“Kemana para pemuda, katanya akan datang jam sebelas?” Seorang pemuda sedang berjalan santai seiring mengamati persekitaran menggunakan senter. Daerah rumahnya sangat rawan pencuri karena sembilan puluh persen warganya adalah orang mampu, sedangkan sepuluh persennya lagi kalangan menengah.
Alvan menyusuri daerah yang masih dipenuhi rimbunnya pepohonan dan rumput liar di beberapa tempat. Senter masih diarahkan kesana kemari. Namun, baru saja beberapa langkah diambilnya terdengar suara di dalam semak-semak, pun rumput di sekitarnya bergerak seperti ada sesuatu di balik rerumputan tinggi itu. Penasaran, Alvan mencoba mencari tahu sesuatu di sana, tepatnya di pinggiran kebun milik salah satu RT. Senter diarahkan tepat ke semak-semak bergoyang. “Astagfirullahadzim ..., masa iya yang sedang berzina!” Pikirannya segera traveling karena beberapa hari lalu terdapat kumpul kebo di salah satu rumah kontrakan maka dari itu siskamling diperketat bukan hanya untuk menjaga keamanan dari maling. Alvan masih mengarahkan senternya ke semak-semak, hingga sekilas dirinya melihat sebuah kepala berambut panjang. “Tidak salah lagi, pasti itu perempuan!” geram sudah merasuki jiwanya hingga secepat kilat Alvan melompat ke dalam semak. Namun, pemandangan yang dijumpainya justru seorang gadis berpakaian cukup berantakan yang sedang mencoba melepaskan kakinya dari jebakan tikus. Sontak laki-laki ini menganga sesaat, tetapi kemudian segera berjongkok untuk mensejajarkan tingginya dengan si gadis yang sedang terduduk. “Biar saya bantu!” Tanpa basa-basi laki-laki ini mewanarkan jasanya. Senter disimpan di sisi tubuhnya begitu saja. Namun, gadis berambut panjang ini menjerit sekalian melempari Alvan dengan ranting di sekitarnya. “Eh, apa ini kenapa melempari saya?” Laki-laki ini menepis setiap serangan si gadis. “Pergi kamu!” usir gadis yang tidak dikenali Alvan. “Tenang, saya bukan orang jahat, kok!” penjelasan singkat Alvan membuat si gadis berhenti melemparinya. “Saya kira kamu akan melakukan pelecehan ....” Suara indahnya baru saja terdengar. Alvan beristigfar saat mendapatkan fitnah, kemudian segera bertanya, "Sedang apa kamu di sini?” Keduanya saling memandang, tetapi hanya mengandalkan pantulan cahaya bulan sebagai satu-satunya alat penerangan hingga Alvan maupun gadis ini tidak dapat melihat satu sama lain dengan jelas. “Kaki saya sakit ....” Gadis ini mulai merengek kecil. Alvan segera mengarahkan senter pada kaki si gadis yang berbalut sepatu dengan brand terkenal. Setelah melepaskan jebakan tikus, barulah senter diarahkan pada persekitaran. “Kamu sama siapa di sini?” “Sen-diri,” jawab ragunya. “Sendiri?” Alvan bertanya tegas karena mungkin diam-diam gadis ini berduaan dengan seorang laki-laki yang bersembunyi karena kedatangan dirinya. “Iya.” Suaranya berubah pelan bersama anggukan, tetapi wajahnya tidak diangkat kembali hingga membuat Alvan menatap menyelidik sesaat. “Kamu mau kemana, biar saya antar?” “Tidak tahu.” Suara gadis ini masih terdengar kecil. “Rumah kamu di mana? Saya akan antar kamu," ulang Alvan yang sedikit lebih tegas. Wajah si gadis masih belum terlihat jelas karena rambut panjangnya menutup sebagian wajahnya. “Ikut ke rumah kamu saja, boleh tidak?” Tatapannya mengarah langsung pada Alvan hingga wajah keduanya sudah hampir bisa dikenali. “Mana bisa.” Alvan menggaruk kepala tidak gatal. Namun, kalimatnya tidak mendapatkan sahutan. "Iya sudah ikut saja dulu ke pos,” ajakan Alvan dibalas anggukan gadis ini dengan entengnya hingga laki-laki ini semakin merasa aneh karena ini pengalaman pertamanya bertemu tipe gadis seperti ini. Tidak butuh waktu lama menuju pos, hingga akhirnya Alvan melihat tetesan darah mengucur dari dahi si gadis dengan bantuan cahaya lampu yang terang. Panik, maka Alvan segera menyingkap rambut si gadis, mengikatnya di belakang, lalu membasahi kain bersih yang terdapat dalam sweaternya, dipakai untuk mengelap darah segar dari dahi si gadis, “Kenapa dahi kamu sampai berdarah?” Dengan telaten, sapu tangan diusapkan berulang kali hingga cairan merah itu berhenti mengucur. “Mungkin ... karena kecelakaan,” jawab ragu si gadis yang seolah tidak merasakan apapun. “Di mana rumah kamu?” ulang Alvan, tetapi mendapatkan jawaban gelengan kepala, “nama kamu?” Lagi, gelengan kepala sebagai jawaban si gadis. Maka, segera Alvan membawa si gadis ke kediamannya. Jadi, pria dan wanita yaitu ayah dan ibunya Alvan keheranan pada gadis yang dibawa putranya tengah malam. “Siapa gadis yang sedang bersama kamu dan kenapa pakaiannya sangat berantakan?” curiga merayap dalam benak Ibrahim dan Aisyah. Alvan menjelaskan yang terjadi, maka akhirnya malam ini si gadis yang diduga hilang ingatan dipersilakan menginap. Lalu, keesokan paginya Ibrahim dan Aisyah mencoba bertanya pada si gadis tentang siapa dirinya dan dari mana asalnya, tetapi gadis itu selalu menggeleng linglung. Satu minggu berlalu dengan cepat. Selama ini Ibrahim dan Alvan tidak diam bahkan mereka bekerjasama dengan RT dan RW setempat untuk mencari keluarga si gadis, tetapi hasilnya nihil karena hingga dua bulan kemudian tidak ada siapapun yang menghubungi setelah selembaran orang hilang disebarkan, bahkan kini gadis itu memiliki nama baru yang diberikan Aisyah yaitu Aulya Khanza. Saat ini Aisyah merajuk pada suaminya, "Ibu-ibu mulai membicarakan keluarga kita karena kita memasukan gadis yang tidak ada pertalian darah, tinggal satu rumah dengan Alvan-anak kita yang sudah pemuda ...." Ibrahim seorang Ustad, pria ini berasal dari keluarga Kyai. Maka dia tidak ingin nama baiknya dan nama baik keluarganya hancur. "Kita nikahkan saja Alvan dan Aulya." Bersambung ...Tiktok @_destiangraeni
“Apa, menikah!” kaget Alvan saat Ibrahim mengatakan tawaran mencengangkan. Waktu menunjukan pukul delapan malam, satu keluarga berbincang setelah makan malam.“Apa kalian bersedia dinikahkan?” ulang Ibrahim. Aulya tidak mengatakan apapun karena dirinya tidak tahu harus bagaimana, sedangkan Alvan masih bertanya-tanya tentang keputusan tiba-tiba ini.Alvan menatap ke arah Aulya. “Kamu masih belum ingat apa-apa?”Aulya menggeleng sendu sekaligus bingung. Aisyah yang berkata, “Tadi pagi Aulya sudah diperiksa, dokter bilang hilang ingatan tidak bisa ditentukan kapan akan pulih.”Alvan kembali bergeming. Pertanyaan yang dilontarkan ayahnya sangat mendadak hingga dirinya kebingungan. Di sisi lain, setelah obrolan di ruang makan selesai, Aulya merenung seorang diri, “Apa harus ya, saya menikah sama Alvan? Saya tidak tahu apapun, di mana keluarga saya dan siapa saya!"“Sayang ....” Aisyah menyapa dengan hangat seiring membawakan camilan, “kok melamun di halaman belakang.” Sentuhannya selemb
“Panas!” Alvan mengeluhkan tubuhnya. Dia berdiri di bawah shower, tetapi sama sekali tidak membuatnya betah maka pemuda ini segera kembali ke dalam kamar setelah tiga menit yang lalu berpamitan ke kamar mandi.Tatapan Alvan segera mengarah pada Aulya yang sudah melepaskan baju pengantinnya digantikan baju dinas malam, kado pemberian tantenya Alvan.“Ini baju apa sih, saya malu memakainya ....” Selimut sudah menguburnya hingga ke bagian dada, Aulya sedang terduduk di atas ranjang seiring memasang wajah semerah tomat.Samar, Alvan melihat bahu yang mulus hingga dirinya menyeringai sangat genit. “Tidak apa, pakai saja.” Segera, dia mengunjungi Aulya yang seolah sudah menyodorkan diri tanpa harus dipaksa.“Saya sudah panas,” aku Alvan bersama suara berat hingga malam ini dirinya melakukannya sangat binal akibat dorongan obat perangsang yang lumayan berdosis tinggi. Alvan tidak tahu jika minuman pemberian kawan-kawannya mengandung obat perangsang. Namun, tentu saja hal ini kurang membuat
Alvan kembali ke sisi Aulya setelah meninggalkan istrinya beberapa saat. “Bagaimana kabar kamu sekarang?” Pelukannya mendarat di belakang tubuh Aulya.“Membaik, tapi ... kalau bisa malam ini biasa saja ya.” Aulya memohon, memasang wajah cemas.“Iya, Sayang.” Alvan mengecup leher sebelah kanan Aulya sangat sensual. Semalam adalah pengalaman paling memuaskan maka sulit dilupakan dan selalu ingin mengulang lagi dan lagi.Malam ini adegan itu masih terjadi tapi situasinya sangat berbeda dari malam sebelumnya, jadi Alvan mencari tahu lewat internet hingga akhirnya menemukan obat perangsang. “Pasti saya dijahili teman-teman. Dasar,” rutuk kecilnya.Aulya sudah terlelap. Seperti niatnya, Alvan masih ingin menggali tentang Aulya. Maka, mencoba mencari akun yang memiliki gambar wajah istrinya dirasa salah satu cara. Dirinya asal memasukan nama karena entah siapa nama asli Aulya, menikah pun hanya bisa secara agama karena surat-surat resmi si gadis tidak diketahui. Memang sangat kecil kemungkin
"Aul tidak ada!" Aisyah mengatakan hal ini dengan panik pada Ibrahim dan Alvan. Wanita ini juga menjelaskan kepergian menantunya yang tiba-tiba dan tidak terlihat di mana pun walau dia sudah menyusuri daerah ini, termasuk membuat penguman di speaker masjid hingga banyak warga membantu mencari karena semua orang di daerah ini tahu jika konsidi si gadis masih hilang ingatan.Maka, Alvan dan Ibrahim segera mencari Aulya hingga tanpa terasa waktu cepat sekali berlalu, tetapi gadis itu belum ditemukan. Alvan mencari hingga malam hari. “Sayang, kamu di mana?” rintihan membatinnya tanpa siapapun yang tahu.Dua hari berlalu. Alvan, Ibrahim dan Aisyah masih mencari. Satu keluarga mengabaikan rutinitas mereka demi menemukan Aulya. Lalu, di saat sendiri handphone Alvan berdering. Nomor tidak diketahui adalah pemanggilanya. “Halo, assalamualaikum!” Grasah-grusuh laki-laki ini saat menerima panggilan.“Alvan, ini saya.” Suara Aulya sangat nyata hingga membuat Alvan melonjak kegirangan.“Sayang, ka
Alvan memandang dalam ke arah si gadis yang selalu bernama Aulya di matanya. “Saya sangat mencintai dan menyayangi kamu, tapi jika memang tidak ada cara untuk kita melanjutkan hubungan ini, insya’allah saya ikhlas, tapi kamu harus berjanji hidup bahagia sama Zayden, saya tidak mau melihat kamu terluka.”Hingga detik ini, Alvan masih menunjukan ketulusannya. Bahkan melepaskan Aulya adalah salah satu bukti ketulusannya karena dia ingin melihat gadis itu bahagia walaupun di atas lukanya. “Zayden tidak akan melukai saya.”Alvan mengulurkan tangannya ke arah Venus, membelai sebelah pipinya, bagaimanapun juga gadis itu masih istrinya, maka dirinya masih leluasa menyentuh dan memeluk si gadis sangat sayang. Tidak ada kalimat yang keluar, hanya tenggelam dalam pelukan terakhir ini.Kini, Alvan dan keluarganya kembali ke kota mereka setelah keputusan pertama dibuat, yaitu pisah ranjang untuk sementara, tetapi Alvan berharap keputusan ini akan membuat kehidupan pernikahannya dengan Aulya kembal
Keputusan Alvan membawanya pada ruang operasi setelah serangkaian tes fisik dan beberapa prosedur sebagai persyaratan.“Bismillah ...,” gumam Alvan hingga akhirnya tidak sadarkan diri.Di luar ruang operasi, Aisyah tidak berhenti berdoa seiring menunggu kedatangan Aulya. Tetapi Ibrahim kurang setuju pada keputusan istrinya. “Sudah Abi katakan, tidak perlu menghubungi Aulya karena mungkin menantu kita tidak akan datang.”“Umi masih berharap, semoga saja Aul mau menemani masa-masa sulit Alvan walaupun hanya sekejap ....”Ibrahim hanya bisa menghela napas seiring lantunan doa terbaik untuk Alvan dan juga untuk hubungan Alvan dan Aulya ke depannya.Satu hari sebelum operasi, Aisyah meminta izin Alvan untuk menghubungi Aulya, tetapi putranya menolak, “Tidak usah Umi, takutnya malah akan mengganggu Aul ....”Namun, justru keikhlasan Alvan membuat Aisyah ingin membantu putranya memperjuangkan Aulya hingga wanita ini memberi kabar operasi tanpa sepengetahuan Alvan.Akhirnya jam-jam menegangka
Ibrahim berbicara pada putranya setelah pertemuan keluarga berakhir, “Abi sudah mendengar dari Umi tentang pendapat kamu tentang pernikahan kalian. Abi meminta maaf dan mewakilkan seluruh keluarga.”Alvan tersenyum santun sebagaimana caranya berbicara. “Dulu Al sama Aul tidak pernah berpikir akan menikah kalau keluarga tidak menikahkan kita. Tapi itu bukan masalah, jadi Abi tidak perlu meminta maaf.”“Bagaimanapun, Abi merasa bersalah ....” Pria ini mendesah.“Al tidak pernah menganggap pernikahan dengan Aul sebuah kesalahan. Jadi Abi tidak perlu merasa bersalah. Hanya saja, tadi Al sedang tidak ingin membicarakan pernikahan Al dan Aul, jadi Al malas ikut berkumpul dalam pertemuan, Al minta maaf ....”Tatapan Ibrahim masih menyimpan penyesalan. “Tidak apa, Nak. Abi mengerti. Hal ini sangat berat untuk kamu.”“Iya, Abi. Al merasa selalu dicampakan oleh Aul. Dan Al juga tidak suka saat paman dan Kakek ikut campur dalam rumah tangga Al dan Aul walau sudah sewajarnya sesepuh keluarga ikut
Alvan menggandeng tangan Aulya saat mereka baru saja keluar dari mobil. Maka, senyuman Ibrahim dan Aisyah adalah penyambutnya.Aisyah tidak segan memeluk Aulya. “Umi sama Abi sangat merindukan kamu. Apalagi Alvan ....” Tatapannya tidak berubah, tetap tulus seperti biasanya.Aulya berkata gugup karena merasa malu. Dia sudah mengecewakan keluarga ini, tetapi dia masih diterima sangat baik. “Umi sama Abi sehat?”Aisyah balik bertanya dengan nada lembut, “Alhamdulillah ... bagaimana kabar Aul dan keluarga Aul?”“Alhamdulillah. Sehat, Umi ....” Saat ini Aulya sedikit menunduk karena tidak sanggup menatap mata Aisyah dan Ibrahim.Ucapan Ibrahim tidak kalah hangat dari Aisyah, “Mari masuk. Pasti kalian lelah.”Selama beberapa saat mereka berkumpul di ruang keluarga, lalu Aulya dan Alvan masuk ke dalam kamar, tetapi gadis ini hanya berdiri di depan pintu saat suaminya sudah merebahkan tubuhnya di sofa.“Jangan canggung,” ucap lembut Alvan.Aulya mengumpat kecil seiring melangkah, “Wajar. Saya
Zayden dan Alvan bertemu di lapangan basket. Keduanya saling memandang dengan sengit. “Saya yang akan menang!” ucap Zayden dengan memasang wajah angkuh.Alvan menyahut datar, tetapi tatapannya penuh ambisi dan keyakinan. “Mungkin saya masih bisa mengalah dalam permainan, tapi kalau tentang pernikahan, saya akan memperjuangkan Aul sampai akhir!”Tatapan Zayden semakin mengiris, tetapi suaranya tenang. “Perjuangkan saja Aulya sampai kamu menyerah karena Aulya tetap Venus, punya saya.” Seringainya berkibar.Penat, itu yang dirasakan Alvan. Maka, dia memulai permainan tunggal ini. Pertandingan satu lawan satu hanya dirinya dan Zayden.Kedua lelaki yang memperebutkan skor adalah idol kampus, jadi dengan cepat mengundang penonton kaum hawa maupun kaum adam, begitupun dengan Aulya.“Al!” cemas mengambang di hati dan pikiran Aulya. “Al, kenapa harus main basket, kenapa juga harus lawan Zayden. Gimana kondisi kamu ..., saya takut Zayden menyerang kelemahan kamu ....”‘Mata’ itu adalah kelemaha
Hari berikutnya tiba, maka hari ini Aulya mendapatkan telepon dari Niana. Nada suaranya menekan. “Sayang, kamu ini bagaimana. Mama sama Papa sudah bilang, jangan lupa misi kamu di sana, tapi kenapa sekarang Abinya Alvan jadi tahu dan mengundang kami datang!”“Jangan salahkan Venus ...,” rengeknya.“Mama bukan menyalahkan kamu. Tapi sekarang masalah ini jadi melebar. Mama sama Papa tidak ingin masalah ini berkepanjangan.”“Yang namanya perceraian pasti melibatkan orangtua kan, jadi wajar dong, Ma. Tapi ....” Aulya ragu mengatakan keputusannya.Namun, Niana tidak peduli pada kata setelah ‘Tapi.’ Dia hanya peduli pada perceraian Aulya dan Alvan. “Iya, tapi rencana Mama sama Papa jadi berantakan karena orangtua Alvan tahu lebih awal. Tadinya kami akan datang dan langsung menyelesaikan perceraian. Bukan bicara panjang lebar untuk mempertahankan pernikahan.”Suara Aulya diliputi kekhawatiran, tetapi juga bahagia karena keputusanya mempertahan pernikahan mendapat dukungan dari mertua serta s
Hari ini berbeda dari biasanya karena terjadi pertemuan penting antara Ibrahim dan Aisyah bersama Alvan dan Aulya.Suara Ibrahim menjadi yang pertama mengisi ruangan dan terdengar menggema di telinga Alvan dan Aulya. “Kenapa kalian baru pulang?”Alvan menatap ayahnya saat menjawab walaupun sebelumnya wajahnya sedikit menunduk, “Kami minta maaf, Abi. Kemarin kita pergi mendadak dan mendadak tidak pulang. Kemarin kami menginap.”“Kenapa harus menginap?”Lagi, atmosfer ruangan terasa sangat aneh, dingin. Walaupun saat ini Alvan dan Aulya belum mengetahui maksud Ibrahim mengundang mereka ke ruangan ini. Apa karena kemarin mereka tidak pulang? Tapi harusnya ini sudah bukan hal baru.Lagi, Alvan yang menjawab, “Kalau pulang mungkin akan terlalu malam.”“Terlalu malam atau kalian sengaja menghindari kami, orangtua kalian!” Volume suara Ibrahim bertambah, termasuk ketegasannya hingga membuat Alvan dan Aulya yakin jika saat ini terdapat sesuatu yang belum mereka ketahui.Alvan menyahut santun
“Zayden, kita harus bicara!” ucap tegas Aulya tanpa senyuman, justru raut wajahnya sangat dingin.Zayden menyahut dengan suara lembut disertai senyuman hangat, “Bicara apa?”“Tentang perceraian saya sama Al!” Amarah dilukis Aulya dalam wajah cantiknya, tetapi sikap Zayden tidak berubah.“Saya siap mendengarkan.” Senyuman Zayden semakin hangat.Sejenak, Aulya memandangi sepasang mata Zayden yang hitam legam dan dalam hingga terlihat misterius.“Saya tidak mau bercerai sama Al. Jadi tolong berhenti mengharapkan saya dan bilang sama orangtua kamu, kita tidak akan pernah bercerai!”Aulya pikir Zayden akan terluka dan menunjukan isi hatinya dalam ekspresi seperti yang pernah dilihatnya, tetapi dugaannya salah. Laki-laki ini sangat tegar dan tenang. “Saya akan tetap menunggu kamu. Lagian, bukan saya yang mau kalian bercerai, tapi Mama sama Papa kamu.”“Tapi pasti kamu juga, kan!”Tentu saja Zayden tidak akan mengaku untuk menjaga nama baiknya di hadapan gadis yang diinginkannya. “Jangan nud
Pagi ini raut wajah Aulya sangat cemas setelah membaca chat yang dikirim ibunya semalam. [Papa sudah bicara pada Ustaz tentang perceraian kalian.]Titik-titik keringat dingin bermunculan di puncak dahi Aulya. “Aul tidak mau cerai sama Al ..., tapi kan Aul juga tidak mungkin jadi anak durhaka!”Perasaan gelisah yang menyelimuti hati Aulya semakin tebal tatkala Niana kembali mengirimkan chat setelah tahu putrinya membaca chat semalam. [Jangan lupa misi kamu di sana. Ingat, jangan terbuai oleh apapun yang dilakukan Alvan!]Aulya memperbanyak istigfar yang dilantunkan di dalam hati karena sedang berada di kamar mandi, di depan wastafel.Kedua kelopak matanya tertutup saat Aulya mencoba mencari jalan keluar dari masalah ini hingga akhirnya menemukan solusi yang menurutnya paling mudah. “Saya harus bicara sama Zayden. Saya harus berhasil buat Zayden benci dan akhirnya berhenti menunggu saya cerai sama Al!”Tekadnya sekuat karang di lautan, tetapi ciut seketika saat menatap wajah Alvan karen
Alvan dan Fauzan mengisi waktu dengan mengaji, begitupun dengan Aulya walaupun tempat laki-laki dan perempuan terpisah.“Padahal saya maunya mengaji sama Al, tapi tidak mungkin sih, ini kan masjid walaupun kita suami istri,” gumam Aulya seiring melirik ke kiri dan kanan, memperhatikan para gadis yang mengaji masing-masing.Waktu magrib tiba tanpa terasa. Aulya dapat menyaksikan Alvan yang berdiri di paling depan karena dia ditunjuk menjadi imam walaupun sempat menolak.Senyuman bangga Aulya terlukis begitu saja melihat suaminya yang tampak hebat dalam urusan ilmu agama. Apalagi saat memimpin rumahtangga.Punggung Alvan terlihat kekar, tapi juga lembut di mata Aulya hingga akhirnya satu-persatu laki-laki menutupi Alvan hingga suaminya menghilang dari pandangan, dan Aulya hanya bisa melihat punggung pria lain.Dari shalat magrib, lalu berlanjut ke shalat isha. Aulya mengisi waktu dengan mengaji dan sedikit saling bertukar cerita dengan beberapa gadis di sana.Aulya mendapatkan banyak te
Alvan memberanikan diri masuk ke toilet perempuan ditemani gadis yang memberi tahunya. Lalu mengetuk pintu perlahan. “Aul?”Suara Alvan berhasil membuat Aulya terhenyak hingga reflek gadis ini berdiri seiring menyeka dengan cepat air matanya. “I-iya ....” Suaranya masih bergetar.“Sudah selesai?” Suara lembut Alvan dengan hati cemas walaupun tidak disampaikan secara langsung.Aulya kembali menjawab masih dengan suara bergetar, “Su-sudah. Tapi tunggu sebentar.”Kali ini Alvan berkata canggung karena bagaimanapun ini adalah toilet wanita. “Iya ..., saya ... tunggu di luar.”“Iya, di luar saja.”Langkah Alvan terasa berat, tetapi tetap meninggalkan toilet sebelum tempat itu ramai dan mungkin membuat orang-orang berpikiran negatif padanya. “Titip Aul. Tolong tanyakan keadaannya,” ucapnya pada si gadis sebelum dia pergi.Maka, walaupun hati Alvan tidak tenang dia harus kembali ke tempatnya semula dengan perasaan cemas sekalian menerka-nerka. “Apa bener Aul nangis? Kenapa?”Sekitar dua meni
Saat ini Alvan merasa sudah ditendang dari keluarga istrinya sendiri karena bukan hanya tidak diinginkan menjadi menantu, tapi juga berniat dibuang.Alvan beristigfar di dalam hatinya. Lalu segera meninggalkan toilet dan kembali menemui Aulya.Senyuman sumringah istrinya menjadi hadiah untuk Alvan karena hanya Aulya yang menerimanya sebagai anggota keluarga baru walaupun dulu gadis itu juga berniat membuangnya.“Saya cuma ke toilet sebentar kok ..., lebay deh sampai peluk-peluk,” kelakar Alvan.“Kangen ....” Aulya bergelayutan manja di lengan Alvan, di hadapan orang-orang yang keluar masuk toilet, tapi gadis ini tidak canggung apalagi malu karena harus memanfaatkan waktu yang tersisa dengan sebaik mungkin.Kini, perasaan heran yang sempat menyelimuti Alvan sudah musnah setelah mengetahui alasan di balik perubahan sikap Aulya. Jadi sekarang dia membiarkan istrinya mengikutinya kemanapun tanpa protes.Namun, kebersamaan Aulya dan Alvan menjadi kabar buruk untuk Zayden dan berhasil memba
Mulai sekarang Aulya berjanji akan mengabaikan Zayden apapun yang terjadi karena dia hanya akan fokus pada Alvan. Hanya ingin menghabiskan waktu dengan suaminya dan membuat kebahagiaan dengan suaminya di sisa waktu yang mereka miliki.“Al, saya mau hamil,” bisik Aulya saat mereka berbaring bersama.Alvan terkejut mendengar ucapan Aulya. “Kamu yakin?”“Iya, saya mau hamil ....” Aulya tersenyum manis dan dipenuhi harapan Alvan akan mengabulkannya.Sejenak, Alvan tidak bersuara lalu berkata, “Kehamilan adalah kehendak Tuhan. Kita, sebagai manusia cuma bisa berusaha.”“Ya sudah, ayo kita berusaha!” celetuk Aulya penuh semangat hingga membuat Alvan tersenyum lebar, tetapi juga bingung.Aulya menarik pakaian Alvan karena suaminya tidak melakukan apapun selain berbaring dengan wajah bingung. “Ayo ....”“Iya, sabar ....” Hati Alvan senang dipaksa seperti ini, tapi juga kebingungan dengan tingkah Aulya, apalagi keinginan mendadaknya.Alvan bertelanjang dada setelah pakaiannya dilepas dengan ba