Perlahan, William melongok ke dalam kamar utama. Keyna dan Princess sedang tidur bersisian. Sepertinya Keyna tertidur saat menyusui karena blus bagian dadanya masih terbuka.Mengelus pelan rambut Keyna, William menarik selimut menutupi tubuh sang istri. Setelah itu, William masuk ke dalam kamar mandi dan membilas tubuh serta berganti pakaian.Segar kembali, William menghampiri ranjang. Ia berputar ke sisi putrinya tidur. Tanpa menimbulkan suara, William berbaring miring menatap istri dan putrinya. Keyna terlihat membuka sedikit matanya."Hai, Mommy cantik," sapa William dengan senyum manis."Ya Tuhan." Keyna tersentak kaget. "Kamu sudah pulang. Maafkan aku.""Kenapa, Baby?""Aku ketiduran. Padahal kami ingin menyambutmu pulang."William tersenyum penuh pengertian. Tangannya meraih tangan sang istri dan meminta wanita itu berbaring di sisinya. Keyna menggeser tubuhnya merapat pada sang suami."Kamu wangi sekali. Sudah mandi, ya?" Keyna menciumi ceruk leher William."Aku langsung mandi
Esok paginya, Keyna membantu William bersiap. Wanita itu yang memilihkan pakaian dan memakaikan pada tubuh atletis sang suami. Membubuhkan pelembab serta tabir surya ke wajah lelaki tampan itu lalu menyisiri rambutnya.Keyna telah bertekad, meskipun telah memiliki bayi, ia akan berusaha untuk selalu melayani suaminya. William mengucapkan terima kasih atas perlakuan manis sang istri. Hidupnya terasa sempurna.“Aku ada kabar baik untukmu,” ucap William.“Tentang pertemuanmu pagi ini dengan Cedric?”Kepala William menggeleng. “Tidak, bukan itu. Semalam, aku berbincang dengan Hanson.”Dahi Keyna berkerut dalam. “Semalam? Aku tidak tau kamu terbangun.”“Aku memang berusaha agar kamu tidak terbangun.”“Apa yang kamu lakukan malam-malam di luar kamar?”“Aku tidak bisa tidur, jadi aku pergi ruang gymnastik dan bertemu Hanson di sana.”Secara singkat, William bercerita tentang pembicaraannya dengan Hanson semalam. Ekspresi Keyna terlihat senang mendengar kabar tersebut. Lalu, muncul keraguan d
Seharian ini, William menjadi tidak fokus. Ia jadi merasa salah strategi menemui Cedric di pagi hari karena itu membuat sisa harinya di kantor menjadi terus memikirkan masalah Cedric dan Sacha.“Sebaiknya aku pulang, Eddie. Pikiranku kacau,” cetus William.“Baik, Tuan,” balas Eddie. “Anda mau saya emailkan berkas-berkas keuangan ini?”“Tidak perlu. Percuma. Di mansion, aku akan banyak menghabiskan waktu dengan istri dan putriku.”Eddie tersenyum penuh pengertian. William yang ia kenal telah berubah menjadi seorang suami dan ayah yang ideal.Sambil merapikan tas kerjanya, William bertanya, “Bagaimana menurutmu dengan Cedric?”“Saya melihat Dokter Cedric memang bersungguh-sungguh ingin menjalin hubungan serius dengan Nona Sacha, Tuan.”“Menurutmu begitu?”“Apa yang Tuan beratkan? Dokter Cedric sudah menyesali masa lalunya dan ingin memperbaiki diri, bukan?”William tidak menjawab. Bilioner itu sudah selesai berkemas. Ia lalu berjalan ke arah pintu.“Saya juga izin pulang cepat, Tuan Wil
"Yeayy ... Daddy sudah pulang," pekik Keyna yang datang menghampiri William sambil menggendong Princess.Senyum merekah di bibir William. Ini yang sering ia bayangkan sekarang saat berada jauh dari mansion. Istri dan putrinya yang tersenyum dan menyambutnya."Hallo kesayangan-kesayangan Daddy," balas William yang langsung mencium dan memeluk istrinya."Kamu tidak boleh menggendong Princess. Mandi dulu," ucap Keyna saat William ingin mengambil alih putrinya."Hari ini aku tidak bertemu banyak orang, Baby. Hanya di ruangan saja," kilah William.Merasa kasihan, Keyna akhirnya membentangkan selimut tipis dari bahu hingga bagian depan tubuh William. Kemudian meletakkan Princess di dada sang suami hingga Princess tidam terkontaminasi virus dari kemeja William."Kenapa kamu pulang cepat, sayang?" tanya Keyna saat mereka berjalan bersama ke ruang keluarga."Ada masalah di kantor. Jadi daripada pusing, aku pulang saja. Bertemu dengan istri dan putri kecilku ini merupakan obat paling manjur."
“Sacha.”Wanita cantik yang mendengar namanya dipanggil itu terpaku di tempat. Apa ia berhalusinasi? Telinganya menangkap suara seorang lelaki yang amat dikenalnya. Perlahan, Sacha membalik tubuh. Napasnya terhenti sesaat melihat penampakan sosok yang sedang memandangnya dengan senyum di wajah.“Cedric?”Keduanya saling mendekat. Memberi jarak satu sama lain untuk tidak terlalu rapat hingga bisa menatap wajah masing-masing.“Kamu tambah cantik, Cha,” puji Cedric.Panas. Itu yang Sacha rasakan di wajahnya. Wanita itu tersenyum malu.“Terima kasih. Kamu … tampak bugar.”“Aku rajin berolahraga untuk menghalau kebosanan dan … kerinduan.”Sacha menjawab dengan mengangguk. Menurutnya, Cedric pun tampak lebih tampan, maskulin dan terlihat sangat cerdas.“Dan sejak kapan kamu memakai kacamata?”“Sejak aku mulai kesulitan membaca tiga buku kedokteran dalam satu minggu.”Wajah Sacha masih terasa panas. Apalagi, Cedric menatapnya tanpa jeda. Dan senyum selalu permanen di wajahnya.“Apa kamu seda
Bergandengan tangan, Cedric dan Sacha keluar dari restoran. Raut bahagia terpatri di wajah masing-masing. Tuntas sudah proses menunggu, kini mereka telah maju ke tahap yang lebih penting dalam kehidupan."Sekarang kita mau ke mana?" tanya Sacha."Ke mana saja asal bersamamu," jawab Cedric sambil mengecup tangan Sacha yang digenggamnya."Ternyata kamu pintar menggombal.""Aku mempelajarinya saat rindu denganmu. Apakah berhasil?""Belum terlalu. Biasa saja.""Baiklah. Kalau begitu, aku akan berusaha lebih keras lagi."Sacha tergelak. Wajahnya semakin cantik saat tertawa lebar. Cedric menyadari ia sangat menyukai tawa renyah tersebut."Apakah kamu dulu benar-benar berkencan dengan Belinda?""Belinda? Kamu kenal dia?""Tidak. Aku melihat postingan Caroline, adikmu. Dia menyebut Belinda sebagai calon kakak ipar," cebik Sacha."Oh ya? Mana? Aku mau lihat," pinta Cedric.Sacha memberikan telepon genggamnya. Layar di sana terpampang media sosial Caroline. Cedric menatap dengan pandangan tak s
Keluarga Dalton, tak terkecuali si kecil Princess duduk bersama di ruang keluarga. Semua mata menatap Sacha. Hanya Princess saja yang asyik bermain dengan mainan berbahan karet di tangannya.“Kenapa Kak Cha mengumpulkan kami semua di sini?” tanya Louis dengan tidak sabar.“Ehm.” Sacha berusaha menjernihkan tenggorokannya.“Kenapa sih, Cha?” Frederix ikut-ikutan penasaran.“Ini … Cha ingin memberitahu Daddy, Keyna, Kak Fred, Louis dan Princess bahwa semalam Cedric melamar Sacha.”Sacha memperlihatkan jari manisnya dan menambahkan, “Cha menerima lamaran Cedric.”Hening. Tidak ada yang berani lebih dulu memberi komentar. Bahkan Louis terang-terangan menatap Daddy-nya untuk melihat ekspresi William.William mengembuskan napas panjang. “Ok. Terima kasih telah memberitahu kami. Terus-terang, Daddy belum bisa memberimu ucapan selamat.”Tentu saja pernyataan itu membuat Keyna, Frederix dan Louis pun urung mengucapkan selamat pada Sacha.“Cha mengerti, Dad.” Sacha menunduk dalam-dalam. Ia haru
"Kenapa kamu berdandan cantik sekali?" William mengamati istrinya yang masih memoles make up di wajah."Karena kamu tampil sangat tampan, jadi aku harus mengimbanginya," sahut Keyna.William mendengus geli. Dipikir-pikir, semakin lama, Keyna semakin pintar berkelit. Ada saja jawabannya yang membuat William tidak berkutik."Bagaimana kalau Princess menangis mencarimu? Kasihan Princess. Apa kita batal ikut saja?""Suster yang kita pekerjakan adalah tenaga berpengalaman. Jangan khawatir.""Kalau Princess mau menyusu?""Banyak cadangan ASI di frezzer.""Aku rasa Princess lebih nyaman menyusu langsung dibanding menggunakan botol, Baby."Keyna mengabaikan pernyataan William. Ia berdiri dari kursi meja rias. Menghampiri dan merapikan pakaian sang suami. Lalu, dengan gerakan sensual mencium leher William dengan sedikit isapan lembut di sana.William meremang. Kepalanya mulai pening kembali."Kamu mau membunuhku pelan-pelan, Baby?" desah William."Tidak, dong. Jangan mati dulu, Will. Kita ada
Malam harinya, tanpa membuang waktu, William dan keluarganya bertolak ke bandara untuk pulang. Tidak ada alasan lagi bagi William untuk menetap di Pulau Chantal setelah mengetahui sang putra baik-baik saja. Mereka pun pergi tanpa berpamitan pada sang pemilik pulau. William sudah bertekad menutup semua akses komunikasi dengan Chantal maupun semua wanita. Mengingat pernyataan keras Keyna, William merinding. Sejak itu, matanya tak pernah lepas dari sang istri. Hatinya sangat tidak tenang jika mereka berjauhan. "Cha, Keyna kenapa akhir-akhir pendiam, ya?" tanya William. "Apa Keyna masih marah, ya sama Daddy?" Sacha sedang duduk di depan meja kerja sang Daddy. Menatap berkas perusahaannya yang akan bergabung dengan perusahaan Will Universe. Kini matanya mengamati wajah William yang termenung. "Daddy masih berurusan dengan ibu-ibu komite sekolah Princess? Atau masih berhubungan dengan Chantal?" "Tidak sama sekali, Cha." Akhirnya mereka berkesimpulan, Keyna memang sedang lelah saja. M
Untuk mengalihkan rasa kesal, Keyna berjalan-jalan sendirian di tepi laut. Pulau ini memang cantik dan eksotik. Gabungan antara penduduk pribumi dan modern masih sangat kentara. Namun begitu, pelayan di sekitar resort terlihat telah lebih mengenal peradaban. “Cantik, ya?” Kepala Keyna menoleh ke samping. Chantal berdiri dengan wajah menatap laut. Wanita itu menarik napas dalam-dalam menghirup udara laut dan mengembuskannya perlahan. “Mau menemaniku berkeliling?” Itu bukan sebuah ajakan, nada suara Chantal jelas menuntut Keyna untuk ikut. Tangan kanan wanita pulau itu terentang ke sisi kanan untuk memberi kode agar berjalan. Keduanya berjalan menyisiri pinggir laut. Angin hampir saja menerbangkan topi lebar yang dikenakan Keyna jika ia tidak memeganginya. Sementara Chantal dengan santai berjalan tanpa alas kaki menembus angin yang mengibarkan pakaian tipis hingga lekuk tubuhnya tampak jelas terlihat. “Aku sudah berhasil membawa peradaban modern ke pulau ini. Namun begitu, sebagai
“Baby, jangan cemberut terus. Tolong, maafkan aku,” mohon William saat mereka telah dalam pesawat.Keyna tidak menjawab. Ia sibuk menatap laptopnya dan memberikan layanan kesehatan melalui online. Bahkan saat William kembali berkata, Keyna langsung mengenakan headset hingga suara suaminya sama sekali tidak terdengar lagi.William mengembuskan napas berat. Ia tau dirinya salah. Tetapi, bukankah alasannya cukup masuk akal? Apa ini karena Keyna cemburu?Pusing memikirkan sikap istrinya, William bangkit dari duduknya. Lelaki itu mengecup puncak kepala Keyna sebelum berjalan menjauh. Ia mendatangi Princess yang sedang bermain dengan Sacha.“Kenapa Daddy meninggalkan Keyna?” tanya Sacha.“Keyna sedang konsultasi online.”“Pasti Keyna marah pada Daddy.”“Iya, sepertinya begitu.”“Kenapa Mommy marah pada Daddy?” tanya Princess.Keduanya lalu tersadar bahwa P
“Akh … kalian sudah saling kenal?” Chantal menatap Louis dan Lily bergantian.“Mmm … kami teman masa kecil, Nyonya Chantal,” balas Lily menyeringai.“Oh ya? Menarik, sangat menarik.” Mata Chantal berbinar mendengar jawaban Lily.Sementara itu, Louis masih terpana dengan pemandangan di depannya. Chantal sampai menggeleng kemudian terkekeh. Wanita itu kemudian pamit.“Baiklah. Aku tinggalkan kalian berdua untuk bernostalgia.”“Terima kasih, Nyonya Chantal," balas Lily dengan santun.Sebelum Chantal berlalu, ia menyempatkan diri mengedipkan sebelah matanya pada Louis. Wanita itu juga mengusap dada Louis dan berbisik pelan di telinga lelaki muda itu.“Mungkin ini jawaban dari rasa penasaranmu.”Louis tersentak sedikit. Kepalanya menoleh menatap kepergian Chantal. Lalu, tersadar saat Lily kembali menyapanya.“Kamu baik-baik saja?”“Entahlah. Bertemu lagi denganmu … cukup mengejutkan,” aku Louis.Kepala wanita cantik bergaun putih itu meneleng ke kanan. Bibirnya rapat namun menyunggingkan s
Pertemuan dengan Chantal, sama sekali tidak mencerahkan Louis. Wanita itu malah melenggang santai meninggalkan Louis yang masih tidak mengerti. Chantal hanya berpesan untuk menghubunginya kapan saja ia butuh.Louis menatap bayangan Chantal. Ia bisa bebas memandangi tubuh Chantal dari tampak belakang. Setelah wanita pulau itu menghilang, Louis segera keluar dari restoran.“Permisi, hari ini aku ada jadwal menyelam. Apa perlengkapan untukku sudah siap?” tanya Louis pada pegawai resort.Lelaki pribumi yang diajak bicara itu bertelanjang dada, mengenakan sarung yang panjangnya hanya sampai lutut serta pengikat kepala khas pulau. Ia tersenyum ramah dan mengangguk pada Louis.“Silahkan, Tuan Louis,” jawab si lelaki sambil mengarahkan jalan.“Apa perjalanan kita jauh?”“Tidak, Tuan. Kita akan naik kapal ke tengah laut, setelah itu Anda baru bisa turun dan menyelam.”“Ada pengawas atau pelatih yang akan menemaniku?”“Saya sendiri yang akan menemani Tuan.”Louis mengangguk. Mereka berkenalan.
“Tersesat?”Louis berhenti berjalan. Tidak ada siapa-siapa di dekatnya. Suara seksi dari arah belakang itu pasti memang menyapanya.Pemuda tampan itu membalik tubuh. Menahan napas sejenak begitu melihat sosok yang berdiri dengan senyum menggoda. Mata hitamnya mengerjap pelan.“Ehm.” Louis menjernihkan tenggorokannya. “Tersesat? Tidak. Aku memang mau berkeliling.”“Oh. Ini saatnya makan siang. Kamu tidak ke restoran?”“Setelah ini aku ke restoran.”“Dari arah sini kamu tidak akan menemukan apa pun selain lorong yang ujungnya buntu. Bagaimana kalau kita ke restoran saja. Aku tau jalan tercepat ke sana.”Louis terpana. Bukan karena suara seksi itu. Wanita ini terlihat manis dengan kulit kecoklatan yang mengkilat. Sekilas ia mengamati. tubuhnya berisi dengan tonjolan dan lekukan yang proporsional.Masalahnya, wanita di depannya ini memakai gaun panjang tembus pandang. Ia hanya mengenakan celana dalam. Bagian dada wanita itu tercetak jelas melalui bahan tipis bermotif bunga dan tertutup s
“William,” panggil Keyna.Cepat, William menoleh. Tersenyum manis pada Keyna dan merengkuh bahunya.“Ya, Baby? Sudah selesai melihat-lihat kelas Princess-nya?”“Sudah. Princess sudah mau masuk sekolah,” ucap Keyna.Seorang wanita tersenyum dan menyapa Keyna. “Oh, ini Mommynya Princess, ya?”“Akh, ya. Kenalkan, ladies. Ini istriku, Keyna.” William kemudian menatap istrinya. “Baby, kenalkan ini ibu-ibu komite yang luar biasa kontribusinya pada sekolah.”Sambil memaksakan senyum, Keyna menyalami para ibu yang sejak tadi mengerubungi sang suami. Lalu ia memberi kode pada suaminya untuk pergi dan mengantar Princess kembali ke kelas.“Kami permisi dulu ke kelas Princess,” ucap Keyna dengan nada yang dibuat seramah mungkin, padahal hatinya sangat kesal.“Oke. Setelah mengantar Princess, ke sini lagi, ya. Kita ngobrol-ngobrol dulu. Jarang-jarang kan Mommy Keyna muncul di sekolah.”Ucapan salah satu wanita itu seolah menyindir Keyna. Dengan menggenggam tangan William, Keyna menatap satu per-sa
Setengah jam William berbincang dengan Chantal. Lelaki itu menutup teleponnya sambil tersenyum dan menggeleng samar. Ia kembali ke kamar, naik ke ranjang dan tidur.Pagi harinya, Keyna bangun lebih dulu. Ia mencium suaminya dan bergegas ke kamar Princess. Putri cantik itu sudah bangun, namun masih mengobrol di ranjang bersama Ferina.“Selamat pagi,” sapa Keyna.“Mommyy …. “Princess merentangkan tangannya meminta Keyna memeluknya.Ferina tersenyum menatap keduanya. “Aku ke kamar tamu dulu, ya. Mau mandi dan bersiap-siap ke rumah sakit.”“Oke, Auntie Ferina.”Ferina mencium pipi Princess sebelum keluar. Keyna menggenggam sekilas tangan sahabatnya. Pintu menutup dan langkah Ferina yang menjauh tak terdengar lagi.“Apa Princess Mommy tidur nyenyak hari ini?”“Iya. Tapi Princess bangun sebentar karena Auntie menangis.”“Auntie Ferina menangis?”“Iya, karena aku pakai selimut dari Uncle Hanson.”Keyna mengamati sekitar ranjang. Selimut dari Hanson tidak ada di sana. Ia lalu kembali menatap
“Bagaimana Ferina hari ini, Baby?” tanya William pada istrinya.Mereka sedang berbaring di ranjang. Berbincang tentang aktifitas padat yang William dan Keyna lakukan hari ini. Keyna meletakkan kepalanya pada dada William.“Matanya tidak bisa berbohong. Aku tau, ia masih sangat berduka. Walaupun ia bisa tersenyum pada semua orang yang memeluknya dan mengucapkan bela sungkawa,” jawab Keyna.“Aku lihat Ferina sangat berusaha untuk tegar. Ia melakukannya demi janin di rahimnya.”“Betul. Ferina bilang padaku, yang menguatkannya saat ini adalah adanya benih Hanson pada tubuhnya.”William mengembuskan napas berat. Tangannya mengelus rambut panjang sang istri. Sesekali ia mengecup rambut halus itu.“Apa Ferina sekarang masih tidur di kamar Princess?”“Masih.”“Apa putri kita terganggu?”Kepala Keyna mendongak menatap sang suami. “Kenapa terganggu?”“Siapa tau, Princess terbangun karena mendengar isak tangis Ferina di malam hari.”“Princess tidak pernah bercerita tentang hal itu. Aku asumsikan