"Tampar, Pak! Tampar," balas Mika cepat ketika melihat tangan bapaknya yang terangkat. Dia tahu kalau pria itu berniat menampar dirinya.Bukannya merasa takut, Mika malah menyodorkan wajahnya ke arah Pak Purnomo. Bahkan perempuan itu mendekatkan pipinya sembari menepuknya beberapa kali. "Ayo, Pak. Tampar. Silakan tampar saja," lanjut MikaUntuk sesaat Pak Purnomo merasa tertegun. Pria itu perlahan menurunkan tangannya tanpan kata.Perempuan itu membalas tatapan tajam Pak Purnomo. "Kenapa? Kenapa berhenti? Bukankah menampar, memukul, menendang dan menyiksa Mika adalah hal biasa bagi Bapak?"Perempuan itu terkekeh kemudian. "Oh tidak. Bukan hanya Bapak tapi untuk kalian semua," ujarnya dengan menunjuk ke arah tiga orang di hadapannya."Tidak hanya badan. Bahkan batin Mika pun kalian tidak berpikir dua kali untuk menyakitinya." Dia menatap kedua orang tua yang sudah membesarkan dirinya itu secara bergantian. Kemarahan, kekecewaan dan kesedih
Hari pernikahan Olip dan Ridwan tiba. Biasanya, di hari pernikahan mempelai akan merasa bahagia karena sedang menjadi raja dan ratu sehari. Namun, itu tidak terjadi pada acara pernikahan kedua orang ini.Bagaimana tidak? Pernikahan impian yang Olip inginkan tidak dapat dia capai. Sejak acara ijab qabul tadi pagi, sampai hari menjelang sore pada acara resepsi, wajah dua pengantin itu ditekuk tanpa ada senyum. Meski terkadang ada, itu bukanlah senyum kebahagiaan melainkan senyum yang mereka paksa untuk menyambut tamu.Ya. Mungkin bisa dikatakan kalau Ridwan lebih legowo daripada Olip yang masih tidak terima dengan kenyataan dekorasinya karena pria itu masih banyak senyumnya."Aduh. Rasanya aku malas keluar. Rasanya aku ingin membuyarkan acara ini saja," ujar Olip. Perempuan itu tengah berada di kamar karena baru saja menggantik pakaian pengantin keduanya. Pakaian mahal yang dia pesan untuk acara pernikahan.Namun, meski pakaian yang dia inginkan itu sesuai, tetap saja dekorasi di luar m
"Senyum dong, Bu. Kenapa cemberut terus sih?" Pak Eko yang melihat istrinya selalu mengerucutkan bibir berujar. Kekesalan terlihat jelas di wajah perempuan itu."Kita harus menunjukkan rasa bahagia kita," lanjut Pak Eko kemudian.Bu Lestari yang mendengar ucapan suaminya pun langsung menatap Pak Eko dengan melotot. "Mau gimana Ibu nggak cemberut? Gimana Ibu mau menunjukkan kebahagiaan ibu, Pak kalau ibu saat ini sedang kesal?" tanya perempuan itu sembari menarik ujung pakaiannya untuk melampiaskan rasa kesal yang sedang dia rasakan."Lah memang kenapa Ibu kesal? Ini hari bahagia anak kita?" tanya Pak Eko kemudian.Bu Lestari langsung mendelik. Dia bertanya dalam hati suaminya ini pura-pura tidak tahu apa memang tidak tahu? "Nggak usah pura-pura tidak tahu deh, Pak. Bapak, kan juga tahu apa alasan ibu seperti ini. Ibu ini sedang malu, Pak. Malu dibuat bahan pembicaraan warga desa."Dia mengalihkan pandangan. "Bisa-bisanya dekorasi yang bagus diganti sama dekorasi yang jelek seperti ini
"Sudah. Aku tidak mau keluar lagi," ujar Olip dengan suara keras sembari menangis sesenggukan.Setelah kepergian temannya tadi, perempuan itu pun langsung pergi memasuki rumah meninggalkan pesta pernikahannya dan tidak lagi peduli dengan pesta itu. Olip sudah cukup merasa malu dan dibuat marah oleh sikap teman-temannya. Dia tidak lagi peduli kalau ada teman-teman lain yang datang. Toh pasti mereka akan menghina dirinya juga.Semua orang yang melihat kepergian Olip pun sempat merasa bingung. Mereka langsung mengikuti ke rumah. Setelah mendengar geruntuan perempuan itu, mereka langsung menghela napas dalam dan menurunkan kedua bahunya. Merasa lelah dengan sikap Olif yang kekanak-kanakan."Ayolah. Jangan seperti ini. Jangan seperti anak kecil," ujar Pak Purnomo yang mulai kesal dengan tingkah putrinya itu.Olip yang mendengar perkataan bapaknya langsung menatap dengan perasaan kesal pada pria paruh baya itu. Dari balik mata berkaca juga riasan wajah yang sudah hancur karena tangis dia be
Olip tengah duduk di depan rumahnya siang ini. Dia sedikit menunduk karena sedang memijat kakinya yang terasa pegal akibat acara semalam. Sembari memijat matanya terus terarah pada beberapa orang yang hari ini sedang membongkar dekorasi acara pernikahannya kemarin.Perempuan itu tidak berhenti menggerutu sejak tadi. "Sudah acaranya mengecewakan. Badan terasa pegal. Kaki linu lagi," ujarnya dengan mengerucutkan bibir. Dia sedikit menekan kakinya ketika memijat. Namun, hal itu membuat dia merasa kesakitan.Olip menoleh ketika menyadari kehadiran seseorang. Dia melihat keberadaan Ridwan yang baru saja bangun dengan menguap lebar dan tangan yang menggaruk kepalanya. Sisa air liur masih terlihat di ujung bibir dan itu yang membuat Olip bergidik jijik."Cuci muka dulu sana kek. Main keluar aja. Jorok tahu," ujarnya kemudian memaki sang suami.Ridwan menoleh menatap Olip dengan santai. Kali ini dia malah menggaruk ujung bibirnya. "Males," ujar pria itu kemudian yang langsung duduk di samping
Semua orang menatap bingung Olip. Termasuk Mika dan Noval yang saling tatap. Pergerakan mata keduanya seolah bertanya apa yang tengah terjadi saat ini. Noval hanya mengedikkan bahu kemudian.Pak Purnomo menatap putrinya heran. "Ada apa memangnya?" tanyanya kemudian."Kok isinya ijo-ijo semua? Nggak ada yang merah sama sekali sih?" Olip kembali meraih uang senilai dua puluh ribuan itu lalu meletakkannya kasar ke meja.Tatapan matanya tertuju para Mika. Dia menatap tajam Mika. "Kak Mika tukar isi amplopnya ya?" Olip tanpa halauan menuduh Mika.Mika yang mendengar itu langsung melotot karena terkejut. "Aku?" tanyanya dengan menunjuk wajahnya disertai ekspresi bingung."Bagaimana aku melakukannya?" tanyanya kemudian.Noval yang mendengar itu hanya menatap Olip dengan ekspresi sinis. Sembari melipat tangan di depan dada, satu sudut bibir Noval tertarik membentuk seringai. "Bodoh," makinya kemudian."Ini yang katanya mau menjadi bidan? Nggak yakin bisa lulus. Bukannya nyembuhin orang malah
Kini semua perhatian tertuju pada dua perempuan paruh baya itu. Apalagi dengan gerakan tangan mereka yang memeluk uang hasil hajatan semalam. Keduanya saling tatap lalu saling membuang pandangan."Tidak. Ibu tidak mau memberikan uang hasil hajatan ibu pada mereka. Kita sudah mengeluarkan uang banyak untuk ikut menyewa dekorasi itu. Bahkan yang paling banyak. Masa untuk kekurangan kita lagi yang ngasih sih, Pak?" tanya Bu Lestari yang merasa tidak setuju dengan hal itu.Perempuan itu menggeleng dengan cepat. "Tidak. Ibu tidak setuju." Dia berujar dengan penuh penekanan.Ridwan menatap ibunya dengan sendu. "Bu. Ayolah, Bu. Ridwan mohon. Ini masih kurang beberapa juta lagi," ujar pria itu kemudian."Tidak," ujar Bu Lestari dengan suara yang cukup keras. "Lebih baik kamu minta sama orang tuanya Olip sana. Kita, kan sudah keluar uang dekorasi kemarin. Sedangkan mereka belum. Jadi, minta saja sama mereka kamu," lanjut Bu Lestari kemudian."Enak saja," ujar Bu Tuti kemudian."Situ lupa atau
Mika segera kembali ke kamarnya setelah mendengar percakapan tiga orang itu. Pelan, dia membangunkan Noval dan menceritakan apa yang dia dengar pada suaminya itu. "Aku nggak mau. Aku nggak rela kalau mereka sampai menggadaikan rumah ini, Val. Aku nggak rela," ujar Mika yang sudah merasa khawatir.Dia merasa ketakutan dan juga panik saat ini. Dalam hati terus bertanya bagaimana kalau rumah ini benar-benar digadaikan? Maka dia akan kehilangan rumah ini."Tenang. Kamu harus tenang menghadapi ini," ujar Noval dengan mengelus pundak istrinya."Gimana aku bisa tenang?" tanyanya dengan berbisik. "Mereka mau menggadaikan rumah ini."Noval mengembuskan napas kasar. Dia menatap lantai sembari berpikir. Detik kemudian dia menatap Mika kembali. "Jalan satu-satunya hanya kita harus mengambil surat tanah itu," ujarnya kemudian."Tapi aku nggak tahu di mana surat itu," ujar Mika kemudian."Kamu pernah masuk ke kamar orang tua kamu?" tanya Noval
Sinta memberikan minuman pada Mika. Setelah ditinggal Nyonya Saseka dan juga Noval, beberapa waktu dari itu Mika bangun dari tidurnya. Sinta segera membantu ketika melihat sahabatnya itu ingin minum."Noval mana, Sin? Kok kamu yang ada di sini?" tanya Mika kemudian.Sinta mengerucutkan bibirnya mendengar pertanyaan Mika. "Kamu nggak suka kalau aku ada di sini?" tanyanya kemudian.Nika mengembuskan napas kasar. "Bukan gitu.""Iya-iya aku paham," ujar Sinta kemudian."Kamu ini dalam keadaan seperti ini masih saja mau bercanda." Mika menyeka keringat yang ada di keningnya."Dia lagi pergi. Katanya cari makan," ujar Sinta kemudian."Astaga. Aku memang belum masak lagi." Mika memegang kepalanya dan merutuki diri."Ya udah sih. Toh keadaan kamu masih nggak baik-baik aja gini. Lagi pun Noval juga nggak masalah kalau beli di luar. Kaya ini. Kalau aku, pasti mau beli tiap hari aja. Biar nggak capek-capek masak dan badan bau bawang," ujar Sinta dengan kekehannya.Mika berdecak. "Kamu ini." Dia
"Cepat katakan apa yang sebenarnya terjadi!" teriak Pak Bowo pada Ridwan ketika mereka sudah berada di rumah. Pria itu begitu marah oda menantunya akan kejadian hari ini.Selain membuat kerusuhan, kejadian kali ini juga membahayakan Olip dan kandungannya. "Bapak ini kenapa sih malah marah-marah sama Kak Ridwan? Marah tuh sama Kak Mika tuh yang udah dorong aku sampai aku jatuh," ujar Olip membela suaminya."Iya nih Bapak. Bapak kenapa malah marahin Rid---""Diam!" bentak Pak Purnomo sekali lagi. Pria itu menatap ketiganya dengan raut kemarahan. Terutama pada Ridwan."Sudah berapa kali Bapak katakan saka kalian. Noval bukan tipikal orang yang akan sapa mukul orang kain kalau tidak ada apa-apa." Dia bersungut-sungut. Heran sama anak dan istrinya ini. Kenapa masih saja bodoh."Pasti. Bapak yakin. Pasti ada sesuatu yang disembunyikan sama kamu Ridwan!" Dia menunjuk ke arah Ridwan.Ridwan yang sudah smrasa ketakutan karena yadi dia mendengar jika neneknya Mika akan membawa kasus ini ke jalu
"Ada apa tuh? Ada apa?" tanya para tetangga yang berkumpul di depan rumah Mika dan melihat keributan antara kakak beradik itu. "Mana aku tahu? Lah ini baru mau lihat." Yang lain menjawab. Mereka pun mulai fokusuntuk melihat dan mencari tahu apa yang sebenatnya terjadi. Mika yang memang sedang berada di rumah beristirahat tak pergi ke toko karena kejadian beberapa hari lalu terkejut dengan kedatangan sang adik yang tiba-tiba saja marah-marah dan juga meneriakinya dengan alasan dia yang sudah menggoda Ridwan. Tentu saja Mika merasa bingung. "Apa maksud kamu?" tanya Mika dengan kerutan di kening dia menatap wajah sang adik yang menunjukkan kemarahan. "Nggak usah pura-pura nggak tahu!" teriak Olip sekali lagi. Bola matanya melotot dan dia mengangkat dagu. "Kak Mika ngapain gidain suami aku?" tanyanya dengan menunjuk ke arah wajah Mika. "Jangan semabrangan kalau ngomong kamu." Mika yang sejak tadi hanya memerhatikan kemarahan adiknya kini mulai tersulut emosi. Apalagi dengan tuduhan
"Ada apa tuh? Ada apa?" tanya para tetangga yang berkumpul di depan rumah Mika dan melihat keributan antara kakak beradik itu."Mana aku tahu? Lah ini baru mau lihat." Yang lain menjawab. Mereka pun mulai fokusuntuk melihat dan mencari tahu apa yang sebenatnya terjadi.Mika yang memang sedang berada di rumah beristirahat tak pergi ke toko karena kejadian beberapa hari lalu terkejut dengan kedatangan sang adik yang tiba-tiba saja marah-marah dan juga meneriakinya dengan alasan dia yang sudah menggoda Ridwan.Tentu saja Mika merasa bingung. "Apa maksud kamu?" tanya Mika dengan kerutan di kening dia menatap wajah sang adik yang menunjukkan kemarahan."Nggak usah pura-pura nggak tahu!" teriak Olip sekali lagi. Bola matanya melotot dan dia mengangkat dagu."Kak Mika ngapain gidain suami aku?" tanyanya dengan menunjuk ke arah wajah Mika."Jangan semabrangan kalau ngomong kamu." Mika yang sejak tadi hanya memerhatikan kemarahan adiknya kini mulai tersulut emosi. Apalagi dengan tuduhan tidak
Mendengar cerita suaminya, tentu saja Olip menjadi marah. Perempuan itu meradang dan langsing bergegas pergi untuk menemui kakaknya. "Kurang ajar. Berani-beraninya Kak Mika ini." Dia bersungut-sungut.Ridwan yang terkejut dengan reaksi Olip pun ternyata langsung mengejar langkah sang istri. Dia menahan lengan Olip ketika berhasil mengejar langkah istrinya. "Kamu mau ke mana?" tanya Ridwan."Mau ke rumahnya Kak Mika." Olip pun menunjuk ke arah rumah Mika.Sudah Ridwan duga. "Ngapain?" tanyanya kemudian dengan ekspresi terkejut."Ya mau ngelabrak mereka lah," jawab Olip penuh dengan ambisi."Nggak suami nggak istri sama aja," sambung Olip.Bola matanya melotot, warna kulit wajahnya terlihat memerah pertanda kalau perempuan itu tengah menahan amarah. "Enak aja dia godain kamu. Nggak tahu malu. Udah punya suami juga. Masih aja godain suami orang. Mana suaminya gebukin kamu lagi. Harusnya tuh yang Noval gebukin istrinya yang ganjen itu."Noval ikut melotot. "Nggak usah." Dia menahan tangan
Ternyata, apa yang katakan Pak Purnomo membuat Olip berpikir. Perempuan itu merasa apa yang dikatakan bapaknya benar. Tidak mungkin Noval datang dan memukul Ridwan tanpa alasan. "Pasti ada sesuatu di balik semua ini," ujarnya kemudian."Udah dua hari ini suamiku nggak bisa nyari kerja gara-gara dihajar Noval tanpa jelas. Bikin kesel aja." Dia menggerutu."Sebaiknya aku tanyakan saja pada Kak Ridwan apa yang sebenarnya terjadi. Biar aku tahu alasan kenapa Noval main pukul Kak Ridwan. Biar aku ada penjelasan yang jelas ketika aku melaporkan Noval nanti." Dia menjentikkan jari dan tersenyum.Perempuan itu meletakkan gelas yang sebelumnya berisi susu nutrisi ibu hamil lalu pergi menuju kamarnya di mna Ridwan sedang beristirahat di sana."Loh, Lip? Mana minuman untuk aku?" tanya Ridwan yang melihat istrinya kembali tanpa membawa apapun padahal tadi dia meminta Olip untuk mengambilkan minuman.Olip tidak menjawab. Perempuan itu malah menaiki ranjang lalu duduk di hadapi Ridwan. Dia memberik
"Sekarang katakan. Apa yang sudah kamu lakukan sehingga Noval memukuli kamu?" tanya Pak Purnomo yang sudah mengantuk Ridwan ke ruang tamu rumah mereka.Sedangkan Ridwan yang ditanya seperti itu malah menghindari tatapan bapak mertuanya. Dia berdesis cukup keras sembari memegangi bagian-bagian tubuhnya yang dipukuli Noval seolah memberitahukan betapa sakitnya pukulan itu.Cara yang dilakukan oleh Ridwan berhasil menarik simpati Olip. Perempuan itu pun menatap bapaknya dan menepuk lengan bapaknya pelan. "Bapak ini. Kaka Ridwan lagi kesakitan ini. Kok malah ditanya-tanya sih?" "Ya bapak, kan hanya tanya. Apa susahnya dia tinggal jawab. Orang tinggal buka mulut aja. Nggak harus jalan kaki sepanjang lima kilo mereka." Pak Purnomo berujar."Ya, kan tapi suami aku ini sedang kesakitan. Lihat itu ujung bibirnya lebam. Pasti sakit kalau dibuat bicara," ujar Olip dengan menunjuk ke arah ujung bibir Ridwan yang terlihat merah."Harusnya Bapak itu tanya tuh menantu Bapak yang satunya. Kenapa dia
Perkelahian antara Noval dan Ridwan yang terjadi di luar rumah tentu saja itu menjadi bahan tontonan gratis para warga. Mereka berkumpul melihat apa yang terjadi serta bertanya-tanya apa yang membuat ini terjadi.Dua pria itu saling pukul. Ya, Ridwan membalas karena tidak ingin kalah. Sayangnya, dari postur tubuh saja sudah jelas dia akan kalah. Apalagi kali ini Noval bertindak dengan amarahnya."Pak. Bu. Tolongin suamiku," ujar Olip yang sudah menangis melihat suaminya dipukuli secara membabi buta oleh Noval.Perempuan itu terlihat panik meskipun akhir-akhir ini dia merasa kesal pada suaminya. "Bu. Gimana ini?" tanya Olip dengan menarik tangan ibunya lalu dia menggoyangkan beberapa kali dengan perasaan cemas."Ibu juga nggak tahu." Bu Tuti menggeleng pelan.Dia menatap ke arah suaminya. "Pak. Pisahin dong mereka." Dia menunjuk ke arah Noval dan Ridwan. "Kasihan itu Ridwan. Jangan dibiarin saja." Dia melanjutkan.Kali ini Bu Tuti menatap Noval dan Ridwan yang masih berkelahi. "Noval.
"Keluar! Atau aku tendang pintu ini!" Suara Noval terdengar jelas kalau pria itu tengah marah besar. Ridwan yang bwrada di dalam kamar Olip kini sedang ketakutan."Kamu ini kenapa sih? Keluar sana. Noval udah teriak-teriak itu. Berisik tahu," ujar Olip yang merasa kesal dengan suaminya. Bukannya segera keluar ketika ada yang mencari malah tidur di sampingnya. Mana pakai acara menyimpan wajah di punggung Olip.Olip risih merasakannya."Keluar sana," ujar Olip sekali lagi.Ridwan yang merasa ketakutan menggeleng cepat. "Enggak ah.""Kok enggal. Itu Noval udah manggil kamu dari tadi." Olip mengibaskan tangan suaminya yang memegang pundaknya."Nggak mau. Orang aku mau tidur kok dia malah nyariin." Ridwan tetap menolak. Jelas dia tahu apa hal yang membuat Noval mencari dirinya. Itu kenapa dia tidak mau bertemu dengan pria itu.Olip yang muat sikap suaminya pun mulai merasa curiga. Tatapannya memicing. "Aku curiga deh sama kamu." Olip mengerutkan kening.Ridwan pun menatap sang istri. Dia