“Miss. Emily Hale? Apakah anda salah satu penggemar Mr. Hart?”
Aku sudah menduga pertanyaan ini akan diajukan.
Aku sedang melakukan wawancara kerja untuk menjadi Personal Asisten CEO di perusahaan Hugo. Hanya itu lowongan pekerjaan yang paling memungkinkan untuk mendapatkan akses data rahasia perusahaan.
Hugo Sebastian Hart dikenal sebagai celebrity chef yang kritis namun kharismatik. Perawakannya tinggi dengan badan yang atletis melengkapi profilnya sebagai bujangan paling diminati saat ini.
Pahatan wajahnya yang simetris tampak sempurna dengan mata biru jernih bagai lautan berlian yang hanya bisa diakses oleh orang-orang kaya.
Apa aku penggemarnya? tentu saja iya. Dalam satu tarikan nafas aku memberikan jawaban terbaikku kepada pewawancara.
“Meskipun saya mengakui pesona Mr. Hart, namun saya adalah seorang yang lebih menghargai nilai dari dalam diri seseorang.
“Jika ada yang bisa saya idolakan dari Mr. Hart, itu adalah kemampuan bisnis yang berkembang pesat di tengah fenomena bisnis startup global saat ini.
“Dan untuk semua alasan itu, ya saya adalah penggemar Mr. Hart,” jawabku dengan tegas.
Mereka tampak puas dengan jawabanku. Ada dua orang pewawancara di ruang interview. Sayang sekali Hugo tidak hadir.
“Bagaimana cara anda menjaga privasi Mr. Hart sedangkan di saat bersamaan anda akan menjadi personal assistant beliau?” tanya seorang pewawancara yang terlihat lebih senior.
Kurasa, aku hampir menyelesaikan interview-ku.
“Saya mengerti tentang hukum privasi. Sebagai pengacara, saya terbiasa berani tampil di depan. Menghadapi publik bukan masalah bagi saya. Kemampuan diplomasi untuk mengatur prioritas informasi juga menjadi keahlian saya.
“Namun sebagai personal assistant CEO sekaligus seorang selebritas, saya akan mengkondisikan diri saya dan mengetahui kapan waktu yang tepat untuk menjadi bayangan Mr. Hart. Bekerja untuknya bahkan tanpa terlihat olehnya. Saya rasa Mr. Hart akan menyukai itu.”
Aku baru saja bernafas lega setelah memberi jawaban pamungkas. Tiba-tiba pintu terbuka dan masuklah Hugo Sebastian Hart.
Gosh! Dia sangat unreal!
Hugo berjalan ke arahku dengan langkah kasual yang maskulin. Dia melihat tajam ke arahku sambil menjabat tanganku.
“Mr. Hale, selamat, anda diterima,” katanya singkat. Kemudian dia pergi meninggalkan ruangan.
Aku terpana. Aku lupa bernafas!
***
Aku bertemu Felix pada hari pertamaku bekerja sebagai personal assistant CEO perusahaan Wealth & Delicate Enterprise, Mr. Hugo Sebastian Hart. Aku mengikuti pelatihan selama satu minggu sebelum bekerja secara resmi.
Kegiatanku sehari-hari adalah mengelola data dari stakeholders, shareholders, investor, department leadership dan company secretaries.
Aku juga mempersiapkan meeting schedule harian, dan memantau berbagai project perusahaan untuk CEO.
Banyak pekerjaan menumpuk karena ketidakhadiran Theo. Dan sekali lagi, sepertinya aku yang harus menyelesaikan apa yang ditinggalkan kakakku.
Selama bekerja menjadi asisten pribadi Hugo, Emily belum menemukan apa pun perihal Theo.
Suatu hari terjadi kehebohan di departemen marketing. Terjadi penurunan jumlah pengunjung di beberapa restoran.
Hugo mendapat sentimen negatif dari netizen atas sikapnya yang dinilai tidak fair saat memberikan penilaian pada salah satu kompetisi memasak bernama Food & War.
“Emily, tolong siapkan seluruh data penjualan dari restoran di California, dan buatlah resume untuk analisa. Kau akan ikut denganku ke apartemen Hugo untuk meeting,” perintah Felix.
“Tentu saja,” jawabku cepat.
Dua jam kemudian aku dan Felix memasuki area exclusive residential tower di Baverly West. Ini adalah salah satu apartemen milik Hugo.
Felix menekan bel apartemen dan menunjukkan wajahnya di door peephole camera. Tak selang berapa lama Hugo membuka pintu. Dia masih mengenakan setelan baju tidur dan sweater. Dan itu sangat sexy.
“Hei, Man! Miss. Hale. Silahkan masuk.”
Aku tidak melihat siapapun di sana kecuali Hugo. Kami duduk di meja makan besar. Aku pikir ini adalah sebuah meeting.
“Maxime, ini Felix dan Emily.”
Ternyata Hugo melakukan meeting virtual.
“Emily, benar, kan?” tanya Hugo kepadaku.
Aku menjawab singkat. “Emily terdengar bagus.”
Ini adalah pertama kalinya aku duduk berdekatan dengan Hugo, namun suasananya tidak terasa asing.
“Hai, semuanya. Emily, apakah kau tau orang-orang membicarakanmu? ‘Sexy lawyer’?” Maxime tertawa. Dia adalah manajer selebriti Hugo.
“Hai Max. Teruslah membicarakan hal yang bagus tentangku,” jawabku berseloroh membuat Max semakin keras tertawa.
“Jadi apa solusimu, Max?” Hugo menyela.
“Aku rasa kau harus mengeluarkan statement, Bos! Fansmu menggila. Aku akan berbicara dengan penyelenggara acara untuk memberikan statement pendukung,” saran Maxime.
“Aku tidak yakin, Max. Felix?”
Felix mengangkat kedua alis dan menyampaikan pendapatnya.
“Kurasa sentimen negatif ini tidak akan bertahan lama. Ini Los Angeles dan berita baru selalu muncul setiap hari. Tapi, kau tau bukan kau bujangan paling beken saat ini.”
“Emily, bagaimana angkanya?” Hugo menoleh ke arahku.
Aku langsung menjawab, “30% penurunan pada middle level business. Tidak terlalu berdampak pada high level business. Kurang dari 5%.
“Kau sendiri yang harus mengalihkan isu dengan interaksi yang lebih aktif bersama penggemarmu dan cukup tampilkan di channel pribadimu.
“Tidak perlu mengubah statement, karena itu adalah statement-mu sebagai seorang profesional. Rasa adalah segalanya. Buatlah itu menjadi tagline-mu dan market akan mengikuti,” jawabku spontan seperti saat sedang berjuang memenangkan kasus. Astaga!
“Apa itu perintah?” Hugo bertanya kepadaku dengan tenang.
“Itu… adalah saran dariku,” jawabku mencoba untuk tidak gugup.
“Apa ini caramu memberikan saran kepada bosmu?” Hugo bertanya dengan nada yang sama. Tanpa emosi.
“Ini yang terbaik.”
Astaga, apa yang baru saja aku lakukan?
“Kau dengar itu, Max? Lakukan apa yang Emily perintahkan,” kata Hugo.
Aku melihat Felix menahan nafasnya. Sedangkan Hugo tampak biasa saja.
Suara panggilan Max hening sesaat, sebelum dia menyahut kemudian. “Tentu, Bos. Wow, meeting yang sangat cepat. Terima kasih, Emily!”
Itu tadi sangat canggung. Felix dan Max pasti berpikir aku adalah penjilat yang sok pintar.
Kami semua kembali sibuk bekerja. Felix berada di ruangan lain dan sibuk dengan laptopnya. Sedangkan Hugo berada di ruang kerjanya.
“Emily, apa sponsorship masih mengeluh?” Hugo bertanya sambil berjalan ke arahku.
“Mereka sudah lebih baik. Kita sudah bisa mengendalikan fans. Tim sedang memperbarui halaman fanbase-mu di internet untuk lebih mudah berinteraksi denganmu. Maxime sedang mempersiapkan shooting untuk content,” jawabku.
Dia hanya mengangguk.
“Are you hungry, Emily?”
Sontak pertanyaan Hugo yang mendadak itu membuat tubuhku sedikit mengejang karena sensasi dejavu.
Pertanyaan Hugo mengingatkanku pada Alpha Chef.
“Mari kita berangkat. Kau akan ikut aku ke The Black Pearl di Melrose Avenue,” kata Hugo memberi instruksi.
“Oke,” jawabku singkat. Pikiranku terjebak beberapa saat dalam dejavu.
Aku dan Hugo berjalan menuju garasi mobil. Hugo menekan key fob mobilnyal dan sebuah sedan Mercedes-Benz S-Class warna tembaga mengedipkan lampu flash.
Tanpa kuduga Hugo membukakan pintu untukku. Sulit bagiku untuk tidak tersipu. Aku berada di dalam mobil miliknya, bersama Hugo. Ini adalah mimpi semua perempuan di California!
Mobil keluar dari area Baverly West. Aku melihat Hugo melirik kaca spion dan rear-view mirror bergantian. Setelah itu, baru fokus menyetir.
Aku juga memperhatikan kaca spion. Ada sebuah mobil mengikuti kami.
“Mereka pengawalku,” kata Hugo. Sepertinya dia tahu aku memperhatikan.
“Aku tahu,” balasku. Hugo tertawa kecil.
Kami tidak banyak bicara selama perjalanan, dan itu cukup menegangkan bagiku. Hugo seperti seorang mafia.
Setibanya di restoran cabang Melrose Avenue, Hugo langsung mulai berinteraksi dengan pengunjung sesuai arahan Max.
Hugo terlihat ramah dan banyak tersenyum. Hugo terlihat tulus dan hangat saat bersama orang lain. Pantas para wanita sangat menggilainya.
Tiba-tiba Felix menghampiri Hugo. Mereka membahas sesuatu dengan serius dan Hugo langsung pergi meninggalkan lokasi begitu saja.
Aku bingung dan terkejut. Max juga kebingungan. Felix menghampiriku dan memberiku beberapa tugas untuk dikerjakan minggu ini.
“Apa sesuatu yang buruk terjadi?” tanyaku.
Felix menghela nafas kemudian menjawab singkat. “Kau benar. Untuk itu Emily, aku percayakan holding company kepadamu.”
Aku tertegun. Dan benar saja … setelah itu, selama seminggu aku hanya hidup untuk pekerjaan. Felix mengarahkanku dari luar kantor. Dia berada di luar kota bersama Hugo.
Tepat di saat aku benar-benar lelah, tiba-tiba ponselku berdering. Panggilan masuk dari Hugo.
“Yes, Bos?”
“Emily, kau harus mengambil libur besok sebagai libur pengganti weekend kemarin,” kata Hugo.
“Kau serius?” tanyaku senang.
“Ya. Kau melakukan pekerjaan dengan baik. Pasti ada tempat yang ingin kau kunjungi di LA. Bersenang-senanglah.”
Hugo mematikan teleponnya. Dia benar. Aku sangat ingin mendatangi lantai paling atas gedung ini.
Aku terdiam sejenak. Aku mencari-cari kartu member “Are You Hungry Baby?” di dalam tasku.
Ketika menemukannya, aku tak kuasa memekik! “Ketemu!”
Aku melakukan reservasi di restoran Are You Hungry Baby untuk besok malam. Tapi aku lupa sesuatu. “Maaf, tapi bisakah kau memberitahu chef–oh, sayang sekali aku tidak tahu namanya,” kataku kepada petugas reservasi. Aku tidak pernah terpikir untuk bertanya nama sang Alpha Chef. Tidak pernah terpikir untuk kembali lagi ke sana. “Kami mengerti, jangan khawatir Miss. Kami menantikan kedatangan anda besok Miss. Hale.”Bagus sekali! Aku menutup telepon dengan hati senang. Tak sabar untuk bertemu dengan Alpha Chef!***Aku berdandan cantik sore ini dan mengenakan underwear sexy yang baru saja kubeli. Aku masih belum percaya aku ketagihan mendatangi restoran prostitusi. Bahkan melepas keperawananku di sana. Petugas receptionist masih sama, Angel yang cantik. Angel segera membawaku ke sebuah ruangan. Berbeda dengan kunjungan sebelumnya, ruangan kali ini lebih gelap dengan lampu dim dan beberapa cermin di dinding. Ini lebih panas dan menegangkan dari kemarin. Angel pergi meninggalkanku se
Ini adalah hari yang mendebarkan. Hugo sudah tahu siapa diriku sebenarnya. Felix menelponku untuk bertemu dengannya di apartemen Hugo. Aku hanya mengiyakan. Kepalaku masih pening dan aku belum mengatur strategi untuk menghadapi Hugo hari ini. Aku melihat beberapa pesan masuk dan ada pesan dari Anthony. Dia mengirimkan pesan bahwa pengerjaan makam Theo sudah selesai semuanya. Aku membuat kopi dan menyantap roti panggang. Kemudian kuputuskan untuk pergi ke makam Theo sebelum ke apartemen Hugo. Makam Theo terletak cukup jauh di Forest Lawn Memorial Park. Lokasinya berada di California selatan. Setibanya di daerah itu aku berhenti terlebih dahulu untuk membeli bouquet bunga. Graveyard itu adalah salah satu makam paling indah di California. Suasana Hollywood Hill yang tenang membuat perasaanku juga sedikit lebih tenang.Aku mencari makam Theo sesuai petunjuk Anthony. Namun aku terkejut melihat seseorang sudah berada disana. Seorang pria mengenakan mantel hitam dan setelan suit hitam.
“Dimana semua pakaianku?” aku bertanya kepada diriku sendiri. “Di ruang tengah,” sahut seseorang yang baru saja keluar dari kamar mandi. Tidak mungkin! Hugo?Aku panik dan menutupi tubuhku dengan selimut. Hugo keluar dari kamar mandi dengan telanjang dada dan hanya mengenakan celana tidur. Apa yang terjadi semalam? “Hugo?” “Pakaianmu ada di ruang tengah. Aku tidak sempat membawanya kesini tadi malam,” jawabnya. Mataku masih membelalak tak percaya. “Apa yang terjadi?” aku bertanya setengah depresi. “Ayolah Emily, ini bukan pertama kalinya kita bercinta,” kata Hugo dengan tenang. “Ini yang pertama kalinya aku tahu siapa lawan mainku.” Aku membalas sambil sibuk melilitkan selimut ke badanku sebelum menuju ruang tengah. “Kau tau aku tidak bercinta dengan sembarang pria,” kataku lagi. Pagi itu aku cukup kacau dan malu pada diriku sendiri. Tapi aku melampiaskannya kepada Hugo. Dan anehnya aku merasa lebih baik. Well, sebenarnya aku tidak terlalu menyesal menghabiskan malam denga
“Emily, waktunya shopping,” kata Hugo. Aku masih terdiam. Siapakah “dia” yang mereka maksud tadi. Aku tidak mungkin bertanya kepada David, dan akan berbahaya jika aku langsung bertanya kepada Hugo. “Shopping?” tanyaku. Hugo menganggukkan kepala. Dia berjalan ke arahku. Gerak bola matanya melihatku dari ujung rambut ke ujung kakiku. “Kau terlihat sexy. Tapi kau perlu baju baru,” kata Hugo. “Tidak, terima kasih. Aku tidak terlalu suka belanja,” balasku.“Emily, jika kau terus berpakaian seperti itu aku tidak bisa menahan diriku untuk-” “Oke. Ayo shopping!” sahutku cepat. Aku seperti berada di kandang predator. Mata Hugo seperti memiliki kekuatan super tembus pandang dan dia baru saja menelanjangiku.Aku mendengar Hugo berpura-pura mendesah kecewa. Wajahnya menahan senyum yang menggelikan. Dia sangat menikmatinya ketika menggodaku. Aku berlari ke kamar dan mengambil tasku dan segera kembali ke ruang depan. Hugo sudah siap dengan wajah tampannya.“Hugo, kau tahu aku bukan pelacurmu
“Emily, lihat aku. Lihat aku,” Hugo memegang pipiku berusaha menyadarkanku.“Semua akan baik-baik saja. Kau akan kembali ke apartemenku,” kata Hugo. Dia menarik tubuhku ke dalam pelukannya. Mataku terbuka lebar. Pelukan Hugo tidak mampu menghangatkan tubuhku kaku. Sekilas aku teringat pesan Anthony. Aku benci berada dalam pusaran cinta dan benci ini!“Hugo, apa kau ada hubungannya dengan ini semua?” tanyaku dengan serius. “Kau bercanda?” balasnya. Kami saling memandang dengan tajam layaknya musuh.“Kau boleh berpikir apapun, tapi aku tidak ada kaitannya dengan ini,” kata Hugo lagi. Aku tidak menjawab. Tiba-tiba seseorang masuk.“Miss. 512?” tanyanya. Aku terkejut dan menatap laki-laki itu. “Aku tetangga apartemenmu. Ada kerusuhan tadi sore. Seorang laki-laki datang merusak kamarmu mengira kau adalah penghuni lama. Entah apa yang dia cari tapi dia menggila,” katanya. “Seorang laki-laki?” Aku tertegun. “Apa ada barangmu yang hilang? Pihak keamanan sudah menghubungimu?” tanyanya la
Aku berpikir sejenak. Mencoba untuk menjadikan penjelasan Hugo masuk akal untuk diterima oleh logikaku.“Aku tetap akan menghubungi Anthony,” balasku. Aku berusaha menyembunyikan kecurigaanku.“Tentu. Sampaikan salamku,” ucap Hugo. “Kau mengenalnya?” tanyaku reflek.“Bagaimana tidak? Dia pengacara Theodore sebelum menjadi pengacaramu,” jawabnya. “Apa kau mengenal baik Anthony?” tanyaku lagi. “Oh, tidak tidak. Jangan lakukan itu kepadaku Yang Mulia Pengacara Sexy…” Hugo mendekatiku dan merengkuh tubuhku. Dia menciumku dengan bibir rasa kopi yang wangi dan lembut. Aku reflek membalas ciumannya. “Kau tidak akan menginterogasiku di pagi yang cerah ini,” bisiknya. Suara seksi Hugo hampir saja membawaku terbang ke dunia fantasi. “Chef, pancake-mu…” kataku mengingatkan Hugo yang langsung beranjak ke kompor listriknya dan membalik pan-nya dengan lincah.Handphone-ku berdering. Kulihat di layar ada panggilan masuk dari Anthony. Kebetulan sekali.“Anthony, Hi. Aku baru saja akan meneleponm
Semua orang mengucapkan selamat atas pertunanganku. Aku sama sekali tidak memperdulikan mereka. Satu hal yang memenuhi pikiranku, Chef paling seksi ini adalah milikku!Aku masih belum bisa beranjak dari rasa bahagia yang meluap sejak minggu lalu. Meskipun di sosial media banyak orang membenciku, tapi aku tidak terlalu memikirkannya.Hari ini aku akan bertemu dengan Anthony. Sungguh ironis. Pada awalnya Anthony menyuruhku untuk berhati-hati kepada Hugo, namun akhirnya aku justru akan menikahinya.“Anthony, apa aku perlu membuat perjanjian pra nikah?” tanyaku.“Tentu saja. Kau memiliki aset dan saham hampir sama besar dengan Hugo. Dan ketika kalian menikah akan ada harta gono gini dari pernikahan kalian,” jawab Anthony dengan tegas.“Aku tahu, aku hanya ingin memastikan.”Akhirnya aku mengetahui rasanya keti
Semua orang mengucapkan selamat atas pertunanganku. Aku sama sekali tidak memperdulikan mereka. Satu hal yang memenuhi pikiranku, Chef paling seksi ini adalah milikku! Aku masih belum bisa beranjak dari rasa bahagia yang meluap sejak minggu lalu. Meskipun di sosial media banyak orang membenciku, tapi aku tidak terlalu memikirkannya. Hari ini aku akan bertemu dengan Anthony. Sungguh ironis. Pada awalnya Anthony menyuruhku untuk berhati-hati kepada Hugo, namun akhirnya aku justru akan menikahinya. “Anthony, apa aku perlu membuat perjanjian pra nikah?” tanyaku. “Tentu saja. Kau memiliki aset dan saham hampir sama besar dengan Hugo. Dan ketika kalian menikah akan ada harta gono gini dari pernikahan kalian,” jawab Anthony dengan tegas. “Aku tahu, aku hanya ingin memastikan.” Akhirnya aku mengetahui rasanya ketika seseorang kusarankan membuat perjanjian pra-nikah. Kau menyerahkan hidupmu kepada seseorang, tapi tidak boleh mempercayainya. Ini sungguh ironis. “Emily, aku harus menya
“Apa kau sudah gila?” Aku menjauhkan wajahku dari Benjamin. Dia masih merapatkan tubuhnya. Kedua tangannya merengkuh pinggangku. Dia benar-benar tidak peduli apapun. “Tidak ada CCTV disini,” sahutnya. Benjamin benar-benar membuat skandal ini menjadi sesuatu yang sangat serius. Harus kuakui aku sedikit menikmati tantangan ini, namun aku harus lebih hati-hati. “Aku tau. Tapi bukan berarti kau bisa berbuat semaumu. Kenapa kau sudah datang?” tanyaku mengalihkan perhatiannya. “Apa lagi? Tentu saja agar aku bisa mengunjungi kantor barumu.” Ben akhirnya melepaskan pelukannya dan merebahkan tubuhnya di sofa. “Ruangan ini dulu juga seperti ruanganku sendiri. Apa kau tau Theo memiliki ruangan rahasia?” Pertanyaan Ben membuatku melirik ke arahnya. “Apa maksudmu?” tanyaku. “Theo menghabiskan hampir sebagian waktunya di gedung ini. Ada penthouse di lantai atas yang sering dia gunakan untuk istirahat. Anehnya karyawan disini hampir tidak ada yang melihat Theo. Melihat kebiasaannya, dia pas
Aku masih menunggu jawaban Hugo. Apakah dia akan membiarkanku menjadi pengacara Hugo, atau dia akan melarangku seperti sebelumnya. Hugo memandangku dengan tatapan dingin. Aku sudah tidak menemukan lagi dimana tatapan Hugo yang penuh cinta kepadaku sebelumnya. “Sepertinya kau sudah mulai akrab dengan Benjamin, Emily.” Kata-kata Hugo membuat jantung Emily mulai berdebar. “Entahlah, ku pikir juga begitu. Dia mencarimu. Aku mencarimu. Tapi justru aku dan dia yang bertemu karena kami tidak tau kemana kau pergi,” jawab Emily dengan nada bicara menyindir. “Kau mencari masalah yang seharusnya tidak harus kau temui karena aku sudah berusaha menjauhkan dari semua itu. Tapi sepertinya usahaku sia-sia. Kau benar. Kau berhak tau apapun mulai dari sekarang. Semakin lama kau semakin salah paham. Baiklah, mengapa kita tidak makan malam bersama dengan Benjamin. Layaknya sebuah keluarga,” kata Hugo. Aku terkejut mendengar rencana Hugo untuk mengadakan makan malam bersama Benjamin. Kami bertiga akan
“Sampai kapan kau akan memelukku, Ben? Seseorang bisa saja memergoki kita,” kataku. Aku sudah menyerah untuk mencoba melepaskan diri dari Benjamin yang tiba-tiba memelukku dari belakang. “Anak-anak berada di rumah barat bersama Mathilde. Hugo masih akan kembali saat akhir pekan. Kenapa kau tidak bisa tenang, Em?” keluh Benjamin. “Tidakkah kau sadar saat ini aku sedang berselingkuh dengan adik iparku sendiri?” balasku. Menyebutkan kata berselingkuh membuatku ngeri. “Berselingkuh? Emily, kau tau Hugo tidak benar-benar mencintaimu. Dia menikahimu karena rasa bersalahnya kepada Theo. Dan kau pemilik saham utama. Berselingkuh? Yang benar saja,” jawab Benjamin. Aku masih merasakan sedikit sakit hati saat Benjamin mengatakan bahwa Hugo tidak benar-benar mencintaiku. “Aku berpikir apa yang kita lakukan kemarin adalah kesalahan saja. Dan kita tidak akan mengulanginya,” kataku lirih sambil menghela nafasnya. Benjamin mendekatkan bibirnya ke telingaku, dia masih memeluk tubuhku dari belaka
“Aku tidak bisa mengatakannya sekarang. Kita juga harus menunda keberangkatan kita ke Afrika karena ada masalah di Kimberly,” jawab Ben. Kurasa dia meneleponku bukan untuk mengajakku ke Afrika. Ada urusan lain yang dia inginkan dariku. “Apa maksudmu? Kenapa kita ada masalah dengan Kimberly?” tanyaku. Semua berlian yang diperjualbelikan di hampir seluruh dunia harus memiliki sertifikat dari organisasi Kimberly buatan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Mereka bertugas untuk memastikan bahwa berlian yang dijual perusahaan-perusahaan perhiasan adalah hasil dari penambangan legal. “Tidak semua berlian yang kita peroleh adalah berlian bebas konflik. Sebagian adalah berlian berdarah,” kata Ben. Kurasakan kakiku gemetar mendengar informasi dari Ben. Oh God. Apa yang telah mereka semua lakukan selama ini? “Em, dengarkan aku. Aku juga baru mengetahuinya. Tapi kita hanya perusahaan pembeli. Kita akan menyalahkan penjual yang memberikan berlian dari daerah konflik. Aku tidak bisa sembarangan menyer
Ben membalas tamparanku dengan ciuman yang kasar dan keras. Tubuhku reflek memberontak. Namun Ben mencengkeram erat kedua tanganku hingga aku tidak bisa bergerak. Aku tak berdaya menghadapi Ben yang terus melumat habis bibirku. Tenagaku melemah. Perlawananku tidak ada artinya. Namun saat Ben mencium leherku, aku merasakan getaran yang hebat di sekujur tubuhku. “Emily, aku lebih pantas untukmu. Kau akan bahagia bersamaku. Kau dan aku. Kita bersama akan menaklukkan semuanya. Percayalah padaku.” Ben menatapku tajam. Dia bicara kepadaku sambil memegang kedua pipiku untuk memastikan aku mendengar ucapannya. Mataku nanar melihat Ben seakan aku sedang beradu pandang dengan Hugo, laki-laki yang pernah membuatku tergila-gila. Mata sayu Benjamin membuat hatiku ragu. Pandangannya dalam dan tajam. Sosok yang selama ini datang di setiap mimpi burukku berubah dari seoramg monster menjadi bajingan liar yang menawan. Sial! Aku pasti sudah gila.Ben mendekatkan bibirnya yang gemetar oleh desahan n
“Kau dengr aku, Em. Tinggalkan Hugo dan pergi bersamaku.” Benjamin mengulangi perkataan yang sama sekali tidak masuk akal untukku. Ini seperti kisah drama telenovela murahan. Aku jelas tidak ingin mengiyakan, namun terlalu takut untuk menolak. Bagaimana jika Benjamin berbuat nekat?Belum ada sepatah katapun keluar dari mulutku. Dadaku sesak penuh penyesalan karena keputusanku yang salah kaprah. Suasana menjadi hening dan menegangkan. Aku tidak mendengar pergerakan Benjamin. Tiba-tiba kedua tangan Benjamin memegang lenganku. Dia berada di depanku. Sepertinya dia sedang berjongkok menghadap ke arahku. Perlahan tangannya mulai membuka tali penutup mataku. Aku mengerjap beberapa kali, kemudian mataku beradu pandang dengan mata tajam Benjamin. Sepasang mata yang terlihat tidak mengenal rasa takut. Benjamin belum melepaskan kedua tanganku yang masih terikat u kursi. “Maafkan aku, Emily. Seharusnya kau mengenalku lebih dulu. Tapi kematian Theo sangatlah tidak mudah. Jika saja kita berte
“Benjamin! Demi Tuhan aku adalah kakak iparmu! Lepaskan aku.” Aku tidak percaya Ben berani menutup mataku dan mengikat kedua tanganku persis seperti adegan saat pertama kali aku mengunjungi Restoran Are You Hungry Baby. Ben tidak menghiraukanku dan tetap mengikat tanganku. Dia tidak melepaskanku. Aku mencoba melepaskan ikatan tanganku tapi usahaku sungguh sia-sia. “Hanya dengan cara seperti ini kau mendengarkanku, Em. Aku mencoba membuatmu terkesan dengan hati-hati, tapi kau menolaknya.” Suara Ben terdengar menjauh. Aku tidak tau pasti apa yang dia lakukan. Jantungku berdegup kencang memikirkan apa yang akan Ben lakukan terhadapku. Apakah dia akan membunuhku? Atau… Oh, shit! Tidak mungkin dia akan menjadikanku submisif-nya. Aku adalah kakak iparnya. Istri dari saudara kembarnya. Ini semua benar-benar salah. Seharusnya aku mendengar nasehat Anthony untuk menunggu Hugo menyeleseaikan masalah ini. Semua terlambat. Kini aku menjadi tawanan Benjamin. Aku masih belum mendengar pergera
“Em, tunggu dulu. Kau sebaiknya menunggu Hugo.” Anthony mencoba mencegahku menghubungi Benjamin dan bertemu dengannya.“Hugo pasti memiliki alasan yang kuat untuk tidak atau belum melibatkanmu. Tenangkan dirimu, Em. Benjamin bisa menjadi pilihan yang lebih buruk daripada menunggu keputusan Hugo,” kata Anthony panjang lebar. Aku menahan tanganku untuk tidak menjawab panggilan dari Benjamin. Setelah Natal yang terasa salah kaprah, jelas aku tidak bisa berdiam diri. Seharusnya Sinterklas yang datang menemui anak-anakku. Bukan sekelompok penguntit yang menyeramkan dan membuatku kehilangan akal sehat. “Aku sudah memberikan cukup waktu kepada Hugo. Kau tau betapa aku sangat menghindari untuk terlibat dalam kegilaan ini. Penyelundupan berlian. Kau percaya semua itu? Sial!” bentakku.Anthony mengatupkan bibirnya dan menarik nafas panjang. Aku pun tidak kalah frustasi mendengar kenyataan kelam itu. Bahkan kini semua aset warisan dari Theo akan terancam hilang jika kasus ini sampai diketahu
“Dia jelas mengincarku,” kataku sambil melambaikan tangan kepada Everly yang sedang belajar berjalan. Aku sedang bersama Anthony di halaman belakang rumah saat dia berkunjung. “Bagaimana hubunganmu dengan Hugo setelah anak kalian lahir?” tanya Anthony. Setengah hati aku menjawab, “Tidak lebih baik.” Anthony menghela nafas. Cepat atau lambat dia akan menghadapi perceraianku dengan Hugo, dan itu membutuhkan tenaga extra. “Aku harus menyelematkan semua asetku untuk masa depan anak-anakku. Saat ini Hugo masih sibuk memisahkan bisnis ilegal untuk membersihkan hartanya. Kau tau itu hampir mustahil untuk dilakukan,” kataku.“Kau benar. Hubungan Hugo dan Benjamin semakin intens karena rencana pemisahan yang Hugo lakukan. Em, ini berpotensi menyebabkan masuknya pihak ketiga. Kau tidak khawatir dengan itu?” Anthony menatapku dan mata kami beradu. “Jika ada pihak ketiga yang muncul, mereka pasti bukan orang baru. Mereka selama ini bersembunyi dibalik bayang-bayang. Aku harus segera pergi seb