Di sisi lain, Dewina menawan sekaligus sedikit ceria. Kedua kualitas yang saling bertentangan ini dimiliki Dewina, membuatnya sangat menggoda.Wira menarik napas dalam-dalam, lalu buru-buru berkata, "Nona Dewina, sebaiknya kamu nggak melakukan ini di depanku. Pengendalian diriku nggak sebagus itu."Dewina sontak terkekeh-kekeh sambil menutupi bibirnya. Kemudian, dia berkata, "Sudah, aku pergi dulu. Sampai jumpa besok."Dewina keluar dari pintu bertepatan dengan Biantara dan yang lainnya masuk. Melihat penampilan berantakan wanita itu, Danu dan Mandra langsung tercengang. Sebaliknya, Biantara hanya tersenyum tipis.Setelah Dewina pergi, Danu berseru, "Astaga, ternyata benar! Biantara, ucapanmu sama sekali nggak salah!"Biantara berkata bangga, "Sudah pasti. Penilaianku ini akurat lho!"Saat ini, Wira yang keluar dari ruang kerja langsung melihat ekspresi aneh ketiga orang itu.Wira tertegun sejenak, tetapi sebelum dia sempat bicara, Biantara sudah menangkupkan tinjunya dan berujar, "Wir
Segala sesuatu sudah diatur dengan baik. Keesokan malam, Wira muncul di Restoran Sentosa. Selain Wira, ada pula Dewina, Mandra, dan pelayan pribadi Dewina. Orang-orang ini memesan semeja berisi hidangan lezat di Restoran Sentosa."Makan dulu, setelah itu baru bertindak," ujar Wira sambil terkekeh-kekeh. Dia pun mulai makan.Restoran Sentosa ini layak menyandang reputasi sebagai restoran terbaik di Kerajaan Agrel. Semua hidangannya benar-benar enak."Oke," sahut Dewina sambil tersenyum. Dia juga menyantap makanan dengan hati gembira.Pada saat itu, seseorang mengetuk pintu dua kali dengan pelan. Wira tersenyum, lalu menatap Dewina seraya berkata, "Orangnya sudah datang, sekarang semua tergantung padamu."Dewina segera mengangguk, lalu melangkah keluar.Saat ini, Gilang datang bersama dua anak buahnya untuk makan. Beberapa hari terakhir, dia selalu datang ke sini. Bukan karena dia sangat menyukai makanan di Restoran Sentosa, tetapi karena dia tengah gundah. Ayahnya ingin memberontak, tet
"Kak Gilang, sudahlah, lupakan saja!" bujuk Dewina buru-buru.Akan tetapi, Gilang sama sekali tidak mendengarkan. Dia langsung menendang pintu ruangan dan berseru marah, "Wira! Berani sekali kamu!"Begitu masuk, Gilang langsung melihat Wira yang tengah menyantap makanan dengan santai. Alhasil, amarahnya makin menggelegar.Melihat kedatangan Gilang, Wira langsung bertanya, "Siapa kamu?""Aku Gilang, putra Raja Ararya. Aku kepala eksekutor pasukan Kerajaan Agrel!" jawab Gilang sambil mendengus dingin.Mendengar itu, Wira sontak tertawa, lalu berkata, "Rupanya kamu kepala eksekutor yang baru dipromosikan itu. Aku benaran nggak mengerti kenapa Ibu Suri masih membiarkanmu memegang posisi ini. Aih ... Ibu Suri terlalu baik hati. Seharusnya orang-orang dari kediaman Raja Ararya nggak boleh dibiarkan hidup!" ujar Wira tanpa belas kasihan.Ucapan itu membuat Gilang tidak bisa menahan amarahnya lagi. Dia menggebrak meja dan membentak, "Apa kamu bilang? Kubunuh kamu!" Mata Gilang berapi-api. Tad
Wira melirik Gilang. Nyawa orang ini baru saja terancam, tetapi dia masih sempat-sempatnya memperingatkannya. Namun, Wira memang sengaja bersikap seperti ini. Jika tidak, rencananya tidak akan berhasil.Mandra terluka saat Wira juga ada di sana, ini adalah bukti terbaik! Tidak peduli seberapa pintar Raja Ararya, dia tidak akan pernah bisa menebak strateginya."Gilang, aku akan mengingat pesanmu. Tenanglah, aku akan memperlakukannya dengan baik," ujar Wira. Kemudian, Wira langsung pergi bersama orang-orangnya.Gilang menarik napas dalam-dalam. Saat melihat kaca jendela yang pecah, dia tidak bisa menyembunyikan amarahnya."Tuan, siapa orang yang berencana membunuhmu malam-malam begini?" salah satu pengawal Gilang bertanya dengan ekspresi terkejut di wajahnya.Mendengar ini, Gilang sontak mendengus, lalu berkata dengan raut dingin, "Siapa lagi? Huh! Selain dia, aku nggak kepikiran orang lainnya!"Gilang kembali ke kediaman Raja Ararya dengan marah, lalu menceritakan segala yang terjadi ke
Usai Raja Ararya berkata demikian, Gilang tak kuasa bertanya, "Ayah, tapi kita sudah berkomitmen untuk berseberangan dengan Ibu Suri, jadi kenapa dia masih melakukan ini?"Raja Ararya melanjutkan, "Berseberangan dan memiliki dendam itu sedikit berbeda. Mungkin saat berseberangan sebelumnya, kita masih menyisakan ruang untuk berkompromi. Tapi sekarang, setelah ada dendam pembunuhan, itu menandakan bahwa perdamaian nggak akan pernah terjadi lagi. Kediaman Raja Ararya pasti akan murka!""Tapi ... dia melakukan semua ini juga demi alasan kedua, yaitu setelah kamu mati, Kediaman Raja Ararya nggak akan memiliki keturunan lagi! Dalam keluarga kerajaan, keturunan adalah yang paling penting. Begitu kamu mati, garis keturunanku akan terputus. Kalaupun kita menang, itu nggak berarti apa-apa," jelas Raja Ararya."Semua orang di Kerajaan Agrel juga menyaksikan. Aku akan makin tua dan nggak ada yang menggantikanku. Sementara itu, Raja Byakta memiliki banyak keturunan. Masa depan kerajaan pasti bera
Wira tersenyum sambil menggelengkan kepala. Melihat reaksi seperti ini, Biantara tertegun sejenak dan tampak bingung. Itu sebabnya, dia bertanya, "Kenapa? Apa perkataanku salah?"Wira mengangguk sembari menjawab, "Benar, tapi nggak sepenuhnya benar juga."Biantara pun makin kebingungan. Dia segera bertanya, "Apa maksudnya?"Wira menjelaskan, "Sangat sederhana. Kalau aku mencoba membujuknya untuk mendukung Ibu Suri, dia pasti akan merasa kesal. Bagaimanapun, dia adalah Raja Ararya. Dia adalah orang yang sangat angkuh sehingga nggak akan mudah diajak berkompromi."Pada saat ini, Biantara tak kuasa bertanya, "Jadi, apa yang akan kamu katakan?""Jangan khawatir, pasti ada jalan keluarnya!" Usai mengatakan itu, Wira pun menguap dan melihat jam sekilas. Ini sudah waktunya dia pergi. Dengan diantar di belakang, Wira pun menaiki kuda dan langsung menuju Kediaman Raja Ararya. Setelah melakukan begitu banyak persiapan, kini sudah waktunya untuk membahas segalanya dengan Raja Ararya.Sementara it
Wira tidak terlalu peduli. Dia hanya tersenyum acuh tak acuh sembari merespons, "Baguslah kalau begitu. Karena Raja Ararya setia pada istana, Ibu Suri bisa merasa tenang. Kalau begitu, aku nggak akan meminta imbalan apa pun, cukup dengan ... 100 miliar gabak saja."Setelah Wira mengucapkan itu, Raja Ararya tampak tak acuh. Uang sejumlah 100 miliar gabak bukanlah jumlah besar bagi Kediaman Raja Ararya."Tentu nggak masalah. Tuan Wira sudah menyelamatkan nyawa anakku. Uang sesedikit itu nggak ada apa-apanya," jawab Raja Ararya sambil tersenyum santai.Setelah mendengar ini, Wira pun berkata sambil tersenyum, "Sepertinya Raja Ararya sangat kaya. Kalau begitu, mari kita membahas urusan penting sekarang."Usai mendengarkan perkataan Wira, Raja Ararya mengamatinya seraya tersenyum acuh tak acuh. Setelah sekian lama, dia pun berkata, "Baiklah, jadi ada apa Tuan Wira datang kemari hari ini?"Wira yang mendengar pertanyaan itu segera menjawab dengan santai, "Tentu saja tentang upaya pembunuhan.
Raja Ararya memahami situasinya dengan baik, jadi dia tidak membalas perkataan Wira. Sebaliknya, dia tersenyum dan bertanya dengan santai, "Karena Tuan Wira mengatakannya dengan begitu jelas, bagaimana kalau kamu memberiku petunjuk? Aku cukup penasaran."Saat mengatakan hal itu, Raja Ararya tampak tersenyum. Wira memandang pria tua ini dengan heran, dia memang adalah orang yang licik. Dia lagi-lagi menempatkan Wira dalam keadaan sulit. Akan tetapi, Wira tidak peduli. Pada titik ini, memang ada beberapa hal yang harus diucapkan."Raja Ararya, petunjuk dariku sama sekali nggak penting. Semuanya tergantung pada pilihanmu," ucap Wira.Raja Ararya pun terdiam sejenak, lalu dia bertanya sambil tersenyum, "Pilihan apa yang kamu maksud?""Raja Ararya, aku sudah berbicara dengan tulus dan terbuka kepadamu, tapi kamu malah mengucapkan hal-hal yang ambigu. Apakah ini memang sikap raja di Kerajaan Agrel? Apakah ini sikap seorang raja yang berkuasa di Kerajaan Agrel?" tanya Wira.Wira mendengus din
"Apa mereka benar-benar akan mencari masalah denganmu cuma karena perkataan sepihak dari Wira?" tanya Caraka dengan bingung."Sebenarnya, aku memang menyembunyikan banyak hal tentang identitasku dari kalian. Aku memang berasal dari wilayah barat dan juga orang Lembah Duka.""Sayangnya, ada aturan di Lembah Duka yang melarang orang-orang di dalam untuk keluar. Mereka hanya bisa tinggal di dalam lembah.""Ini merupakan pembatasan yang ditentukan oleh penguasa wilayah barat dengan Lembah Duka sejak bertahun-tahun yang lalu. Selama bertahun-tahun, nggak ada yang berani mematahkan kesepakatan ini.""Ini bukan karena orang-orang di dalam sana nggak mendambakan dunia luar, tapi karena ketua lembah saat ini sangat kolot. Jadi, nggak ada yang berani mengganggunya.""Kalau sampai seseorang membuatnya marah, hasilnya akan jauh lebih buruk dari kematian. Aku bahkan harus mengerahkan seluruh kekuatan untuk keluar dari Lembah Duka. Untungnya, aku bisa sampai di sini.""Tapi, kalau mereka tahu ke man
Wira tersenyum dan menepuk bahu Agha, lalu perlahan-lahan berkata, "Aku rasa nggak begitu. Kamu tadi sudah menakuti Saka. Ditambah lagi, cara Nona Wendi menyerang juga berhasil membuat para prajurit itu takut untuk menyerang. Kalau mereka tetap berada di sini, mereka akan ketakutan sampai nggak punya daya tarung lagi.""Daripada begitu, lebih baik mereka segera pergi dari sini. Kalau aku yang berada di posisi mereka, aku juga akan begitu."Meskipun Wira berbicara dengan santai, dia tahu jelas Saka bukan orang yang sembarangan dan memiliki pemikiran yang sama dengannya. Selain itu, Saka juga terampil dalam memimpin pasukan dan semua bawahannya adalah pasukan elite.Sepertinya, saat kembali ke Provinsi Tengah nanti, Wira merasa dia harus lebih berhati-hati. Jika pergerakan mereka ketahuan Saka, pasti akan ada pertempuran sengit dan situasinya bahkan lebih buruk dari sekarang. Bagaimanapun juga, Provinsi Tengah adalah wilayah kekuasaan Saka."Kita lanjutkan perjalanan kita. Selagi mereka
Jika Wendi tidak berada di sana, Saka tentu saja akan langsung turun tangan. Namun, setelah melihat cara Wendi bertarung, dia juga tidak berani mendekat. Dia khawatir jika terkena bubuk putih itu, nasibnya juga akan sama dengan orang-orang yang terjatuh ke tanah itu. Nyawanya lebih berharga daripada mereka, dia jelas tidak bisa mengambil risiko ini."Kenapa kalian masih berdiri di belakangku? Para sampah nggak berguna ini sudah mulai ketakutan. Kalau nggak ada yang membuka jalan untuk mereka, mereka nggak akan berani bergerak. Apa kalian ingin terus menunda waktu di sini? Cepat pimpin mereka untuk menyerang dan segera tangkap orang-orang itu," perintah Saka.Saka memang tidak berniat untuk turun tangan, tetapi dia menyerahkan tugas berat ini pada beberapa wakil di belakangnya. Mereka biasanya sangat berkuasa dam sudah diam-diam melakukan banyak hal di belakangnya. Namun, dia hanya mengawasi dan tidak terlalu memedulikan urusan kecil itu karena dia sendiri juga sering melakukan hal buru
Krak!Saka mengepalkan tinjunya dengan sangat erat dan tatapannya juga terlihat sangat dingin. Dia sudah memberikan tawaran yang bagus, orang lain pasti tidak akan bisa menahan godaan seperti itu jika berada di posisi Agha.Selain itu, Saka merasa orang yang berada di pihaknya bukan hanya hidup mewah, mereka juga bisa memperluas wilayah. Ini adalah masa depan yang diinginkan seorang perwira militer, tetapi Agha malah menolak tawarannya.Saat memikirkan hal itu, Saka kembali berteriak dengan marah, "Jadi, kamu bersikeras ingin melawanku?""Kalau begitu, kenapa? Kalian sendiri yang berkali-kali mencari masalah dengan kami. Dilihat dari sikapmu, sepertinya kamu ingin membantaiku ya? Kalau begitu, ayo ke sini," teriak Agha yang juga tidak mau kalah.Selain Wira, Agha sama sekali tidak peduli pada siapa pun di dunia ini dan kata-kata orang lain juga dianggapnya hanya angin lewat saja. Saat masih berada di Provinsi Yonggu, bahkan Danu pun tidak bisa memerintahnya. Apalagi sekarang, apa artin
"Terima kasih, Nona Wendi. Kamu ini memang sangat hebat. Kalau obat penyembuh luka ini dijual, pasti akan ada banyak orang dari wilayah barat sampai ke Provinsi Yonggu yang ingin membelinya," kata Dwija dengan segera.Sebelum bergabung dengan Gedung Nomor Satu, Dwija selalu berkelana di dunia persilatan dan sudah melihat banyak obat yang luar biasa. Namun, ini pertama kalinya dia merasakan obat yang memiliki efek yang begitu luar biasa. Sungguh luar biasa!Namun, Wendi tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya mengiakan perkataan Dwija dengan tenang dan terus mengamati Agha yang sedang bertarung.Saat Wira dan yang lainnya sedang berbicara, Agha tetap terus bertarung dengan Saka. Mereka saling menyerang dan bertahan dengan sengit. Untungnya, dia juga bukan orang biasa, kekuatannya tentu saja tidak boleh diremehkan. Meskipun senjatanya tidak begitu cocok, dia tetap melawan musuhnya dengan luar biasa.Sebaliknya, Saka memang masih bisa menahan serangan Agha, tetapi dia tahu jelas kekuatannya m
"Kita tetap harus membuat mereka tunduk dulu. Lagi pula, aku juga sudah lama nggak berduel dengan orang lain. Hari ini adalah kesempatan yang baik untuk meregangkan otot-ototku," jawab Saka sambil tersenyum sinis dan langsung berada di hadapan Agha.Tak lama kemudian, dia menarik pedangnya dan langsung menyerang kepala Agha. Jika terkena serangan itu, Agha pasti akan mati atau terluka parah.Agha segera mengangkat kedua paling ke atas kepala dan bersiap menahan serangan Saka.Terdengar suara yang nyaring saat kedua senjata berbenturan dan keduanya juga langsung mundur dua langkah."Jenderal Saka ini memang hebat, bahkan Agha pun terpaksa mundur beberapa langkah. Sepertinya, gelar orang terkuat di wilayah barat ini memang bukan omong kosong. Kalau dia nggak kuat, mungkin sekarang tubuhnya sudah hancur berkeping-keping," kata Wira dengan tenang.Wira tadi terus mengamati pertarungan kedua pria itu, sehingga dia tahu Agha tidak menahan dirinya dan langsung mengeluarkan serangan mematikan.
Jika terkena serangan itu, Dwija pasti akan langsung mati. Namun, karena pertarungan sebelumnya, lengannya sudah tidak bisa diangkat lagi dan kecepatannya juga berkurang banyak. Selain itu, pedangnya juga terlempar agak jauh, mustahil baginya untuk menahan serangan ini.Saat pedangnya hampir mengenai tenggorokan Dwija, Saka malah menghentikan langkahnya. Dia menatap Wira dengan dingin dan berkata dengan tenang, "Kemampuan anak buahmu ternyata hanya begitu. Awalnya aku pikir dia sangat hebat. Ternyata sudah menyergap pun, dia tetap nggak bisa melukaiku.""Sepertinya, kalian hanya bisa menindas orang seperti kakakku saja. Kalau melawan kami, hasil akhirnya kalian juga tetap sama."Melihat ekspresi Saka yang meremehkan, Wira sangat ingin mengeluarkan pistolnya dan langsung menembak Saka. Saka sudah bersekongkol dengan orang seperti Yasa, berarti Saka ini juga bukan orang baik dan tentu saja tidak boleh dibiarkan hidup lebih lama. Namun, jika dia membunuh Saka, mereka akan kehilangan pelin
"Bagus sekali. Sepertinya kamu cukup hebat. Kalau begitu, biar aku lihat seberapa hebat kemampuanmu," kata Saka yang tertawa, bukannya marah. Dia menghunus pedangnya dan segera bertarung dengan Dwija."Aku juga ingin melihat seberapa hebat kemampuan kalian," kata Dwija.Para prajurit tetap mengelilingi Wira dan kelompoknya, sama sekali tidak memedulikan Dwija. Bahkan para wakil jenderal yang berdiri di belakang Dwija juga tidak bergerak. Terdengar beberapa komentar dari kerumunan itu."Anak ini ternyata ingin menantang Jenderal. Kalau tahu begitu, kita nggak perlu repot-repot menggunakan begitu banyak trik.""Jenderal tentu saja akan memberinya kesempatan itu.""Kekuatan Jenderal nggak tertandingi. Bahkan di seluruh wilayah barat ini, nggak ada yang bisa menandinginya.""Orang ini benar-benar nggak tahu diri. Cari masalah sendiri.""Mereka sudah menyakiti kakaknya, mana mungkin Jenderal akan melepaskan mereka begitu saja. Sekarang kebetulan dia bisa memberi mereka pelajaran."Namun, Wi
Sejak Wira membawa mereka ke wilayah barat, Agha dan Dwija sudah tahu perjalanan ini akan sangat berbahaya. Jika tidak memiliki tekad yang kuat, mereka tidak mungkin mengikuti Wira sampai sejauh ini. Begitu juga dengan Wendi."Kamu memang berani dan cerdik, hampir saja berhasil menipuku. Tapi, apa benar kita nggak punya dendam? Kamu mungkin nggak mengenalku, tapi aku kenal kamu. Kamu nggak mungkin sudah melupakan Tuan Yasa yang baru saja mati di tanganmu secepat ini, 'kan? Kelihatannya kamu masih muda, harusnya ingatanmu nggak seburuk itu," kata Saka sambil perlahan-lahan mendekati Wira.Sementara itu, wakil jenderal itu juga sudah kembali berdiri di belakang Saka.Wira akhirnya mengerti apa yang sudah terjadi, ternyata semua ini karena dia sudah menyinggung Yasa. Sebelumnya, dia masih tidak mengerti mengapa Yasa yang begitu tidak berlogika itu bisa berkuasa di tempat itu begitu lama. Apakah tidak ada orang di Provinsi Tengah yang sanggup melawan Yasa? Mengapa pejabat di sana juga tida