"What the hell are you doing?!"
Gila.Amanda tidak dapat berkata-kata, otaknya kesulitan mengartikan pemandangan tidak masuk akal di depannya saat ini."M-manda?"Dua orang lelaki yang ada di atas sofa ruang apartemen itu tersentak saat mendengar teriakan Amanda. Mereka berdua tidak kalah terkejut saat melihat Amanda yang berdiri di tengah ruangan dan buru-buru menyambar pakaian mereka yang tergeletak berantakan di lantai.Salah satu di antara mereka yang bernama Galen bergerak cepat untuk menghampiri wanita itu.Amanda mengabaikan seruan Galen saat kakinya melangkah dengan cepat keluar dari apartemen itu, hampir berlari. Perutnya terasa mual hanya dengan memikirkan apa yang baru saja terjadi."Wait! Manda!"Galen berhasil mencegat wanita itu dengan mencekal lengannya yang langsung ditepis oleh Amanda, dia menggunakan tubuhnya untuk memblokir jalan Amanda."Minggir, sialan!"Galen tidak menyerah. "Dengerin aku dulu, ini nggak seperti yang kamu kira,""Bullshit! Gue punya mata dan gue lihat pake mata gue lo--" Amanda tidak sanggup menyelesaikan kalimat itu tanpa merasa ingin muntah."Sayang, please. Tenang dulu,"Amarah terasa merambat cepat di pembuluh darah saat wanita itu mendengar Galen memanggilnya sayang. Panggilan khusus itu hanya membuatnya teringat pada fakta bahwa lelaki brengsek yang saat ini tengah memohon di depannya adalah pacarnya.Betapa dunia terasa begitu lucu. Dia bukan seorang homophobic, tapi kejadian ini tanpa sadar telah mengubahnya menjadi salah satu bagian dari mereka.Memergoki Galen diam-diam bermain di belakangnya seperti ini sudah cukup buruk, namun sialnya lagi lelaki itu memilih melakukannya dengan seorang pria!A man!Like--What?!Selama lima tahun berpacaran dengan Galen, dia tidak pernah membayangkan akan ada hari di mana semuanya berakhir sekacau ini."Beraninya lo nyuruh gue tenang setelah berlaku brengsek kayak gitu. Menurut lo gue bisa tenang?!""I am sorry, baby. Please, dengerin penjelasan aku dulu, ini semua nggak seperti yang kamu bayangin sama sekali, aku bakal ceritain-""Penjelasan dari neraka mana? Jelas-jelas kalian berdua-- melakukan itu-" Amanda berkata sambil melemparkan tangannya ke segala arah. "Dan lo masih berharap gue bakal percaya sama lo?"Galen mengusap wajah secara kasar. "Kita bisa bicarain ini baik-baik-""Gue nggak mau bicara baik-baik sama lo karena ini semua nggak baik-baik aja sama sekali. I can't take it anymore. We are over."Galen melebarkan mata saat mendengar perkataan Amanda. Lelaki itu berusaha meraih wanita itu dalam jangkauan lengannya. "Sayang, please. Aku tahu kamu marah, but, please listen to me baby-""Berhenti panggil gue dengan sebutan itu!"Amanda hampir menyerah melawan Galen karena lelaki itu menggunakan seluruh tenaganya untuk menahan pergerakan wanita itu. Kemudian perhatian Galen sedikit lengah karena kemunculan lelaki lain yang tadi bersamanya di atas sofa dari balik pintu apartemen yang terbuka. Lelaki yang tidak Amanda ketahui namanya itu sudah memakai pakaian kembali meski penampilannya jauh dari kata rapi. Kesempatan itu Amanda gunakan untuk menendang milik Galen sekeras mungkin, membuat lelaki itu mengumpat sambil merintih memegangi selangkangannya."M-manda,"Lelaki yang baru keluar dari apartemen itu segera menghampiri Galen, membantu lelaki itu berdiri."Are you okay?"Samar-samar wanita itu dapat mendengar suara berat lelaki yang tidak dia kenal mengalun menembus gendang telinganya."Fuck! Kenapa lo keluar?!""What? I am-"Amanda berlari seperti orang gila ke arah lift dan menekan tombol ke lantai dasar dengan kasar. Sekali lagi mengabaikan teriakan Galen yang menyuruh wanita itu berhenti. Sesaat setelah pintu lift itu menutup, Amanda kehilangan kendali dirinya. Wanita itu berjongkok, bersandar pada dinding lift yang bergerak, mencoba menetralkan napasnya yang gemetaran.Sejauh ini wanita itu tidak menangis. Setidaknya belum.Amanda tidak tahu sampai kapan dia bisa menahan air matanya. Saat ini dia terlalu shock dan kebingungan dengan apa yang baru saja dia alami.Dia tidak pernah menyangka selama ini Galen menyembunyikan orientasi seksualnya yang sebenarnya dari Amanda. Selama mereka berpacaran, keduanya jarang bertengkar dan hubungan mereka selalu baik-baik saja.Galen memang bukan tipe yang haus afeksi dari Amanda. Dan Amanda juga tidak pernah menuntut banyak pada lelaki itu.Hal yang paling mengecewakan bagi wanita itu adalah kenyataan bahwa Amanda baru mengetahuinya setelah berpacaran lima tahun lebih dengan Galen. Wanita itu selalu beranggapan kalau suatu hari nanti dia dan Galen akan berakhir di pernikahan.Amanda terlalu berharap pada lelaki brengsek itu hingga terasa begitu menyakitkan.Sepanjang perjalanan ke lantai bawah, hanya ada Amanda seorang diri, dia bersyukur karena itu. Hal terakhir yang dia butuhkan saat ini adalah tatapan penasaran orang-orang yang tertuju padanya.Karena itu, begitu sampai di lantai dasar, Amanda bergegas keluar dan mencari taksi.Dia tidak memedulikan tatapan orang-orang yang melihatnya dengan aneh. Dia langsung menaiki taksi yang dia lihat pertama kali di pinggir jalan, menyuruh si sopir untuk melajukan mobilnya dengan cepat.Baru di dalam taksi, tangis Amanda pecah. Dia sesenggukan dengan menyedihkan berusaha menahan tangis namun gagal. Padahal dalam kepalanya dia menolak untuk manangisi bajingan itu, namun hatinya terasa begitu sakit hingga mustahil untuk tidak menangis seperti gadis bodoh."Ini tisu neng,""M-makasih, Pak."Agak memalukan karena dia menangis di hadapan orang asing. Tapi di titik ini, Amanda sudah tidak peduli lagi dengan sekitarnya. Beruntung sopir taksi itu tidak sok ikut campur dalam masalah Amanda dan membiarkan wanita itu menangis di mobilnya.Sepanjang perjalanan yang terasa seolah selamanya, Amanda menangis ditemani oleh seorang supir taksi berusia lanjut dan musik jadul khas 90-an dari radio mobil. Ponselnya tidak berhenti bergetar dengan nama Galen yang muncul di layar. Dia mengabaikan semua panggilan dan pesan lelaki itu, kemudian memblokirnya saat gangguan itu tidak berhenti mengusik.Amanda tiba di gedung apartemen tinggalnya dan keluar dari taksi setelah membayar si supir taksi sekaligus memberikan uang tip lebih untuk supir taksi itu. Wanita itu mengeluarkan kacamata hitam dari tas untuk menutupi mata sembabnya. Tidak peduli meski dia jadi kelihatan aneh karena menggunakan kacamata hitam di dalam gedung."Where's my fucking key?!"Amanda mengobrak-abrik isi tasnya secara kasar karena tidak kunjung menemukan kunci apartemennya.Air mata kembali membanjiri pipinya yang memerah. Keinginan untuk memukul sesuatu semakin lama terasa menguat. Kesabaran wanita itu sudah sangat tipis untuk meladeni satu lagi masalah seperti kehilangan kunci."Damn! I hate you so much!"Dia berkata sambil meremat kunci apartemennya dengan sepenuh hati. Meluapkan seluruh emosinya pada benda mati tersebut. Tangannya bergetar saat berusaha membuka lubang kunci dan dia harus mengulang beberapa kali. Hari ini Amanda sudah terlalu banyak mengumpat, padahal dia bukan wanita yang gemar berkata kasar.Thanks to Galen for her new behavior. Really.Dalam hati dia menyumpahi pemilik gedung apartemen yang tidak membuat keamanan tiap pintu kamar di sini menggunakan sandi untuk memudahkan penghuni tempat ini seperti di gedung apartemen Galen.Amanda menggigit bibir bawahnya begitu nama itu terlintas di benaknya.Wanita itu melepas jaket dan sepatunya secara asal, kemudian melemparkan tasnya ke sembarang arah. Tujuannya saat ini adalah kamar.Dia menatap figura yang ada di atas nakas, merasakan sengatan pahit kembali mengalir di nadinya saat memorinya memutar momen saat pengambilan foto itu. Di dalam foto itu Amanda melihat dirinya dan Galen sebagai pasangan yang serasi. Keduanya tersenyum begitu lebar dan penuh euforia pasangan baru.Amanda tidak tahu jika semua bisa berubah drastis dalam waktu tidak sampai satu hari.Dia bergerak menutup figura itu dari pandangannya. Setelah kemarahannya mulai mereda, dia hanya merasakan kekecewaan yang pahit.Amanda bergelung di dalam selimut, membiarkan sore berganti dan malam berlalu. Berharap kejadian ini hanyalah salah satu mimpi buruk dan akan hilang saat dia membuka mata.Keesokan harinya berubah menjadi satu hari penuh drama lainnya di kehidupan Amanda. Galen datang menggedor pintu apartemen wanita itu pagi-pagi sekali yang tidak Amanda gubris sama sekali."Berhenti ganggu gue!"Amanda harus menelpon sekuriti untuk membantunya menjauhkan lelaki brengsek itu dari Amanda.Bahkan saat wanita itu keluar untuk pergi bekerja, Galen masih nekat mendekatinya. Penampilan lelaki itu jauh dari kata rapi dan Amanda sedikit puas melihat raut stress lelaki itu.Bukan berarti Amanda akan merasa kasihan kemudian membiarkan lelaki itu menjangkaunya. Amanda tidak diajarkan untuk mentolerir kesalahan semacam itu.Dua hari berikutnya Amanda menjalani rutinitasnya seperti robot. Dia bangun pagi-pagi sekali, berangkat kerja satu jam lebih awal untuk menghindari Galen. Di kantor dia hanya menghabiskan sepanjang waktu di belakang meja, bersembunyi di balik tumpukan dokumen pekerjaan. Di malam hari, Amanda mendistraksi otaknya dari memikirkan kisah cintanya dengan menonton film komedi di netflix, meski sepanjang tayangan dia tidak dapat membuat dirinya tertawa. Kemudian dia akan tertidur tanpa menggosok gigi dan terbangun keesokan harinya dengan televisi masih menyala. Amanda benar-benar hidup tanpa gairah sama sekali belakangan ini. Dia berhenti membuka sosial media karena enggan membaca pesan Galen yang tersebar di seluruh akun miliknya. Wanita itu dalam hati mengakui kegigihan mantan pacarnya itu. But, tetap Amanda tidak akan kembali kepada lelaki itu semudah mengganti channel televisi. Hari ini Amanda lebih bersantai dari hari sebelumnya, karena ini weekend. Sebelum hubungannya dengan Galen
"Please... ""No,""Pleaseeee~""I said n-""Stevan!" Larissa melepaskan diri dari lengan sang tunangan ketika wanita itu tidak mendapatkan jawaban yang diinginkan. "Cuma semalam, Steve. Ralat cuma beberapa jam aja. Dan kamu bahkan nggak mau kasih itu buat aku?"Lelaki yang dipanggil Steve itu mengurut pangkal hidungnya dengan pelan. Kepalanya pusing karena pekerjaan yang menumpuk dan sekarang seorang wanita manja yang sayangnya berstatus sebagai tunangannya sejak dua bulan yang lalu malah merengek tidak jelas seperti ini. "Gu-Aku lagi banyak kerjaan, La. Kamu kan bisa ke sana sama teman-teman kamu.""Beda, sayang. Aku maunya sama calon suami aku, not friends. Selama dua bulan ini kita belum pernah keluar kan?""Kita pergi dinner hampir tiap malam."Yang membuat beban pekerjaan lelaki itu menumpuk karena harus ditunda tiap kali Larissa merengek. Sayangnya kalimat itu hanya Steve ucapkan di dalam hati. "Dinner cuma berdua dan kita bahkan nggak kemana-mana, cuma makan. Ini party sahab
Amanda terbangun keesokan harinya dalam keadaan hangover parah. Dia mengerang dan berlari ke dalam kamar mandi yang memang tersambung dengan kamar tidur. "Hoek... "Mulutnya terasa begitu pahit dan tenggorokannya panas terbakar. Bukan hanya itu, sekarang perutnya juga terasa panas melilit seiring dengan cairan lambung yang naik ke kerongkongan. Hal itu berlangsung beberapa saat hingga hilang sepenuhnya. Saat membasuh mulutnya di wastafel, dia memekik tertahan ketika melihat pantulan wajahnya di cermin. Wajahnya bengkak dan kotor karena tidur tanpa menghapus make up. Rambutnya adalah definisi sarang burung yang baru saja tersapu angin. Intinya saat ini Amanda kelihatan amat sangat jelek. Jujur saja Amanda tidak begitu mengingat detail kejadian semalam, memorinya hanya sebatas situasi sebelum dirinya dikuasai alkohol. Selebihnya hanya berupa lubang gelap di kepalanya. Dia bahkan tidak ingat di gelas ke berapa dia mulai mabuk. Weekend membuat Amanda merasa lebih santai untuk bisa me
"Ayo kita menikah,"Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Keheningan terus berlanjut begitu kalimat yang tidak pernah Amanda kira akan menjadi pembuka di antara mereka terlontar begitu mulus dari bibir tipis lelaki itu. Dia sudah melepas maskernya, namun dia tetap memakai topi. Harus Amanda akui lelaki di depannya ini cukup tampan."Lo gila?" adalah respons Amanda terhadap kalimat itu.Steve menggeleng. "Gue serius. Ayo nikah." katanya dengan sungguh-sungguh.Wajah lelaki itu terlalu serius untuk dibilang sedang melucu. Tapi kalimat itu terlalu lucu untuk ditanggapi dengan serius saat ini."Oke." Amanda berkata. "Lo beneran gila ternyata." Awalnya dia pikir telinganya telah salah menangkap maksud lelaki itu, namun ketika ternyata lelaki asing yang Amanda baru temui hari ini (dia tidak ingat apapun soal semalam, jadi baginya dia belum pernah bertemu dengan lelaki itu) hanya lah orang gila banyak gaya.Apa katanya tadi? Menikah?Sebesar apapun keinginan Amanda untuk menikah, dia tidak
Steve membawa Amanda masuk ke sebuah restoran kecil di seberang jalan yang tidak begitu ramai pengunjung. Mereka berdua duduk berhadapan di sebuah meja panjang dan menunggu seorang pelayan di sana membawakan menu untuk mereka."Pesan apa aja yang lo mau." Steve berkata.Lelaki itu menatap Amanda yang sedang menyebutkan pesanannya dengan kalem. Dia cukup terkesan dengan betapa cepatnya wanita itu berganti suasana hati. Padahal sedetik yang lalu dia bersikap seolah hendak melemparkan Steve ke jalan raya, tapi sekarang dia duduk tenang di depannya tanpa berkomentar apa-apa."Ngapain lo geleng-geleng?" Amanda bertanya heran."Nggak ada." kata Steve. Rupanya dia tidak sadar telah melamun sejak tadi.Steve mengangkat wajah saat merasakan tatapan Amanda tertuju padanya. Wanita itu menatapnya seolah sedang menunggu ia mengatakan sesuatu.Oh, tentu saja. Steve hampir saja lupa tujuan mereka ke sini."Soal pernikahan," Steve memulai. Dia dapat melihat Amanda sedikit berjengit saat mendengar kat
"Manda!"Iris menghampiri Amanda yang sedang termenung sendirian dan mengambil tempat duduk di depan sahabatnya. "Sorry lo harus jauh jauh dateng ke sini. Ada masalah apa?"Saat ini mereka tengah berada di sebuah kafe di dekat rumah Iris. Amanda menelpon wanita itu beberapa saat yang lalu untuk memintanya datang, tapi Iris sedang sibuk mengurus anaknya sehingga Amanda memutuskan untuk menghampiri dia."Anak lo gak dibawa?" Amanda bertanya saat melihat Iris datang sendirian.Iris menggeleng. "Lagi ada ibu yang jagain."Amanda seketika menjadi merasa bersalah karena telah mengganggu Iris. Tapi dia tidak punya pilihan lain, ia tidak punya tempat curhat lain yang bisa dia percaya. Semua temannya yang lain hanya sosok yang datang dan pergi di kehidupannya."Ibu lo lagi di sini?""Iya. Dia cuma mampir, bentar lagi juga balik." jawab Iris.Mereka memesan minuman ringan untuk menemani obrolan mereka. Amanda sengaja menunggu Iris sebelum memesan minuman."Sorry, gue malah ganggu." Amanda berka
Amanda tidak ingat kapan ia jatuh tertidur. Begitu bangun, suasana kamar yang gelap dan hening menyapa wanita itu. Di luar jendela, bintang bintang berpendar dengan lemah, kalah terang dari lampu jalanan kota yang menyala nyala.Ia turun dari tempat tidur dan keluar dari kamar. Di ruang tengah lampu lampu sudah menyala dan ada sepiring nasi goreng yang telah mendingin di atas meja dapur. Sudah pasti ibunya yang melakukan semua itu. Wanita paruh baya itu pasti pulang saat Amanda masih tertidur.From Mama : mama masak nasi, jgn lupa dimakan...Ia membuka pesan dari ibunya yang belum ia notice sama sekali sejak satu jam yang lalu dan membacanya dengan perasaan campur aduk. Amanda lalu mengetikkan balasan dengan cepat. Pesan itu terkirim tak lama kemudian."Hahh.."Amanda menghela napas berat. Ia tahu kalau ibunya sangat menyayangi Amanda dan hanya menginginkan yang terbaik bagi wanita itu. Tapi terkadang cara wanita itu menunjukkan kasih sayang terlalu membebani Amanda sebagai seorang a
Amanda tidak ingat kapan ia jatuh tertidur. Begitu bangun, suasana kamar yang gelap dan hening menyapa wanita itu. Di luar jendela, bintang bintang berpendar dengan lemah, kalah terang dari lampu jalanan kota yang menyala nyala.Ia turun dari tempat tidur dan keluar dari kamar. Di ruang tengah lampu lampu sudah menyala dan ada sepiring nasi goreng yang telah mendingin di atas meja dapur. Sudah pasti ibunya yang melakukan semua itu. Wanita paruh baya itu pasti pulang saat Amanda masih tertidur.From Mama : mama masak nasi, jgn lupa dimakan...Ia membuka pesan dari ibunya yang belum ia notice sama sekali sejak satu jam yang lalu dan membacanya dengan perasaan campur aduk. Amanda lalu mengetikkan balasan dengan cepat. Pesan itu terkirim tak lama kemudian."Hahh.."Amanda menghela napas berat. Ia tahu kalau ibunya sangat menyayangi Amanda dan hanya menginginkan yang terbaik bagi wanita itu. Tapi terkadang cara wanita itu menunjukkan kasih sayang terlalu membebani Amanda sebagai seorang a
"Manda!"Iris menghampiri Amanda yang sedang termenung sendirian dan mengambil tempat duduk di depan sahabatnya. "Sorry lo harus jauh jauh dateng ke sini. Ada masalah apa?"Saat ini mereka tengah berada di sebuah kafe di dekat rumah Iris. Amanda menelpon wanita itu beberapa saat yang lalu untuk memintanya datang, tapi Iris sedang sibuk mengurus anaknya sehingga Amanda memutuskan untuk menghampiri dia."Anak lo gak dibawa?" Amanda bertanya saat melihat Iris datang sendirian.Iris menggeleng. "Lagi ada ibu yang jagain."Amanda seketika menjadi merasa bersalah karena telah mengganggu Iris. Tapi dia tidak punya pilihan lain, ia tidak punya tempat curhat lain yang bisa dia percaya. Semua temannya yang lain hanya sosok yang datang dan pergi di kehidupannya."Ibu lo lagi di sini?""Iya. Dia cuma mampir, bentar lagi juga balik." jawab Iris.Mereka memesan minuman ringan untuk menemani obrolan mereka. Amanda sengaja menunggu Iris sebelum memesan minuman."Sorry, gue malah ganggu." Amanda berka
Steve membawa Amanda masuk ke sebuah restoran kecil di seberang jalan yang tidak begitu ramai pengunjung. Mereka berdua duduk berhadapan di sebuah meja panjang dan menunggu seorang pelayan di sana membawakan menu untuk mereka."Pesan apa aja yang lo mau." Steve berkata.Lelaki itu menatap Amanda yang sedang menyebutkan pesanannya dengan kalem. Dia cukup terkesan dengan betapa cepatnya wanita itu berganti suasana hati. Padahal sedetik yang lalu dia bersikap seolah hendak melemparkan Steve ke jalan raya, tapi sekarang dia duduk tenang di depannya tanpa berkomentar apa-apa."Ngapain lo geleng-geleng?" Amanda bertanya heran."Nggak ada." kata Steve. Rupanya dia tidak sadar telah melamun sejak tadi.Steve mengangkat wajah saat merasakan tatapan Amanda tertuju padanya. Wanita itu menatapnya seolah sedang menunggu ia mengatakan sesuatu.Oh, tentu saja. Steve hampir saja lupa tujuan mereka ke sini."Soal pernikahan," Steve memulai. Dia dapat melihat Amanda sedikit berjengit saat mendengar kat
"Ayo kita menikah,"Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Keheningan terus berlanjut begitu kalimat yang tidak pernah Amanda kira akan menjadi pembuka di antara mereka terlontar begitu mulus dari bibir tipis lelaki itu. Dia sudah melepas maskernya, namun dia tetap memakai topi. Harus Amanda akui lelaki di depannya ini cukup tampan."Lo gila?" adalah respons Amanda terhadap kalimat itu.Steve menggeleng. "Gue serius. Ayo nikah." katanya dengan sungguh-sungguh.Wajah lelaki itu terlalu serius untuk dibilang sedang melucu. Tapi kalimat itu terlalu lucu untuk ditanggapi dengan serius saat ini."Oke." Amanda berkata. "Lo beneran gila ternyata." Awalnya dia pikir telinganya telah salah menangkap maksud lelaki itu, namun ketika ternyata lelaki asing yang Amanda baru temui hari ini (dia tidak ingat apapun soal semalam, jadi baginya dia belum pernah bertemu dengan lelaki itu) hanya lah orang gila banyak gaya.Apa katanya tadi? Menikah?Sebesar apapun keinginan Amanda untuk menikah, dia tidak
Amanda terbangun keesokan harinya dalam keadaan hangover parah. Dia mengerang dan berlari ke dalam kamar mandi yang memang tersambung dengan kamar tidur. "Hoek... "Mulutnya terasa begitu pahit dan tenggorokannya panas terbakar. Bukan hanya itu, sekarang perutnya juga terasa panas melilit seiring dengan cairan lambung yang naik ke kerongkongan. Hal itu berlangsung beberapa saat hingga hilang sepenuhnya. Saat membasuh mulutnya di wastafel, dia memekik tertahan ketika melihat pantulan wajahnya di cermin. Wajahnya bengkak dan kotor karena tidur tanpa menghapus make up. Rambutnya adalah definisi sarang burung yang baru saja tersapu angin. Intinya saat ini Amanda kelihatan amat sangat jelek. Jujur saja Amanda tidak begitu mengingat detail kejadian semalam, memorinya hanya sebatas situasi sebelum dirinya dikuasai alkohol. Selebihnya hanya berupa lubang gelap di kepalanya. Dia bahkan tidak ingat di gelas ke berapa dia mulai mabuk. Weekend membuat Amanda merasa lebih santai untuk bisa me
"Please... ""No,""Pleaseeee~""I said n-""Stevan!" Larissa melepaskan diri dari lengan sang tunangan ketika wanita itu tidak mendapatkan jawaban yang diinginkan. "Cuma semalam, Steve. Ralat cuma beberapa jam aja. Dan kamu bahkan nggak mau kasih itu buat aku?"Lelaki yang dipanggil Steve itu mengurut pangkal hidungnya dengan pelan. Kepalanya pusing karena pekerjaan yang menumpuk dan sekarang seorang wanita manja yang sayangnya berstatus sebagai tunangannya sejak dua bulan yang lalu malah merengek tidak jelas seperti ini. "Gu-Aku lagi banyak kerjaan, La. Kamu kan bisa ke sana sama teman-teman kamu.""Beda, sayang. Aku maunya sama calon suami aku, not friends. Selama dua bulan ini kita belum pernah keluar kan?""Kita pergi dinner hampir tiap malam."Yang membuat beban pekerjaan lelaki itu menumpuk karena harus ditunda tiap kali Larissa merengek. Sayangnya kalimat itu hanya Steve ucapkan di dalam hati. "Dinner cuma berdua dan kita bahkan nggak kemana-mana, cuma makan. Ini party sahab
Dua hari berikutnya Amanda menjalani rutinitasnya seperti robot. Dia bangun pagi-pagi sekali, berangkat kerja satu jam lebih awal untuk menghindari Galen. Di kantor dia hanya menghabiskan sepanjang waktu di belakang meja, bersembunyi di balik tumpukan dokumen pekerjaan. Di malam hari, Amanda mendistraksi otaknya dari memikirkan kisah cintanya dengan menonton film komedi di netflix, meski sepanjang tayangan dia tidak dapat membuat dirinya tertawa. Kemudian dia akan tertidur tanpa menggosok gigi dan terbangun keesokan harinya dengan televisi masih menyala. Amanda benar-benar hidup tanpa gairah sama sekali belakangan ini. Dia berhenti membuka sosial media karena enggan membaca pesan Galen yang tersebar di seluruh akun miliknya. Wanita itu dalam hati mengakui kegigihan mantan pacarnya itu. But, tetap Amanda tidak akan kembali kepada lelaki itu semudah mengganti channel televisi. Hari ini Amanda lebih bersantai dari hari sebelumnya, karena ini weekend. Sebelum hubungannya dengan Galen
"What the hell are you doing?!"Gila. Amanda tidak dapat berkata-kata, otaknya kesulitan mengartikan pemandangan tidak masuk akal di depannya saat ini. "M-manda?"Dua orang lelaki yang ada di atas sofa ruang apartemen itu tersentak saat mendengar teriakan Amanda. Mereka berdua tidak kalah terkejut saat melihat Amanda yang berdiri di tengah ruangan dan buru-buru menyambar pakaian mereka yang tergeletak berantakan di lantai. Salah satu di antara mereka yang bernama Galen bergerak cepat untuk menghampiri wanita itu. Amanda mengabaikan seruan Galen saat kakinya melangkah dengan cepat keluar dari apartemen itu, hampir berlari. Perutnya terasa mual hanya dengan memikirkan apa yang baru saja terjadi. "Wait! Manda!"Galen berhasil mencegat wanita itu dengan mencekal lengannya yang langsung ditepis oleh Amanda, dia menggunakan tubuhnya untuk memblokir jalan Amanda. "Minggir, sialan!"Galen tidak menyerah. "Dengerin aku dulu, ini nggak seperti yang kamu kira,""Bullshit! Gue punya mata da