“Kenapa kamu selalu menghindar jika aku menanyakan Dahlia?” tanya Keyna.“Bagiku, Dahlia sudah menjadi masa lalu. Aku tidak perlu mengulang kisahnya, apalagi denganmu.”Keyna terdiam mendengar jawaban William. Lelaki itu menatap album foto yang berisi kebersamaan mereka di mansion. Bibirnya tersenyum melihat kebahagiaan orang-orang pada foto-foto tersebut.“Apa sebegitu traumanya kamu pada pernikahan perjodohan itu hingga kamu tidak mau membicarakannya?”Bilioner itu menatap istrinya. “Trauma tidak. Aku hanya pernah berpikir bahwa ternyata cinta itu mustahil. Sampai aku menemukanmu.”“Bagaimanapun kamu memiliki Frederix, Sacha dan Louis dari rahim Dahlia,” lirih Keyna.“Itulah sebabnya aku tidak akan bisa menghapus jejak Dahlia di mansion ini, Baby. Jika kamu cemburu pada keberadaannya di mansion ini, aku tidak bisa mencegahnya.”“Apa mansion ini memang kamu peruntukkan khusus untuk Dahlia?”Kepala William menggeleng. “Mansion ini adalah bentuk kesuksesanku. Awalnya aku hanya membeli
Keyna yang mendengar pernyataan suaminya hanya bisa menggeleng. Baginya hidup bersama William sudah merupakan suatu keberuntungan. Ia merasa tidak memerlukan banyak harta karena suaminya bisa memenuhi semua kebutuhannya.“Terserah kamu, sayang. Terus-terang aku tidak mengerti tentang kepemilikan saham dan segala aset yang kamu miliki,” tukas Keyna.“Itu sebabnya aku akan mulai mengajarimu pelan-pelan.”Bibir wanita hamil itu menyunggingkan senyum manis. Mereka lalu berdiri dan mengembalikan album-album foto ke dalam lemari kaca.“Apa sekarang masih terlalu awal untuk makan malam?” tanya Keyna pada suaminya.William terkekeh. Saat ini memang baru jam empat sore. Biasanya mereka makan malam jam enam malam.“Hidangan selalu tersedia jam berapa pun untuk wanita hamil di mansion ini. Ayo, kita ke ruang makan,” ajak William seraya menggandeng tangan istrinya.Keduanya berjalan menyusuri lorong. William kembali bercerita tentang bagian-bagian mansion yang ia renovasi. Tangannya menunjuk-nunj
William tak tahan untuk tidak menyalurkan hasratnya. Dengan penuh pengertian, Keyna menyambut belaian sang suami. Meski belum dapat menyatukan diri mereka, paling tidak William mendapatkan penyaluran kepuasan.Kini, keduanya berendam di dalam bathtub air hangat dengan busa harum. Keyna menggesek-gesek kakinya pada kaki William. Bilioner itu hanya menggeleng samar karena biasanya hal itu bisa kembali menyulut gairahnya kembali.“Menurutmu bayi ini laki-laki atau perempuan?” tanya Keyna.“Perempuan.”“Oh ya? Bagaimana kamu tau?”“Entahlah. Aku hanya berpikiran begitu. Abaikan saja. Apa pun jenis kelaminnya yang terpenting kamu dan bayi itu sehat.”Keyna mengangguk setuju. Ia juga tidak mempermasalahkan jenis kelamin bayi mereka. William benar, yang harus mereka perhatikan adalah kesehatan dirinya dan bayi di dalam rahim.“Hanson bilang, aku menerima banyak kartu dan beberapa karangan bunga di rumah sakit,” ucap Keyna.“Iya. Aku sudah minta dikirimkan ke mansion.”“Aku pikir kamu belum m
Perang dingin antara Keyna dan Louis masih sering berlangsung. Terutama saat Louis pernah mengingkari janji untuk tidak pulang pagi dari club malam. Keyna memprotes perilaku Louis sementara putra bungsu William itu terlihat tidak merasa bersalah.Pagi ini sarapan bersama pun diwarnai saling sahut-menyahut antara Keyna dan Louis. Keduanya lebih mirip kakak perempuan yang cerewet dengan adik lelaki yang jahil dan tidak senang diatur. Sementara William, Frederix dan Sacha hanya bisa geleng-geleng kepala.Keadaan lebih tenang saat Frederix dan Louis pamit untuk ke kantor. William dan Sacha akan mengantar Keyna ke rumah sakit untuk praktek. Setelah itu, mereka akan survey lokasi pabrik untuk brand kosmetik Sacha.“Telepon aku kalau mual, ya,” ucap Keyna pada suaminya.“Iya,” balas William singkat.“Kalau pusing, makan sesuatu. Makan sedikit-sedikit saja agar perutnya tidak terlalu penuh.”“Oke.”“Jangan terlalu lama menatap layar laptop. Itu juga bisa membuatmu pusing.”William mengembuska
Saat William dan Keyna telah kembali mesra dan selalu saling memperhatikan satu sama lain. Beda halnya dengan Sacha. Wanita muda cantik itu kini dilanda kesepian.Kalau boleh jujur, Sacha sebenarnya sangat kehilangan Cedric. Hubungan jarak jauh mereka terbilang tidak baik. Jarang berkomunikasi menyebabkan Sacha jadi merasa hidupnya kurang bergairah.Walaupun keluarganya sedang berkumpul ataupun pergi dengan Hanson, Sacha kerapkali mengecek notifikasi pada telepon genggamnya. Tidak pernah ada kabar baik melalui pesan singkat maupun email.“Jadi, Hanson tidak pernah menghubungimu?” tanya Hanson saat mereka sedang makan malam bersama.Sacha menggeleng lemah.Hanson memajukan tubuhnya ke arah Sacha dan berkata, “Dulu, saat aku menjalani pendidikan, aku juga tidak sempat memikirkan hal lain selain belajar.”“Masa mengirim pesan singkat saja tidak sempat?” Sacha mencebikkan bibirnya.“Bukan tidak sempat, Cha. Aku yakin, ada pertimbangan lain yang membuat Cedric jarang sekali mengabarimu.”“
“Louis pergi lagi, sayang?” tanya Keyna seraya mengerutkan keningnya.“Iya,” Willam menjawab singkat.“Pasti ia pulang pagi lagi. Kenapa kamu memberi izin?” tanya Keyna sambil memberengutkan wajah pada suaminya.“Karena besok malam Frederix dan Louis sudah akan kembali ke luar negeri. Jadi, biarkan anak muda itu menikmati kebersamaannya dengan teman-temannya di sini, Baby.”Keyna mengerti. Namun tetap saja ia kurang setuju, Louis sering berkumpul di club malam. Tempat yang menurutnya menyuguhkan banyak kesenangan sesaat.“Jangan terlalu keras pada Louis, Baby. Ingat, semakin dikerasi, anak itu akan semakin menjauh,” saran William.“Memangnya aku keras pada Louis?”William tersenyum simpul. “Sejak hamil, kamu sering marah-marah pada Louis. Kamu tidak sadar?”“Itu kan karena Louis tidak menurut.” Mulut Keyna mencebik kesal sambil tanga
"Daddy kenapa?" tanya Louis panik."Muntah-muntah terus. Kamu sudah selesai makan 'kan? Kita kembali ke rumah sakit. William juga sudah dalam perjalanan ke sana." Keyna berbicara sambil mengambil tasnya.Louis mengangguk. Dengan cepat keduanya berjalan ke tempat parkir. Lalu, meminta supir melajukan kendaran menuju rumah sakit.Dalam perjalanan, Keyna terus berbicara pada Frederix. William dikabarkan lemas dan mengeluh sakit kepala. Wanita hamil itu mengembuskan napas panjang berkali-kali untuk meredakan rasa khawatirnya."Daddy akan membaik jika sudah bertemu denganmu, Key. Kamu harus tenang," ucap Louis sambil mengusap-usap lengan Keyna untuk memberi rasa tenang.Keyna hanya bisa mengangguk. Tangannya mengelus-elus perut. Dengan tak sabar, ia menatap jalanan di depannya.Saat tiba di rumah sakit, William sudah terbaring di ruang perawatan VIP. Sebuah jarum infus terpasang di lengannya. Mata bilioner itu terpejam.
Keyna membuka amplop besar yang diberikan Hanson. Mengamati gambar berupa grafik dan foto rontgen. Setelah itu membaca tulisan yang tertera.“Hasil observasi pasca operasinya berhasil. Jantung Louis kini sudah berdetak normal.” Keyna menatap Hanson dan mengangguk puas.“Syukurlah.”“Terima kasih, Hanson.”“Kerja yang bagus.”Sacha, William dan Frederix langsung memuji Hanson. Louis hanya tersenyum senang. Keyna kembali mengusak kepala putra bungsu William tersebut yang langsung dibenahi Louis sambil memberengut.“Kenapa kamu tidak mnegucapkan terima kasih pada Hanson, Louis?” tegur William pada putranya.“Bosan, Dad. Tadi pagi setelah kontrol sudah bilang terima kasih. Hanson tau kok aku berterima kasih padanya meski tanpa kata-kata,” sahut Louis dengan santainya.“Oooh, jadi sekarang kamu percaya pada Hanson? Bukankah katamu, Hanson adalah dokter gadungan?”Louis mencebik mendengar pernyataan Sacha. Hanson menatapnya sedang pandangan tak suka.“Siapa dokter gadungan? Aku?” Hanson men