Mika melongo menatap rumah besar yang ada di hadapannya. Malam ini, Nova mengajak Mika untuk kembali menemui orang tuanya. Bukan di restoran atau tempat lain. Kali ini, dia mengajak Mika untuk datang ke rumahnya.Rumah orang tuanya yang sebenarnya. Lihatlah wajah terkejut dari Mika ketika dia dan sang suami baru sampai."Ini beneran rumah kamu?" tanyanya kemudian. Pandangan Mika masih tertuju pada bangunan megah yang ada di hadalannya, seolah tidak peduli kalau Noval berdiri di sampingnya."Bukan. Ini rumah orang tua aku. Kamu tahu itu," jawab Noval begitu santai. Padahal ya sama saja, rumah orang tuanya itu berarti ya rumahnya juga. Hanya saja, Noval tidak menganggap seperti itu."Ya sama aja. Ish kamu mah." Mika mencubit pinggang Noval."Aduh, sakit nih," ujar Noval dengan mengelus pinggangnya yang baru saja mendapat cubitan dati sang istri."Kamu sih. Rasain," ujar Mika mengejek sang suami."Ayo masuk. Kenapa masih berdiam diri saja?" ajak Noval pada Mika.Sedangkan Mika yang mende
Jika sebelumnya Mika akan dengan lantang menggunakan tidak jika mendapatkan pertanyaan itu dati Sinta, kini dia malah terdiam membuat, tidak tahu mau mengatakan apa. Tidak mengatakan tidak, tidak juga mengatakan iya. Jadi, bagaimana perasaan Mika terhadap Noval saat ini? Mika pun akhirnya memilih menggeleng. "Aku tidak tahu," ujarnya kemudian. Sinta pun langsung menggeram kesal. Dia menyayangkap sikap Mika yang tidak peka atau bagaimana? "Ya mungkin kamu merasakan sesuatu yang lain begitu setelah lama berlalu acara pernikahan kalian. Setelah lama bersama gitu. Misal ... Getar-getar asmara gitu?" tanya Sinta. Mika terdiam. Dia sedang memikirkan apa yang dikatakan oleh Sinta tentang hubungannya dengan Noval. Jadi, apa perasaannya saat ini. "Hei!" Sinta menggebrak meja di hadapan mereka yang mampu membuat Mika terkejut bahkan sampai berjingkat karena itu. "Kamu ini ditanya malah bengong. Gimana sih?" Sinta mengomel. "Jadi bagaimana? Perasaan kamu sama Noval bagaimana?" tan
Ridwan pun merasa panik melihat Olip yang tidak sadarkan diri. Dia langsung berjongkok di samping tubuh sang istri yang terbaring di lantai. Wajah Ridwan pucat, dia tampak panik saat ini. "Lip. Olip." Ridwan mencoba memanggil nama sang istri berharap perempuan itu bangun dari pejabat matanya. Namun, beberapa kali dia memanggil iariny itu tetap saja diam tak merespons. Pastilah Ridwan semakin panik. Dia menatap was-was ke arah luar kontrakan lalu kembali menatap wajah Olip. "Duh. Dia kenapa?" tanyanga panik. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Jangan bilang kalau dia m*ti. Bisa gawat kalau beneran m*ti. Bisa-bisa aku yang ditangkap karena kasus KDRT nanti." Ridwan semakin merasa ketakutan. Dia menoleh ke sana kemari karena merasa bingung. Pelan, akhirnya dia mencoba memberanikan diir untuk memeriksa keadaan Olip. Ridwan mendekatkan tangannya ke arah hidung Olip. Pria itu tengah memeriksa keadaan sang istri. Ridwan tampak mengembuskan napas kasar penuh kelegaan kala di
Jika pasangan suami istri biasanya akan merasa bahagia jika mendengar kabar tentang sebuah kehamilan, maka tidak dengan Olip dan juga Ridwan. Pasangan suami istri itu menunjukkan ekpresi yang berbeda. Tidak ada senyum di bibir mereka atau ucapan syukur yang terucap dari bibir keduanya. Malahan, Ridwan kini tengah merasa bingung. Berada berdua di dalam kamar perawatan Olip, dia dan sang istri yang sudah sadar dari pingsannya kini sama-sama diam tak mengeluarkan satu kata pun. Mereka bermain dengan pikiran mereka masing-masing dan entah apa itu. "Ini salah." Olip yang sejak tadi duduk di atas brankar sembari menatap ke arah luar jendela kamar dan hanya diam kini mulai mengeluarkan suaranya. Meski dia tak mengalihkan pandangan ke arah sang suami. Ridwan yang sejak tadi hanya diam pun kini merasa bingung. Dia menatap ke arah sang istri dengan kerutan di kening. "Maksudnya?" tanyanya kemudian yang merasa tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh Olip. Olip pun kini langsng menatap ke a
Terkejut? Tentu saja Ridwan terkejut. Dia masih tidak menyangka kalau Olip akan mengatakan hal itu. "Beneran kamu mau melakukan itu?" tanyanya kemudian. "Ya iya. Memangnya mau bagaimana lagi? Dari pada anak ini tumbuh terus lahir di tengah kondisi kita yang seperti ini?" tanya Olip yang menyangsikan akan keadaannya di masa depan. "Aku tiak mau ya kalau punya anak tapi nggak bisa beliin ini itu dan nuruti apa yang dia mau. Aku nggak amu," ujar Olip penuh penekanan. Olip menatap Ridwan tajam. Dalam hati dia berbisik, "Lagi pun aku juga ingin berpisah dengan kamu. Mengingat sikap kamu beberapa hari lalu, siapa yang betah berumah tangga sama kamu. Nyesal aku rasanya menikah dengan kamu dan meninggalkan Noval." Ridwan terdiam. Dia tidak tahu harus mengatakan apa. Menggugurkan kandungan Olip bukankah sama saja membunuh bayi yang tidak berdosa? "Kenapa kamu diam?" tanya OLip kemudian ketika melihat suaminya yang hanya berdiam saja. "Kamu nggak setuju kalau aku menggugurkan kandungan
Bu Tuti membaca keraguan dalam diri putrinya. Perempuan itu pun langsung menatap Mika yang juga ada di sana. Bu Tuti pun berdehem beberapa kali dengan senyum sungkan. "Mika. Kamu paham, kan apa yang dimaksud sama ibu. Olip ini sedang hamil. Nggak mungkin kalau Olip dibiarin tinggal di kontrakan. Apalagi kontrakannya kecil, lusuh, tidak layak huni dan---'' "Sudah, Bu. Sudah.'' Mika memotong kalimat yang diucapkan oleh ibunya. Dia benar-benar muak mendengar perkataan mereka yang jelas dia tahu ke mana arahnya. "Bawa saja, Bu. Bawa saja. Bawa Olip untuk tinggal di rumah agar kandungannya bisa terawat dengan baik. Mengingat bagaimana Olip selama ini, aku yakin dia tidak akan mampu untuk merawat kandungannya itu," lanjut Mika dengan sedikit memberi ejekan pada sang adik. Olip dan Bu Tuti yang mendenar itu pun tersenyum bahagia. Terutama Olip yang merasa kalau rencananya telah berhasil. Biarlah dia akan mempertahankan kandungannya saat ini. Dia akan mencari cara nanti ke depannya untuk me
Bu Tuti mengetuk pintu kamar Olip. "Olip. Bangun, Nak. Ayo saarapn. Ibu baru saaja masak nih," ujarnya engaan suaraa lemut ssseperti sedang membangukan anak kecil ssaja.Olip yag sebbelumnya terlelap un mulai membuka mata. Dia bangun dari ranjang dan meluruskan otot-ototnya. Diaa melihat ke araah samping di mana suaminyaa masih tertidur dengan llap. Olip berdecak. "His. Masih aaja tidur. Bukannyaa bagun"Olip pun memukul pundak Ridwan untuk memngunkan pria itu. Bukan pkulan pelan melainkan pukulan keras agar hanya dengan sekali pukul saja suaminya itu sudah bangun."Ada apa sih, Lip kamu pukul aku?" tanya RRidwan yang meerasa tidak terimaa dengan apa yang ddilakukan oleh istrinya itu.Olip yang kemarin akan diam saja keetika Ridwan marah sekarrag tidak lagi. Perempuan itu menaatap Ridwwan dengan bola mata melotot, merasa beerani karena ini adalaaah kandaangnya."Biar kamu bangun. Nggak tidur mulu." Olip menjawab.Ridwan menggeram dankembali menutupi tubuhnya dengaan selimut. "Halah. M
""Kamu hati-hati yaa bawanya. Ini cukup banyak loh," ujar Mika padaa Sinta yaang kali ini temannya itu akan mengiimkan beberapaa baraang pesanan pelanggan mereka yang tersebar di beberap toko pada desa."Iya" Sintaa mengangguk. "Sepertinya kita memnaag harus membeli moil pickup deh, Mik iar kalau ada kek gini kita nggak keerepotan," lanjut Sinta."Biar kita nggak bolak-balik gitu." Dia melanjukan.Mika meganguk. "Sepertinyaa meemang iya Nanti deh aku akan memicarakaannya sama Noval. Bia dia cariin obilnya sekalian." Dia menjelaskan."Nah. bagus. Ya sudah kalaau gitu aku berangkta." Sinta mulai menyalakan motorrnya dann muaai melaju mneingggalkan toko milikya.Tinggallah Mika yang seorang diri di tokonya. Peerempuan itu seperti biasa jika menjelang waktunya pulang. Dia akan memeriks barang apa saja yang tinggal sedikit biar dia akan meminta untuk pengiriman dari pabrik.Tanpa dia ketahui, sseseorang menatap penuuh senyuman ke arah toko Mika. Ridwwan. Seetelah pengintaian beberapa hari
Mika menangis dalam pelukan sang suami. Setelah kejadian di toko dan sang sopir menolongnya, Mika langsung diantar pulang oleh sang sopir. Tak lupa juga orang kepercayaan Nyonya Saseka itu menghubungi Noval untuk memberitahukan kejadian ini.Kini, dalam pelukan Noval Mika menenggelamkan wajahnya pada wajah bidang sang suami. "Aku benci dia. Aku sangat membencinya," ujar Mika di sela tangisnya.Noval menepuk pelan punggung sang istri. "Sudah. Jangan sampai kamu sakit karena hal ini," ujarnya mencoba menenangkan sang istri. Terlihat jelas kalau Mika merasa syok akan kejadian tadi.Noval sudah mendengar penjelasan dati sopir sang istri. Dia merasa beruntung karena pria itu datang di waktu yang tepat. Entah apa yang terjadi pada istrinya jika sopir itu tidak ada.Percayalah. Noval kini merasa gagal dengan keadaan Mika. Hanya ada kemarahan dalam diri pria itu mengetahui sang istri yang hampir dilecehkan oleh orang lain. Orang yang sangat dibenci oleh Noval.Meski wajah pria itu tak menunju
da"Apa maksud kamu?" Mika bertanya marah.Meski prempuan itu merasa terkejut dengan apa yang dikatakan Ridwan dan di dalam dirinya bertanya-tanya dari mana pria itu mengetahui semua hal itu, Mika mencoba untuk menguatkan diri agar Ridwan tidak semakin yakin dengan apa yang baru saja dikatakannya itu.Ridwan malah tertawa. "Sudah. Kamu tidak usah mengelak lagi. Aku tahu semua itu." Dia mengibaskan tangan ke udara."Sekarang, kita ganya berdua saja. Kamu tidak perlu berbohong lagi. Katakan saja dengan jujur, Mika. Kalau kamu, sebenarnya masih mencintai aku sampai saat ini, kan?" Dia terkekeh dengan tatapan menyelidik. Alisnya naik turun bergantian."Sudah berapa kali aku datang padamu untuk meyakinkan kamu agar kamu tidak perlu berpura-pura lagi. Jangan takut sama orang-orang yang akan menentang hubungan kita. Aku akan berjuang untuk masa depan kita."Cih. Ingin muntah rasanya Mika mendengar kata-kata dari Ridwan. Bola mata Mika melotot dengan lebar. "Jangan halu kamu, Wan. Mana ada aku
""Kamu hati-hati yaa bawanya. Ini cukup banyak loh," ujar Mika padaa Sinta yaang kali ini temannya itu akan mengiimkan beberapaa baraang pesanan pelanggan mereka yang tersebar di beberap toko pada desa."Iya" Sintaa mengangguk. "Sepertinya kita memnaag harus membeli moil pickup deh, Mik iar kalau ada kek gini kita nggak keerepotan," lanjut Sinta."Biar kita nggak bolak-balik gitu." Dia melanjukan.Mika meganguk. "Sepertinyaa meemang iya Nanti deh aku akan memicarakaannya sama Noval. Bia dia cariin obilnya sekalian." Dia menjelaskan."Nah. bagus. Ya sudah kalaau gitu aku berangkta." Sinta mulai menyalakan motorrnya dann muaai melaju mneingggalkan toko milikya.Tinggallah Mika yang seorang diri di tokonya. Peerempuan itu seperti biasa jika menjelang waktunya pulang. Dia akan memeriks barang apa saja yang tinggal sedikit biar dia akan meminta untuk pengiriman dari pabrik.Tanpa dia ketahui, sseseorang menatap penuuh senyuman ke arah toko Mika. Ridwwan. Seetelah pengintaian beberapa hari
Bu Tuti mengetuk pintu kamar Olip. "Olip. Bangun, Nak. Ayo saarapn. Ibu baru saaja masak nih," ujarnya engaan suaraa lemut ssseperti sedang membangukan anak kecil ssaja.Olip yag sebbelumnya terlelap un mulai membuka mata. Dia bangun dari ranjang dan meluruskan otot-ototnya. Diaa melihat ke araah samping di mana suaminyaa masih tertidur dengan llap. Olip berdecak. "His. Masih aaja tidur. Bukannyaa bagun"Olip pun memukul pundak Ridwan untuk memngunkan pria itu. Bukan pkulan pelan melainkan pukulan keras agar hanya dengan sekali pukul saja suaminya itu sudah bangun."Ada apa sih, Lip kamu pukul aku?" tanya RRidwan yang meerasa tidak terimaa dengan apa yang ddilakukan oleh istrinya itu.Olip yang kemarin akan diam saja keetika Ridwan marah sekarrag tidak lagi. Perempuan itu menaatap Ridwwan dengan bola mata melotot, merasa beerani karena ini adalaaah kandaangnya."Biar kamu bangun. Nggak tidur mulu." Olip menjawab.Ridwan menggeram dankembali menutupi tubuhnya dengaan selimut. "Halah. M
Bu Tuti membaca keraguan dalam diri putrinya. Perempuan itu pun langsung menatap Mika yang juga ada di sana. Bu Tuti pun berdehem beberapa kali dengan senyum sungkan. "Mika. Kamu paham, kan apa yang dimaksud sama ibu. Olip ini sedang hamil. Nggak mungkin kalau Olip dibiarin tinggal di kontrakan. Apalagi kontrakannya kecil, lusuh, tidak layak huni dan---'' "Sudah, Bu. Sudah.'' Mika memotong kalimat yang diucapkan oleh ibunya. Dia benar-benar muak mendengar perkataan mereka yang jelas dia tahu ke mana arahnya. "Bawa saja, Bu. Bawa saja. Bawa Olip untuk tinggal di rumah agar kandungannya bisa terawat dengan baik. Mengingat bagaimana Olip selama ini, aku yakin dia tidak akan mampu untuk merawat kandungannya itu," lanjut Mika dengan sedikit memberi ejekan pada sang adik. Olip dan Bu Tuti yang mendenar itu pun tersenyum bahagia. Terutama Olip yang merasa kalau rencananya telah berhasil. Biarlah dia akan mempertahankan kandungannya saat ini. Dia akan mencari cara nanti ke depannya untuk me
Terkejut? Tentu saja Ridwan terkejut. Dia masih tidak menyangka kalau Olip akan mengatakan hal itu. "Beneran kamu mau melakukan itu?" tanyanya kemudian. "Ya iya. Memangnya mau bagaimana lagi? Dari pada anak ini tumbuh terus lahir di tengah kondisi kita yang seperti ini?" tanya Olip yang menyangsikan akan keadaannya di masa depan. "Aku tiak mau ya kalau punya anak tapi nggak bisa beliin ini itu dan nuruti apa yang dia mau. Aku nggak amu," ujar Olip penuh penekanan. Olip menatap Ridwan tajam. Dalam hati dia berbisik, "Lagi pun aku juga ingin berpisah dengan kamu. Mengingat sikap kamu beberapa hari lalu, siapa yang betah berumah tangga sama kamu. Nyesal aku rasanya menikah dengan kamu dan meninggalkan Noval." Ridwan terdiam. Dia tidak tahu harus mengatakan apa. Menggugurkan kandungan Olip bukankah sama saja membunuh bayi yang tidak berdosa? "Kenapa kamu diam?" tanya OLip kemudian ketika melihat suaminya yang hanya berdiam saja. "Kamu nggak setuju kalau aku menggugurkan kandungan
Jika pasangan suami istri biasanya akan merasa bahagia jika mendengar kabar tentang sebuah kehamilan, maka tidak dengan Olip dan juga Ridwan. Pasangan suami istri itu menunjukkan ekpresi yang berbeda. Tidak ada senyum di bibir mereka atau ucapan syukur yang terucap dari bibir keduanya. Malahan, Ridwan kini tengah merasa bingung. Berada berdua di dalam kamar perawatan Olip, dia dan sang istri yang sudah sadar dari pingsannya kini sama-sama diam tak mengeluarkan satu kata pun. Mereka bermain dengan pikiran mereka masing-masing dan entah apa itu. "Ini salah." Olip yang sejak tadi duduk di atas brankar sembari menatap ke arah luar jendela kamar dan hanya diam kini mulai mengeluarkan suaranya. Meski dia tak mengalihkan pandangan ke arah sang suami. Ridwan yang sejak tadi hanya diam pun kini merasa bingung. Dia menatap ke arah sang istri dengan kerutan di kening. "Maksudnya?" tanyanya kemudian yang merasa tidak paham dengan apa yang dikatakan oleh Olip. Olip pun kini langsng menatap ke a
Ridwan pun merasa panik melihat Olip yang tidak sadarkan diri. Dia langsung berjongkok di samping tubuh sang istri yang terbaring di lantai. Wajah Ridwan pucat, dia tampak panik saat ini. "Lip. Olip." Ridwan mencoba memanggil nama sang istri berharap perempuan itu bangun dari pejabat matanya. Namun, beberapa kali dia memanggil iariny itu tetap saja diam tak merespons. Pastilah Ridwan semakin panik. Dia menatap was-was ke arah luar kontrakan lalu kembali menatap wajah Olip. "Duh. Dia kenapa?" tanyanga panik. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Jangan bilang kalau dia m*ti. Bisa gawat kalau beneran m*ti. Bisa-bisa aku yang ditangkap karena kasus KDRT nanti." Ridwan semakin merasa ketakutan. Dia menoleh ke sana kemari karena merasa bingung. Pelan, akhirnya dia mencoba memberanikan diir untuk memeriksa keadaan Olip. Ridwan mendekatkan tangannya ke arah hidung Olip. Pria itu tengah memeriksa keadaan sang istri. Ridwan tampak mengembuskan napas kasar penuh kelegaan kala di
Jika sebelumnya Mika akan dengan lantang menggunakan tidak jika mendapatkan pertanyaan itu dati Sinta, kini dia malah terdiam membuat, tidak tahu mau mengatakan apa. Tidak mengatakan tidak, tidak juga mengatakan iya. Jadi, bagaimana perasaan Mika terhadap Noval saat ini? Mika pun akhirnya memilih menggeleng. "Aku tidak tahu," ujarnya kemudian. Sinta pun langsung menggeram kesal. Dia menyayangkap sikap Mika yang tidak peka atau bagaimana? "Ya mungkin kamu merasakan sesuatu yang lain begitu setelah lama berlalu acara pernikahan kalian. Setelah lama bersama gitu. Misal ... Getar-getar asmara gitu?" tanya Sinta. Mika terdiam. Dia sedang memikirkan apa yang dikatakan oleh Sinta tentang hubungannya dengan Noval. Jadi, apa perasaannya saat ini. "Hei!" Sinta menggebrak meja di hadapan mereka yang mampu membuat Mika terkejut bahkan sampai berjingkat karena itu. "Kamu ini ditanya malah bengong. Gimana sih?" Sinta mengomel. "Jadi bagaimana? Perasaan kamu sama Noval bagaimana?" tan