Malam itu, sepulang dari panti pijat miliknya, Ricky mengayuh sepedanya dengan cepat menuju suatu tempat. Didepan sebuah rumah yang tidak asing lagi bagi Ricky, Dia memarkirkan sepedanya didepan pintu gerbang. Perlahan Ricky membuka pintu gerbang dan berjalan menuju pintu depan rumah itu.
Sesampainya didepan pintu, Ricky memencet bel yang berada disamping pintu.
Tiiinnggg....tooonnggg....
"Ya sebentar!" Seru seorang perempuan dari dalam rumah. Tidak berapa lama, pintu depan rumah itu terbuka dengan perlahan. Ketika pintu itu terbuka, terlihat seorang perempuan berparas cukup cantik berdiri dibalik pintu. Umurnya sekitar 20 tahun.
"Selamat malam Mba. Pak Bagyo ada?" Tanya Ricky tersenyum.
"Bapak sama Ibu lagi pergi kondangan ke Jember. Paling pulangnya sebentar lagi." Jawab perempuan itu.
"Saya teman kerjanya Pak Bagyo. Ada urusan penting yang harus Saya sampaikan malam hari ini juga!" Ucap Ricky.
"Kalau begitu, silahkan masuk Mas!" Balas perempuan itu. Lalu melangkah masuk kedalam rumah. Ricky pun ikut masuk kedalam rumah dan duduk diatas sofa. Ricky memandangi sekeliling keadaan didalam rumah itu tanpa berkedip.
"Ternyata rumah ini masih sama seperti dulu!" Ucap Ricky dalam hati.
"Ada apa Mas?" Tanya perempuan itu ketika melihat Ricky termenung.
"Tidak ada apa-apa Mba. Kalau tidak salah, Mba ini namanya Anita Sari! Betul apa salah Mba?" Tanya Ricky.
"Betul Mas. Kok Masnya bisa tahu?" Tanya perempuan yang bernama Anita Sari.
"Kan di kantor, Bapakmu sering cerita." Jawabnya.
"Kalau begitu Saya buat minum dulu ya Mas. Mau kopi apa teh Mas?" Tanya Anita.
"Kopi hitam saja. Biar tidak ngantuk." Jawabnya.
"Ya Mas." Ucapnya sambil bangkit berdiri. Anita pun berjalan menuju dapur.
Ketika Anita sedang membuat secangkir kopi hitam di dapur, Ricky dengan gerakan cepat berkelebat kearah pintu depan. Tanpa membuang kesempatan emas, Ricky bergegas menutup pintu depan rumah itu dan menguncinya. Setelah berhasil mengunci pintu, Ricky langsung mencabut kunci itu dan menaruhnya di saku celananya.
Ricky dengan cepat berjalan menuju dapur, dimana Anita berada. Ketika Dia sampai di dapur, Anita telah selesai membuat kopi hitam pesanannya dan sedang membawanya menuju ruang tamu menggunakan nampan. Anita sangat kaget ketika dihadapannya Dia melihat Ricky berdiri sambil tersenyum.
"Mas kok menyusul kesini? Ini kopinya sudah jadi!" Ucap Anita.
"Aku sudah tidak sabar, Anita! Aku sudah haus." Jawab Ricky menyeringai.
"Ya sudah, kalau begitu mari Saya antar kopinya ke ruang tamu Mas." Ucap Anita sambil berjalan disamping Ricky tanpa menaruh curiga sedikitpun.
Dengan gerakan cepat, Ricky berbalik badan dan membuntuti dibelakang Anita. Tanpa disangka-sangka oleh Anita, laki-laki yang mengaku sebagai rekan kerja bapaknya itu, tiba-tiba saja langsung memeluk tubuhnya dari belakang.
"Apa-apaan ini Mas?" Tanya Anita dengan keras. Kedua tangannya yang sedang memegang nampan berisi secangkir kopi, seketika langsung melepaskan pegangan nampannya. Kedua tangannya berusaha melepaskan kedua tangan Ricky yang mencengkeram pinggangnya dengan kuat. Sedangkan nampan yang dilepaskan oleh Anita, seketika langsung jatuh bersama cangkir berisi kopi hitam.
Ppprrraaaaannnnnggggg......!!!
Cangkir dan tatakan pecah berkeping-keping diatas lantai ubin bersama dengan air kopi hitam.
"Aku sudah haus dan tidak sabar untuk menikmati tubuhmu, Anita!!" Balas Ricky. Lalu dengan penuh nafsu, Ricky mencium tengkuknya.
"Brengsek!!!" Teriak Anita. Lalu dengan gerakan cepat, Dia menendang kearah belakang dengan kaki kanannya.
Bbbuuukkkkkggggghhhhh.....!!!
Tendangan itu tepat mengenai kemaluan Ricky. Sontak Ricky langsung melepaskan pelukannya sambil merasakan kesakitan.
"Kurang ajar!!! Kamu tidak akan bisa lolos dari tanganku, Anita!!!" Teriak Ricky sambil menahan rasa sakit.
Sementara itu, setelah terbebas dari cengkraman tangan Ricky, Anita langsung berlari menuju pintu depan rumahnya. Namun tanpa sengaja, kaki kirinya menginjak pecahan cangkir diatas lantai ubin. Dengan menahan rasa sakit, Anita kembali meneruskan niatnya untuk berlari menuju pintu depan. Walaupun larinya menjadi pincang. Dari kakinya yang terluka, terus menerus menetes darah segar.
Sesampainya didepan pintu, Anita berusaha menekan handle pintu kearah bawah dengan kuat, namun sekuat apapun tenaganya, Anita tidak bisa membuka pintu yang telah terkunci itu.
Melihat Anita ketakutan didepan pintu, Ricky terus berjalan menghampirinya sambil menyeringai. Anita tidak tinggal diam. Dia berlari menuju kamarnya yang berada di lantai dua.
Begitu sampai didalam kamarnya, Anita langsung mengunci pintu kamarnya dengan gugup dan ketakutan. Ketika merasa cukup aman, Anita naik keatas tempat tidurnya dengan perasaannya yang masih ketakutan.
Ricky berdiri didepan pintu kamar Anita. Tangan kirinya berusaha menekan handle pintu kearah bawah. Namun pintu itu tidak juga terbuka.
"Sialan! Kamu tidak akan bisa lolos dariku, Anita!" Teriak Ricky didepan pintu. Mendengar teriakkan Ricky, Anita sangat ketakutan.
Ricky pun mundur beberapa langkah. Lalu Dia berlari kearah pintu dan menabrakkan tubuhnya bagian samping, kearah pintu. Namun pintu itu tetap tidak terbuka. Lalu Ricky mengulangi hal yang sama. Kali ini, begitu tubuhnya dihantamkan ke pintu, pintu itu terbuka dengan cepat.
Mengetahui Ricky berhasil membuka pintu, Anita sangat ketakutan. Keringat dingin mengucur deras dari wajahnya. Sedangkan Ricky tersenyum lebar ketika berhasil masuk kedalam kamar tidur Anita.
"Anita, ternyata Kamu sendiri yang mengajakku untuk ke kamarmu!" Ucap Ricky.
"Laki-laki jahanam!! Cepat pergi!!" Teriak Anita sambil turun dari atas tempat tidur. Tanpa memperdulikan teriakkannya, Ricky berlari menghampiri Anita.
Begitu Ricky berada dihadapannya, Anita melawannya dengan melemparinya dengan benda-benda yang berada diatas meja rias. Namun Ricky dengan mudah menghindarinya.
Ketika Ricky berada satu meter dihadapan Anita, Ricky langsung menampar pipi kirinya dengan keras.
Pplllaaaaakkkkk......!!!
Tamparan keras itu tepat mengenai sasarannya. Tubuh Anita terjatuh diatas kasur. Tanpa membuang kesempatan, Ricky langsung membuka kaos yang melekat didirinya. Terlihatlah dada dan lengan Ricky yang berotot. Dengan penuh nafsu, laki-laki berambut gondrong itu merusak kehormatan Anita. Anita tidak dapat lagi melakukan perlawanan. Perempuan malang itu hanya bisa menjerit dan menangis.
Selesai melakukan perbuatan bejatnya, Ricky kembali memakai pakaiannya. Sedangkan Anita hanya meratapi nasibnya.
"Siapa Kamu sebenarnya? Mengapa Kamu tega berbuat jahat kepadaku?" Tanya Anita sambil menangis sesenggukan.
"Kamu mau tahu siapa Aku, Anita? Kamu juga penasaran kan mengapa Aku bisa mengenal keluargamu? Aku Ricky. Kakak sepupumu, Anita!" Balas Ricky sambil memakai celananya.
"Ricky? Ricky anaknya Budhe Ambar dan Pakdhe Sumitro?" Tanya Anita dengan keras.
"Betul sekali yang Kamu katakan, Anita!" Balasnya.
"Mengapa Kamu tega berbuat jahat terhadap Aku, Ricky? Padahal Kita masih saudara!!" Seru Anita.
"Kamu mau tahu alasannya? Itu karena kedua orang tuamu, Anita! Kedua orang tuamu telah tega mengambil rumah ini! Rumah warisan kedua orang tuaku, yang harusnya menjadi milikku!!! Kamu dengar semua itu kan Anita?" Tanya Ricky penuh amarah.
"Tapi kan semua bisa dibicarakan baik-baik, Ricky!" Balas Anita.
"Tidak Anita! Kedua orang tuamu telah mengganti nama sertifikat rumah ini. Selain itu, tentunya Kamu masih ingat, bagaimana kedua orang tuamu dengan tega berkali-kali menyiksa diriku. Yang bukan lain adalah keponakannya sendiri!! Kamu ingat semua itu kan, Anita?" Tanya Ricky dengan keras.
"Tapi Ricky, mengapa Kamu juga membenciku?" Tanya Anita.
"Itu karena Kamu anak Om Bagyo dan Tante Hartati!! Karena perbuatan kedua orang tuamu, Aku sampai nekad kabur dari sini! Apa mereka berusaha mencari keberadaanku? Aku jamin tidak! Jika besok Kalian tidak pergi dari rumah ini, jangan salahkan Aku, jika Aku berbuat lebih kejam dari pada hari ini! Ingat itu Anita!!!" Seru Ricky. Lalu berkelebat pergi keluar dari dalam kamar menuju pintu depan rumah itu.
Setelah kepergian Ricky dari rumah miliknya yang sekarang menjadi milik Pak Subagyo, Anita berdiam diri meratapi nasib buruk yang menimpa dirinya. Pada saat jam dinding menunjukkan pukul 10.27 WIB, sebuah mobil sedan berwarna biru berhenti di carport rumahnya Anita. Tidak berapa lama, dua orang turun dari dalam mobil itu. Yang satu adalah seorang lelaki berumur 55 tahunan. Pada rambut dan kumisnya sudah terlihat cukup banyak ubannya. Sedangkan orang yang turun dari mobil sebelah kiri adalah seorang perempuan yang wajahnya lumayan cantik. Berusia sekitar 50 tahunan. Perempuan itu memakai kebaya berwarna merah. Rambutnya yang hitam, disanggul dibagian belakang. Perempuan itu berjalan menuju pintu depan rumahnya. Sedangkan lelaki yang bukan lain adalah suaminya, membuka pintu garasi yang terbuat dari besi. Setelah berhasil membuka pintunya, lelaki itu memasukkan mobilnya kedalam garasi. "Anita!!! Dimana Kamu Nak?" Tanya perempuan itu ketika masuk kedalam rumah. Perempuan itu pu
Pagi itu terlihat seorang laki-laki yang bukan lain adalah Pak Subagyo sedang sarapan pagi. Tiba-tiba seorang perempuan yang bukan lain adalah istrinya, datang menghampirinya dengan membawa secangkir kopi hitam. "Pak, kok tumben sekali Anita belum keluar dari kamarnya, ya!" Tanya Bu Hartati. "Coba bangunkan Bu! Siapa tahu masih tidur!" Perintahnya. "Iya Pak." Balasnya. Bu Hartati pun berjalan menuju kamar anak satu-satunya, yang berada di lantai dua. Tokkk...tokkk...tokkk... "Anita! Bangun Nak, sudah siang!" Seru Bu Hartati begitu berdiri didepan pintu. Setelah menunggu beberapa saat, namun perempuan itu sama sekali tidak mendengar jawaban dari dalam kamarnya. Perempuan itu pun kembali berseru. "Anita!! Kamu mau kuliah apa tidak?" Serunya. Seperti sebelumnya, sama sekali tidak terdengar jawaban dari dalam kamar Anita. Dengan perasaan takut dan khawatir. Perempuan itu pun memegang handle pintu dan menekannya kearah bawah. Tapi ternyata pintu itu tetap tidak terbuka. Bu H
Pagi itu, selesai mandi dan berpakaian, Ricky keluar dari dalam kamarnya. Dia berjalan menuju ruang makan. Ketika sampai didepan meja makan, Ricky melihat dua orang perempuan sedang duduk menikmati sarapan pagi. "Sarapan sama apa Nov?" Tanya Ricky. "Nasi goreng buatan Kinan! Jadi rasanya tidak diragukan lagi!" Balas perempuan disebelah kanan, yang bernama Novi. "Enak nih, Buatan Kinan! Kalau buatanmu Nov, rasanya mengecewakan!" Canda Ricky sambil tertawa. "Ih Ricky! Masakanku juga enak kali!" Balas Novi cemberut. Sedangkan perempuan disamping kirinya yang bernama Kinan, hanya tersenyum. Ricky pun mengambil piring dan sendok yang berada di rak piring. Lalu mengambil nasi goreng yang berada didalam wakul yang terbuat dari aluminium. "Nov, salonmu ramai tidak?" Tanya Ricky. Lalu makan sesuap nasi goreng. "Alhamdulillah sekarang ramai terus, Rick. Sampai Aku kecapaian! Panti pijatmu bagaimana? Sudah banyak pelanggannya kan?" Tanya Novi. "Alhamdulillah sudah banyak pelang
Setelah Ricky dan pelanggan perempuannya melakukan hubungan terlarang, mereka pun kembali memakai pakaiannya. Setelah berpakaian, perempuan itu mengeluarkan dompet dari dalam tasnya. Lalu Dia mengambil selembar uang kertas lima puluh ribuan dan memberikannya kepada Ricky. "Ini bayaran untuk servis pijatmu yang telah membuatku sangat bahagia!" Ucap perempuan itu sambil menaruh dompet disampingnya. Perempuan yang sedang duduk diatas ranjang untuk pijat itu, memakai sandal wedgesnya. "Tapi Aku tidak ada kembaliannya." Balas Ricky sambil menerima uang itu. "Ambil saja semuanya untukmu! Oh ya, Kita belum berkenalan! Namaku Sartika Dewi!" Ucap perempuan itu sambil mengulurkan tangan kanannya. "Namaku Ricky! Namamu cantik seperti orannya, Mba!" Puji Ricky. "Namamu juga gagah, seperti orangnya!" Balas puji perempuan yang bernama Sartika Dewi. Lalu Sartika mengambil tas miliknya, yang berada diatas meja. Dia bangkit berdiri dan berjalan menuju pintu. "Lain kali, Aku akan datang k
Hari itu adalah hari minggu. Setelah selesai sarapan pagi, Kinan dan Novi yang libur bekerja, terlihat keluar dari panti asuhan dimana mereka tinggal. Mereka pun berdiri di trotoar untuk menunggu angkot yang lewat. Sekitar 10 menit berlalu, akhirnya sebuah angkutan umum terlihat melaju sekitar 20 meter disebelah kanan Kinan dan Novi. Mereka pun mengulurkan tangan kanannya. Angkot itu pun berhenti tepat didepan mereka berdua. Tanpa membuang waktu, mereka bergegas naik keatas angkot berwarna kuning itu. Angkot itu pun kembali melaju dengan perlahan. Sekitar 15 menit didalam perjalanan, akhirnya Kinan dan Novi turun dari atas angkot. Sebelum pergi meninggalkan angkot itu, Novi memberikan selembar uang kertas 500 rupiah kepada supir angkot itu. Supir angkot itu pun memberikan uang kembalian, yaitu selembar uang 100 rupiah kepada Novi. Novi dan Kinan berjalan menuju sebuah tempat rental buku, yang berada dipinggir jalan dimana mereka turun dari angkot. Pada bagian depan kios yang b
"Mi...ran...ti? Na...ma...ku Kinanti!" Jawab Kinan menyebutkan nama lengkapnya walaupun dengan terbata-bata. "Tidak mungkin! Wajahmu sama persis dengan teman SMA-ku dulu! Kamu pasti Miranti! Mengapa Kamu tinggal disini sekarang, Mira? Bicaramu juga gagap! Sandiwara apa yang sedang Kamu jalankan, Mira?" Tanya Pramono dengan keras. Laki-laki itu tidak percaya kalau perempuan yang berdiri dihadapannya bukan Miranti, perempuan yang sejak dahulu dicintainya. "De...mi A...llah Mas, na...ma...ku me...mang Ki..nan!" Jawabnya. "Berarti Kamu memang benar, bukan Mira temanku?" Tanya Pramono masih tidak percaya. "Ya Mas. A... ku Ki...nan! Se...jak ke...cil A...ku me...mang ga...gap!" Balasnya. "Ini benar-benar kejadian yang sama sekali tidak Aku duga sebelumnya! Oh ya, namaku Pramono. Panggil saja Pram!" Seru Pramono sambil mengulurkan tangan kanannya. "Ki...nan...ti!" Balas Kinan menyambut tangan kanan Pramono. "Aku mau bicara lebih banyak denganmu, Kinan! Maukah Kamu, kalau Kita
Malam itu, sepulang dari panti pijat, Ricky mengayuh sepedanya menuju suatu tempat. Didepan sebuah rumah sederhana, Ricky menghentikan laju sepedanya. Laki-laki berambut gondrong itu berjalan menuju pintu depan rumah berdinding batu bata dan beralas tanah. Tokkkk.....tokkk..... "Assalamu'alaikum." Salam Ricky. Tidak berapa lama, seseorang membukakan pintu itu. Begitu pintu itu terbuka, terlihat seorang perempuan muda sedang menggendong bayi laki-laki. Umur perempuan itu sekitar 19 tahun. "Maaf Mba, Pakdhe Suhardjo ada?" Tanya Ricky. "Ada Mas, silahkan duduk dulu!" Pinta perempuan itu. "Iya Mba." Balasnya. Perempuan itu pun masuk kedalam salah satu kamar. "Pak, ada tamu yang mencari Bapak!" Seru perempuan itu. "Tamu siapa, Arba?" Tanya laki-laki berambut putih yang sedang tiduran sambil mendengarkan radio. "Laki-laki masih muda Pak, tapi kayanya belum pernah kesini!" Jawab perempuan yang bernama Arba. "Ya sudah, Kamu buatkan kopi hitam dua!" Pinta laki-laki yang b
Malam itu anak-anak panti asuhan permata bunda sedang asyik menonton TV bersama, termasuk Novi dan juga Kinan. Terlihat pula seorang perempuan yang bukan lain adalah Bu Khotijah, pemilik panti asuhan. Disaat mereka sedang fokus menonton TV, tiba-tiba terdengar suara salam dari arah pintu depan. "Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam." Jawab semua orang yang berada didepan TV. "Lagi pada asyik nonton apa nih?" Tanya seorang laki-laki yang masuk kedalam rumah. "Eh Ricky! Sini ikut gabung, lagi nonton film nih!" Balas Bu Khotijah. "Iya, Rick!" Novi ikut menimpali. "Iya sebentar ya Bu! Mau mandi dulu!" Balasnya. "Oh ya, habis mandi langsung makan malam ya Rick! Tadi Ibu beli sate! Tinggal Kamu yang belum makan!" Pinta Bu Khotijah. "Iya, terima kasih Bu! Ibu tahu saja, kalau Saya belum makan!" Seru Ricky. "Sama-sama Rick! Ibu tahu, Kamu kan biasa makan malam di rumah!" Balas Bu Khotijah. "Iya cepat sana! Kalau kelamaan nanti Aku habisin lho!" Novi kembali menimpalinya
Setelah meninggalkan rumah Bu Sartika, Ricky mengendarai mobilnya menuju rumah tahanan yang berada di Kota Surabaya. Hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit saja, akhirnya mereka sampai ditempat yang ditujunya. Setelah memarkirkan mobilnya, Ricky dan Kinan bergegas turun dari mobil. Mereka pun berjalan menuju tempat pendaftaran besuk narapidana. Setelah mendapatkan nomor antrian, mereka berdua duduk diatas kursi yang telah disediakan. Sekitar 45 menit berlalu, akhirnya nomor milik Ricky dipanggil oleh petugas yang berjaga. Ricky dan Kinan pun bangkit berdiri. Lalu mereka menghampiri petugas itu. Setelah menyerahkan nomor yang dipegangnya. Ricky diminta untuk menitipkan KTP miliknya. "Mari Mas, Mba, ikuti Saya!" Ucap seorang petugas. Ia pun berjalan menuju ruang besuk. Sedangkan Ricky dan Kinan mengikuti dibelakangnya. "Silahkan tunggu saja disini. Saudara Jatmiko akan Saya panggil!" Ucapnya ketika sampai di ruang besuk. "Baik Pak." Balas Ricky. Ricky dan Kinan pun duduk d
Pagi itu, setelah selesai sarapan, mandi, dan berpakaian, Ricky dan Kinan terlihat keluar dari dalam rumah. Mereka berjalan menuju jalan raya. Begitu sampai ditepi jalan raya, Ricky menghentikan laju sebuah taksi yang akan lewat didepannya. Ketika taksi itu berhenti, Ricky dan Kinan pun bergegas menaiki taksi tersebut. Setelah mendapat petunjuk dari Ricky, supir taksi itu pun kembali menginjak pedal gas dengan kuat menuju tempat yang ditujunya. Sekitar 40 menit didalam perjalanan, akhirnya mereka sampai ditempat yang ditujunya. Setelah membayar kepada supir taksi itu, mereka berdua pun turun dari atas taksi. Mereka berdua berjalan menuju pintu depan sebuah rumah yang masih beralaskan tanah. Tokkk...tokkk...tokkk... "Assalamu'alaikum." Salam Ricky. "Wa'alaikumsalam." Jawab seorang perempuan dari dalam rumah itu. Tidak berapa lama, pintu didepan Ricky terbuka dengan perlahan. Begitu pintu terbuka, terlihat seorang perempuan muda berdiri di balik pintu. "Mas, Mba! Bagaimana k
Ketika Ricky dan Kinan sedang menikmati bulan madu di Pulau Bali, Bu Sartika mulai merasa was-was. Pasalnya, sudah beberapa hari sejak Ricky datang ke rumahnya, Ricky tidak pernah menelepon dirinya lagi. Padahal janjinya sewaktu bertemu dengan Bu Sartika, dua minggu lagi Ricky akan menikahi Bu Sartika. "Kok Ricky tidak pernah menelponku ya? Padahal janjinya ia akan menikahiku minggu besok! Aku harus memastikan kapan Ricky akan datang melamarku!" Ucap Bu Sartika seorang diri. Perempuan itu pun bergegas menuju telepon yang berada di ruang keluarga. Setelah mengangkat gagang teleponnya, ia pun menekan nomor telepon rumah Ricky sesuai yang tertulis didalam buku telepon. Setelah panggilannya tersambung dengan nomor teleponnya Ricky, Bu Sartika menunggu Ricky mengangkat panggilan teleponnya. Ia sangat berharap agar Ricky segera mengangkatnya. Namun kenyataan tidak sesuai dengan keinginannya. Setelah menunggu beberapa saat, Ricky tidak kunjung mengangkat panggilan teleponnya. Sampai
Hari itu adalah hari yang dinanti-nantikan oleh Kinan dan Ricky. Pasalnya, pada hari itu mereka akan melangsungkan pernikahannya. Namun acara pernikahan mereka digelar secara sederhana. Halaman depan panti asuhan terlihat sudah dipasang tenda biru dan dihiasi dengan janur kuning mengelilingi tenda tersebut. Kursi-kursi juga sudah ditata dengan rapi dan teratur. Ketika jam dinding menunjukkan pukul 08.51 WIB, terlihat satu persatu para tetangga panti asuhan mulai berdatangan. Bu Khotijah pun menyambut dengan ramah tamah. Berdiri disamping Bu Khotijah dua orang laki-laki. Mereka berdua bukan lain adalah kakak dan adik kandung Bu Sartika. Sebenarnya Bu Sartika mempunyai empat saudara kandung. Namun kedua kakak perempuannya, telah meninggal dunia. Yaitu kakak kandung pertama dan kedua. Begitu berada dibawah tenda biru itu, para tamu tetangga panti asuhan duduk diatas kursi yang telah disediakan. Sekitar 20 menit berlalu, kursi-kursi itu pun sudah dipenuhi oleh para tamu. Tapi Bu K
Malam itu, Ricky terlihat sangat tampan dan gagah dengan memakai pakaian kemeja berwarna biru. Rambutnya yang gondrong diikat dengan karet dibagian belakang. Setelah bercermin didepan lemari yang berada didalam kamarnya, dan merasa penampilannya sudah cukup rapi, Ricky pun bergegas menuju mobilnya yang berada di carport rumahnya. Begitu menaiki mobilnya, ia pun langsung mengendarainya dengan kencang menuju suatu tempat. Didepan sebuah tempat, Ricky menghentikan laju mobilnya. Ricky pun bergegas turun dari mobil dan berjalan menuju bagian depan tempat itu, yang ternyata adalah sebuah toko kue. Ricky pun dengan cepat memilih beberapa macam kue. Setelah merasa cukup banyak, Ia pun langsung menuju ke kasir. Setelah membayar kue-kue yang dibelinya, Ricky kembali menuju mobilnya, dan kembali mengendarainya menuju tempat berikutnya. Setelah sekitar 15 menit didalam perjalanan, akhirnya Ricky sampai didepan tempat yang menjadi tujuannya. Tempat itu sudah tidak asing lagi bagi Ricky. T
Setelah pergi meninggalkan rumah tahanan, Bu Sartika kembali menemui Ricky di panti pijat miliknya. "Siang sayang!" Sapanya. "Siang juga sayang! Hari ini, kayaknya Kamu lagi gembira sekali nih!" Serunya. "Dibilang gembira, memang hari ini Aku lagi gembira. Tapi dibilang sedih, Aku juga masih ada sedih." Balasnya. "Apa yang membuatmu bergembira? Dan apa yang membuatmu bersedih?" Tanyanya. "Yang membuatku bergembira dan bahagia adalah Aku resmi bercerai dengan suamiku. Sedangkan yang membuatku bersedih adalah kini Aku berstatus sebagai seorang janda." Balasnya. "Aku sangat senang sekali mendengar kabar darimu, sayang! Masalah Kamu sekarang jadi seorang janda, jarang terlalu dipikirkan. Aku akan segera menikahimu, sayang!" Ucapnya. "Kapan sayang?" Tanyanya. "Dua minggu lagi. Bagaimana menurutmu?" Tanyanya. "Aku sangat setuju sekali, sayang! Lebih cepat lebih baik. Aku sudah tidak tahan kalau berjauhan darimu, sayang!" Balasnya. "Iya, Aku juga setiap hari selalu terb
Siang itu Bu Sartika terlihat menaiki sebuah taksi. Setelah kurang lebih 30 menit berlalu, akhirnya ia sampai didepan tempat yang menjadi tujuannya. Setelah membayar tarif jasa taksi sesuai argometer kepada supir taksi itu, Bu Sartika turun dari taksi. Perempuan berjalan menuju bagian depan bangunan yang ternyata adalah sebuah rumah tahanan yang terletak di Kota Surabaya. Setelah mengambil nomor antrian, Bu Sartika pun duduk di kursi yang telah disediakan. Setelah menunggu sekitar satu jam, nomor antrian besuk miliknya dipanggil oleh petugas yang berjaga. Bu Sartika pun diminta untuk menitipkan identitas KTP miliknya. Tidak ketinggalan, tas selempang berukuran kecil miliknya juga diminta untuk dititipkan. "Mari ikuti Saya Bu!" Pinta seorang petugas. Bu Sartika pun mengikutinya, menuju ruang besuk. "Tunggu dahulu disini Bu. Biar Saya panggil saudara Jatmiko." Ucapnya. "Iya Pak." Balasnya. Petugas itu pun berjalan menuju ruang tahanan. Pada sebuah ruangan sel, petugas itu me
Begitu sampai didekat rumah Bu Sartika, Ricky melihat didepan rumah Bu Sartika sudah banyak orang yang sedang duduk di kursi yang ditata dengan rapi. Setelah memarkirkan mobilnya di tepi jalan, Ricky turun dari mobilnya dan berjalan menghampiri orang-orang yang sedang duduk didepan gerbang. Ricky yang berpakaian warna hitam dan berpeci hitam itu, menyalami satu persatu orang-orang yang bertugas menyambut para tamu yang datang untuk melayat. Lalu Ricky terus berjalan menuju pintu depan rumah Bu Sartika. "Assalamu'alaikum." Salamnya ketika berdiri didepan pintu dengan perlahan. Terlihat di ruang tamu, perempuan-perempuan yang sedang membaca surat yasin secara bersama-sama. Suaranya terdengar keras dan kompak. "Wa'alaikumsalam." Balas perempuan yang bukan lain adalah Bi Salimah. Ia pun bangkit berdiri dan menghampiri Ricky. "Bu Sartika dimana Mba?" Tanyanya. "Nyonya didalam kamarnya, Mas." Balasnya. "Bisa antarkan Saya ke kamarnya?" Tanyanya. "Bisa Mas." Balasnya. Bi Sali
Setelah Pak Jatmiko dipenjara, Bu Sartika hanya tinggal bersama Mira. Dan pembantu beserta satpamnya. Hatinya sangat hancur berkeping-keping. Bukan karena suaminya dipenjara. Tapi karena selama ini, ia telah dikhianati oleh suaminya sendiri. Bu Sartika baru sadar penyebab suaminya tidak memberikannya nafkah batin beberapa tahun terakhir. Pagi itu jam dinding menunjukkan pukul 07.48 WIB. Bu Sartika baru bangun dari tidurnya. Setelah berganti pakaian, ia keluar dari dalam kamarnya menuju dapur. Ketika sampai dapur, perempuan cantik itu melihat pembantunya sedang mencuci piring. "Bi, sarapan sudah siap?" Tanyanya. "Sudah nyonya." Balasnya. "Mira sudah sarapan belum?" Tanyanya. "Belum nyonya. Saya belum sempat membangunkannya. Biar Saya bangunkan dahulu." Ucap pembantu itu hendak melangkahkan kakinya. "Biar Aku saja yang membangunkannya." Balasnya. "Baik nyonya." Ucapnya. Bu Sartika melangkahkan kakinya menuju kamar tidur Mira. Begitu sampai didepan pintu kamar anaknya, Bu