Tolvanstad, Vitania Utara.Musim semi adalah waktu di mana bunga-bunga yang indah bermekaran. Ini adalah musim favorit bagi orang-orang untuk memetik tanaman hias nan cantik itu untuk dijadikan hiasan rumahnya ataupun diberikan pada kekasihnya.Bunga-bunga yang bermekaran menjadi ketertarikan tersendiri bagi masyarakat di wilayah pesisir utara Vitania tersebut. Bunga yang bermekaran itu didominasi oleh bunga tulip, bunga nasional Kerajaan Archipelahia.Sembari ditemani oleh hembusan angin pantai yang lembut, seorang gadis berambut perak pendek itu tengah mencari bunga tulip biru.“Duh, aku ingin sekali dapat bunga itu,” ucapnya.Biasanya bunga tulip biru cukup mudah untuk dicari. Namun entah kenapa di musim semi tahun ini bunga khas Vitania itu nampak sulit untuk ditemukan.Hampir setengah jam berlalu sejak gadis itu mencari bunga kesukaannya tersebut, hingga akhirnya sesuatu hal menarik perhatiannya dari balik semak-semak.“Eh, tunggu. Itu-“Gadis itu menyingkirkan sejumlah dedaunan d
Tolvanstad, Vitania Utara.Petang itu cuaca sangat gelap seperti akan ada badai besar yang menerjang. Angin pantai bertiup kencang.Dan bukan hanya itu, tersiar kabar juga pada penduduk desa selatan bahwa desa utara ‘dalam bahaya’. Masyarakat pun berkumpul di balai desa selatan.“Kenapa ini bisa terjadi?”“Apa yang harus kita lakukan?”“Kepala desa, kenapa ini?”“Kita harus segera selamatkan orang-orang di utara,”Balai desa selatan nampak dipenuhi oleh masyarakat yang berkumpul disana. Mayoritas dipenuhi oleh para kepala keluarga dan pemuda, termasuk ayah Rikka. Sementara itu putrinya tengah menunggu di teras rumahnya sambil menjaga ibunya di dalam. Gadis itu sebenarnya ingin mengetahui apa yang sedang terjadi di desa utara, namun sang ayah melarangnya untuk keluar dari rumah itu.Di tengah suasana yang cukup mencekam tersebut, terdengar suara sayup-sayup dari semak-semak di dekat rumahnya. Kebetulan semak-semak itu berada di dekat hutan di belakangnya.“Eh, apa itu?”Sebenarnya Rikka
Di bawah rintik hujan, para pengungsi dari Tolvanstad berjalan menyusuri jalan kecil berlumpur. Entah kemana lagi mereka akan pergi setelah kampung halamannya tergusur oleh proyek pertambangan mineral itu. Ganti rugi yang diberikan juga tidak cukup untuk mengganti semuanya. Kini mereka terpaksa mencari tempat tinggal yang baru.Kelompok mereka terpecah, dan salah satu kelompok mereka bergerak menuju selatan. Mereka sekarang berjalan menuju jalan raya dan mencari angkutan murah untuk mengangkut mereka semua. Adapun tujuan mereka menuju ke Trossbourgh, Matrotshaven, ataupun mungkin ke ibukota Chekovia.Mereka melewati sekumpulan ibu-ibu yang tengah berbincang di sebuah kedai. Sekilas mereka terdengar sedang membicarakan suatu hal.“Wah, kau dengar itu? Katanya pas penggusuran di Tolvanstad itu ada gadis kecil yang dipukuli Kochi gara-gara lempar molotov ya?”“Iya, itu. Memang tindakannya berlebihan, tapi ya harusnya para Kochi tidak perlu sampai memukuli bocah itu juga,”“Eh iya, katanya
Mereka menghentikan pertarungan. Keduanya saling melompat mundur begitu menyadari bahwa mereka pernah bersama sebagai sepasang sahabat yang berasal dari Tolvanstad.“Anne?”“Rose?”Keduanya seakan tak percaya dengan pertemuan yang tak terduga itu.“Tidak mungkin. Sejak kapan kau jadi gadis penyihir?” tanya Antilles.“Mustahil, kau juga,” ujar Rikka.Rikka Gallipolia alias Rose dan Antilles Samarchia alias Anne itu saling menatap satu sama lainnya. Keduanya tak menyangka bahwa mereka akan bertemu kembali setelah sekian lama terpisah, dan kini mereka dalam satu organisasi yang sama.“Sungguh, aku tidak percaya kalau kita bisa bertemu kembali disini,” ujar Rikka.Rasa rindu yang telah ia pendam sekian lama akhirnya tuntas sudah. Antilles atau Antillia sudah ada di depan matanya. Disatu sisi ia benar-benar bahagia bisa kembali bertemu dengan sahabat lamanya itu. Namun disisi lain ada satu pertanyaan yang terbesit di benaknya.“Anne, kenapa kau melakukan semua ini?”Rikka bertanya pada wan
Tak terasa mentari sebentar lagi terbenam di ufuk barat Vitania. Lampu-lampu di rumah warga dan jalan-jalan yang sering dilalui kendaraan mulai dinyalakan, menyambut kegelapan malam yang sebentar lagi akan tiba.Suasana Matrotshaven sebenarnya cukup ramai dan damai seperti biasanya. Namun kali ini tidak bagi Floria. Keberadaan Alisa yang merupakan seorang gadis penyihir Karelia sudah diketahui oleh Brigade Penyihir. Dirinya juga sudah dirapalkan sebagai ‘pengkhianat Vitania’ yang artinya dirinya sudah sah sebagai target pembunuhan gadis penyihir Vitania lainnya.BRUMM BRUMMUntuk menghindari kerumunan masyarakat, mereka pun terpaksa melewati jalan lingkar timur yang lebih sepi di tengah gerimis.“Sekarang kita harus kemana, Flo? Kita sudah tak bisa kembali lagi ke Selenaberg?” tanya Alisa.“Entahlah, aku juga tidak tahu,” jawab Floria. Keduanya nampak kebingungan untuk memutuskan pergi kemana. Sekarang mereka sudah tak bisa hidup dengan da
“Ti-tidak mungkin. Dia disini?”Flo benar-benar ketakutan melihat wanita bergaun putih itu. Sebagai bagian dari divisi spionase, dia hampir tau betul siapa saja gadis penyihir petinggi Brigade Penyihir yang memiliki kemampuan yang luar biasa. Tapi karena dirinya yang sekarang telah dicap sebagai pengkhianat, berhadapan dengan mereka adalah mimpi buruk baginya.“Floria Fresilca, peringkat 165 dari divisi spionase. Aku terkejut bisa bertemu lagi denganmu disini. Tapi kita sepertinya sudah berbeda posisi ya,” ucap wanita itu.Flo masih bergeming disana, tak mampu menjawab perkataannya.“Hei, wanita bergaun putih. Sebaiknya kau pergi sana sebelum kami bertindak tegas padamu,” ujar Mayer pada wanita itu.“Ah, sepertinya kalian terlalu bersemangat, ya. Aku pun belum memperkenalkan diriku loh,” katanya dengan tangan di pipi.“Jangan banyak tingkah. Sekali lagi kau mendekat maka kau akan kami habisi,”Mayer terlihat mengancam wanita itu, tapi ia malah tersenyum padanya. Entah apa yang dipikirk
WUSHHPertarungan sengit antara mereka bertiga pun dimulai tepat setelah Floria melepaskan sihir perisainya.WUSHH WUSHH WUSHHAlisa bergerak dengan sangat cepat kesana kemari layaknya angin topan. Saking cepatnya, Isabel tak mampu melihat pergerakannya. Namun hal itu rupanya masih belum apa-apa di mata wanita itu.“Percuma saja, gadis Karelia,”TOKKIsabel menghentakkan tongkatnya kembali ke tanah. Waktu pun seketika berhenti beserta seluruh objek yang ada di sekitarnya. Alisa yang terlihat bersiap menyerang wanita itu dengan belatinya juga nampak diam melayang.Hal itu pun dimanfaatkan Isabel untuk menghabisinya, sama seperti yang ia lakukan pada Mayer.“Sayang sekali kau kurang cepat,”Isabel menyayat leher Alisa dengan pisaunya. Hal itu pun membuat lehernya mengeluarkan cairan. Namun cairan yang keluar dari lehernya itu bukanlah darah, melainkan air biasa. Hal tersebut sontak membuat Isabel terkejut.“Apa? Sihir bayangan?”Isabel menghentakkan tongkatnya kembali ke tanah dan membua
Distrik Schtiria, Kota Trossbourgh, Vitania Utara.Wilayah itu merupakan distrik paling selatan diantara 5 distrik yang membentuk kota tertua di Vitania tersebut. Berbeda dengan Distrik Helzenburg dan Wiensmark yang merupakan daerah urban, Distrik Schtiria merupakan wilayah suburban dengan jumlah penduduk yang tidak terlalu banyak. Wilayah pemukiman penduduknya juga tidak terlalu padat karena lebih dari 50% wilayah distrik ini merupakan perkebunan milik warga.Dengan didukung tanahnya yang lebih subur dibandingkan distrik lain di Trossbourgh, masyarakat Schtiria kebanyakan berprofesi sebagai petani di kebun-kebun mereka. Hasil perkebunan itu yang nantinya mereka jual di beberapa sudut kota.Hal ini juga dilakukan oleh dua orang gadis muda yang tinggal bersama ibu mereka. Dengan menanam berbagai jenis sayuran, mereka juga menjualnya ke pusat kota untuk membiayai kehidupan keluarganya.Terlihat seorang gadis muda yang menghampiri gadis lain yang merupakan kakaknya sembari menunjukkan seb
Awan gelap mulai menutupi sinar Formalha, pertanda hujan akan turun di ibukota Sentralberg. Angin pun berhembus walau tak kencang.Sementara itu di pusat kota, suara ledakan, tembakan, hingga adu sihir sudah tak terdengar lagi. Menyerahnya Rocky Calais menjadi penanda bahwa operasi pembebasan itu telah selesai. Mereka semua sudah menang.Putri Inori menghampiri Rocky Calais yang sudah tertunduk lesu tanpa kedua tangannya. Cucu terakhir Sazali Fatir itu mengambil mahkota yang sudah berlumuran darah di samping pria tersebut.“Dengan ini semuanya sudah berakhir, Rocky Calais,” tegas Inori.Pria itu tak menanggapinya dan hanya tertunduk lesu.Angin pun berhenti berhembus. Suasana menjadi hening. Akan tetapi, teriakan seorang gadis tomboy tiba-tiba memecah kesunyian.“HEI, KAK ALISA!! KAK ALISA!!”Inori menoleh ke arah sumber suara. Terlihat seorang gadis penyihir dengan pakaian biru crop top dan celana pendek serta topi sailor putih berusaha membangunkan seorang gadis lain di depannya. Me
WUSHHPusaran angin yang sangat kencang itu tiba-tiba menghilang tanpa sebab. Lingkaran sihir yang sebelumnya berputar di udara juga lenyap tak bersisa. Kini yang terlihat hanyalah seorang Alisa Garbareva yang tengah mengangkat belatinya ke langit tanpa dikelilingi sihir apapun, serta Linne Helenawicz yang sedang memegangi kaki seniornya itu. Tak lama kemudian gadis Telhi itu menurunkan tangannya dan melepaskan belatinya. Mereka pun selamat.“Huh, syukurlah, aku berhasil,” ucap Linne sambil ngos-ngosan.Semua orang sontak terpaku, sebagiannya lagi menghela napas setelah peristiwa yang hampir meluluhlantakkan seluruh permukaan Planet Kamina itu nyaris terjadi.“Huff...”Putri Inori menghela napas dengan tangan di dada. Ia tak mampu berkata apapun melihat tindakan berani gadis tomboy itu.Suasana pun mendadak sunyi, akan tetapi kesunyian itu terhapus setelah dua orang mendobrak pintu bawah istana. Terlihat seorang pria berjas hitam dengan topi homburg yang ditemani seorang gadis penyihi
Angin berhembus semakin kencang. Suara adu senjata hingga ledakan sihir masih terdengar di seantero ibukota Sentralberg. Namun tidak ada hal lain yang bisa dilakukan oleh seorang Alisa Garbareva. Gadis Telhi itu hanya tersimpuh dengan tatapan kosong. Di depannya terbaring kaku tubuh sahabatnya, Floria Fresilca yang sudah tak memiliki cincin Angke di jemarinya.Sementara itu di depannya berdiri seorang pria dengan gagah jumawa lengkap dengan pakaian kebesarannya. Dirinya tersenyum lebar seakan dia telah memenangkan pertarungan itu.“Keren sekali,” ujarnya.Tak lama kemudian dari pintu di belakang Alisa keluarlah sejumlah orang dengan berbagai senjata lengkap, para gadis penyihir dengan Posacca mereka serta sejumlah pemuda bersenjatakan Politia. Muncul juga seorang wanita muda yang merupakan pemimpin dari gerakan itu.“Rocky Calais.”Di samping wanita muda itu terlihat pula seorang gadis penyihir bersenjatakan pistol perak yang langsung menyahut begitu melihat dua orang yang tak asing b
“Uhuk... uhuk...”Debu yang berterbangan dari reruntuhan itu membuat keduanya terbatuk-batuk. Kedua gadis itu terjatuh dari lantai atas akibat sebuah ledakan hingga terhempas ke lantai bawah. Namun untungnya mereka masih selamat.Perlahan debu pun menghilang dan mereka berdua bisa melihat apa yang sedang terjadi di sekitarnya.“Hah? Jadi ini...”Alisa dan Floria begitu tercengang melihat pertempuran besar yang sedang terjadi tepat di depan mata kepala mereka sendiri. Askar, Patrol, gadis penyihir, hingga masyarakat biasa, semuanya saling bersatu dalam pertarungan melawan para penjaga Sentralberg.Alisa menoleh ke berbagai arah. Terlihat beberapa orang saling bertarung dengan menggunakan senjata. Masyarakat biasa beserta Patrol dan Askar menggunakan Politia, sementara gadis penyihir dengan Posacca. Sementara itu di atas langit terlihat pula sihir perisai 'Skyoldir' yang mengurung mereka semua disana.Dirinya juga menoleh ke arah samping. Terlihat sejumlah orang yang tergeletak tak berd
Hawa dingin menembus kulit mereka berdua. Perlahan keduanya pun membuka mata.“Dimana ini?”Dua gadis itu mendapati diri mereka terbaring di atas lantai dalam sebuah ruangan yang dingin dan cukup gelap. Mereka menengok ke sekitar. Terlihat ada sejumlah peralatan aneh berwarna perak yang tersimpan di sebuah lemari berwarna putih.“Ini, laboratorium?”Alisa perlahan berusaha bangkit. Begitu pula dengan Floria yang juga terbaring di sampingnya. Mereka nampak masih kebingungan dengan apa yang terjadi, kenapa mereka bisa ada di tempat itu.“Ah, sial. Si Iskarius itu.”Flo sepertinya sudah menyadarinya.“Flo? Siapa?” Alisa bertanya-tanya apa maksud sang sahabat.“Iskarius, penasehat Gubernur Karelia itu. Dia ternyata mata-mata kerajaan pusat. Dan dia berhasil menculik kita ke tempat ini,” jelas Flo.“Oh begitu ya.”Alisa hanya bergeming mendengarnya.“Eh iya, ngomong-ngomong kita dimana?” tanya gadis Telhi itu lagi.Flo menggelengkan kepala.“Aku juga tidak tahu. Tapi sepertinya ini suatu t
Topi homburg yang dikenakannya ia berikan pada seorang gadis berambut pendek dengan pakaian serupa di sampingnya. Pria itu lalu memberikan hormat pada sang raja beserta empat kepala daerah. Dirinya nampak tersenyum pada semua orang, tapi cukup jelas ekspresinya itu hanyalah senyuman licik. Setidaknya itu yang dipikirkan oleh Gubernur Alistair.“Sekali lagi maafkan saya atas keterlambatan ini,” ucap Bob.“Sudah-sudah. Tak perlu bicarakan itu lagi. Sekarang kita kembali ke pembahasan awal,” ujar Rocky.Bob dengan berkas di tangan kirinya lalu berdiri di samping sang raja.“Jadi, pembahasan rapat ini sudah sampai mana, Yang Mulia?” tanya Bob kembali.“Ah, aku senang kau bertanya.”Sang raja lalu menunjuk ke arah keempat kepala daerah dengan ekspresi marah.“Mereka ini payah. Mereka berempat malah menyalahkan aku atas segala permasalahan di daerah otonom akibat ketidakbecusan mereka. Dan saat aku akan menendang mereka, dengan liciknya mereka malah mempermainkan aku. Hutan Schwitz, pertamb
Sinar bintang biru Formalha menyinari Sentralberg di pagi itu. Suara hiruk pikuk Carreta dan Motosicca yang berlalu lalang di jalanan beraspal hitam mewarnai suasana ibukota Kerajaan Archipelahia tersebut. Berbeda dengan kondisi di daerah otonom yang sedang carut marut, disini hampir semua orang beraktivitas seperti biasa.Begitu pula di Istana Perak tempat Raja Archipelahia bersinggasana. Tidak ada sesuatu yang terlalu urgent. Hanya terlihat sedikit penambahan pasukan penjaga di sejumlah titik. Bendera biru Archipelahia masih berkibar dengan gagahnya di puncak tiang tertinggi.Kondisi di dalam istana tak terlalu berbeda. Terlihat sejumlah penjaga tengah berlalu lalang, sedangkan sebagiannya lagi berdiri tegap setiap ada petinggi wilayah yang berjalan di depan mereka.Seorang pemuda berjas hitam dengan lencana surya kuning di sakunya berjalan melewati para penjaga itu. Terlihat pula seorang gadis muda berambut coklat dengan pakaian kasual lengan panjang serta rok yang tak terlalu lebar
Lokasi rahasia, Ibukota Chekovia, Daerah Otonom Vitania.Sebuah ruangan besar menyerupai aula berdiri megah di dalam ruang bawah tanah raksasa. Ruangan itu diperkirakan cukup untuk menampung hampir 10 ribu orang. Kini, sekitar lebih dari 8 ribu gadis penyihir anggota Brigade Penyihir Garis Depan Vitania berkumpul di tempat itu. Kebanyakan dari mereka adalah para petinggi brigade serta gadis penyihir tingkat tinggi yang memegang peranan penting dalam organisasi paramiliter dengan anggota nyaris 100 ribu orang itu.“Rapat akbar? Apakah ada hal yang sangat penting sampai kita semua dipanggil ke tempat ini?”“Entahlah, ini perintah langsung dari Pemimpin Utama.”“Kalau yang kumpul sebanyak ini, berarti akan ada suatu operasi besar. Apa mungkin ini adalah puncak dari perjuangan kita?”“Keren sekali. Tinggal selangkah lagi kita akan memperoleh kemerdekaan.”Para gadis penyihir saling berbincang memecah suasana malam itu. Tak berselang lama, sang pemimpin utama Brigade Penyihir, Sylvie Schwa
Angin berhembus cukup kencang di cuaca yang cerah itu. Kurang dari 24 jam lagi rencana besar yang telah disepakati dalam rapat rahasia akan dilaksanakan. Namun di atas permukaan tanah itu nyaris tidak ada siapapun. Semuanya nampak sepi.Alisa duduk di sebuah bangku taman, namun tidak ada bunga yang mekar di sekitarnya. Yang ada hanyalah wilayah kosong yang nyaris rata dengan tanah. Terlihat sejumlah kecil puing bangunan yang belum dibersihkan. Suasana Kartovik wilayah timur itu kini bak kota mati, bahkan mungkin seperti hamparan tanah luas tak bertuan.Alisa menutup matanya sambil menengadah ke langit. Dirinya mengingat segala hal yang pernah terjadi di tempat itu bersama teman-temannya.“Sebentar lagi, semua penderitaan ini akan berakhir. Tapi, ini terlalu sunyi. Aku kesepian,” ungkap Alisa dalam hati.Perlahan air mata menetes dari pelupuk mata gadis Telhi itu. Ia benar-benar merindukan semuanya. Kehidupan yang damai, sekolah, serta kawan-kawan. Namun sekarang semuanya telah sirna.