Sudut pandang Anya:"Apa kamu benar-benar akan pergi dengan Jason?" tanya Maximus dengan marah."Kamu sudah pernah melihatnya sebelumnya, tapi darahmu mulai mendidih bahkan sebelum sesuatu terjadi. Akan seburuk apa kalau kamu mengalami apa yang kulihat dan kudengar sebelumnya di lift?" balasku."Kita mungkin nggak saling mencintai, tapi selama kontrak kita berlaku, kamu harus menghormati hubungan kita."Kamulah yang menginginkan pernikahan ini, bukan aku. Kita seharusnya cukup berhubungan seksual semata, nggak lebih, tapi kamu memperumit keadaan," imbuhku."Jadi, ini salahku?" tanyanya. "Aku hanya memikirkanmu ketika aku mengajukan tawaran itu.""Kamu nggak perlu mempertimbangkanku. Aku nggak akan memberi tahu siapa pun tentang hubungan fisik kita," jawabku."Tapi kamu menyebarkan berita tentang pernikahan kontrak kita, 'kan? Khususnya kepada Jason," tuduhnya.Aku terkejut. Bagaimana dia tahu aku telah menyebutkan hal itu kepada mantanku?Percakapan kami memanas dan sepertinya dia mula
Sudut pandang Maximus:Aku merasa diriku pasti pria paling bahagia di dunia saat kudengar Anya memanggilku "Sayang".Orang lain mungkin menganggap hal itu biasa saja, tetapi itu adalah sesuatu yang sangat berarti bagiku. Aku ingin memastikan Anya juga memiliki perasaan padaku sebelum aku menyatakan perasaanku. Aku tidak ingin terlihat seperti orang bodoh di hadapannya ataupun menjadi bahan leluconnya.Bahkan sebelum momen itu, aku sudah menyadari bahwa dia sepertinya tidak begitu menyukaiku. Namun, aku juga bisa merasakan bahwa ciuman-ciuman dan kenikmatan yang kuberikan padanya mulai memberikan dampak yang berbeda.Kita bisa mulai dari sana. Setidaknya, ada sesuatu yang kita sepakati.Apa yang terjadi di kantorku akan tetap menjadi salah satu kenangan paling penting dalam hidupku. Aku bukan tipe pria yang suka membawa wanita ke ruang kerjaku.Jika ada satu hal yang bisa kubanggakan dalam hubunganku dengan Anya, itu adalah saat dia menjadi satu-satunya wanita yang pernah berada di dala
Sudut pandang Anya:"Sayang! Aku tahu kamu pasti ada di sini!" seru seorang wanita begitu aku keluar dari kamar.Saat aku berbalik, aku melihat wanita itu melingkarkan tangannya di leher Maximus dengan bibir mereka yang bertaut erat."Apa yang kamu lakukan?!" teriak Maximus sambil mendorong wanita itu menjauh.Wanita itu tampak kebingungan.Saat wanita itu menatapku, Maximus juga menoleh ke arahku."Siapa jalang itu?" tanya wanita itu, membuat alisku terangkat.Aku menatap Maximus dengan tajam, sementara dia hanya terdiam seolah-olah kehilangan kata-kata."Diam! Dia istriku!" jawab Maximus dengan marah. Aku menarik napas lega saat mendengar kata-kata Maximus. Kalau dia mengatakan hal lain, aku pasti sudah terbang kembali ke Baharimudra sekarang juga."Istri? Kapan kamu menikah?" tanya wanita itu, nada suaranya penuh dengan rasa tidak percaya."Kamu nggak usah tahu. Sekarang, pergi dari sini!" perintah Maximus seraya mendorong wanita itu keluar dari kamar."Tunggu, Max …," protes wanita
Sudut pandang Anya:Setelah Maximus pergi untuk makan siang, empat jam sudah berlalu dan dia belum juga kembali. Aku merasa lapar tetapi bingung harus pergi kemana. Jadi, aku memutuskan untuk keluar. Kira-kira kemana si mesum itu menemui seseorang?Saat aku turun dengan lift hotel, pintu lift tiba-tiba terbuka dan aku mengira sudah sampai di lantai dasar. Namun, mataku terbelalak ketika seseorang yang tak kusangka masuk ke dalam lift."Anya?" Wajah orang itu penuh kejutan, menandakan dia tidak menyangka akan bertemu aku di sini."Jason, kamu ngapain di sini?" tanyaku saat dia berdiri di sampingku.Bagiku, itu bukan masalah besar, dan kurasa dia juga merasa begitu. Kami berbincang sebentar hingga pintu lift terbuka lagi, lalu kami keluar bersamaan.Setelah memberitahuku bahwa orang tuanya menyuruhnya datang kesin serta teman ayahnya yang ingin bertemu dengannya, Jason bertanya, "Kamu mau ke mana?"Aku tanpa ragu-ragu menjelaskan, "Aku lapar dan nggak tahu mau pesan makanan di mana. Kura
Sudut pandang Anya:"Hei, kamu udah lama di sini?" tanyaku pada Maximus. Aku berjalan mendekatinya dan tersenyum."Ke mana aja kamu?" tanya Maximus."Ya, keluar aja. Aku lapar," jawabku yang membuatnya mengerutkan kening."Kamu makan di mana?" tanyanya."Ada restoran nggak jauh dari sini. Aku makan di sana.""Emang kamu punya uang?""Hah? Nggak," kataku. Sebelum aku sempat mengatakan lebih banyak lagi, Maximus tiba-tiba menarikku. Dia menarikku dengan kuat sampai aku terduduk di pangkuannya dengan keras."Aduh!" Aku mengerutkan kening dan memelototi Maximus, tetapi ekspresinya tetap tidak berubah; dia tidak tersenyum sama sekali.Aku duduk menyamping di pahanya, dan ketika aku menatapnya, kerutan di dahinya tampak makin intens."Kamu makan bareng siapa?""Jason!" jawabku cepat.Aku tidak berniat menyembunyikan hal ini darinya karena aku dan Jason tidak melakukan kesalahan apa pun."Terus, kamu bangga pergi bareng dia?" tanyanya dengan tajam.Aku tidak bangga. Aku hanya mengatakan fakta
Sudut pandang Anya:Maximus si cabul yang tidak tahu malu itu benar-benar membuatku kesal. Aku segera berdiri dan memakai pakaianku. Ini sangat menyebalkan, aku benar-benar kesal. Aku tidak pernah mengira akan merasa seperti ini hanya karena semuanya tidak berjalan sesuai keinginanku.Apa yang terjadi padaku? Apa aku telah berubah menjadi cabul? Ternyata bajingan itu membawa pengaruh yang buruk! Dari segala hal yang bisa diajarkan Maximus kepadaku, mengapa yang aku dapat hanya urusan nafsu? Awas saja, Maximus. Aku akan memastikan kamu mendapat balasan yang setimpal.Aku tiba-tiba berhenti dan duduk kembali setelah berpakaian. Aku melihat diriku sendiri, dan mencoba menimbang perasaanku. Rasanya benar-benar tanggung sekali! Sialan! Ini membuatku kesal. Mengapa aku tidak bisa merasa tenang?Dengan frustrasi, aku mengangkat rokku lagi dan memeriksa jemariku. Aku bahkan tidak pernah mempunyai kuku panjang karena aku tidak terbiasa melakukannya sendiri.Perlahan, aku memasukkan tanganku ke
Sudut pandang Maximus:Bahkan saat aku bersama teman-temanku, pikiranku masih terpusat pada Anya. Mereka menggodaku saat kami mengobrol, karena mereka menyadari kalau perhatianku teralihkan. Mereka juga yang telah mendatangkan seorang wanita ke kamar hotel kami. Namun, aku bahkan tidak bisa mengingat nama wanita itu.Saat itulah mereka menyadari bahwa hubunganku dengan Anya cukup serius. Aku menegur teman-temanku, dan menjelaskan bahwa aku tidak tertarik bermain dengan wanita lain. Mereka mengira aku telah menikahi Miranda dan menerima keputusan nenekku, tetapi mereka salah.Menjelang sore, aku sudah tidak tahan lagi. Aku pun berpamitan pada teman-temanku. Aku menduga Anya mungkin merasa lapar, dan memutuskan untuk pulang agar kami bisa makan bersama. Namun, saat aku berbalik ke arah lift, aku melihat Anya keluar bersama Jason.Apa yang dia lakukan di sini? Apakah Anya telah memberi tahu Jason bahwa kami ada di sini sehingga dia mengikuti kami ke tempat ini?Amarah berkobar dalam hatik
Sudut pandang Maximus:"Apa? Kamu mau minum?" tanyaku."Iya," jawabnya. Dia melanjutkan, "Aku juga mau kamu." Aku pun melirik ke arah pelayan bar dan memberikan isyarat agar dia menuangkan segelas minuman untuk wanita itu. Aku tidak bermaksud untuk mendekati wanita itu dan hanya ingin menemani dia minum. Aku sadar kalau aku mengusirnya, akan ada orang lain yang datang menggantikannya.Jadi, aku minum bersama wanita yang tidak mau kukenal itu, lalu aku pun mulai merasa pusing. Aku bahkan tidak tahu saat itu pukul berapa karena aku hanya memikirkan Anya yang mungkin tidak mau menghubungi atau menanyakan kabarku. Aku begitu terpuruk di bar, terus-terusan memanggil nama Anya saat seseorang mengangkat kepalaku.Aku pun mendengar seseorang berkata, "Tampan, jangan tidur di pangkuanku." Kejadian itu akan lebih baik kalau aku melihat wajah Anya. Sayangnya, bukan itu yang terjadi. Aku pun menyingkirkan tangan wanita itu saat dia menyentuh wajahku. Namun, wanita itu begitu bersikeras menarik wa
Sudut pandang Maximus:Andy yang tengah memeluk wanita di sampingnya, menimpali, "Kami sudah bilang bahwa kamu nggak dibutuhkan di sini.""Hei, Max bukan satu-satunya pria di sini," balas Sherly.Aku dengan jelas melihat Anya memutar matanya. Jelas kami semua sudah memiliki pasangan."Kalau begitu carilah seseorang yang sedang sendirian untuk kamu temani," kata Andre."Hei, Jalang, pergi dari sini," bentak Sherly pada wanita di samping Lucky."Apa?" tanya wanita itu dengan terkejut."Diam, Sherly!" teriak Lucky padanya.Dia paling benci pada orang yang mengacaukan apa pun atau siapa pun yang dia anggap miliknya."Apa? Jadi, kamu lebih pilih dia daripada aku?" tanya Sherly dengan nada genit."Aku nggak akan pernah memilihmu, Jalang," balas Lucky.Lucky memiliki lidah yang tajam. Dia akan mengatakan apa pun yang terlintas dalam pikirannya tanpa memedulikan siapa lawan bicaranya."Napa kamu terus-terusan ngelihatin wanita jalang itu?" tanya Anya dengan lembut."Apa? Aku nggak melakukannya
Sudut pandang Maximus:"Hei, Bro, aku nggak tahu kalau kamu sudah menikah!" komentar temanku, Lucky Susatyo sambil menyeringai dan menatap Anya.Sikapnya membuatku merasa tidak nyaman karena aku tahu betapa pandainya dia merayu wanita. Lucky lebih parah dariku. Dia bahkan pernah menikung pacar temannya. Meskipun dia tidak pernah terlibat hubungan serius dengan wanita, tetap saja tidak pantas baginya untuk menggoda istriku."Ya, dia istriku, jadi bersikaplah sopan padanya," kataku sambil menatapnya tajam, berharap dia menerima pesanku. Aku tidak akan pernah memaafkannya kalau sampai dia mendekati satu-satunya wanita yang kucintai."Hei, hei, cukup," sela Andy sebelum melirik ke arahku dan Anya. "Lucky juga tahu diri. Ya 'kan, Sobat?"Aku mengangguk dan dengan lembut meremas tangan Anya untuk meredakan kecanggungan. Mungkin aku salah memilihkan baju untuknya. Meski Anya berdada rata, lekuk tubuhnya yang seksi tetap terlihat jelas. Dengan cepat, aku melepaskan mantelku untuk menutupi paka
Sudut pandang Anya:"Cepat masukin, Suamiku!" perintahku. Tubuhku sudah mengantisipasi penetrasinya yang kasar. "Ahh! Enak sekali!" Aku tidak bisa menahan erangan sensualku lagi. Apa yang dikatakan orang mesum itu benar. Wanita mana pun akan mengerang oleh sentuhannya."Kamu masih sangat ketat, Istriku," katanya dengan suara sensual saat melakukan penetrasi.Awalnya, dia memegangi pinggulku, tetapi kemudian salah satu tangannya bergerak ke bahuku, mendorong batangnya masuk lebih dalam. Dia melakukannya dengan sepenuh hati, dan aku menikmati setiap momen."Maximus, teruskan ... lebih cepat ... ahh!" Aku mengerang berulang kali, kehilangan diriku dalam sesi bercinta yang intens ini. Kenikmatan di antara pahaku sedang terbangun, dan aku tahu dia juga merasakannya, jauh di dalam diriku. Aku mencengkeram bantal erat-erat saat dia terus menggoyangkan pinggulnya dengan cepat.Tiba-tiba aku teringat sesuatu. "Maximus, pastikan untuk nggak keluar di dalam, oke?"Dia tiba-tiba berhenti dan menat
Sudut pandang Anya:"Sial! Istriku, kamu nggak pakai celana dalam?!" serunya dengan matanya terbelalak."Yah, celana dalamku terlihat di balik gaun ini. Berhubung aku nggak punya celana dalam seamless, jadi aku melepasnya," jawabku.Sejujurnya aku merasa agak risih dengan gaun yang kami beli di Baharimudra. Awalnya, aku tidak terlalu memikirkannya. Aku telah mencobanya di depan cermin sambil hanya berfokus pada bagian depan tanpa memperhatikan bagian belakang.Namun, ketika aku memakainya lagi barusan, aku baru sadar kalau celana dalamku terlihat jelas. Penampilan gaun ini tampak mengerikan dari belakang, dan aku tidak tahu harus berbuat apa. Jadi, pada saat Maximus memasuki kamar, aku sudah melepas celana dalamku."Sial ...," gumamnya.Dia kemudian memasukkan satu jari ke dalam organ intimku, membuatku memejamkan mata dan bersandar ke dadanya yang bidang dan berotot."Maximus, kamu lagi ngapain? Sebentar lagi kita berangkat," aku mengingatkannya, tapi suaraku terdengar lebih seperti e
Sudut pandang Anya:"Benarkah? Tadinya aku berharap kamu mau ketemu dengan teman-temanku di sini," kata Jason.Seharusnya dia tidak perlu melakukan itu, tapi aku tidak memberitahunya karena tidak ingin menyakiti perasaannya."Maaf, Jason, aku benaran nggak bisa," jawabku."Oke. Lain kali saja kalau begitu," katanya."Oke. Dah."Setelah mengakhiri panggilan, aku menarik napas dalam-dalam.Kenangan saat-saat kami masih bersama tiba-tiba membanjiri benakku lagi. Aku tidak bisa mengatakan hal-hal buruk tentangnya. Aku tahu dan masih bisa merasakan cintanya kepadaku. Tidak pernah terjadi kesalahpahaman di antara kami karena dia sangat pengertian. Mungkin itu karena kami saling mengenal satu sama lain.Tentu saja kami pernah bertengkar, tetapi seringnya kami bertengkar karena hal-hal kecil. Walau demikian, dia selalu berusaha keras untuk menebusnya. Itulah alasan yang membuatnya menjadi satu-satunya pria yang pernah sangat aku cintai.Sayangnya semua itu sudah berlalu. Kami tidak lagi bersam
Sudut Pandang Anya:"Ayo, istriku. Ikutlah denganku," ajak Maximus yang memaksa. Aku benar-benar tidak mau ikut. Percakapan bisnis tidak menarik bagiku. Lagi pula, aku hanya akan bengong selama rapat. Jadi, aku lebih baik diam di kamar hotel ini."Aku mau di sini saja, Maximus. Kamu sudah ditemani dua sekretarismu, itu cukup," balasku."Kamu mau ngapain di sini?" tanya dia."Memangnya kamu mau aku ngapain di sana?" jawabku."Mendengar percakapan kami," katanya."Kamu tahu kenapa aku jadi perawat?" tanyaku yang mulai bicara dengan nada kesal."Agar kamu bisa bersama Jason?" balasnya. Aku pun mengerlingkan mata karena kesal dia masih cemburu. Maximus memang mengaku kalau dia cemburu saat melihatku bersama Jason, dan benci saat melihatku terlihat begitu senang saat bersama Jason. Maximus berpikir aku memberi tahu Jason kalau kami akan datang dan Jason juga sedang ada di sana.Aku sudah menjelaskan semuanya, alasan aku dan Jason masih berkomunikasi dan alasan dia ada di sini. Aku kira mas
Sudut pandang Maximus:Kepalaku sakit dan aku tidak bisa berhenti mengerang saat membuka mata dengan perlahan. Aku berusaha mengingat kenapa aku merasakan ini, lalu kejadian kemarin pun muncul kembali di benakku. Aku bernapas dalam-dalam sebelum menoleh ke samping, lalu merengut karena tidak melihat Anya di sana.Aku pun segera bangun dan memeriksa kamar mandi. Lampunya mati, jadi sudah pasti dia tidak ada di sana. Kemudian, aku ingat Anya menanggalkan pakaianku semalam, tetapi sekarang aku sudah mengenakan singlet dan bokser.Aku keluar kamar dan melihat Anya sedang tidur di sofa. Aku diam-diam menghampirinya dan duduk di sebelahnya. Sofa itu cukup besar untuk menampung kami berdua, tetapi Anya tidak seharusnya di sana. Dia seharusnya ada di kamar bersamaku, tetapi dia malah memilih untuk tidur di sini.Aku memutuskan untuk membiarkannya dan mulai memperhatikan diri sendiri. Saat mandi, aku teringat bagaimana aku harus menahan diri kemarin setelah menghukum Anya. Lain kali, aku akan m
Sudut pandang Maximus:"Apa? Kamu mau minum?" tanyaku."Iya," jawabnya. Dia melanjutkan, "Aku juga mau kamu." Aku pun melirik ke arah pelayan bar dan memberikan isyarat agar dia menuangkan segelas minuman untuk wanita itu. Aku tidak bermaksud untuk mendekati wanita itu dan hanya ingin menemani dia minum. Aku sadar kalau aku mengusirnya, akan ada orang lain yang datang menggantikannya.Jadi, aku minum bersama wanita yang tidak mau kukenal itu, lalu aku pun mulai merasa pusing. Aku bahkan tidak tahu saat itu pukul berapa karena aku hanya memikirkan Anya yang mungkin tidak mau menghubungi atau menanyakan kabarku. Aku begitu terpuruk di bar, terus-terusan memanggil nama Anya saat seseorang mengangkat kepalaku.Aku pun mendengar seseorang berkata, "Tampan, jangan tidur di pangkuanku." Kejadian itu akan lebih baik kalau aku melihat wajah Anya. Sayangnya, bukan itu yang terjadi. Aku pun menyingkirkan tangan wanita itu saat dia menyentuh wajahku. Namun, wanita itu begitu bersikeras menarik wa
Sudut pandang Maximus:Bahkan saat aku bersama teman-temanku, pikiranku masih terpusat pada Anya. Mereka menggodaku saat kami mengobrol, karena mereka menyadari kalau perhatianku teralihkan. Mereka juga yang telah mendatangkan seorang wanita ke kamar hotel kami. Namun, aku bahkan tidak bisa mengingat nama wanita itu.Saat itulah mereka menyadari bahwa hubunganku dengan Anya cukup serius. Aku menegur teman-temanku, dan menjelaskan bahwa aku tidak tertarik bermain dengan wanita lain. Mereka mengira aku telah menikahi Miranda dan menerima keputusan nenekku, tetapi mereka salah.Menjelang sore, aku sudah tidak tahan lagi. Aku pun berpamitan pada teman-temanku. Aku menduga Anya mungkin merasa lapar, dan memutuskan untuk pulang agar kami bisa makan bersama. Namun, saat aku berbalik ke arah lift, aku melihat Anya keluar bersama Jason.Apa yang dia lakukan di sini? Apakah Anya telah memberi tahu Jason bahwa kami ada di sini sehingga dia mengikuti kami ke tempat ini?Amarah berkobar dalam hatik