Share

Bab 4

Author: Riyana Iyung
last update Last Updated: 2023-08-10 11:30:19

Jam menunjukkan pulul 21.15. Meski begitu, suasana dirumah Kepala Dukuh Tirto masih nampak ramai. Warga masih berkumpul ditempat disana, demi memastikan pernikahan dadakan itu tetap berlangsung.

Gendhis sudah tampak cantik dalam balutan kebaya sederhana, dengan jilbab berwarna sedana dengan kebayanya.

Gadis yang sebentar lagi akan menikah itu, kemudian memutar memorinya. Mengingat kejadian sore tadi yang dalam sekejap saja merubah nasibnya.

Sore itu, Gendhis sangat bersemangat untuk berangkat kerumah pintar, sebab ia membawa beberapa judul buku cerita baru yang didapatnya dari sumbangan salah satu sahabat, dan sejak pagi Gendhis sudah sangat tak sabar ingin cepat sampai di rumpin.

"Rasanya sangat membahagiakan ketika melihat wajah anak-anak itu berseri, dan tersenyum bahagia sebab bisa membaca judul cerita baru.

Tak hanya itu dalam bayanganku juga anak-anak itu saling berebutan demi bisa membaca terlebih dulu, hal yang memang layak terjadi pada anak-anak namum terkadang membuat hatiku pun bahagia melihat tingkah mereka yang polos," Gumam Gendhis, seraya membayangakan reaksi anak-anak tersebut kala mendapatkan buku bacaan baru.

Namun, sekarang semua itu rasanya menjadi sebuah penyesalan yang mendalam, dalam hati Gendhis.

"Andai sore itu aku menuruti omongan Bapak, untuk tak nekat pergi kerumah pintar, mungkin pernikahan ini tak akan pernah terjadi." pikir Gendhis penuh sesal.

Teringat percakapan antara Gendhis dan Bapak kandungnya, sesaat sebelum gadis itu nekat untuk berangkat kerumpin.

"Langit sudah gelap, mau hujan ini Nduk, lebih baik jangan pergi." ucap Bahri---Ayah kandung Gendhis, yang saat itu baru saja pulang kerja. Lelaki paruh baya itu mencoba menghalangi niat anak hadisnya untuk pergi ke rumpin, mengajar.

"Nggak apa-apa Pak, biar aku naik ojek online saja biar cepat, semoga sampai disana belum hujan ya." kekeuh Gendhis tetap nekat dan tak mengindahkan nasehat sang ayah.

"Apa nggak bisa di tunda nduk, cuacanya benar-benar nggak mendukung, bapak khawatir lho ini."

"Nggak bisa Pak, kasian anak-anak, nereka sudah lama menunggu buku cerita baru, Bapak jangan khawatir ya, nanti sampai rumpin aku kabarin, biar Bapak tenang," jawab Gendhis mencoba meyakinkan bapaknya.

Tak berselang lama ojek online yang dipesan Gendhis sudah sampai, setelah berpamitan pada Bapak dan Ibu, ia pun segera pergi dengan hati yang senang.

Namun sayang, ditengah jalan ojek online yang ditumpangi Gendhis mengalami ban bocor, sehingga dengan terpaksa ia turun di tengah perjalanan, padahal jarak menuju rumpin masih lumayan jauh.

Bersamaan dengan itu hujan mulai turun, makin lama makin deras, bagaikan air bak yang ditumpah.

Gendhis berusaha untuk lari mencari tempat untuk berteduh, dan tak jauh dari situ ia melihat sebuah gubuk bekas warung angkringan, akhirnya ia memutuskan untuk berteduh disana, namun siapa sangka keputusanmya itu justru membawanya terjebak dalam pernikahan.

Masih sangat jelas ingatannya, suara teriakan warga desa yang menuduhnya dan lelaki bernama Dewa, telah melakukan mesum ditemoay itu.

Saat itu bahkan seucap kata pun tak sanggup Gendhis katakan, lidahnya mendadak kelu, mulutnya terkunci, ia hanya bisa menangis, meratapi semua tuduhan yang di tujukan padanya dan lelaki yang bahkan tak dikenalnya sebelumnya.

Gendhis juga mendengar dengan jelas kalimat demi kalimat yang Dewa ucapkan. Lelaki itu berusaha membela diri, dan juga membelanya. namun sayang, warga desa tak mau mendengar penjelasan apapun dari keduanya, malah menganggap adanya badai dan hujan deras yang terjadi, akibat murka dari sang maha pencipta akibat ulah sepasang laki-laki dan perempuan yang tak saling kenal itu.

Semua sia-sia, sejurus kemudian warga meminta Gendhis dan Dewa menghubungi keluarga mereka masing-masing, untuk segera menikahkan mereka di tempat itu, dan saat itu juga, agar desa mereka terhindar dari malapetaka, begitu keyakinan warga saat itu.

Tepat pukul 7 malam saat Gendhis akhirnya menelpon Pak Bahri untuk meminta orang tua nya segera datang.

[Kenapa baru ngabarin Bapak jam segini Nduk, kamu baru sampai di rumpin ya.] kata Bapak begitu sambungan teleponnya dan Gendhis tersambung.

Wajah Bahri seketika berubah saat mendengar dari balik telp, suara Gendhis yang terisak.

[Kamu kenapa Nduk, apa yang terjadi, kenapa menangis, ] seketika Bapak mendadak khawatir dan panik.

[ Sekarang juga Bapak sama Ibu kerumah Pak Dukuh, di desa Tirta aku tunggu disini Pak, tolong Gendhis. ] ucapku memohon ditengah isak tangisanku,

Dan tanpa ba bi bu lagi segera Gandhis mengakhiri saja panggilan telp itu.

Gendhis masih terus saja menangis ketika kedua orang taunya tiba dirumah kepala dukuh.

Ketika Ibunya mendekat, ia langsung saja memeluk tubuh kurus Ibunya, yang saat itu terlihat jelas sedang kebingungan, cemas bercampur panik. Ditambah teriakan warga dari arah luar, benar-benar membuat mental Gendhis menjadi down.

Pah Bahar dan istrinya, terus saja bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi, namun Gendhis tetap saja tak sanggup untuk bicara. Hingga akhirnya Pak Dukuh Tirta sendiri yang menceritakan semuanya pada orang tua Gendhis.

"Nggak mungkin Pak Dukuh, nggak mungkin anak saya berbuat mesum, apalagi dikampung orang lain, bahkan ditempat sembarang, nggak mungkin Pak Dukuh ...." sanggah Pak Bahar berusaha menyangkal.

"Namun pada kenyataannya memang seperti itu Pak, anak Bapak dan pemuda ini bermaksiat dikampung kami, Bapak lihat, buktinya dia bahkan sudah tak memakai bajunya," jawab Dukuh Paino kekeuh menunjuk kearah Dewa.

"Tidak Pak ... ini tak benar, ini tak seperti yang Bapak-bapak bayangkan, saya melepas baju karena ingin mengganti baju saja yang basah karena kehujanan, bukan karena berbuat mesum, tolong Pak Dukuh ... tolong dengerkan dulu penjelasan kami," sangkal pemuda yang tak jauh dariku mencoba menjelasakan.

"Kamu yakin kan nggak berbuat mesum pada anak saya? Atau jangan-jangan kamu yang mencoba melakukan pelecehan pada anak saya? Ha!" Pak Bahar tak terima, ia justru makin memperkeruh keadaan dengan menuduh pemuda itu, dan justru semakin membuat Pak Dukuh terus mendesak agar mereka segera dinikahkan.

"Ya Allah kenapa nggak ada satu orang pun yang percaya, tolonglah dengakan dulu penjelasan saya, ini tak adil, kami bahkan tak saling mengenal bagaimana kami dituntut untuk menikah." gumam pemuda itu berkeluh, memohon keadilan.

Gendhis menolah ke arah lelaki itu dengan pandangan mengiba, dan juga salut. Sebab, Dewa tak henti-hentinya berusaha menjelaskan keadaan yang sebenarnya, meski hasilnya tetap saja nihil.

Belum hilang rasa takut Gendhis, tiba-tiba saja gadis itu, kini juga harus berhadapan dengan orang tua Dewa.

Dari penampilan orang tua serta Dewa sendiri, sangat jelas terlihat bahwa keluarga mereka adalah orang yang sangat kaya raya, juga terpandang, dan itu semakin membuat Gendhis insecure.

Namun semua sungguh diluar dugaan Gendhis, saat wanita paruh baya yang baru saja siuman, mendekat padanya, dan menatap Gendhis penuh arti. Sontak saja membuat detak jantung Gendhis serasa ingin berhenti.

Ya. Gendhis sangat ketakutan dibuatnya.

Di saat bersamaan, entah kekuatan dari mana yang datang, hingga akhirnya membuat Gendhis berani angkat bicara.

Gendhis mencoba menjelaskan, namun Ibu kandung Dewa itu tak menghiraukannya, ia justru menanyakan nama gadis dihadapannya dengan tutur kata yang lembut dan sopan.

Seketika Gendhis pun menjadi lebih tenang, saat segaris senyuman tipis tergambar di bibir wanita yang melahirkan Dewa itu.

Tak hanya itu saja, semua orang pun dibuat terkejut saat beliau pada akhirnya menerima permintaan warga untuk menikahi putranya dengan Gendhis.

Aneh memang, karena Ningrum juga bahkan menawari Gendhis untuk memakai kebayanya yang katanya seadanya. Gendhis bisa merasakan ketulusan dari wanita itu. Meskipun jauh dalam lubuk hatinya yang terdalam, sejuta tanya bersarang di benaknya.

"Apakah ada alasan lainnya kenapa Ibu Ningrum setuju untuk menikahkan putranya denganku, yang hanya gadis dari desa?" Batin Gendhis.

Related chapters

  • Skandal Sang Ceo   Bab 5

    "Saya terima nikah dan kawinnya Gendhis Ayuningtyas dengan maskawin uang tunai senilai delapan ratus tujuh puluh ribu rupiah, dibayar tunai." ucap Dewandraru dalam satu tarikan nafas. "Gimana saksi? Sah?" tanya penghulu. "Sah!" jawab para saksi bersamaan. "Alhamdulillah." ucap penghulu diikuti hampir seluruh orang yang ada disana, kemudian dilanjutkan dengan doa. Tak terkecuali Dewa, tangannya menengadah keatas seolah ia sedang memanjatkan doa yang terbaik untuk pernikahannya, meskipun pada kenyataan ia justru sedang meruntuki dirinya sendiri, dan menyesali semuanya. "Alhamdulillah kalian sekarang telah resmi menjadi pasangan suami istri, kalau sudah begini kalian boleh melakukan hubungan suami istri dengan halal, hanya saja ingat, jangan juga disembaranga tempat, lebih baik jika dilakukan dirumah saja," ucap Dukuh Paino setengah menyidir. Seluruh warga yang mendengarpun bersorak bahagia, sebab diyakini dengan begini

    Last Updated : 2023-08-10
  • Skandal Sang Ceo   Bab 6

    Suasana hening dalam mobil yang membawa sepasang pengantin yang baru saja menikah.Wajahnya sendu, menggambatkan kesedihan yang tengah dirasakan oleh Gadis manis yang duduk disamping Dewa. Ia menatap kosong kearah depan. Sedangkan Dewa, wajahnya yang tampan menekuk, bak baju yang tak disetrika. "Andai saja tadi aku nggak nekat pergi bersepeda, mungkin semua ini nggak akan terjadi. Aku nggak akan digrebek massa bersama cewek yang tidak kukenal. Andai tadi saya mengizinkan Pak Joko untuk ikut, mungkin pernikahan ini nggak akan pernah terjadi. Dasar b**doh, kenapa juga tadi aku harus mampir ke gubuk itu. Sekarang, yang bisa aku lakikan hanya menyesali semuanya." batin Dewa meruntuki dirinya sendiri. Memorinya kemudian kembali berputar mengingat kejadian sore tadi. Meski awalnya Dewa merasa ragu, untuk pergi bersepada, dikarenakan langit yang sedikit mendung, namun pada akhirnya ia nekat untuk pergi juga. Ya,

    Last Updated : 2023-08-19
  • Skandal Sang Ceo   Bab 7

    "Saya minta maaf." ulang Dewa dengan sungguh-sungguh. Gendhis melepaskan lipatan tangannya, lalu menoleh pada Dewa, "Aku juga minta maaf, karena sudah bicara kasar sama kamu, maaf juga ya." Dewa tersenyum, lalu mengulurkan tangannya pada gadis disampingnya, Gendhis pun menyambut uluran tangan Dewa. "Sama-sama saling maafkan ya." Gendhis mengangguk, segaris senyuman tersungging di bibirnya. "Pikiranku kacau, yang terjadi pada kita sangat cepat, membuat saya nggak bisa mencerna semuanya dengan baik, hingga membuat saya bingung bagaimana harus bersikap." curhat Dewa begitu saja. "Aku paham, apa yang kamu rasakan, sama dengan yang aku rasakan.Hufftt," Gendhis membuang nafasnya kasar, lalu menyandarkan punggung dan kepalanya pada jok mobil. "Entah siapa yang salah, aku, kamu, kita, warga kampung, ataukah----." ucap Dewa memandang nanar kearah depan. "Keadaan, keadaan yang salah, dan kita sedang dipe

    Last Updated : 2023-08-22
  • Skandal Sang Ceo   Bab 8

    "Kita akan tidur seranjang?" tanya Gendhis, yang mendapati hanya ada sebuah ranjang berukurang medium di kamar itu. "Menurutmu?" tanya Dewa balik bertanya. "Tempat tidurnya hanya ada satu, jangan bilang kita---." Gendhis mulai cemas. "Nggak." jawab Dewa singkat, jelas dan padat. "Alhamdulillah, terus, aku tidur dimana?" "Kamu di tempat tidur, aku di sofa, tapi ingat jangan ngorok, aku nggak bisa tidur kalau ada yang berisik. Paham?" "Mana aku tau aku ngorok atau nggak, kan aku tidur," jawab Gendhis tanpa dosa, membuat Dewa seketika memandang tajam dirinya."Hehe," Gendhis tersenyum nyengir. "Ehm ... Mas." panggil Gendhis lagi. "Apalagi sih, saya ngantuk, mau tidur," jawab Dewa sengak."Aku boleh nanya lagi kan?" tanya Gendhis hati-hati. "Apa? Cepetan." "Jadi malam ini, kita nggak---." "Tidak," jawab Dewa tegas, yang tau arah pertanyaan gadis itu.

    Last Updated : 2023-08-24
  • Skandal Sang Ceo   Bab 9

    Butuh waktu 1.5 jam untuk Gendhis menyiapkan berbagai menu sarapan untuk seisi rumah suaminya, dibantu oleh bik Siti yang meracik racik bahan untuk dimasak. Meskipun Gendhis baru saja berkenalan dengan Bik Siti, tapi Art yang sudah bekerja lebih dari 15 tahun di kediaman Rajasa itu kini terlihat sangat akrab dengan menantu dirumah keluarga Rajasa. "Alhamdulillah selesai juga." "Makasih ya Mbak, kerjaan Bibik jari banyak dibantu, kalau tidak pasti belum selesai nih sebagain kerjaan Bibik lainnya." "Nggak apa apa Bik, saya justru sangat senang bantuin Bik Siti disini." Gendhis tersenyum senang, lalu mulai bergerak membereskan perkakas yang tadi digunakan untuk masak. "Biar Bibik saja yang beres-beres, Mbak Gendhis sudah banyak bantuin Bik Siti lho pagi ini, sudah ... sudah Mbak," Larang Art itu tak enak hati. "Saya bantuin cuci piring dulu ya Bik, nggak apa-apa Bik, dirumah saya juga terbiasa kok melakukam hal kaya gini," uca

    Last Updated : 2023-08-25
  • Skandal Sang Ceo   Bab 10

    "Kamu apaan sih Gendhis, ngagetin aja," keluh Dewa lalu bangun dari tidurnya dan duduk. "Bukannya makasih sudah dibuatkan kopi, malah gerutu." Gendhis mengomel. "Sini kopinya," pinta Dewa kasar, Gendhis pun memberikan secangkir kopi yang dibuatnya pada lelaki dihadapannya. Dewa mengambil kopi yang masih terlihat asap yang mengepulnya diatasnya, ia lalu menyesapnya pelan, menikmati secangkir kopi panas ditemani dengan seorang wanita yang bergelar istrinya. Ya, meski istri dadakan, namun keduanya ternyata cukup nyambung mengobrol, terbukti dengan keduanya yang langsung saja terlihat akrab. Gendhis kemudian bangkit dari duduknya lalu membuka semua gorden dan jendela yang menutupi kamar itu. "Ngapain dibuka sih Gendhis," keluh lelaki itu lagi. "Biar sinar mataharinya masuk Mas, biar sehat kamar kamu ini, lagian biar sirkulasi udaranya berganti, nggak pengap, apalagi bau-bau rokok kamu itu, supaya berganti dengan udara

    Last Updated : 2023-08-27
  • Skandal Sang Ceo   Bab 11

    "Iya hadiah pernikahan. Kenapa memangnya? Kok kamu seperti keberatan gitu sih, Dewa." tanya Ningrum dalam kebingungannya. "Ma, Pa, hadiah itu 'kan umumnya diberikan untuk sesuatu yang sifatnya bahagia. Tapi pernikahanku dan Gendhis kan karena terjebak dalam suatu keadaan. Bukan karena direncanakan. Jangankan bahagia, kami saja sebelumnya taj saling kenal. Jadi, mana bisa dapat hadiah?" "Aku setuju dengan Mas Dewa, Pa, Ma." timpal Gendhis membenarkan. "Iya Papa dan Mama tahu itu. Tapi bukannya pernikahan itu sudah terjadi. mau tak mau, suka tak suka, kalian sudah sah secara agama menjadi suami istri." "Cerai Pa, kami bisa cerai. Yang terpenting dimata warga disana 'kan kami telah menikah. Selanjutnya itu menjadi urusan kami. Gimana Ndhis, kamu setuju sama pendapatku juga kan?" Dewa meminta persetujuan. "Hah. Cerai? Aku jadi janda? diusiaku semuda ini? ya Allah ...." sahut Gendhis spontan. "Tuh kan, Dewa kamu jangan asal ya kalau ngomong. Kamu nggak kasihan sama anak orang, nggak

    Last Updated : 2023-08-30
  • Skandal Sang Ceo   Bab 12

    "Papa tidak berani janji, kita b saja kedepannya seperti apa." ucap Rajasa menjawab pertanyaan anak laki-lakinya. "Tapi kalau kalian tidak pergi berbulan madu, dari mana kami tahu kalau kalian memang telah berusaha mempertahankan rumah tangga ini. Kalian harus tetap berangakat ke Bali. Manfaatkan waktu yang kalian punya untuk saling mengenal lebih dekat dan saling menerima, siapa tahu nantinya rasa nyaman dan terbiasa perlahan akan kalian rasakan. Sekarang, mungkin karena diantara kalian masih kaku, jadi belum nyaman dengan kehadiran masing-masing." timpal Ningrum ikut menyampaikan pendapatnya. "Mama kalian benar, yang terpanting kalian berdua berangkat saja dulu. Urusan nanti, kita bahas dan lihat dari seiringnya waktu berjalan. Bagaimana?" Dewa menoleh ke arah gadis disampingnya. "Menurut kamu gimana?" Gendhis menggeleng pelan, matanya menatap sedig kearah suaminya. "Terserah kamu, Mas. aku bahkan nggak tahu harus gimana?" "Kamu mau kita menolak?" "Terserah. Bukan bulan madu

    Last Updated : 2023-09-06

Latest chapter

  • Skandal Sang Ceo   Bab 19

    Dewa terbangun ketika suara alarm dari ponselnya berbunyi keras. Tangannya meraba meja kecil di samping sofa, mencari ponselnya dengan mata yang masih setengah terpejam. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Ia meregangkan tubuhnya, menyadari bahwa ia masih tidur di sofa di kamar hotel, terpisah dari ranjang besar di mana istrinya, beristirahat.Matanya perlahan terbuka, dan samar-samar ia menangkap sosok Gendhis yang sedang bersujud, lengkap dengan mukena berwarna putih tulang yang membalut tubuhnya. Dewa terdiam sejenak, memperhatikan gadis itu dalam hening. Gendhis sedang menunaikan shalat dhuha, begitu khusyuk hingga seolah-olah dunia di sekitarnya menghilang."Gadis ini memang berasal dari kampung, tapi kenapa setiap melihatnya aku merasakan ada ketenangan dan keindahan yang terpancar darinya, terutama saat ia sedang beribadah. Wajahnya tampak bersih dan bercahaya, mungkin karena sering terkena air wudhu." batin Dewa

  • Skandal Sang Ceo   Bab 18

    Gendhis duduk di sofa ruang tamu, melipat kedua kakinya sambil memeluk bantal kecil. Matanya terus menatap jam dinding yang berputar perlahan, seakan menghitung setiap detik dengan cemas. Rasanya sudah hampir tengah malam, dan Dewa, lelaki yang kini resmi menjadi suaminya, belum juga kembali ke kamar mereka. Ia tak pernah benar-benar mengenal lelaki itu sebelum pernikahan mereka yang dipaksakan oleh keadaan. Bahkan, bisa dibilang, Dewa masih terasa seperti orang asing baginya.Namun meski begitu, ada rasa tak nyaman yang menggelayut di hati Gendhis. Apakah wajar menunggu seseorang yang nyaris tak ia kenal? Ia tak tahu mengapa, tetapi pikirannya terus saja bertanya-tanya ke mana lelaki itu pergi, dan kenapa belum kembali. Tidur sendiri di kamar terasa salah. Setelah beberapa kali membolak-balik posisi di atas tempat tidur, Gendhis akhirnya menyerah dan memilih menunggu di ruang tamu, meski kantuk perlahan menyerangnya."Ya Allah, kenapa

  • Skandal Sang Ceo   Bab 17

    "Entahlah Mas, kalau aku jujur sih aku mau gunakan waktuku untuk memperdalam materi pelajaraan buat bekal aku ngajar juga, ya ... mencoba untuk mengisi waktu luang dengan hal-hal yang positif, sembari baca-baca mungkin, mumpung gratis juga kan karena ada wifi disini," ujar Gendhis tertawa. "Oh ya, aku hanya tau kamu seorang guru, tapi aku nggak tau kamu ngajar dimana dan kelas berapa. Sory ya, karena semua terjadi begitu cepat, sampai aku juga nggak banyak tau tentang kamu." Gendhis tersenyum, senyuman tipis namun sangat manis. "Nggak apa-apa kok Mas, aku juga hanya tau kamu seorang CEO sebuah perusahaan tapi nggak tau lebih jauh soal itu, bahkan tentang hidupmu lainnya. Maaf juga ya tadi aku sempat bilang kamu aneh, ya ... meskipun sampai saat ini aku masih belum percaya sih kamu masih perjaka tapi setidaknya alasan kamu tadi cukup buat aku tau sedikit tentang kamu.""Perkenalan kita memang tak biasa Ndhis, namun aku senang kita bertemu, setid

  • Skandal Sang Ceo   Bab 16

    Dewa menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya pelan, pandangannya kosong menatap jauh kedepan. "Dia marah padaku Dhis, bahkan dia menyalahkan aku, katanya, aku penyebab semua ini, padahal jika ditanya aku pun nggak mau berada dalam posisi seperti saat ini," ucap Dewa melemah. "Entahlah Ndhis, bagaimana akhir semua ini, yang aku tau aku sangat mencinta Rebeca, kekasihku," curhat lelaki berkharismatik itu."Aku paham Mas, kita semua tak ingin ada dalam Posisi ini, tapi kita bisa apa untuk saat itu. ya kan?" Dewa mengangguk setuju. "Hufftt, sama saja Mas, Bagas juga kalau kami lagi telpon ngambek melulu, mana mikirnya yang nggak-nggak tentang kita. Dia takut ..., takut kalau saja kamu---," ucapan Gendis terpotong oleh Dewa. "Dia takut aku menyentuh kamu, ya kan? takut aku melakukan kewajibanku memberimu nafkah batin? Aku tau itu." "Eeiitttss tapi kamu beneran kan Mas nggak ada niat itu kepadaku?" Dewa tersenyum si

  • Skandal Sang Ceo   Bab 15

    Wanita yang kini berstatus Istri Putra Dewandaru ini, masih tak habis pikir atas perubahan statusnya dalam sekejap mata. Jodoh memang tak ada yang tahu, ternyata itu benar adanya. Gendhis dan Dewa yang sebelumnya telah memiliki pasangan masing-masing siapa sangka akhirnya harus menerima takdir mereka untuk bersatu dalam sebuah ikatan pernikahan. Pagi itu, Gendhis duduk disebuah sofa yang menghadap keluar jendela kamar hotelnya. Ia termenung, memikirkan nasibnya yang dianggap sial, juga ide suaminya yang jauh dari kata normal itu. "Apa memungkinkan kalau aku mengajak mas Bagas kemari, apa dia mau?Sebenarnya ide mas Dewa cukup bagus juga, karena dengan begitu tidak akan membuat pikiran negative atau kecemburuan dihati pasangan kami. Tapi, sudah jelas ini adalah sebuah kesalahan, bagimana pun, aku dan mas Dewa sudah sah dihadapan Tuhan. Bukannya seharusnya aku menjaga marwahku sebagai seorang wanita bersuami?" batin Gendhis menggalau.

  • Skandal Sang Ceo   Bab 14

    Gendhis mengambil minuman kalengnya. Dicucupnya seteguk, lalu melirik kearah Dewa yang juga nampak sedang kacau, "Pacarmu marah Mas Dewa?""Yaaa begitulah kira-kira," jawab Dewa masih dalam posisi kedua tangannya di atas rambut dan kepalanya,"Bagasmu juga kan?""Lebih dari itu. Dia juga terbakar cemburu. tadi aja sampai mukulin bantal lantai, sampai merintih kesakitan gitu deh, Ada tiga kali kayaknya.""Hah? Hahahaaaaaaaa." tawa Dewa. Baru kali ini Dewa terhibur dan melepaskan kedua tangannya dari atas rambut dan kepalanya."Wajar sih mereka sampai semarah dan secemburu itu.""Ya, Memang sangat wajar." Gendhis menyahut sambil menerawang ke langit-langit ruang santai itu. Keduanya pun kembali terdiam untuk beberapa saat."Aku punya ide." Dewa memecah keheningan dan wajahnya tampak berbinar, "Coba kamu pertimbangkan ya Dhis," sambungnya lagi."Ide? Soal apa?", Gendhis menoleh dan mengerenyit dahinya, penasar

  • Skandal Sang Ceo   Bab 13

    "Koper dan barang bawaan lain saya letakkan disini Tuan," ucap Guest Helper hotel, "Ada lagi yg bisa saya bantu?" sambungnya dengan tanya."Eeeemm sementara cukup Mas," jawab seorang pria muda berbadan tegap ideal itu. "Eh sebentar Mas," sambungnya, seraya menolah pada seorang gadis tak jauh darinya. "Gendhis, Kamu butuh bantuan lain dari Mas Helper nggak?" tanya si pria tegap pada gadis manis yg baru saja masuk ke bagian kamar utama ruangan itu. "Nggak Mas Dewa, sudah cukup kok, selebihnya nanti aku bisa handle sendiri," jawab gadis manis itu seraya berjalan keluar dari kamar utama ke ruangan santai kamar hotel dimana Dewa, si Pria tegap itu, sedang dilihatnya memberikan satu atau dua lembar uang tip untuk si Helper.Kamar dari Hotel mewah yang sengaja di pilih untuk pasangan bulan madu ini memang cukup luas dan besar, selain ruang kamar yang terpisah, terdapat juga ruang tamu, ruang keluarga dan juga ruang makan, serta kamar mandi y

  • Skandal Sang Ceo   Bab 12

    "Papa tidak berani janji, kita b saja kedepannya seperti apa." ucap Rajasa menjawab pertanyaan anak laki-lakinya. "Tapi kalau kalian tidak pergi berbulan madu, dari mana kami tahu kalau kalian memang telah berusaha mempertahankan rumah tangga ini. Kalian harus tetap berangakat ke Bali. Manfaatkan waktu yang kalian punya untuk saling mengenal lebih dekat dan saling menerima, siapa tahu nantinya rasa nyaman dan terbiasa perlahan akan kalian rasakan. Sekarang, mungkin karena diantara kalian masih kaku, jadi belum nyaman dengan kehadiran masing-masing." timpal Ningrum ikut menyampaikan pendapatnya. "Mama kalian benar, yang terpanting kalian berdua berangkat saja dulu. Urusan nanti, kita bahas dan lihat dari seiringnya waktu berjalan. Bagaimana?" Dewa menoleh ke arah gadis disampingnya. "Menurut kamu gimana?" Gendhis menggeleng pelan, matanya menatap sedig kearah suaminya. "Terserah kamu, Mas. aku bahkan nggak tahu harus gimana?" "Kamu mau kita menolak?" "Terserah. Bukan bulan madu

  • Skandal Sang Ceo   Bab 11

    "Iya hadiah pernikahan. Kenapa memangnya? Kok kamu seperti keberatan gitu sih, Dewa." tanya Ningrum dalam kebingungannya. "Ma, Pa, hadiah itu 'kan umumnya diberikan untuk sesuatu yang sifatnya bahagia. Tapi pernikahanku dan Gendhis kan karena terjebak dalam suatu keadaan. Bukan karena direncanakan. Jangankan bahagia, kami saja sebelumnya taj saling kenal. Jadi, mana bisa dapat hadiah?" "Aku setuju dengan Mas Dewa, Pa, Ma." timpal Gendhis membenarkan. "Iya Papa dan Mama tahu itu. Tapi bukannya pernikahan itu sudah terjadi. mau tak mau, suka tak suka, kalian sudah sah secara agama menjadi suami istri." "Cerai Pa, kami bisa cerai. Yang terpenting dimata warga disana 'kan kami telah menikah. Selanjutnya itu menjadi urusan kami. Gimana Ndhis, kamu setuju sama pendapatku juga kan?" Dewa meminta persetujuan. "Hah. Cerai? Aku jadi janda? diusiaku semuda ini? ya Allah ...." sahut Gendhis spontan. "Tuh kan, Dewa kamu jangan asal ya kalau ngomong. Kamu nggak kasihan sama anak orang, nggak

DMCA.com Protection Status