendahulunya. Patricia meski sudah cukup lama menjadi kepala keluarga, dia masih tetap terikat dengan adat lama di mana perempuan harus menikah dan menjadi bagian dari keluarga suaminya. Dia tidak memiliki pemikiran yang lebih terbuka seperti Felicia.Dengan sangat berhati-hati Vandi menanggapi, “Bu Patricia, kami yang dikirim ke pusat pelatihan semuanya adalah yatim piatu. Kami nggak punya orang tua atau kaka
Felicia meminta Vandi untuk berangkat ke gedung kantor Gatara Group.Dengan rasa khawatir Vandi berkata, “Kalau aku pergi, kamu sendirian di sini. Aku nggak bisa tenang tinggalin kamu sendiri.”“Nggak tenang kenapa? Yang bisa membunuhku cuma mamaku. Papa dan kakak-kakakku memang mau aku mati, tapi nyali mereka terlalu kecil. Kalau mereka mau membunuhku secara terang-terangan, mereka nggak akan selamat. Odelina dan yang lain nggak mungkin melakukan itu, dan mamaku nggak akan membunuhku.”Felicia sangat yakin akan hal itu. Jika ibunya ingin membunuhnya, Felicia pasti sudah mati entah berapa kali sejak dulu.“Kalau begitu aku ke sana dulu. Kalau ada apa-apa telepon aku,” ujar Vandi.“Iya, cepat pergi.”Atas dorongan dari Felicia, Vandi pun berangkat ke kantor Gatara Group sesegera mungkin. Suasana hati Patricia sedang buruk-buruknya karena dua hari ini dia harus bekerja di kantor, bahkan di akhir pekan pun ada banyak karyawan yang harus lembur. Gedung kantor menyala dengan terang benderan
Setelah percakapan dengan ibunya berakhir, Felicia menatap ayah dan kakak-kakaknya, lalu berkata, “Aku sudah bilang ke Mama, kalian semua boleh pulang.”Cakra dan ketiga anaknya juga merasa canggung saat mendengar percakapan antara Felicia dan Patricia. Mereka sudah menduga Patricia akan meminta anaknya untuk berbaikan dengan para kakaknya, tetapi bagai minyak dan air, mereka tidak mungkin bisa bersatu. Ivan dan adik-adiknya yang memang sejak awal tidak memiliki kasih sayang kepada Felicia jadi makin membencinya. Kalau bukan karena kondisi keluarga yang sedang kritis, mereka mungkin akan mencari cara bagaimana mereka bisa menghabisi nyawa Felicia. Namun saat ini mereka tidak melakukannya karena membunuh Felicia sama dengan merugikan diri sendiri.Namun apa boleh buat, ini salah mereka sendiri yang tidak sanggup menolong diri sendiri seingga harus bergantung kepada Felicia. Mereka hanya bisa bersembunyi di belakang ibunya dan memuaskan hasrat pribadi dengan memanfaatkan Gatara Group.“F