PDA 25.Malam telah beranjak begitu pekat. Gelap menyelimuti seluruh perkampungan yang masih minim penerangan jalan. Perkebunan teh juga tampak diselimuti malam, hanya pucuk kegelapan yang sedikit disinari cahaya rembulan.Haura telah tertidur di tempat nenek biasanya tidur. Ia memeluk guling yang biasa dipakai nenek agar tetap bisa merasakan kehadirannya. Bahkan pipi gadis itu masih basah karena habis menangis lagi mengingat takdirnya, lalu tanpa sadar ia tertidur saking lelahnya. Di malam yang begitu gelap dan sunyi, ia merasa begitu kesepian dan ketakutan.Menyakitkan.Sesekali masih terdengar isak kecilnya dalam mata yang terpejam itu.Nyanyian binatang malam bahkan tak bisa menyadarkan Haura dari tidurnya. Namun, tiba-tiba dalam kondisi setengah sadar itu ia mendengar suara ketukan pintu dari depan. Haura membuka mata, tubuhnya sedikit tersentak disertai detak jantung yang tak beraturan. Ia ketakutan.Berulangkali ia coba dengar kembali suara ketukan itu, terus bertubi-tubi tanp
PDA 26.Sejak pukul sebelas malam Abian tak bisa memejamkan mata. Padahal sejak di desa, ia terbiasa tidur lebih awal. Namun, malam ini gadis pemetik teh itu terlalu mengganggu pikirannya. Ancaman dan tekanan dari lelaki berkepala plontos tadi cukup menyita pikirannya. Ia memikirkan tentang keamanan gadis itu.Abian beranjak dari tempat tidur. Ia membuka laptopnya dan sejenak mengalihkan pikiran dan fokus pada layar monitor. Lelaki itu mengamati pergerakan grafik saham dari perusahaannya di Jakarta. Papanya menepati janji, bahwa ia akan mengurus semuanya, dan benar perusahaan terurus dengan baik.Namun, ia seolah tak cukup fokus dengan itu semua setelah satu jam berkutat dengan layar monitor. Pikirannya kembali teralih pada Haura. Abian bangkit dari duduknya, ia meraih jaket dan celana panjang untuk dikenakan dan akan menuju ke rumah Haura untuk memastikan.Tiba-tiba dari luar ia seperti mendengar suara Haura yang berteriak minta tolong. Awalnya Abian tak mengacuhkan karena bisa saja
PDA 27."Menikahlah denganku, Haura." Abian mengungkapkan perasaannya. Saat itu ia meminta Haura untuk mengobrol bersama.Perkenalan mereka memang singkat, tapi Abian merasa sudah cukup memperhatikan tingkah laku gadis itu. Apalagi saat mereka tinggal serumah, semua geraknya terlihat memikat di mata Abian. Ia merasa ini saatnya untuk menyembuhkan luka hati dari sebuah pengkhianatan dari gadis yang pernah ia cintai.Haura menoleh kaget mendengar penuturan Abian. Jantungnya berpacu dengan cepat, karena itu pertama kali ia dipinang oleh seorang lelaki. Untuk pertama kali juga ia memberanikan diri menatap mata tuannya itu dengan begitu jelas. Ia ingin mencari kebohongan dari mata lelaki itu, tapi tak ia temui. Anehnya Haura malah ingin Abian mengakui bahwa ia hanya becanda, meskipun itu tak lucu."Aku serius, Haura. Ayo menikah!" terang Abian lagi."Apa yang membuat Anda terlalu yakin, Tuan?" tanya Haura."Kamu. Karena orang itu kamu!" jawab Abian. Ia berusaha meyakinkan Haura bahwa ia s
PDA 28.Pukul sepuluh malam, pintu kamar terbuka dan terlihat Abian pulang dengan menenteng jas di tangannya. Aluna saat itu sudah selesai mandi, satu jam yang lalu ia tiba di rumah. Ia duduk di depan cermin rias dan menyisir rambut panjang lurusnya.Terlihat cantik dengan aroma harum yang menguar begitu Abian membuka pintu.Sejenak ia melirik Abian dari cermin besar yang memantulkan wajahnya, lelaki itu menatapnya. Namun saat menangkap tatapan Aluna, Abian langsung masuk dan membersihkan diri di kamar mandi.Aluna beranjak ke ranjang lebih dulu dibandingkan Abian. Ia memang tak lagi peduli dengan lelaki itu. Sejenak gadis itu mengecek ponsel dan sosial medianya, kemudian ia langsung menyimpan ponselnya saat Abian keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di pinggang.Gadis itu terus menutup mata, tak peduli Abian akan langsung tidur atau tidak. Sama sekali bukan urusannya.Namun, Aluna bisa merasakan gerakan kasur meski matanya terpejam. Abian rupanya langsung tidur, dan Aluna m
PDA 29.Pernikahan Aluna dan Abian tetap berjalan dengan rasa hambar dan kesakitan di hati masing-masing. Aluna tak menahan Abian jika ia pulang ke rumahnya, tapi juga tak menerima. Sejak malam itu, Abian tak pernah lagi berani menyentuh Aluna.Lelaki itu hanya terbaring di sampingnya saat malam-malam ia berjatah pulang ke rumah Aluna. Hanya terbaring seperti manekin yang hening. Tanpa bicara, tanpa senyuman apalagi sapa.Bahkan seringkali Aluna keluar dari kamar, dan tidur di kamar lainnya. Seperti dulu Abian mengendap-endap mencuri waktu untuk datang ke kamar Haura. Kini Aluna yang terang-terangan pergi darinya.Aluna tetap bekerja seperti biasa, Abian juga seperti itu. Kantor keduanya berbeda, perusahaan mereka hanya melakukan kerja sama yang melibatkan Aluna dan Abian. Mereka hanya sesekali bertemu saat ada rapat dengan kolega atau partner bisnis. Selebihnya mereka berjalan masing-masing.Saat bertemu pun, mereka terlihat formal khas dua orang partner bisnis, bukan layaknya suami
PDA 30."Mas …," panggil Haura. Ia baru bisa bangkit dari kasur setelah dua hari terbaring di dalam kamar. Kini ia berdiri di depan pintu kamar dan memanggil Abian meminta maaf karena ia tak sempat membuatkan sarapan untuknya.Abian sendiri juga baru turun dari tangga, keluar dari kamar menuju dapur."Aluna … Luna …!" Tiba-tiba saja sebuah suara memanggil Aluna dari luar. Ini masih terlalu pagi, tapi entah siapa seseorang meneriaki nama istri Abian sepagi ini."Abian!" panggil suara itu lagi. Abian baru bisa mengenali itu suara ibu mertuanya yang mungkin datang mencari anak gadisnya. Seketika Abian langsung mendelik ke arah Haura yang baru saja akan menginjakkan kaki menujunya. Dengan cepat Haura balik ke kamar dan menutup pintu, juga mungkin menutup saluran pernapasannya untuk sesaat di dalam agar tak terdengar keluar oleh ibu Aluna.Saat pintu dibuka oleh Renata, ibu Aluna, Haura sudah tak lagi kelihatan di sana. Hanya tinggal Abian yang mematung seraya membuat gerak kakinya menuj
PDA 31."Pa, aneh nggak sih Abian sama Aluna?" tanya Renata pada suaminya saat malam itu mereka sedang bersantai di ruang keluarga."Aneh gimana, Ma?" Farhan bertanya balik."Masa Aluna pergi nggak pamit gitu sama suaminya, cuma buat beli bubur?" Dahi Renata berkerut. Sejak kepulangannya pagi tadi dari rumah Aluna, ia merasa aneh dengan sikap anak menantunya. Wanita itu pulang dan ingin bercerita banyak hal pada sang suami, tapi Farhan sudah lebih dulu berangkat ke kantor hingga Renata hanya sempat bercerita lewat sambungan telepon."Ya bisa jadi, Ma. Orang kalau lagi kepengen ya diusahain meskipun nunggu antrian," jawab Farhan. Sejenak ia menyeruput teh hangat yang baru saja dibawa oleh asisten rumah tangganya.Renata merasa tak puas dengan jawaban dan spekulasi dari suaminya. Ia merasa ada hal yang disembunyikan oleh Aluna ataupun Abian."Yatapi masa sih Aluna semenyempatkan gitu." Kembali Renata bingung.Ia tahu Aluna memang menyukai bubur ayam. Tapi kebingungan dan raut panik Ab
PDA 32 . Abian memicingkan mata melihat nama papa yang memanggil di ponselnya. Seketika hatinya langsung tak karuan, karena tak mungkin papa menghubunginya malam-malam seperti ini jika tidak ada keperluan mendesak. "Halo, Pa?" ucap Abian saat itu telah menggeser ikon warna hijau di ponselnya. "Abian … Mama sesak lagi. Papa lagi perjalanan ke rumah sakit, kamu segera nyusul ya." Abian sejenak menahan napasnya. Matanya baru terbuka dengan sempurna dan ia malah mendapat kabar buruk tentang mamanya. Hatinya benar-benar tidak tenang untuk saat ini. Entah apa yang membuat penyakit sang mama kambuh. Padahal beberapa waktu lalu, ia terlihat baik-baik saja saat pergi bersama Aluna. Ia juga tak diizinkan mengerjakan pekerjaan apa pun di rumah. "Iya, Pa. Abian pergi sekarang!" Abian langsung mematikan sambungan telepon, setelah ia mendapatkan info di rumah sakit mana mamanya akan dibawa. Lelaki itu bangkit dari ranjang, menghidupkan lampu kamar agar penerangan di ruang itu terlihat sempur
Bab 22.Minggu, Osaka.Siang ini Aluna dan Hafiz keluar dari hotel menuju mesjid tempat mereka dulunya biasa ikut kajian. Hari ini jadwal kajian bulanan mereka di Jepang.Setelah kajian, keduanya meminta teman-teman lainnya untuk tidak pulang dulu, karena mereka mengadakan tasyakuran atas pernikahannya. Hanya sekadar untuk memberitahu bahwa mereka telah menikah.“Diam-diam nikah nih ya,” kata salah satu teman Aluna.Aluna yang mendengar itu hanya bisa menatap Hafiz, dan keduanya tersenyum.Diam-diam nikah katanya, mereka tidak tahu apa saja yang telah dilalui keduanya.Meskipun mereka sudah seperti keluarga baru bagi Aluna, tapi cukuplah mereka tahu hal-hal baru saja tentangnya.“Oh ternyata Hafiz pulang ke Indo buat nikah nih,” goda teman Hafiz lainnya.“Iyalah, emangnya kamu jomblo terus!”“Lah, kamu sama aja!”“Beda!”“Beda apanya?”“Kelas kita beda. Kamu pemula, kalau aku mah senior.”“Senior jomblo, ah ngenes!”Suasana jadi lebih hangat karena candaan-candaan mereka. Karena sont
Bab 21.“Saya terima nikahnya Aluna Namira Hussein binti Farhan Adijaya dengan mas kawin tersebut tunai.” Hafiz mengucapkan itu dalam sekali tarikan napas.Ada keyakinan, keteguhan, dan kebahagiaan dalam nadanya.Aluna duduk di samping mama yang masih menggunakan kursi roda itu, di sampingnya juga ada Sisil, sahabat terbaiknya.“Sah?” tanya bapak penghulu kepada semua saksi.Mereka mengangguk dengan tersenyum sambil mengatakan, “sah!”“Alhamdulillah …,” seru orang-orang yang berhadir di sana secara bersamaan.Ada yang mengalir begitu sejuk di hati Aluna saat Hafiz berulang kali menatapnya sebelum ia menjabat tangan penghulu. Juga saatbini, setelah para saksi mengatakan mereka telah sah menjadi suami istri.Mengalir ketenangan akan sebuah keyakinan pada lelaki yang menikahinya.Apalagi kini Hafiz mendekat padanya, sejenak keduanya saling menatap dalam rasa bahagia.Hafiz memegang puncak kepala Aluna dan melafalkan doa setelah ijab kabul. Doa untuk sepasang pengantin yang benar-benar m
Bab 20.Hari itu tepat setelah keputusan sidang perceraian Aluna, saat semuanya telah selesai dan pulang, Abian menghubungi papa Aluna dan meminta waktu untuk bertemu.Farhan mengiyakan karena Abian bilang ada hal yang penting untuk dibicarakan. Sebagai seorang ayah juga seorang lelaki, Farhan memang sakit hati pada Abian, tapi kembali lagi bahwa pada dasarnya ia dan orangtua Abian sendiri yang salah.Seharusnya mereka tak memaksakan kehendak untuk kepentingan diri sendiri. Harusnya sejak awal mereka sadar bahwa seringkali tak ada yang berujung indah dari sebuah pemaksaan. Apalagi urusan hati.Keduanya bertemu di sebuah restoran mewah, dan berbicara setelah selesai makan.“Meskipun berulang kali, aku gak pernah bosan minta maaf pada papa atas apa yang kulakukan untuk Aluna. Aku baru paham ketika aku memiliki Hulya, dan aku gak bisa terima jika ada lelaki yang memperlakukan Hulya seperti aku memperlakukan Aluna. Maaf, Pa …,” ucap Abian panjang lebar.Sudah berulang kali ia meminta maa
Bab 19.Aluna maaf … aku tidak jadi pulang. Aku akan menikah.Aluna membelalakkan mata membaca pesan itu, lalu perlahan matanya mulai meredup. Ada yang terasa perih dalam dadanya.Apa maksudmu, Hafiz? Aku menunggumu sejak tadi.Aluna membalas pesan itu. Namun, sayangnya tak ada lagi balasan Hafiz setelah itu. Hanya pesan yang tercentang dua warna biru, menyisakan rasa yang teramat menyakitkan dalam hati Aluna.Perlahan raut wajahnya berubah, matanya kembali basah. Ia tak menyangka Hafiz akan memberikan luka baru untuknya. Ternyata semua lelaki sama saja, hanya menyisakan trauma bagi Aluna.Lalu, bagaimana ia kini menyembuhkan luka-luka dalam hatinya, disaat lelaki yang ia anggap adalah obat, nyatanya sama saja menyuguhkan racun paling mematikan. Mematikan jiwa dan rasa cintanya.Aluna menangkupkan dua telapak tangan di wajahnya. Ia benar-benar menangis, tak peduli ada banyak orang yang melihatnya. Ia tak habis pikir dengan jalan takdirnya.Bahkan saat ini ia masih duduk di tempat sem
Bab 18.Aku sudah bebas, Hafiz. Aku juga sudah selesai masa Iddah.Aluna mengirimkan sebuah chat beserta gambar surat cerai untuk Hafiz. Iya, dia memang ingin memberitahu Hafiz bahwa ia bebas sekarang.Gimana perasaanmu? Hafiz membalas chat Aluna.Jangan ditanya. Aku lega luar biasa. Sekarang aku menantikan nasib baru yang lebih bahagia.Kembali Aluna membalas chat Hafiz. Harusnya tak perlu ditanya, karena Aluna sudah pernah menjelaskan hal ini pada Hafiz sebelumnya.Lusa, aku akan pulang!Kata Hafiz pada akhirnya. Membaca sebaris kalimat itu membuat Aluna bahagia luar biasa.Apa alasanmu pulang adalah aku?Aluna bertanya lagi.Kamu pasti sudah tau itu!Jawab Hafiz.Kupastikan kali ini kita tak akan terhalang restu.Aluna mengakhiri chatnya dengan kalimat itu.Hari ini, tepat pukul lima sore hari, Aluna sudah tiba di bandara demi menunggu kepulangan Hafiz.Beberapa kali ia bahkan melirik ke pintu kedatangan, tapi sayangnya Hafiz belum kelihatan.Aluna tetap menunggu.Ingatan Aluna k
Bab 17.Seminggu setelah itu, sidang kedua perceraian Aluna dan Abian dilangsungkan kembali. Tidak ada hasil dari proses mediasi.“Saya telah diceraikan beberapa waktu yang lalu, disaksikan oleh keluarga saya,” kata Aluna pada pihak pengadilan.“Apakah benar?” tanya pihak pengadilan pada Abian.“Ya,” jawabnya.“Dari awal saya memang tidak mencintainya. Saya hanya terpaksa menikahinya. Sampai kapan pun saya merasa … tidak ada rasa cinta untuk Aluna,”“Saya tidak ingin terus menerus terjebak dalam pernikahan ini.”Begitu jawaban-jawaban Abian saat ia ditanyai oleh pihak pengadilan agama.Separuhnya kenyataan. Sementara separuhnya lagi adalah kebohongan.Ia memang tidak mencinta Aluna, menikah dengannya sebab terpaksa dengan latar belakang jebakan itu.Namun, setelah semua yang terjadi, setelah semua rasa bersalahnya menghampiri, ia merasa mulai ada rasa yang berbeda untuk Aluna.Sayangnya, waktu sudah tak lagi mendukung mereka bersama. Abian melepaskan Aluna, agar gadis itu tak melulu
Bab 16.Semalaman bermandikan hujan, membuat Abian terserang demam, dan tak bangun berhari-hari.Malam itu, ia tetap menunggu Aluna kembali keluar hingga pukul dua pagi ia masih duduk di teras rumah Aluna. Duduk dengan tangan terlipat di dada, menahan dingin dna gigil.Namun, sampai berapa lama pun, tak ada yang keluar. Aluna pun terlihat tak peduli.Beberapa kali security di rumah itu menyarankan Abian untuk pulang, tapi tak diindahkan oleh lelaki itu.Hingga akhirnya ia merasa tubuhnya begitu dingin dari sebelumnya. Ia menggigil, tapi badannya bersamaan terasa panas. Lalu, ia memutuskan pulang dan menyetir dengan cukup hati-hati.“Beri saya obat, sepertinya saya demam!” kata Abian pada asisten rumah tangganya yang saat itu memang terjaga karena sadar bahwa beberapa jam yang lalu tuan rumah pergi entah ke mana.Paginya, Abian menyuruh seorang asisten rumah tangga untuk menghubungi seorang dokter langganan di keluarganya.“Hanya demam biasa karena Anda terlalu lama di bawah hujan. Ta
Bab 15.“Selama proses mediasi, berjanjilah jangan pernah temui aku!” Aluna menegaskan pada Abian sesaat setelah mereka keluar dari ruang persidangan.Aluna yang didampingi oleh kuasa hukum telah menggugat cerai Abian di kantor pengadilan agama terdekat.Semua bukti sudah ia kumpulkan, mulai dari video saat Abian mencium Haura, saat mereka bahagia dengan kabar kehamilan itu. Video saat Abian diam-diam jalan-jalan ke cafe bersama Haura. Juga kertas perjanjian antara Aluna, Abian dan Haura yang saat itu ditulis tangan dan ditandatangani di atas materai.Aluna menyiapkan semuanya, dikumpulkan dalam satu berkas dan diserahkan pada kuasa hukumnya.Ia berharap, dalam sekali sidang gugatan perceraiannya langsung diterima. Namun, pihak pengadilan harus melakukan proses mediasi.Aluna menjelaskan tentang awal mula pernikahannya dengan Abian. Juga kebohongan-kebohongan yang terjadi dalam pernikahan itu, yang Aluna tak bisa terima.Ia juga menjelaskan posisi Abian yang sejak awal sudah bersalah
Bab 14.“Aku menepati janji, Pa!”Setelah dari rumah Aluna, Abian pulang ke rumah orangtuanya. Ia langsung masuk ke ruangan kerja sang papa dan berbicara dengan papanya.Haris berdiri di dekat jendela, memandangi entah ke arah mana fokusnya. Ia menoleh saat mendengar suara Abian.Ia mengangguk, karena tadi sudah diberitahukan oleh Farhan bahwa Aluna sudah pulang dengan selamat.“Hulya sedang tidur siang,” kata Haris seraya menatap putranya itu.Hari ini, Abian pulang setelah menepati janji untuk membawa Aluna kembali ke rumah.Ia juga sudah lama menanti hal ini. Abian sudah sangat merindukan buah cintanya bersama Haura. Kurang lebih setahun lamanya Abian tidak bertemu dengan putrinya.Abian mengangguk lesu. Ia rindu, tapi Hulya sedang tidur, sayang jika dibanguni tiba-tiba. Abian tak sabar melihat setumbuh apa putrinya sekarang.Umurnya sudah satu tahun, pasti Hulya sudah bisa berjalan dengan baik. Ia pasti sudah memiliki gigi yang lebih kuat untuk makan.Ah, Abian melewatkan semua