Setelah Pak Suwito menyuruh dalang dan seluruh pemain gamelan untuk menghentikan pertunjukannya, Pak Suwito berbicara kepada seluruh warga yang menonton pertunjukan wayang kulit.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Salam Pak Suwito.
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab sebagian besar warga yang menonton.
"Saya mewakili Pak Jatmiko beserta keluarganya, memohon maaf kepada seluruh warga yang sedang menyaksikan pertunjukan wayang kulit. Saya mengumumkan bahwa pertunjukan wayang kulit tidak dilanjutkan lagi, dikarenakan sebuah insiden telah terjadi dengan keluarga Pak Jatmiko. Oleh karena itu, Saya harap seluruh warga bisa kembali ke rumahnya masing-masing. Atas perhatiannya Saya ucapkan terima kasih. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Salam Pak Suwito.
Mendengar pemberitahuan kalau pertunjukan wayang kulit tidak dilanjutkan, seluruh warga yang sedang duduk diatas tikar, bergegas bangkit berdiri dan pergi meninggalkan halaman rumah Pak Jatmiko dengan perasaan kecewa.
Setelah selesai memberikan pengumuman, Pak Jatmiko menunggu kedatangan pihak kepolisian.
Setelah menunggu sekitar 15 menit berlalu, akhirnya sebuah mobil polisi datang bersama dengan mobil ambulance. Begitu sampai didepan rumah Pak Jatmiko, tiga orang polisi dan dua petugas rumah sakit turun dari atas mobil.
"Selamat malam! Apa benar ini rumahnya Pak Jatmiko?" Tanya seorang polisi ketika berada dihadapan Pak Suwito.
"Betul sekali Pak! Mari masuk kedalam rumah Pak!" Ajak Pak Suwito. Mereka pun berjalan menuju kamar tidur Miranti. Begitu muncul didalam kamar Mira, seorang polisi berseru.
"Apa yang terjadi dengan laki-laki itu?" Tanyanya.
"Menantu Saya dibunuh dengan racun yang dimasukkan kedalam kopi hitam, Pak! Dan perempuan itu pelakunya!" Seru Pak Jatmiko sambil menunjuk kearah Bi Tinah.
"Demi Allah bukan Saya pelakunya Pak!" Seru Bi Tinah membela diri.
"Tapi apa benar Ibu yang telah membuat kopi hitam itu?" Tanya polisi.
"Betul Saya yang membuat kopi itu, tapi Saya hanya membuat kopi itu seperti biasanya!" Bantah Bi Tinah.
"Kalau begitu, sekarang Ibu ikut Kami ke kantor polisi! Ibu bisa memberikan keterangan disana!" Ucap polisi itu.
"Tapi Saya berani bersumpah, kalau bukan Saya pelakunya Pak!" Seru Bu Tinah.
"Bawa perempuan itu!!" Perintah polisi itu kepada dua kawannya. Mendengar ucapan atasannya, dua polisi itu langsung memborgol kedua tangan Bi Tinah.
Sementara itu, begitu masuk kedalam kamar tidur Miranti, kedua petugas rumah sakit langsung memeriksa keadaan di tubuh Bondan.
"Maaf Pak, untuk menyelidiki kasus ini. Kami akan melakukan otopsi jenazah menantu Bapak! Apakah Bapak mengizinkannya?" Tanya polisi itu.
"Silahkan Pak!" Balas Pak Jatmiko.
Mendengar ucapan Pak Jatmiko, kedua petugas itu bergegas mengangkat tubuh Bondan dan membawanya menuju mobil ambulance.
"Saya mohon kepada Bapak dan semua yang ada disini, untuk keluar dari dalam kamar ini!" Pinta polisi itu. Mendengar perintah itu, Pak Jatmiko dan yang lainnya keluar dari dalam kamar Miranti. Begitu semuanya telah keluar dari dalam kamar, polisi itu memasang policelines yang membentang melewati pintu kamar.
"Kalau begitu, Kami mohon pamit dahulu! Kalau ada keperluan kelengkapan informasi, Kami harap Bapak siap untuk memberikan keterangan kepada Kami!" Pinta polisi itu sambil mengajak Pak Jatmiko bersalaman.
"Iya Pak! Saya siap kapan saja untuk datang ke polres!" Balas Pak Jatmiko sambil menyambut tangan kanan polisi itu.
"Terima kasih kerjasama, Pak! Selamat malam!" Salam polisi itu sambil melepaskan tangannya.
"Malam Pak." Balasnya.
Sementara itu, setelah berhasil menaruh serbuk berwarna putih kedalam secangkir kopi hitam, lelaki berumur sekitar 25 tahunan itu pergi meninggalkan rumah Pak Jatmiko melewati pintu belakang. Karena suasana disekitar rumah Pak Jatmiko sangat ramai, tidak ada satupun orang yang mencurigai lelaki berkacamata itu.
Begitu berhasil keluar dari area rumah Pak Jatmiko, Lelaki itu mengambil sebuah sepeda miliknya yang diparkirkan dipinggir jalan bersama sepeda yang lainnya. Setelah membayar sekeping uang lima rupiah, lelaki itu bergegas mengayuh sepedanya meninggalkan tempat itu.
Sesampainya didepan rumah berdinding anyaman bambu dan berlantai tanah, pemuda itu membawa masuk sepedanya kedalam rumah. Lalu Dia berjalan menuju kamar tidurnya.
Melihat anaknya sudah pulang, seorang perempuan menghampirinya kedalam kamar tidur anak lelakinya.
"Sudah pulang Pramono?" Tanya perempuan itu ketika berdiri didepan pintu.
"Sudah Mak!" Balas lelaki berkacamata yang bernama Pramono.
"Kok tumben cepat, memangnya sudah selesai wayang kulitnya?" Tanya perempuan yang ternyata adalah emaknya Pramono.
"Belum Mak! Cuma Aku ngantuk! Dalangnya kurang suka juga!" Balasnya.
"Oh, ya sudah tidur! Besok pagi kan kerja!" Ucap emaknya.
"Iya Mak!" Balasnya. Lalu emaknya Pramono berjalan menuju kamar tidurnya. Begitu emaknya pergi, Pramono duduk diatas ranjang tidur yang terbuat dari besi.
"Miranti, Aku pastikan sekarang air mata sedang membanjiri wajahmu yang cantik!" Ucap Pramono.
"Aku tidak akan membiarkan Kamu hidup tenang, Mira! Kalau Aku tidak bisa memilikimu, Aku pastikan tidak akan ada laki-laki lain yang bisa memilikimu! Aku ingin Kamu menderita, Mira! Setelah dahulu, Kamu menghina dan merendahkan diriku!" Ucap laki-laki yang rambutnya disisir belah tengah itu.
Sementara itu, disebuah jalanan yang sepi, terlihat seorang laki-laki mengayuh sepedanya menuju suatu tempat. Laki-laki bertubuh tinggi besar itu, memiliki wajah tampan berkulit kuning langsat. Walaupun rambutnya panjangnya sebahu, tapi tetap terlihat macho. Pada punggung lelaki itu terdapat sebuah tas selempang berukuran cukup besar.
Pada sebuah rumah yang berbentuk khas peninggalan Belanda, Dia berhenti mengayuh sepedanya. Pemuda itu pun menuntun sepedanya menuju pintu depan rumah itu.
"Assalamu'alaikum." Salam pemuda itu. Setelah membuka pintu depan.
"Wa'alaikumsalam. Baru pulang Ricky?" Tanya seorang perempuan yang muncul dari korden di pintu tengah.
"Iya Bu. Anak-anak sudah pada tidur, Bu?" Tanya laki-laki yang bernama Ricky sambil bersalaman dan mencium punggung telapak tangan perempuan itu.
"Sudah Rick. Ya sudah sekarang makan dahulu sana!" Pinta perempuan yang usianya lebih dari setengah abad itu.
"Iya Bu." Balasnya. Ricky berjalan menuju kamarnya. Setelah menaruh tas didalam kamarnya, lelaki itu kembali keluar dari dalam kamar menuju dapur untuk mencuci tangannya. Lalu Ricky mengambil piring dan sendok dan membawanya ke ruang makan untuk mengambil nasi, lauk, dan sayur.
"Bagaimana hari ini Rick, apa banyak pelanggan yang datang?" Tanya perempuan itu.
"Alhamdulillah banyak, Bu Khotijah!" Seru Ricky lalu memakan makanan yang ada diatas sendoknya.
"Syukur alhamdulilah, kalau begitu Ricky!" Ucap perempuan yang bernama Bu Khotijah.
"Iya Bu. Alhamdulillah banyak yang suka pijatan Ricky, Bu!" Balasnya.
"Iya Ricky. Banyak sedikit rizki kan harus disyukuri!" Ucap Bu Khotijah.
"Iya Bu. Bukankah sejak Ricky tinggal disini, Ricky selalu mensyukuri rizki yang didapat tiap hari kan Bu?" Tanya Ricky.
"Iya Ricky. Walaupun Kamu berasal dari keluarga yang kaya raya, tapi Kamu tidak malas bekerja sedari kecil, Ricky! Mulai dari jualan koran, jualan minuman, ojek payung, sampai akhirnya ada yang mengajarkanmu pijat. Sampai akhirnya setelah lulus sekolah, Kamu bisa buka usaha jasa pijat sendiri." Cerita Bu Khotijah mengenang masa kecil Ricky.
"Iya Bu. Walaupun awal tinggal disini, rasanya Ricky ingin kembali ke rumah peninggalan kedua orang tua Ricky. Tapi mau bagaimana lagi, di rumah itu Ricky lebih tersiksa dari pada tinggal disini. Jadi Ricky lebih kerasan tinggal disini. Karena Ricky ingin terus bersekolah. Makanya mau tidak mau Ricky bekerja sepulang sekolah, seperti anak-anak lainnya." Balas Ricky sambil membayangkan masa kecilnya yang menderita.
"Tapi dengan Kamu bekerja sedari kecil, itu membuat Kamu menjadi mandiri, Ricky! Mental Kamu menjadi lebih kuat menghadapi dunia yang penuh tantangan ini. Apalagi kedua orang tuamu dan adik-adikmu sekarang sudah tiada." Ucap Bu Khotijah.
"Iya Bu. Bersyukur Aku dahulu bertemu Bu Khotijah, sehingga Aku bisa tinggal disini. Aku seperti mempunyai keluarga baru lagi semenjak tinggal disini." Balas Ricky.
"Iya Ricky. Ibu membangun panti asuhan ini, bertujuan untuk menolong anak-anak yang kurang beruntung sepertimu, Ricky! Dan juga, biar Ibu tidak kesepian lagi. Semenjak meninggalnya suami dan anak Ibu, karena kecelakaan." Ucapnya.
"Tapi Bu, Aku mau tanya. Sampai kapan Aku bisa tinggal disini? Sedangkan cuma Aku, Novi, dan Kinan yang sudah selesai sekolah dan belum menikah, tapi masih tinggal disini." Tanya Ricky.
"Sampai kapanpun Kamu dan yang lainnya, bisa tinggal di panti asuhan Permata Bunda ini, Ricky!" Balas Bu Khotijah.
"Terima kasih Bu. Ibu sangat baik kepada Kami semua. Ibu menganggap Kami seperti anak kandung Ibu sendiri. Makanya sejak dahulu Aku selalu menolak jika ada yang mau mengadopsi Aku menjadi anaknya. Aku tidak ingin berpisah dengan Bu Khotijah." Ucap Ricky sambil mengingat masa lalunya.
"Iya Ricky. Padahal dahulu, setiap ada yang mau mengadopsi anak di panti asuhan ini, selalu mereka memilih Kamu yang berwajah tampan." Balasnya. Kemudian Ricky membayangkan kenangan masa kecilnya, sampai Dia bertemu dengan Bu Khotijah.
Agustus 1968 Setelah kepergian kedua orang tua dan saudaranya, bocah laki-laki yang berumur 10 tahun itu, tinggal bersama om dan tantenya yang mempunyai seorang anak perempuan berumur tiga tahun. Hari-hari pertama anak laki-laki yang bernama Ricky, tinggal bersama mereka, om dan tantenya terlihat sangat menyayangi Ricky seperti menyayangi anaknya sendiri. Namun lambat laun, sifat asli mereka pun terbuka. Sekarang di rumah Ricky tidak ada seorang pembantu rumah tangga, dengan alasan menghemat biaya pengeluaran. Tiap hari tugas yang harusnya dikerjakan oleh pembantu rumah tangga, sekarang hampir semuanya harus dikerjakan oleh Ricky. Sebelum berangkat sekolah Ricky harus mencuci piring, menyapu, dan mengepel lantai rumah dua lantai peninggalan kedua orang tuanya. Sedangkan sehabis pulang sekolah, Ricky harus mencuci pakaian milik om, tante, dan anaknya. Untuk masalah makan, Ricky hanya dijatah makan sehari hanya dua kali, pagi dan malam. Ricky juga tidak pernah dikasih uang sak
Malam itu, sepulang dari panti pijat miliknya, Ricky mengayuh sepedanya dengan cepat menuju suatu tempat. Didepan sebuah rumah yang tidak asing lagi bagi Ricky, Dia memarkirkan sepedanya didepan pintu gerbang. Perlahan Ricky membuka pintu gerbang dan berjalan menuju pintu depan rumah itu. Sesampainya didepan pintu, Ricky memencet bel yang berada disamping pintu. Tiiinnggg....tooonnggg.... "Ya sebentar!" Seru seorang perempuan dari dalam rumah. Tidak berapa lama, pintu depan rumah itu terbuka dengan perlahan. Ketika pintu itu terbuka, terlihat seorang perempuan berparas cukup cantik berdiri dibalik pintu. Umurnya sekitar 20 tahun. "Selamat malam Mba. Pak Bagyo ada?" Tanya Ricky tersenyum. "Bapak sama Ibu lagi pergi kondangan ke Jember. Paling pulangnya sebentar lagi." Jawab perempuan itu. "Saya teman kerjanya Pak Bagyo. Ada urusan penting yang harus Saya sampaikan malam hari ini juga!" Ucap Ricky. "Kalau begitu, silahkan masuk Mas!" Balas perempuan itu. Lalu melangkah m
Setelah kepergian Ricky dari rumah miliknya yang sekarang menjadi milik Pak Subagyo, Anita berdiam diri meratapi nasib buruk yang menimpa dirinya. Pada saat jam dinding menunjukkan pukul 10.27 WIB, sebuah mobil sedan berwarna biru berhenti di carport rumahnya Anita. Tidak berapa lama, dua orang turun dari dalam mobil itu. Yang satu adalah seorang lelaki berumur 55 tahunan. Pada rambut dan kumisnya sudah terlihat cukup banyak ubannya. Sedangkan orang yang turun dari mobil sebelah kiri adalah seorang perempuan yang wajahnya lumayan cantik. Berusia sekitar 50 tahunan. Perempuan itu memakai kebaya berwarna merah. Rambutnya yang hitam, disanggul dibagian belakang. Perempuan itu berjalan menuju pintu depan rumahnya. Sedangkan lelaki yang bukan lain adalah suaminya, membuka pintu garasi yang terbuat dari besi. Setelah berhasil membuka pintunya, lelaki itu memasukkan mobilnya kedalam garasi. "Anita!!! Dimana Kamu Nak?" Tanya perempuan itu ketika masuk kedalam rumah. Perempuan itu pu
Pagi itu terlihat seorang laki-laki yang bukan lain adalah Pak Subagyo sedang sarapan pagi. Tiba-tiba seorang perempuan yang bukan lain adalah istrinya, datang menghampirinya dengan membawa secangkir kopi hitam. "Pak, kok tumben sekali Anita belum keluar dari kamarnya, ya!" Tanya Bu Hartati. "Coba bangunkan Bu! Siapa tahu masih tidur!" Perintahnya. "Iya Pak." Balasnya. Bu Hartati pun berjalan menuju kamar anak satu-satunya, yang berada di lantai dua. Tokkk...tokkk...tokkk... "Anita! Bangun Nak, sudah siang!" Seru Bu Hartati begitu berdiri didepan pintu. Setelah menunggu beberapa saat, namun perempuan itu sama sekali tidak mendengar jawaban dari dalam kamarnya. Perempuan itu pun kembali berseru. "Anita!! Kamu mau kuliah apa tidak?" Serunya. Seperti sebelumnya, sama sekali tidak terdengar jawaban dari dalam kamar Anita. Dengan perasaan takut dan khawatir. Perempuan itu pun memegang handle pintu dan menekannya kearah bawah. Tapi ternyata pintu itu tetap tidak terbuka. Bu H
Pagi itu, selesai mandi dan berpakaian, Ricky keluar dari dalam kamarnya. Dia berjalan menuju ruang makan. Ketika sampai didepan meja makan, Ricky melihat dua orang perempuan sedang duduk menikmati sarapan pagi. "Sarapan sama apa Nov?" Tanya Ricky. "Nasi goreng buatan Kinan! Jadi rasanya tidak diragukan lagi!" Balas perempuan disebelah kanan, yang bernama Novi. "Enak nih, Buatan Kinan! Kalau buatanmu Nov, rasanya mengecewakan!" Canda Ricky sambil tertawa. "Ih Ricky! Masakanku juga enak kali!" Balas Novi cemberut. Sedangkan perempuan disamping kirinya yang bernama Kinan, hanya tersenyum. Ricky pun mengambil piring dan sendok yang berada di rak piring. Lalu mengambil nasi goreng yang berada didalam wakul yang terbuat dari aluminium. "Nov, salonmu ramai tidak?" Tanya Ricky. Lalu makan sesuap nasi goreng. "Alhamdulillah sekarang ramai terus, Rick. Sampai Aku kecapaian! Panti pijatmu bagaimana? Sudah banyak pelanggannya kan?" Tanya Novi. "Alhamdulillah sudah banyak pelang
Setelah Ricky dan pelanggan perempuannya melakukan hubungan terlarang, mereka pun kembali memakai pakaiannya. Setelah berpakaian, perempuan itu mengeluarkan dompet dari dalam tasnya. Lalu Dia mengambil selembar uang kertas lima puluh ribuan dan memberikannya kepada Ricky. "Ini bayaran untuk servis pijatmu yang telah membuatku sangat bahagia!" Ucap perempuan itu sambil menaruh dompet disampingnya. Perempuan yang sedang duduk diatas ranjang untuk pijat itu, memakai sandal wedgesnya. "Tapi Aku tidak ada kembaliannya." Balas Ricky sambil menerima uang itu. "Ambil saja semuanya untukmu! Oh ya, Kita belum berkenalan! Namaku Sartika Dewi!" Ucap perempuan itu sambil mengulurkan tangan kanannya. "Namaku Ricky! Namamu cantik seperti orannya, Mba!" Puji Ricky. "Namamu juga gagah, seperti orangnya!" Balas puji perempuan yang bernama Sartika Dewi. Lalu Sartika mengambil tas miliknya, yang berada diatas meja. Dia bangkit berdiri dan berjalan menuju pintu. "Lain kali, Aku akan datang k
Hari itu adalah hari minggu. Setelah selesai sarapan pagi, Kinan dan Novi yang libur bekerja, terlihat keluar dari panti asuhan dimana mereka tinggal. Mereka pun berdiri di trotoar untuk menunggu angkot yang lewat. Sekitar 10 menit berlalu, akhirnya sebuah angkutan umum terlihat melaju sekitar 20 meter disebelah kanan Kinan dan Novi. Mereka pun mengulurkan tangan kanannya. Angkot itu pun berhenti tepat didepan mereka berdua. Tanpa membuang waktu, mereka bergegas naik keatas angkot berwarna kuning itu. Angkot itu pun kembali melaju dengan perlahan. Sekitar 15 menit didalam perjalanan, akhirnya Kinan dan Novi turun dari atas angkot. Sebelum pergi meninggalkan angkot itu, Novi memberikan selembar uang kertas 500 rupiah kepada supir angkot itu. Supir angkot itu pun memberikan uang kembalian, yaitu selembar uang 100 rupiah kepada Novi. Novi dan Kinan berjalan menuju sebuah tempat rental buku, yang berada dipinggir jalan dimana mereka turun dari angkot. Pada bagian depan kios yang b
"Mi...ran...ti? Na...ma...ku Kinanti!" Jawab Kinan menyebutkan nama lengkapnya walaupun dengan terbata-bata. "Tidak mungkin! Wajahmu sama persis dengan teman SMA-ku dulu! Kamu pasti Miranti! Mengapa Kamu tinggal disini sekarang, Mira? Bicaramu juga gagap! Sandiwara apa yang sedang Kamu jalankan, Mira?" Tanya Pramono dengan keras. Laki-laki itu tidak percaya kalau perempuan yang berdiri dihadapannya bukan Miranti, perempuan yang sejak dahulu dicintainya. "De...mi A...llah Mas, na...ma...ku me...mang Ki..nan!" Jawabnya. "Berarti Kamu memang benar, bukan Mira temanku?" Tanya Pramono masih tidak percaya. "Ya Mas. A... ku Ki...nan! Se...jak ke...cil A...ku me...mang ga...gap!" Balasnya. "Ini benar-benar kejadian yang sama sekali tidak Aku duga sebelumnya! Oh ya, namaku Pramono. Panggil saja Pram!" Seru Pramono sambil mengulurkan tangan kanannya. "Ki...nan...ti!" Balas Kinan menyambut tangan kanan Pramono. "Aku mau bicara lebih banyak denganmu, Kinan! Maukah Kamu, kalau Kita
Setelah meninggalkan rumah Bu Sartika, Ricky mengendarai mobilnya menuju rumah tahanan yang berada di Kota Surabaya. Hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit saja, akhirnya mereka sampai ditempat yang ditujunya. Setelah memarkirkan mobilnya, Ricky dan Kinan bergegas turun dari mobil. Mereka pun berjalan menuju tempat pendaftaran besuk narapidana. Setelah mendapatkan nomor antrian, mereka berdua duduk diatas kursi yang telah disediakan. Sekitar 45 menit berlalu, akhirnya nomor milik Ricky dipanggil oleh petugas yang berjaga. Ricky dan Kinan pun bangkit berdiri. Lalu mereka menghampiri petugas itu. Setelah menyerahkan nomor yang dipegangnya. Ricky diminta untuk menitipkan KTP miliknya. "Mari Mas, Mba, ikuti Saya!" Ucap seorang petugas. Ia pun berjalan menuju ruang besuk. Sedangkan Ricky dan Kinan mengikuti dibelakangnya. "Silahkan tunggu saja disini. Saudara Jatmiko akan Saya panggil!" Ucapnya ketika sampai di ruang besuk. "Baik Pak." Balas Ricky. Ricky dan Kinan pun duduk d
Pagi itu, setelah selesai sarapan, mandi, dan berpakaian, Ricky dan Kinan terlihat keluar dari dalam rumah. Mereka berjalan menuju jalan raya. Begitu sampai ditepi jalan raya, Ricky menghentikan laju sebuah taksi yang akan lewat didepannya. Ketika taksi itu berhenti, Ricky dan Kinan pun bergegas menaiki taksi tersebut. Setelah mendapat petunjuk dari Ricky, supir taksi itu pun kembali menginjak pedal gas dengan kuat menuju tempat yang ditujunya. Sekitar 40 menit didalam perjalanan, akhirnya mereka sampai ditempat yang ditujunya. Setelah membayar kepada supir taksi itu, mereka berdua pun turun dari atas taksi. Mereka berdua berjalan menuju pintu depan sebuah rumah yang masih beralaskan tanah. Tokkk...tokkk...tokkk... "Assalamu'alaikum." Salam Ricky. "Wa'alaikumsalam." Jawab seorang perempuan dari dalam rumah itu. Tidak berapa lama, pintu didepan Ricky terbuka dengan perlahan. Begitu pintu terbuka, terlihat seorang perempuan muda berdiri di balik pintu. "Mas, Mba! Bagaimana k
Ketika Ricky dan Kinan sedang menikmati bulan madu di Pulau Bali, Bu Sartika mulai merasa was-was. Pasalnya, sudah beberapa hari sejak Ricky datang ke rumahnya, Ricky tidak pernah menelepon dirinya lagi. Padahal janjinya sewaktu bertemu dengan Bu Sartika, dua minggu lagi Ricky akan menikahi Bu Sartika. "Kok Ricky tidak pernah menelponku ya? Padahal janjinya ia akan menikahiku minggu besok! Aku harus memastikan kapan Ricky akan datang melamarku!" Ucap Bu Sartika seorang diri. Perempuan itu pun bergegas menuju telepon yang berada di ruang keluarga. Setelah mengangkat gagang teleponnya, ia pun menekan nomor telepon rumah Ricky sesuai yang tertulis didalam buku telepon. Setelah panggilannya tersambung dengan nomor teleponnya Ricky, Bu Sartika menunggu Ricky mengangkat panggilan teleponnya. Ia sangat berharap agar Ricky segera mengangkatnya. Namun kenyataan tidak sesuai dengan keinginannya. Setelah menunggu beberapa saat, Ricky tidak kunjung mengangkat panggilan teleponnya. Sampai
Hari itu adalah hari yang dinanti-nantikan oleh Kinan dan Ricky. Pasalnya, pada hari itu mereka akan melangsungkan pernikahannya. Namun acara pernikahan mereka digelar secara sederhana. Halaman depan panti asuhan terlihat sudah dipasang tenda biru dan dihiasi dengan janur kuning mengelilingi tenda tersebut. Kursi-kursi juga sudah ditata dengan rapi dan teratur. Ketika jam dinding menunjukkan pukul 08.51 WIB, terlihat satu persatu para tetangga panti asuhan mulai berdatangan. Bu Khotijah pun menyambut dengan ramah tamah. Berdiri disamping Bu Khotijah dua orang laki-laki. Mereka berdua bukan lain adalah kakak dan adik kandung Bu Sartika. Sebenarnya Bu Sartika mempunyai empat saudara kandung. Namun kedua kakak perempuannya, telah meninggal dunia. Yaitu kakak kandung pertama dan kedua. Begitu berada dibawah tenda biru itu, para tamu tetangga panti asuhan duduk diatas kursi yang telah disediakan. Sekitar 20 menit berlalu, kursi-kursi itu pun sudah dipenuhi oleh para tamu. Tapi Bu K
Malam itu, Ricky terlihat sangat tampan dan gagah dengan memakai pakaian kemeja berwarna biru. Rambutnya yang gondrong diikat dengan karet dibagian belakang. Setelah bercermin didepan lemari yang berada didalam kamarnya, dan merasa penampilannya sudah cukup rapi, Ricky pun bergegas menuju mobilnya yang berada di carport rumahnya. Begitu menaiki mobilnya, ia pun langsung mengendarainya dengan kencang menuju suatu tempat. Didepan sebuah tempat, Ricky menghentikan laju mobilnya. Ricky pun bergegas turun dari mobil dan berjalan menuju bagian depan tempat itu, yang ternyata adalah sebuah toko kue. Ricky pun dengan cepat memilih beberapa macam kue. Setelah merasa cukup banyak, Ia pun langsung menuju ke kasir. Setelah membayar kue-kue yang dibelinya, Ricky kembali menuju mobilnya, dan kembali mengendarainya menuju tempat berikutnya. Setelah sekitar 15 menit didalam perjalanan, akhirnya Ricky sampai didepan tempat yang menjadi tujuannya. Tempat itu sudah tidak asing lagi bagi Ricky. T
Setelah pergi meninggalkan rumah tahanan, Bu Sartika kembali menemui Ricky di panti pijat miliknya. "Siang sayang!" Sapanya. "Siang juga sayang! Hari ini, kayaknya Kamu lagi gembira sekali nih!" Serunya. "Dibilang gembira, memang hari ini Aku lagi gembira. Tapi dibilang sedih, Aku juga masih ada sedih." Balasnya. "Apa yang membuatmu bergembira? Dan apa yang membuatmu bersedih?" Tanyanya. "Yang membuatku bergembira dan bahagia adalah Aku resmi bercerai dengan suamiku. Sedangkan yang membuatku bersedih adalah kini Aku berstatus sebagai seorang janda." Balasnya. "Aku sangat senang sekali mendengar kabar darimu, sayang! Masalah Kamu sekarang jadi seorang janda, jarang terlalu dipikirkan. Aku akan segera menikahimu, sayang!" Ucapnya. "Kapan sayang?" Tanyanya. "Dua minggu lagi. Bagaimana menurutmu?" Tanyanya. "Aku sangat setuju sekali, sayang! Lebih cepat lebih baik. Aku sudah tidak tahan kalau berjauhan darimu, sayang!" Balasnya. "Iya, Aku juga setiap hari selalu terb
Siang itu Bu Sartika terlihat menaiki sebuah taksi. Setelah kurang lebih 30 menit berlalu, akhirnya ia sampai didepan tempat yang menjadi tujuannya. Setelah membayar tarif jasa taksi sesuai argometer kepada supir taksi itu, Bu Sartika turun dari taksi. Perempuan berjalan menuju bagian depan bangunan yang ternyata adalah sebuah rumah tahanan yang terletak di Kota Surabaya. Setelah mengambil nomor antrian, Bu Sartika pun duduk di kursi yang telah disediakan. Setelah menunggu sekitar satu jam, nomor antrian besuk miliknya dipanggil oleh petugas yang berjaga. Bu Sartika pun diminta untuk menitipkan identitas KTP miliknya. Tidak ketinggalan, tas selempang berukuran kecil miliknya juga diminta untuk dititipkan. "Mari ikuti Saya Bu!" Pinta seorang petugas. Bu Sartika pun mengikutinya, menuju ruang besuk. "Tunggu dahulu disini Bu. Biar Saya panggil saudara Jatmiko." Ucapnya. "Iya Pak." Balasnya. Petugas itu pun berjalan menuju ruang tahanan. Pada sebuah ruangan sel, petugas itu me
Begitu sampai didekat rumah Bu Sartika, Ricky melihat didepan rumah Bu Sartika sudah banyak orang yang sedang duduk di kursi yang ditata dengan rapi. Setelah memarkirkan mobilnya di tepi jalan, Ricky turun dari mobilnya dan berjalan menghampiri orang-orang yang sedang duduk didepan gerbang. Ricky yang berpakaian warna hitam dan berpeci hitam itu, menyalami satu persatu orang-orang yang bertugas menyambut para tamu yang datang untuk melayat. Lalu Ricky terus berjalan menuju pintu depan rumah Bu Sartika. "Assalamu'alaikum." Salamnya ketika berdiri didepan pintu dengan perlahan. Terlihat di ruang tamu, perempuan-perempuan yang sedang membaca surat yasin secara bersama-sama. Suaranya terdengar keras dan kompak. "Wa'alaikumsalam." Balas perempuan yang bukan lain adalah Bi Salimah. Ia pun bangkit berdiri dan menghampiri Ricky. "Bu Sartika dimana Mba?" Tanyanya. "Nyonya didalam kamarnya, Mas." Balasnya. "Bisa antarkan Saya ke kamarnya?" Tanyanya. "Bisa Mas." Balasnya. Bi Sali
Setelah Pak Jatmiko dipenjara, Bu Sartika hanya tinggal bersama Mira. Dan pembantu beserta satpamnya. Hatinya sangat hancur berkeping-keping. Bukan karena suaminya dipenjara. Tapi karena selama ini, ia telah dikhianati oleh suaminya sendiri. Bu Sartika baru sadar penyebab suaminya tidak memberikannya nafkah batin beberapa tahun terakhir. Pagi itu jam dinding menunjukkan pukul 07.48 WIB. Bu Sartika baru bangun dari tidurnya. Setelah berganti pakaian, ia keluar dari dalam kamarnya menuju dapur. Ketika sampai dapur, perempuan cantik itu melihat pembantunya sedang mencuci piring. "Bi, sarapan sudah siap?" Tanyanya. "Sudah nyonya." Balasnya. "Mira sudah sarapan belum?" Tanyanya. "Belum nyonya. Saya belum sempat membangunkannya. Biar Saya bangunkan dahulu." Ucap pembantu itu hendak melangkahkan kakinya. "Biar Aku saja yang membangunkannya." Balasnya. "Baik nyonya." Ucapnya. Bu Sartika melangkahkan kakinya menuju kamar tidur Mira. Begitu sampai didepan pintu kamar anaknya, Bu