Share

Bab 6

Penulis: Bintangsenja89
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-01 22:55:53

Bag 6

Pak Karsa tidak bisa berlama-lama di Jogja. Setelah ia mengantarkan istri dan juga bayi majikannya, ia langsung kembali lagi ke rumah Keluarga Kuncoro. 

Waktu sudah menjelang dini hari ketika Pak Karsa sampai di Desa Wingit. Mobil yang ia kendarai mulai memasuki gapura desa. 

Pak karsa melihat warga berjalan berbondong-bondong ke arah Barat. Laju mobilnya sengaja ia pelankan dan kacanya sedikit dibuka. 

"Ayo kita usir mereka!" terdengar orasi dari beberapa warga yang terlihat memimpin barisan paling belakang. 

'Usir? Siapa yang akan mereka usir?' ujar Pak Karsa membatin namun sungguh ia tak berani untuk bertanya. 

Semakin Pak Karsa melajukan mobilnya semakin terlihat panjang barisan para warga. Jumlah mereka semakin banyak, hingga sampai pada ujung depan.

Alangkah terkejutnya, ternyata mereka menuju ke sebuah rumah mewah bercat putih dengan temboknya yang menjulang tinggi, terlihat kontras dibandingkan dengan rumah-rumah disekitarnya yang mayoritas terbuat dari gedek bambu. Rumah itu adalah milik Keluarga Kuncoro. 

"Kuncoro, Wening, metu kowe! Dasar sekutu iblis!" teriak salah seorang warga yang berada di posisi paling depan.

"Kalian telah mendatangkan malapetaka di desa ini dengan melalukan pesugihan serta perjanjian dengan iblis. Kalian juga telah membuat nyawa banyak warga disini melayang untuk di jadikan tumbal. Pergi kalian dari kampung ini atau rumah kalian kami bakar!" teriak yang lainnya dengan lantang. 

"Usir, usir, usir!" sahut hampir seluruh warga yang telah berhasil mengepung rumah Keluarga Kuncoro. Di tangan mereka masing-masing sudah memegang senjata seperti, obor, pentungan dari kayu, dan juga celurit. 

Sementara di dalam rumah, para penghuninya terlihat sangat panik. Mereka tidak berani untuk menghadapi para warga yang tengah kalap tersebut. 

Pak Karsa yang tanggap jika sesuatu hal tak baik akan segera terjadi. Buru-buru menggeser mobilnya hingga kedepan pintu rahasia yang menjadi pintasan menuju ke rumah Keluarga Kuncoro. Bergegas masuk dan mencari keberadaan majikannya itu yang ternyata sudah berkumpul di ruang tamu. 

"Juragan ...," panggilan Pak Karsa seketika mengalihkan perhatian semua orang yang ada disana. 

Terlihat semua berwajah tegang termasuk Bu Wening yang tampak seperti sudah mau menangis. Tampak seorang bayi berada digendongannya tengah tertidur lelap seolah-olah tek merasa terusik sedikitpun dengan riuhnya suara di sekitarnya. 

"Karsa, gowonen kabeh lungo seko kene. Ben aku dewe seng tak ngadepi warga ndok ngarep kono. Metuo teko lawang samping. Lungo seng adoh seko kene ojok sampek keluarga Atmojo eroh nang ndi lungamu. Nek tekan suwene sak minggu aku ora mantuk nyusol, berarti aku ra sah dadi pengeling-eling," ujar Juragan Kuncoro memberi mandat kepada sang ajudan. 

{Karsa, bawalah semuanya pergi dari sini. Biar aku saja yang menghadapi mereka. Keluarlah melalui pintu samping rumah ini, pergi yang jauh. Jangan sampai keluarga Atmojo ada yang tahu keberadaan kalian semua. Jika sampai satu minggu lamanya aku belum menyusul kalian, maka lupakan saja aku gak usah di ingat-ingat}

"Tapi, Pak. Ibu emoh lungo ninggalno bapak dewe'an ndok kene. Mending bapak melu ae, bahaya, Pak. Keluarga Atmojo ki tegonan," pinta Bu Wening kepada suaminya. 

{ Tapi, Pak. Ibu gak mau pergi ninggalin bapak sendirian disini. Lebih baik bapak ikut kami saja, bahaya, Pak. Keluarga Atmojo itu sangat kejam.}

"Sampean manuto ae mbek aku, Bu. Ojo sampe okeh seng mati ndok kene, nek kabeh mati ndok kene sopo seng ape ngurusi cah-cah."

{Kamu nurut saja sama aku, Bu. Jangan sampai banyak yang mati disini. Kalau semuanya mati. Siapa yang akan mengurus anak-anak} 

"Tapi, Pak ...."

"Wes tho, rak osah ngenyel nek dikandani. Ndang metuo sak iki liwat samping omah, bapak wes ora iso nahan warga suwi-suwi." 

{Sudahlah, jangan ngenyel kalau di kasih tau. Cepat keluar sekarang lewat pintu samping rumah ini, bapak sudah gak mungkin bisa menahan warga lama-lama di luar}

"Sa, aku nitip sak kabehane. Nek onok opo-opo ambek aku, tulong jogonen kabeh. Awakmu eroh tho ndok endi leh ku nyimpen. Gunakno go sangu urep. Lungo seng adoh ojo sampek mbalik neh ndok deso iki. Nek wayah sak minggu aku ora nyusol, berati aku wea mati. Tulong ikhlasno aku, ben padang dalanku!"

{Sa, aku titipkan semuanya sama kamu. Jika nanti terjadi apa-apa sama aku, tolong jaga mereka semua.  Kamu tau kan dimana aku menyimpan harta benda? Gunakan itu untuk biaya hidup kalian. Pergi sejauh mungkin dari sini. Jika dalam waktu seminggu aku belum juga menyusul, itu tandanya aku telah mati. Tolong ikhlaskan!}

Mereka semua pun akhirnya pergi terkecuali Kuncoro. Meskipun berat, Bu Wening tetap menuruti perintah suaminya. Dengan deraian air mata ia melangkah keluar bersama dengan yang lainnya. 

'Keluarga Atmojo, urusanmu ambek aku gudu bojo lan anak putuku' gumam Kuncoro dalam batin. 

Sementara itu, Bu Wening, Pak Karsa dan beberapa orang lainnya sudah sampai di depan mobil. Bu Wening sangat syok melihat begitu banyaknya warga yang berkumpul di depan rumahnya sedang mengacung-acungkan senjata mereka. Ia melihat sosok yang sangat familiar berada di barisan paling depan sambil terus menggaungkan hasutan demi hasutan kepada para warga. 

"Atmojo" gumam Bu Wening. 

Benar saja, tak lama kemudian. Warga menjebol pintu rumah kediaman Keluarga Kuncoro. Mereka semua merangsek masuk kedalam. Terdengar riuh bunyi barang-barang pecah dan benda-benda dibanting. Bu Wening yang mendengar serta menyaksikan itu semua reflek berteriak. 

"Bapak ...!!!" 

Ia hendak lari masuk kembali kedalam rumah, tetapi buru-buru di cegah oleh Pak Karsa. 

"Ngapunten, Ndoro putri. Sumonggo mantuk teng lebet, jangan sampai pengorbanan Juragan menjadi sia-sia. Diantara kita harus ada yang hidup guna menuntut balas untuk mereka!" ujar Pak Karsa tegas dan penuh penekanan. 

Ia terpksa harus sedikit keras terhadap Bu Wening. Karena ia sadar, jika suatu saat harus ada yang bisa membalaskan semuanya kepada Keluarga Atmojo.

"Tapi aku ndak tego, Karsa. Melihat masa yang begitu banyaknya, suamiku pasti kalah telak," ujar Bu Wening berurai air mata.

Sejujurnya, Pak Karsa pun sangat paham akan hal itu. Jika boleh memilih, ingin sekali dirinya membantu Juragan Kuncoro untuk melawan para warga dan Keluarga Atmojo.

Namun, saat ini ada yang lebih penting dari itu semua. Yakni, permintaan sang Juragan yang memberinya mandat untuk menyelamatkan istri dan anaknya.

Pak Karsa tak berdaya untuk menolaknya, bukan karena takut dipecat. Akan tetapi, sebagai bentuk pengabdiannya yang setia kepada keluarga ini.

Pak Karsa sudah menganggap mereka semua adalah bagian dari hidup dan keluarganya. Wajib baginya untuk senantiasa melindungi keluarga ini dari siapapun meski nyawanya harus menjadi taruhannya.

Bab terkait

  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 7

    Bab 7Pak karsa beserta rombongan pergi meninggalkan desa. Meskipun jujur hatinya mereka merasa tak tenang karena memikirkan kelanjutan nasib Juragan Kuncoro. Semua yang ada di dalam mobil itu diam membisu, hanya terdengar suara sesenggukan dari Bu Wening yang terus memikirkan suaminya. Tiga jam telah berlalu, mobil yang mereka tumpangi kini melewati jalur yang berkelok-kelok dan menanjak. Semakin melaju, mobil yang di kemudikan oleh Pak Karsa semakin masuk ke dalam hutan belantara.Tujuan mereka tentu saja rumah yang kemarin sempat Mbok Asih dan Pak Karsa datangi. Karena hanya rumah itulah satu-satunya rumah tersisa yang di miliki oleh Keluarga Kuncoro, disamping itu juga tak akan ada yang tahu letak rumah tersebut terkecuali Pak Karsa, Mbok Asih dan juga Juragan Kuncoro itu sendiri. Awalnya, jalan yang mereka lewati berupa cor-coran, namun semakin masuk kedalam jalur itu semakin sempit dan hanya bisa dilalui oleh satu mobil saja.

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-01
  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 8

    Bab 8Waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari, manun Pak Karsa masih belum bisa memejamkan matanya. Entah kenapa perasaannya begitu gelisah memikirkan majikan laki-lakinya. Pak Karsa memutuskan keluar dari kamarnya untuk sekedar merokok di depan teras. Selain itu juga untuk berjaga-jaga kalau ada seseorang yang datang, Juragan Kuncoro misalnya. Setelah sampai di teras rumah, ia duduk sambil memandangi area sekitar yang tampak sepi dan gelap. Tiba-tiba, netranya menangkap sesuatu dari balik pohon. Seperti siluet seseorang yang tengah mengintai. Pak Karsa yang menyadari itu langsung berteriak."Sopo ndok kono? Metuo, ojo dadi pengecut!" { Siapa disitu? Keluarlah, jangan jadi pengecut! }Lalu sosok itu pun melesat dengan kecepatan kilat, dalam sekejap saja. Sosok tersebut kini sudah berada persis di hadapannya. "Mbah Bejo?" gumam Pak Karsa lirih."Iyo, Ngger. Iki aku, Bejo. Hehehe ...," ucapn

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-01
  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 9

    Bab 9Ditengah pekatnya malam, Lastri dan Nunik berlari tunggang langgang. Mereka menyusuri hutan jati yang gelap gulita. Beruntung tengah padang bulan, cukup membantu mereka yang sedikit kesulitan melihat jalan. Bayi bernama Lastri itupun sangat anteng dalam gendongan Resti."Sek, Res. Nafasku koyok wes arak kendat iki," kata Nunik ngos-ngosan. { sebentar, Res. nafasku sudah seperti mau putus ini rasanya.}"Lah, mbok kiro gor awakmu thok. Aku loh iyo, podo," sahut Resti tak kalah ngos-ngosan dari Nunik. { Emangnya kamu pikir cuma kamu sendiri, aku juga.}"Seandainya awak'e dewe nduwe ilmu ngilang, beuh sakti tenan yo," ujar Nunik berkelakar.{ Coba aja kalau kita punya ilmu menghilang, pasti enak itu.}Bisa-bisanya di saat tengah genting begini, Nunik masih saja berkelakar. Anak itu memang ajaib."Ho'oh.""Tapi, Res. Nek tenan diijabah Ambek gusti Allah. Awakmu pengen ngilang ndok ndi?"

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-01
  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 10

    Bab 10Lastri terbangun dengan nafas ngos-ngosan dan pakaian yang basah kuyup akibat keringat membanjiri tubuhnya. "Keluarga Kuncoro?" gumam Lastri lirih. "Apa yang dimaksud dalam mimpi itu adalah Resti Ibuku? Lalu, kenapa selama ini ibuk ndak pernah bilang apa-apa sama aku?" Lastri bertanya pasa dirinya sendiri."Aku harus telepon ibu sekarang juga," imbuh nya.Cepat-cepat ia menyambar gawai lalu menekan nomor ibunya. Terdengar bunyi nada sambung, tak butuh waktu lama. Telepon pun tersambung. "Hallo, Assalamu'alaikum!" seru suara di seberang telefon yang tak lain adalah Resti. "Walaikum salam, Bu. Gimana kabare, sehat?" tanya Lastri berbasa-basi."Alhamdulilah, sehat, Nduk. Kalau kamu sendiri gimana kabare?" jawab dan tanya Resti terdengar semringah. "Alhamdulilah, Lastri baik, Bu," timpal Lastri. "Bu, Lastri boleh nanya ndak?" imbuhnya."Nanya apa, Nduk? Ibu jadi deg-degan

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-01
  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 11

    Bab 11Lastri yang terlihat sudah tak sabar, berkali-kali memanggil-manggil sang ibu di ujung telefon. "Bu, kok suwi tenan tho?"{Bu, kok lama banget?}Lalu terdengar suara Resti menyahut."Sek, Nduk. Iki lho, wes ketemu!"{Sebentar, Nak. Ini lho, sudah ketemu!}"Piye, Bu? Opo onok alamate seng mbok simpen ndok almarhum bapak?" cecar Lastri.{Gimana, Bu? Apa ada alamatnya yang disimpan oleh almarhum bapak?}"Alhamdulilah, eneng, Nduk! Alamate ndok Kota Gede Yogyakarta. Awakmu sak ini ijeh ndok Jogja, tho?" {Alhamdulilah, ada, Nak! Alamatnya ada di daerah Kota Gede Yogyakarta. Kamu sekarang masih tinggal di jogja, kan?}"Injeh, Bu. Tapi sak niki Lastri takseh teng Gunung Kidul. Nek ajeng teng alamat niku, butuh waktu sak jam lewih," ujar Lastri.{Iya, Bu. Tapi sekarang Lastri masih ada di Gunung Kidul. Kalau mau ke alamat itu, butuh waktu satu jam lebih.}"Ndak

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-01
  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 12

    Bab 12Mobil yang ditumpangi oleh Dokter Adrian dan Lastri melaju membelah jalanan. Pikiran Lastri terus melanglang buana memikirkan nasib sang adik dan mbaknya. "Las ...," suara Dokter Adrian seketika membuyarkan lamunan Lastri. Membuat gadis itu sedikit tersentak. "Maaf, bikin kamu kaget, ya? Sedari tadi aku perhatikan kamu melamun terus, kenapa?" tanya Dokter Adrian.Lastri menunduk dalam. Ia terus saja memainkan jari jemarinya yang ada di pangkuan saat ini."Bicaralah, siapa tau aku punya solusinya," sambung sang dokter. Lastri mendongakkan wajahnya, kini ia beralih menatap wajah laki-laki yang ada di sampingnya saat ini. 'Apa sebaiknya aku cerita aja sama Dokter Adrian, ya?' Lastri bertanya dalam hati. "Kenapa? Kalau kamu gak mau cerita, aku juga gak akan maksa, kok," ujar dokter tampan itu seraya tersenyum."Dok ...," ucap Lastri tercekat. "Ya, kalau memang tak siap tak apa. Us

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-01
  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 13

    Bab 13Kini Lastri, Dokter Adrian dan juga Adam sudah sampai di depan kediaman Keluarga Singgih. Namun anehnya, terlihat seorang bapak paruh baya seperti tengah tergesa-gesa hendak memasuki mobilnya. Lastri yang tak ingin kedatangannya sia-sia lantas buru-buru berlari menghampiri lelaki tersebut. "Nuwun sewu, Pak. Kulo ajeng kepanggeh kaleh Pak Singgih, nopo tiyange wonten teng lebet, njih?" tanya Lastri sopan. {Maaf permisi, Pak. Saya ingin bertemu dengan Pak Singgih, apa orangnya ada di dalam?}Sebenarnya jauh di dalam lubuk hati Lastri ia sudah yakin jika pria paruh baya yang ada di hadapannya adalah Pak Singgih, namun ia tak mau gegabah. Pria itu menatap Lastri heran. "Enten perlu nopo, cah ayu. Nopo sak derenge sampun nate kepanggih?" pria itu justru balik bertanya dengan nada yang begitu lembut. {Ada apa, Nak. Apa sebelumnya sudah pernah bertemu? }"Ngapunten, dereng, Pak. Tapi kulo mantuk mriki enten kepe

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-01
  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 14

    Bab 14"Wes bengi, sak iki turuo ndok omah kene wae," pinta Pak Singgih. { Sudah malam, sekarang kita tidur di rumah ini dulu saja}Mau tak mau mereka pun mengangguk meski sejujurnya merasa takut juga. Akan tetapi sudah tidak ada pilihan lain. "Berarti, trae omah iki gak beres," gumam Adam setelah mereka berada dikamar. { Berarti memang ada yang gak beres sama rumah ini}Dokter Adrian hanya terkekeh ringan. "Guduk omahe seng gak beres, tapi lemahe iki lho seng gak beres," sahut Dokter Adrian. {Bukan rumahnya yang gak beres, tapi tanahnya yang gak beres}"Awakmu kan dokter, kok iso eroh barang ngunu ki piye ceritane? Jajal cerito mbek aku sak iki, penasaran tenan awak ku!"{Kamu kan dokter, kok bisa melihat hal-hal tak kasat mata, itu gimana ceritanya? Coba cerita sama aku, penasaran soalnya}"Aku dewe yo gak eroh lho, padahal aku ki ra tau ngelmu. Mboh nyapo kok tiba-tib

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-01

Bab terbaru

  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 22

    Bab 22Mirah tidak mau mendengar alasan apapun yang diucapkan oleh Sriningsih. Tujuannya sudah bulat, ia ingin mengambil apa yang memang sudah seharusnya menjadi haknya sejak dulu. "Mbiyen, awakku ijeh ngekni kesempatan ndok awakmu. Makakne, bapak mu ijeh tak kekni kesempatan urep nanging wujude koyok ngono. Njut awakmu ambek aku nggae perjanjian, lak awakmu ingkar ambek janjine awakke dewe. Aku teko, pan mateni bapakmu. Sak iki lha nyapo, kowe kok ngalang-ngali aku!?" bentak Mirah tampak begitu marah. (Dulu, aku masih memberikan kesempatan padamu. Maka dari itu, bapakmu masih aku biarkan hidup hingga detik ini. Bahkan, kita berdua sampai membuat sebuah perjanjian, bukan? Jika sampai kamu melanggarnya, aku akan datang ke sini untuk mengambil nyawa bapakmu. Tapi kenapa sekarang kamu malah justru menghalangiku untuk membunuhnya!?)Sriningsih menangis tergugu. Kedua tangannya memegang kaki bagian bawah milik Mirah. Memohon agar memberikannya w

  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 21

    Bab 21"Karina!" pekik Karisma dan Dokter Adrian secara bersamaan. Keduanya berusaha untuk menahan tubuh Karina dengan menarik sebelah tangannya. Karina menjerit kesakitan sekaligus ketakutan. Sosok itu ternyata Mbah Bejo tetapi dengan versi wajah yang sangat mengerikan."Lepaskan adikku!" hardik Karisma sambil terus berusaha melepaskan cengkraman tangan Mbah Bejo di pergelangan tangan Karina. "Aku tidak akan melepaskannya begitu saja. Sudah berpuluh tahun lamanya, aku menunggu saat-saat ini untuk menghabisi seluruh keturunan Kuncoro. Hahaha!" ujarnya menyeringai. Karisma memberi kode kepada Dokter Adrian untuk menarik kuat tangan Karina sementara dirinya mencoba mengalihkan perhatian Mbah Bejo. Karisma melompat ke belakang tubuh lelaki tua nan menjijikan itu. Menjambak rambut gondrongnya, serta menendang sebelah kakinya hingga tersungkur. Akibat hal itu, cengkramannya pada Karina terlepas dan saat itulah

  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 20

    Bab 20Sriningsih dan Mbah Tejo menyalami wanita itu dengan takzim. Dia adalah Mirah Atmojo, bos dari Sriningsih dan juga Mbah Tejo. "Ngapunten, Ndoro ibu. Lapo kok mboten sanjang rumiyen nek sampun dugi mriki?," tanya Mbah Tejo halus tanpa berani menatap wanita tua itu. {Maaf, Juragan Ibu. Kenapa enggak bilang-bilang kalau sudah sampai di sini?} "Opo nek aku ngabari kowe iso jamin nek cah iki enggak bakalane mlayu ngindari awakku?" jari telunjuk Mirah menunjuk ke arah Sriningsih, tatapannya begitu dingin dan mematikan.{Apakah kamu bisa menjamin kalau orang ini tidak akan kabur demi menghindariku?}Mbah Tejo terdiam mendengar pertanyaan Mirah. Sementara Sriningsih terus tertunduk menatap lantai yang masih beralaskan tanah itu. "Ket mbiyen, awakmu wes tak kandani tho Nduk. Nek tugas iki abot, ora kabeh uwong iso nyonggo. King nyatane, sak iki omonganku kebukti, tho?" Suara Mirah begitu halus tapi terdengar sangat mengerikan ji

  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 19

    Bab 19"Mas, coba sampean sekarang cerita sama aku. Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Lastri pada lelaki yang ada dihadapannya. Terlihat Dokter Adrian seperti bingung harus menjelaskannya mulai dari mana. Semua terjadi secara tiba-tiba. "Aku bingung, Las. Entah kenapa, semenjak menginjak rumah itu. Mata batinku menjadi lebih sensitif, padahal sebelumnya enggak, lho." Lastri menundukkan wajah dalam, hati dan pikirannya bingung dengan keadaan yang tengah mereka alami. Tujuan datang ke sini untuk menyelamatkan adiknya, malah harus berakhir seperti ini. Bahkan, sekarang adiknya malah justru semakin dalam bahaya. Baik Lastri maupun Dokter Adrian sama-sama membisu, pikirannya menerawang ke alam bawah sadar masing-masing. Sebenarnya, Dokter Adrian ingin sekali berkata jujur pada Lastri. Namun, ia belum memiliki keberanian. Disamping itu juga, waktunya dirasa belum tepat. "Aku minta maaf ya, Las," ucap Dokter Adrian disela-sela ke

  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 18

    Bag 18Tubuh Lastri yang gemetaran melihat parang yang dipegang oleh Sriningsih dihunuskan kepada Adrian itu pun tak mampu berbuat apa-apa. Namun rupanya, Sriningsih hanya menggorok rambut Adrian saja. Seketika tubuh  Adrian terjerembab ketanah dan berhenti muntah darah. Lastri dan Adam mendekati tubuh Adrian yang terkulai sambil memandang sengit ke arah Sriningsih. "Katakan pada teman kalian, ilmunya di sini tidak ada apa-apanya. Nanti kalau sudah sadar, lekas bawa dia ke rumah Mbah Tejo!" "Baik, Mbak," jawab Pak Singgih, sementara Lastri dan Adam diam saja. Ketiganya menatap Sriningsih yang berjalan menjauh menuju rumah besar dengan tangan yang masih menggenggam rambut Adrian. Tak lama kemudian, Adrian pun tersadar. Pak Singgih dan Adam memapah tubuh Adrian menuju kerumah Mbah Tejo, Lastri membuntuti mereka dibelakang. Wajah Adrian begitu pucat, sejak tadi. Adam dan Pak Singgih mencoba mengaja

  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 17

    Bab 17Pak Singgih dan Adam menoleh, mereka melihat lelaki tua dengan sak berisikian rumput bertengger di punggungnya sedang menatap mereka berdua. Adam ingat dengan lelaki tua tersebut. Beliau sering mencari rumput di hutam jati dekat dengan gubuk yang mereka tempati. Tapi, kenapa malam-malam begini mencari rumput? Pikir Adam. Namun pikiran itu buru-buru ia tepis mengingat keadaan sedang genting. "Selamat malam, Mbah," seru Pak Singgih memberi salam lalu mencium tangan lelaki tua itu, Adam pun melakukan hal yang sama. Pak  Singgih menceritakan semuanya tanpa ada yang dikurangi atau ditambahi sedikitpun. Lelaki tua itu hanya berdiri diambang pintu sambil mengintip ke arah jendela. "Pirang ngatus pocong iki seng ngejar awakmu, Le?"{Berapa ratus pocong ini yang ngejar kamu, Nak?}Adam dan Pak Singgih ikut menatap keluar. Namun Adam tak dapat melihat apapun kecuali Pak Singgih. "Kalian pulang saja,

  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 16

    Bab 16 "Bukaken lawange!" teriak perempuan misterius itu. Mau tak mau, Pak Singgih pun beranjak dan membuka pintu. Terlihat perempuan itu tengah membawa parang. "Minggir, ben tak pedote sikile!" ujar perempuan aneh itu. {Minggir, biar saya saja potong kakinya!}Ia mendorong tubuh Pak Singgih kesamping agar memberinya jalan lalu dengan cepat ia mencengkram baju Adrian dan berujar. "Opo awakmu piker, bar reti sekabehane arak sak mudah iku lungo teko kene, Mas?" tatapannya tajam menghunus bak pedang dan nadanya begitu dingin. {Apa kamu pikit akan semudah itu bisa pergi dari sini setelah mengetahui semuanya, Mas?}"Mati aku!" batin AdamTadinya mereka semua kecuali Pak Singgih berfikir jika perempuan itu akan menghabisi Adrian dengan menggunakan parang yang ia bawa. Akan tetapi dugaan itu meleset terbukti dengan gerakan si wanita aneh itu yang kini melepaskan  cengkramannya pada pakaian Adrian. 

  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 15

    Bab 15"Ada apa ini sebenarnya, Adrian?" Adam mulai memberanikan diri untuk bertanya saat mereka berdua telah sampai di dalam gubuk.Lastri dan Pak Singgih menatap Adam dan Adrian secara bergantian dengan tatapan penuh kebingungan. Ketika Pak Singgih memperhatikan Adrian lebih seksama. Seketika ia tahu jika ada sesuatu yang tidak beres tengah menguasai tubuh Adrian hingga membuat pemuda itu seperti orang linglung. Pak Singgih kemudian menyuruh Adam untuk mengambil segelas air, lepas itu Pak Singgih membacakan entah apa lalu meniupkan kedalam gelas tersebut. Menyipratkan air keseluruhan tubuh Adrian dan terakhir mengusapkan kebagian wajah putihnya. Detik berikutnya, Adrian seperti baru tersadar. "Kita harus pergi dari sini secepatnya. Bahaya tengah mengintai kita semua. Tanah ini adalah tanah tumbal kerajaan pulung gantung!" tegas Adrian yang bergegas masuk kedalam kamar dan memasukkan semua barang-barang mereka kedalam t

  • Perjanjian Darah Keluarga Atmaja   Bab 14

    Bab 14"Wes bengi, sak iki turuo ndok omah kene wae," pinta Pak Singgih. { Sudah malam, sekarang kita tidur di rumah ini dulu saja}Mau tak mau mereka pun mengangguk meski sejujurnya merasa takut juga. Akan tetapi sudah tidak ada pilihan lain. "Berarti, trae omah iki gak beres," gumam Adam setelah mereka berada dikamar. { Berarti memang ada yang gak beres sama rumah ini}Dokter Adrian hanya terkekeh ringan. "Guduk omahe seng gak beres, tapi lemahe iki lho seng gak beres," sahut Dokter Adrian. {Bukan rumahnya yang gak beres, tapi tanahnya yang gak beres}"Awakmu kan dokter, kok iso eroh barang ngunu ki piye ceritane? Jajal cerito mbek aku sak iki, penasaran tenan awak ku!"{Kamu kan dokter, kok bisa melihat hal-hal tak kasat mata, itu gimana ceritanya? Coba cerita sama aku, penasaran soalnya}"Aku dewe yo gak eroh lho, padahal aku ki ra tau ngelmu. Mboh nyapo kok tiba-tib

DMCA.com Protection Status