PDA 32 . Abian memicingkan mata melihat nama papa yang memanggil di ponselnya. Seketika hatinya langsung tak karuan, karena tak mungkin papa menghubunginya malam-malam seperti ini jika tidak ada keperluan mendesak. "Halo, Pa?" ucap Abian saat itu telah menggeser ikon warna hijau di ponselnya. "Abian … Mama sesak lagi. Papa lagi perjalanan ke rumah sakit, kamu segera nyusul ya." Abian sejenak menahan napasnya. Matanya baru terbuka dengan sempurna dan ia malah mendapat kabar buruk tentang mamanya. Hatinya benar-benar tidak tenang untuk saat ini. Entah apa yang membuat penyakit sang mama kambuh. Padahal beberapa waktu lalu, ia terlihat baik-baik saja saat pergi bersama Aluna. Ia juga tak diizinkan mengerjakan pekerjaan apa pun di rumah. "Iya, Pa. Abian pergi sekarang!" Abian langsung mematikan sambungan telepon, setelah ia mendapatkan info di rumah sakit mana mamanya akan dibawa. Lelaki itu bangkit dari ranjang, menghidupkan lampu kamar agar penerangan di ruang itu terlihat sempur
PDA 33.Pukul enam pagi saat Abian kembali dari kantin rumah sakit, ia membuka pintu dan melihat Aluna sudah terbangun. Kemudian ia berjalan mendekat pada Aluna, dan menyodorkan sekotak bubur ayam itu padanya."Untukmu. Bukankah kamu sampai rela mengantri demi bubur ayam?" sinis Abian mengingat kebohongan Aluna beberapa waktu lalu.Aluna menatap tajam padanya. Namun, ia terpaksa mengambil bubur itu dari tangan Abian karena perutnya benar-benar terasa lapar.Bubur itu beralih ke tangan Aluna, Abian pun tersenyum, lalu ia melepas jaket yang dipakainya dan duduk berjauhan di sebelah Aluna. Ia juga meletakkan semua belanjaannya untuk sarapan pagi. Ada roti, camilan, bubur, sandwich ala-ala kantin, dan beberapa minuman.Aluna sendiri kini mengambil ponselnya, dan menghubungi papa."Aku akan telat hari ini, Pa. Mama Diana masuk rumah sakit semalam." Aluna berkata sesaat setelah papanya mengangkat telepon.Farhan yang tengah sarapan itu menatap istrinya yang terlihat bingung dengan ekspresi
PDA 34."Pa, aku pulang duluan ya," ucap Abian pada Harris yang sedang duduk di samping ranjang istrinya."Oke. Istirahatlah, dari semalam kamu enggak tidur."Abian mengangguk, ia mencium kening sang mama dan berpamitan padanya. Lelaki itu melangkah keluar dari ruangan itu."Hati-hati, Abi!" ucap Diana yang kondisinya semakin membaik.Sore itu Abian langsung mengendarai mobilnya dan pulang ke rumah Aluna. Ia masuk ke dalam dan mengganti pakaian kerja dengan pakaian santai. Kemudian ia keluar dari rumah dan mengamati sekitar rumah itu. Mengamati orang yang selama ini mengintainya yang tak lain adalah orang suruhan papa.Terlihat aman, mungkin karena orang itu mengira Abian masuk dan tidur sebentar karena sejak semalam ia berjaga untuk mamanya."Jemput saya sekarang!" Abian memanggil seseorang melalui sambungan telepon. Seseorang di seberang sana menyahut dan segera melaksanakan perintah Abian.Rindunya untuk Haura sudah menumpuk, belum lagi rindu untuk seorang malaikat kecil yang kin
PDA 35 . Suasana sedikit lebih tenang, Diana sudah keluar dari rumah sakit. Bisnis dua perusahaan semakin maju dengan keuntungan yang besar. Aluna semakin tak peduli dengan pernikahannya. Hari demi hari berlalu berganti bulan melewati proses kehidupan mereka. Hanya satu yang tak aman. Abian masih saja dipantau oleh seseorang, seolah papanya tak percaya begitu saja dengan tanggungjawabnya sebagai seorang suami. Hal itu membuat Abian semakin sulit untuk bertemu dengan Haura. Ia dengan terpaksa seperti mengkhianati perjanjian yang tertulis antara dia istrinya. "Sayang …," panggil Abian. Haura sedang meminum obatnya yang diresepkan oleh dokter. "Maaf, aku merasa sedang tak adil padamu," ucap Abian sendu. Ia menggenggam tangan istrinya dengan lembut, mencoba meminta pengertiannya. Haura menggeleng menatapnya, ia balas menggengam tangan kekar itu yang pernah menjabat tangan wali hakim untuk berakad di depan saksi ketika mereka menikah. "Jalani saja prosesnya. Takdir memang tak sela
PDA 36.Kehamilan Haura sudah memasuki usia delapan bulan lebih. Hanya tinggal menunggu hari bayi itu akan dilahirkan. Haura bahagia, tapi semakin dekat penantiannya akan bayi itu, semakin sering ia masuk rumah sakit. Pertahanan tubuhnya sungguh lemah dan tidak stabil. Padahal ia telah banyak beristirahat."Pergi saja ke Haura, dia pasti membutuhkanmu sekarang. Sementara sama sekali tak menginginkanmu," ucapan Aluna terlontar begitu perih menusuk relung hati Abian. Semakin hari ia merasa semakin tak berharga di mata Aluna.Abian terusir secara halus setiap kali berada di rumah Aluna. Namun, ia tetap harus di sana. Sebagai seorang lelaki itu menyakitkan, karena itu menyangkut tentang harga diri. Namun, Aluna adalah bentuk uji nyali kesabarannya.Sementara itu, meskipun Abian ingin tinggal dan menemani Haura, ia tetap tak bisa. Pengintai itu masih terus bekerja dengan setia untuk papanya.Tak tahan, Abian juga sering mencuri waktu untuk menemui Haura di rumah sakit. Ia benar-benar mer
PDA 37."Lama tidak bertemu, Haura!" sapa Aluna. Ia kemudian memeluknya seolah mereka begitu dekat.Beberapa detik Haura tak berkedip melihat Aluna. Gadis itu terkejut melihat kedatangannya yang entah bermaksud apa.Untuk pertama kali Aluna bersikap begitu tenang di depannya. Tak mengeluarkan makian dan sindiran pedas yang kerap melukai hati Haura."Kenapa diam, kek nggak suka aja aku di sini!" keluh Aluna seraya tersenyum menatap Haura.Haura menggelengkan kepala, alisnya masih terangkat menandakan bingung. Namun, setelah itu ia mencoba untuk menormalkan ekspresinya. "Hei, aku nggak disuruh duduk gitu?" tanya Aluna yang masih berdiri dan basa-basi. Tadinya ia memang sudah duduk, tapi saat melihat Haura datang dari kamarnya, ia bangun khas menyambut nyonya rumah."Haa …," Haura masih tampak bengong. "Duduklah, Aluna." Haura mempersilakan. Ia sungguh tak bisa menebak maksud Aluna ke rumahnya, karena itu untuk pertama kalinya ia berkunjung.Namun, alainay terlihat tenang, tidak mengge
PDA 38."Selamat datang, Abian!" Aluna menatap lurus pada Abian yang tercekat saat melihat Haura ada bersama Aluna.Abian sama sekali tak terpikirkan rencana Aluna. Pun biasanya ketika pergi, Haura selalu meminta izin padanya. Entah ke mana pun, sedekat apa pun kepergiannya, Haura tetap izin.Mungkin Haura berpikir, ia pergi dengan orang yang tepat hingga tak perlu meminta izin. Atau Aluna yang bilang sudah meminta izin pada Abian untuk kepergiannya.Sorot mata Haura pada Abian seolah meminta tolong untuk segera lepas dari susasana yang perlahan terasa begitu mencekam.Abian masih diri dengan jantung yang berdebar. Suasana sudah terbayang kacau dan ia tak bisa mengelak."Silakan duduk, Ma, Pa!" pinta Aluna pada kedua orangtuanya dengan lembut.Farhan dan Renata duduk di samping sofa yang diduduki Aluna dan Haura. Semua mata tertuju pada Aluna, karena merasa ada yang salah. Ia bilang ada acara makan malam bersama, tapi tak terlihat persiapan apa pun di rumah itu."Duduk, Abian!" perin
PDA 39."Apa benar yang dikatakan Aluna?" tanya Harris seraya menatap tajam pada putranya.Ia benar-benar malu atas apa yang terjadi pada Abian. Harris memang terkenal keras bagi anaknya, tapi ia tak pernah mempermainkan perasaan wanita yang dicintainya. Bertahun-tahun Diana sakit-sakitan, tapi itu tak menjadi alasan untuknya berpaling ke lain hati.Kesetiannya ia jaga. Karena pernikahan bukan hanya tentang selalu bahagia, tapi juga luka dan kesedihan yang harus dijalani bersama, seperti janji mereka saat akad dulu, saat Diana masih sehat sempurna.Abian terdiam. Ia tahu keadaan sudah tak bisa dibalik bagaimana pun caranya. Aluna memang sudah menyiapkan waktu untuk meledakkan bom dalam rumah tangganya. Seperti yang pernah ia katakan, Abian merakit bomnya, dan remot kontrolnya ada pada Aluna."Iya." Akhirnya Abian jujur pada mereka semua.Semua orang menatap Abian bersamaan, seperti sebuah panah yang menusuk dan menyisakan rasa sakit tak berkesudahan. Tatapan menghakimi dan menyalahka
Bab 22.Minggu, Osaka.Siang ini Aluna dan Hafiz keluar dari hotel menuju mesjid tempat mereka dulunya biasa ikut kajian. Hari ini jadwal kajian bulanan mereka di Jepang.Setelah kajian, keduanya meminta teman-teman lainnya untuk tidak pulang dulu, karena mereka mengadakan tasyakuran atas pernikahannya. Hanya sekadar untuk memberitahu bahwa mereka telah menikah.“Diam-diam nikah nih ya,” kata salah satu teman Aluna.Aluna yang mendengar itu hanya bisa menatap Hafiz, dan keduanya tersenyum.Diam-diam nikah katanya, mereka tidak tahu apa saja yang telah dilalui keduanya.Meskipun mereka sudah seperti keluarga baru bagi Aluna, tapi cukuplah mereka tahu hal-hal baru saja tentangnya.“Oh ternyata Hafiz pulang ke Indo buat nikah nih,” goda teman Hafiz lainnya.“Iyalah, emangnya kamu jomblo terus!”“Lah, kamu sama aja!”“Beda!”“Beda apanya?”“Kelas kita beda. Kamu pemula, kalau aku mah senior.”“Senior jomblo, ah ngenes!”Suasana jadi lebih hangat karena candaan-candaan mereka. Karena sont
Bab 21.“Saya terima nikahnya Aluna Namira Hussein binti Farhan Adijaya dengan mas kawin tersebut tunai.” Hafiz mengucapkan itu dalam sekali tarikan napas.Ada keyakinan, keteguhan, dan kebahagiaan dalam nadanya.Aluna duduk di samping mama yang masih menggunakan kursi roda itu, di sampingnya juga ada Sisil, sahabat terbaiknya.“Sah?” tanya bapak penghulu kepada semua saksi.Mereka mengangguk dengan tersenyum sambil mengatakan, “sah!”“Alhamdulillah …,” seru orang-orang yang berhadir di sana secara bersamaan.Ada yang mengalir begitu sejuk di hati Aluna saat Hafiz berulang kali menatapnya sebelum ia menjabat tangan penghulu. Juga saatbini, setelah para saksi mengatakan mereka telah sah menjadi suami istri.Mengalir ketenangan akan sebuah keyakinan pada lelaki yang menikahinya.Apalagi kini Hafiz mendekat padanya, sejenak keduanya saling menatap dalam rasa bahagia.Hafiz memegang puncak kepala Aluna dan melafalkan doa setelah ijab kabul. Doa untuk sepasang pengantin yang benar-benar m
Bab 20.Hari itu tepat setelah keputusan sidang perceraian Aluna, saat semuanya telah selesai dan pulang, Abian menghubungi papa Aluna dan meminta waktu untuk bertemu.Farhan mengiyakan karena Abian bilang ada hal yang penting untuk dibicarakan. Sebagai seorang ayah juga seorang lelaki, Farhan memang sakit hati pada Abian, tapi kembali lagi bahwa pada dasarnya ia dan orangtua Abian sendiri yang salah.Seharusnya mereka tak memaksakan kehendak untuk kepentingan diri sendiri. Harusnya sejak awal mereka sadar bahwa seringkali tak ada yang berujung indah dari sebuah pemaksaan. Apalagi urusan hati.Keduanya bertemu di sebuah restoran mewah, dan berbicara setelah selesai makan.“Meskipun berulang kali, aku gak pernah bosan minta maaf pada papa atas apa yang kulakukan untuk Aluna. Aku baru paham ketika aku memiliki Hulya, dan aku gak bisa terima jika ada lelaki yang memperlakukan Hulya seperti aku memperlakukan Aluna. Maaf, Pa …,” ucap Abian panjang lebar.Sudah berulang kali ia meminta maa
Bab 19.Aluna maaf … aku tidak jadi pulang. Aku akan menikah.Aluna membelalakkan mata membaca pesan itu, lalu perlahan matanya mulai meredup. Ada yang terasa perih dalam dadanya.Apa maksudmu, Hafiz? Aku menunggumu sejak tadi.Aluna membalas pesan itu. Namun, sayangnya tak ada lagi balasan Hafiz setelah itu. Hanya pesan yang tercentang dua warna biru, menyisakan rasa yang teramat menyakitkan dalam hati Aluna.Perlahan raut wajahnya berubah, matanya kembali basah. Ia tak menyangka Hafiz akan memberikan luka baru untuknya. Ternyata semua lelaki sama saja, hanya menyisakan trauma bagi Aluna.Lalu, bagaimana ia kini menyembuhkan luka-luka dalam hatinya, disaat lelaki yang ia anggap adalah obat, nyatanya sama saja menyuguhkan racun paling mematikan. Mematikan jiwa dan rasa cintanya.Aluna menangkupkan dua telapak tangan di wajahnya. Ia benar-benar menangis, tak peduli ada banyak orang yang melihatnya. Ia tak habis pikir dengan jalan takdirnya.Bahkan saat ini ia masih duduk di tempat sem
Bab 18.Aku sudah bebas, Hafiz. Aku juga sudah selesai masa Iddah.Aluna mengirimkan sebuah chat beserta gambar surat cerai untuk Hafiz. Iya, dia memang ingin memberitahu Hafiz bahwa ia bebas sekarang.Gimana perasaanmu? Hafiz membalas chat Aluna.Jangan ditanya. Aku lega luar biasa. Sekarang aku menantikan nasib baru yang lebih bahagia.Kembali Aluna membalas chat Hafiz. Harusnya tak perlu ditanya, karena Aluna sudah pernah menjelaskan hal ini pada Hafiz sebelumnya.Lusa, aku akan pulang!Kata Hafiz pada akhirnya. Membaca sebaris kalimat itu membuat Aluna bahagia luar biasa.Apa alasanmu pulang adalah aku?Aluna bertanya lagi.Kamu pasti sudah tau itu!Jawab Hafiz.Kupastikan kali ini kita tak akan terhalang restu.Aluna mengakhiri chatnya dengan kalimat itu.Hari ini, tepat pukul lima sore hari, Aluna sudah tiba di bandara demi menunggu kepulangan Hafiz.Beberapa kali ia bahkan melirik ke pintu kedatangan, tapi sayangnya Hafiz belum kelihatan.Aluna tetap menunggu.Ingatan Aluna k
Bab 17.Seminggu setelah itu, sidang kedua perceraian Aluna dan Abian dilangsungkan kembali. Tidak ada hasil dari proses mediasi.“Saya telah diceraikan beberapa waktu yang lalu, disaksikan oleh keluarga saya,” kata Aluna pada pihak pengadilan.“Apakah benar?” tanya pihak pengadilan pada Abian.“Ya,” jawabnya.“Dari awal saya memang tidak mencintainya. Saya hanya terpaksa menikahinya. Sampai kapan pun saya merasa … tidak ada rasa cinta untuk Aluna,”“Saya tidak ingin terus menerus terjebak dalam pernikahan ini.”Begitu jawaban-jawaban Abian saat ia ditanyai oleh pihak pengadilan agama.Separuhnya kenyataan. Sementara separuhnya lagi adalah kebohongan.Ia memang tidak mencinta Aluna, menikah dengannya sebab terpaksa dengan latar belakang jebakan itu.Namun, setelah semua yang terjadi, setelah semua rasa bersalahnya menghampiri, ia merasa mulai ada rasa yang berbeda untuk Aluna.Sayangnya, waktu sudah tak lagi mendukung mereka bersama. Abian melepaskan Aluna, agar gadis itu tak melulu
Bab 16.Semalaman bermandikan hujan, membuat Abian terserang demam, dan tak bangun berhari-hari.Malam itu, ia tetap menunggu Aluna kembali keluar hingga pukul dua pagi ia masih duduk di teras rumah Aluna. Duduk dengan tangan terlipat di dada, menahan dingin dna gigil.Namun, sampai berapa lama pun, tak ada yang keluar. Aluna pun terlihat tak peduli.Beberapa kali security di rumah itu menyarankan Abian untuk pulang, tapi tak diindahkan oleh lelaki itu.Hingga akhirnya ia merasa tubuhnya begitu dingin dari sebelumnya. Ia menggigil, tapi badannya bersamaan terasa panas. Lalu, ia memutuskan pulang dan menyetir dengan cukup hati-hati.“Beri saya obat, sepertinya saya demam!” kata Abian pada asisten rumah tangganya yang saat itu memang terjaga karena sadar bahwa beberapa jam yang lalu tuan rumah pergi entah ke mana.Paginya, Abian menyuruh seorang asisten rumah tangga untuk menghubungi seorang dokter langganan di keluarganya.“Hanya demam biasa karena Anda terlalu lama di bawah hujan. Ta
Bab 15.“Selama proses mediasi, berjanjilah jangan pernah temui aku!” Aluna menegaskan pada Abian sesaat setelah mereka keluar dari ruang persidangan.Aluna yang didampingi oleh kuasa hukum telah menggugat cerai Abian di kantor pengadilan agama terdekat.Semua bukti sudah ia kumpulkan, mulai dari video saat Abian mencium Haura, saat mereka bahagia dengan kabar kehamilan itu. Video saat Abian diam-diam jalan-jalan ke cafe bersama Haura. Juga kertas perjanjian antara Aluna, Abian dan Haura yang saat itu ditulis tangan dan ditandatangani di atas materai.Aluna menyiapkan semuanya, dikumpulkan dalam satu berkas dan diserahkan pada kuasa hukumnya.Ia berharap, dalam sekali sidang gugatan perceraiannya langsung diterima. Namun, pihak pengadilan harus melakukan proses mediasi.Aluna menjelaskan tentang awal mula pernikahannya dengan Abian. Juga kebohongan-kebohongan yang terjadi dalam pernikahan itu, yang Aluna tak bisa terima.Ia juga menjelaskan posisi Abian yang sejak awal sudah bersalah
Bab 14.“Aku menepati janji, Pa!”Setelah dari rumah Aluna, Abian pulang ke rumah orangtuanya. Ia langsung masuk ke ruangan kerja sang papa dan berbicara dengan papanya.Haris berdiri di dekat jendela, memandangi entah ke arah mana fokusnya. Ia menoleh saat mendengar suara Abian.Ia mengangguk, karena tadi sudah diberitahukan oleh Farhan bahwa Aluna sudah pulang dengan selamat.“Hulya sedang tidur siang,” kata Haris seraya menatap putranya itu.Hari ini, Abian pulang setelah menepati janji untuk membawa Aluna kembali ke rumah.Ia juga sudah lama menanti hal ini. Abian sudah sangat merindukan buah cintanya bersama Haura. Kurang lebih setahun lamanya Abian tidak bertemu dengan putrinya.Abian mengangguk lesu. Ia rindu, tapi Hulya sedang tidur, sayang jika dibanguni tiba-tiba. Abian tak sabar melihat setumbuh apa putrinya sekarang.Umurnya sudah satu tahun, pasti Hulya sudah bisa berjalan dengan baik. Ia pasti sudah memiliki gigi yang lebih kuat untuk makan.Ah, Abian melewatkan semua