"Tuan Huben, menurutmu apa yang direncanakan Keluarga Oesman? Mereka bisa mengakhiri masalah ini setelah memberiku uangnya. Masa mereka sengaja menundanya?" tanya Wira sembari melipat lengannya di depan dada.Huben yang duduk di samping pun menggeleng dan membalas, "Aku nggak bisa menebak isi pikiran Raju. Tapi, menurutku dia nggak bodoh. Dia nggak mungkin menuruti permintaan kita begitu saja. Hanya ada dua kemungkinan, yaitu mereka sedang mengumpulkan uang atau melarikan diri."Tiba-tiba, Huben terpikir akan sesuatu sehingga meneruskan, "Aku tahu kamu pasti sudah mengatur mata-mata di depan kediaman mereka, 'kan? Apa pun yang mereka lakukan, kamu bakal tahu semuanya."Wira mengangguk sembari tersenyum tipis. Huben memang sepemikiran dengannya, tetapi pria ini juga berbahaya. Setelah berinteraksi selama 2 hari, Huben seperti bisa membaca isi pikiran Wira. Huben tahu semua keputusan yang dibuat oleh Wira. Pantas saja, Sekte Kegelapan sekalipun ingin merekrut pria ini.Tiba-tiba, terdeng
"Benar-benar ide cemerlang." Ketika Raju dan lainnya masih mengobrol, tiba-tiba terdengar suara familier. Saat berikutnya, beberapa sosok yang berada di kegelapan muncul satu per satu. Dilihat dari situasi ini, sepertinya mereka sudah bersembunyi di sana sejak tadi."Wi ... Wira!" Raju yang berdiri di barisan paling depan sontak terbelalak dan menatap Wira. Setelah itu, dia tanpa sadar bertanya, "Kenapa kamu bisa di sini?"Raju punya firasat bahwa Wira sudah mengetahui rencana mereka sejak awal. Wira tampak melipat lengannya di depan dada. Dia menunjukkan senyuman mengejek sambil menyahut, "Seharusnya aku yang bertanya begitu, 'kan?""Aku ... aku cuma ingin mengunjungi kerabatku. Besok pagi aku akan pulang kok. Tolong jangan salah paham. Aku nggak berniat untuk melarikan diri!" Ucapan Raju ini seperti pengakuan dosanya. Saking paniknya, dia telah mengungkapkan isi pikirannya.Wira terkekeh-kekeh sinis sambil mendekati Raju. Pada saat yang sama, para petarung yang disewa Raju juga maju
Kalau bukan karena Wira tiba-tiba muncul di Kota Limaran, mana mungkin situasi menjadi seperti ini? Benar-benar menjengkelkan! Sayangnya, waktu tidak bisa berputar kembali. Kini, nasib mereka bergantung pada Wira."Kamu kira aku benar-benar peduli pada uang? Seratus juta gabak nggak ada apa-apanya bagiku," sahut Wira sambil tersenyum mencemooh."Aku tahu kamu penguasa Provinsi Lowala. Meskipun wilayahnya nggak begitu besar, kamu punya sumber daya yang jauh melampaui ketiga kerajaan lainnya. Tentu saja 100 juta gabak bukan jumlah yang besar bagimu. Tapi begitu perang dimulai, kamu harus mengeluarkan uang setiap hari. Uang ini akan membantumu. Jadi, tolong dipertimbangkan lagi, ya?" bujuk Raju.Menurut Raju, dia bisa menukar nyawa seluruh Keluarga Oesman dengan sejumlah besar uang ini. Meskipun mereka akan jatuh miskin dan mengulang semuanya dari nol, ini lebih baik daripada mati. Setidaknya, mereka masih punya harapan kalau hidup."Sekarang langit sudah gelap. Kami bisa saja mengambil s
Di ruang tamu kediaman Keluarga Abizar. Kedatangan Wira membuat seluruh anggota Keluarga Abizar yang awalnya sudah berniat untuk tidur sontak bangkit dari ranjang untuk menyambutnya. Dalam sekejap, kediaman ini menjadi terang benderang. Bisa dilihat betapa pentingnya Wira di mata Keluarga Abizar.Musibah yang menimpa Keluarga Oesman adalah contoh terbaik. Sebelumnya, Zulfan juga sempat menyinggung Wira. Jika Wira tidak berbelaskasihan pada mereka, mungkin Keluarga Abizar sudah lenyap sekarang.Aariz tentu tidak berani bersikap lalai. Jika sampai menggusarkan Wira, mereka sekeluarga yang akan binasa. Begitu memasuki ruang tamu, Aariz langsung menangkupkan tangan untuk meminta maaf, "Tuan, maaf aku nggak sempat menyambutmu."Wira melambaikan tangannya dan menyahut, "Ini bukan salahmu. Kepala pelayanmu juga mengatur semuanya dengan baik kok. Teh ini lezat sekali."Kepala pelayan sedang berdiri di belakang Wira untuk menunggu perintah darinya. Di depan Wira adalah secangkir teh baru. Begit
"Kalau mereka nggak bersedia, paling-paling aku mendukung keluarga baru supaya mereka bisa masuk ke jajaran keluarga terbesar. Kamu nggak perlu cemas soal ini," ujar Wira dengan santai.Begitu mendengar ucapan ini, Aariz sontak tersadar dari lamunannya. Dia bangkit, lalu mengadang Wira. Setelah menelan ludah, Aariz berkata, "Tuan, aku terlalu syok tadi karena tiba-tiba mendapat rezeki nomplok. Tenang saja, aku pasti bisa mengelola bisnis Keluarga Oesman dengan baik.""Aku nggak bakal seperti Raju yang membawa keluarganya kabur. Kota Limaran adalah rumahku. Meskipun mati, aku tetap akan mati di sini. Selain itu, aku nggak bakal mengkhianatimu. Aku yakin kesetiaanku nggak bisa dibandingkan dengan 2 keluarga lainnya."Aariz mengungkapkan kesetiaannya. Setelah berinteraksi dengan Wira, dia mulai paham bahwa Wira bukanlah penguasa yang kejam. Selain itu, Wira memperlakukan bawahannya dengan sangat baik. Kalau tidak, mana mungkin ada begitu banyak genius atau rakyat yang bersedia mengikutiny
"Zulfan, Tuan Wira datang bukan untuk menyulitkan kita. Dia ingin kita mengambil alih seluruh bisnis Keluarga Oesman dan menjamin Kota Limaran beroperasi normal!" timpal Aariz."Eh?" Begitu mendengarnya, Zulfan terperangah di tempatnya. Dia tidak bisa bereaksi untuk waktu yang cukup lama. Para pelayan yang melihatnya sampai mengira Zulfan sudah menjadi idiot."Serius? Ayah, jangan menipuku seperti ini," tanya Zulfan yang meraih tangan Aariz. Dia sampai lupa pada wajahnya yang bengkak.Aariz membalas dengan emosional, "Mana mungkin aku menipumu. Selain itu, Tuan Wira bilang kita harus mengambil tindakan malam ini juga."Zulfan mengangguk, lalu bertanya, "Tapi, masa Keluarga Oesman membiarkan kita begitu saja? Aku khawatir mereka akan menyulitkan kita kalau Tuan Wira nggak turun tangan."Bagaimanapun, kalau mereka berada di posisi Raju, mana mungkin mereka bersedia menyerahkan seluruh bisnis yang dikelola dengan susah payah kepada sembarang orang?"Masih ada yang ingin kuberi tahu. Selai
Setengah bulan kemudian, para pekerja yang sakit akhirnya pulih. Mereka mulai mengerjakan proyek lagi sehingga situasi di Kota Limaran membaik. Jika situasi ini terus berlanjut, diperkirakan saluran air Kota Limaran akan selesai dalam waktu kurang dari setengah tahun dan menjadi kota terhebat di dunia."Tuan Wira, Tuan Huben ingin bertemu denganmu." Di balai prefektur, seorang pelayan mengetuk pintu dengan perlahan."Dia sudah datang? Suruh dia tunggu aku di ruang tamu. Aku akan keluar setelah ganti baju," sahut Wira. Dia sedang bercumbu dengan Wulan. Ketika mendengar laporan itu, dia terpaksa bangkit.Wira meregangkan pinggangnya dengan culas, lalu mengelus wajah Wulan dan berucap, "Aku sudah mengerti betapa indahnya kehidupan raja. Pantas saja, banyak penguasa di dunia ini yang kerjaannya hanya bercinta di ranjang. Kalau bukan karena ada urusan, aku nggak bakal melepaskan pelukanmu hari ini.""Sejak kapan kamu menjadi genit seperti ini?" tegur Wulan yang mengerlingkan matanya sembari
Wira tersenyum dan tidak berkata apa pun. Dia sudah sering mendengar pujian seperti itu dan sudah terbiasa. Lagi pula, meskipun Huben tidak mengusulkannya, dia juga sudah memiliki pemikiran seperti itu. Dia bukan berasal dari dunia ini, sehingga pemikirannya tentu saja berbeda dengan mereka yang berasal dari dunia ini. Dia juga menyadari sebuah kebenaran yaitu masih ada dunia lain di luar dunia ini.Meskipun dikatakan dunia ini terbagi menjadi sembilan provinsi, itu hanya pemikiran dari para rakyat yang tinggal di sembilan provinsi ini. Mereka tidak tahu masih ada banyak kerajaan lain selain empat kerajaan ini dan tanah tempat mereka tinggal sekarang bukan satu-satunya tempat di dunia ini. Jika ingin mempercepat perkembangan sembilan provinsi dan menjadi yang terdepan di dunia ini, hal yang paling penting adalah memperkuat diri sendiri terlebih dahulu. Setelah jalur air ini terbentuk, akan memberikan banyak kemudahan bagi para warga di sembilan provinsi ini."Dua hari lagi aku akan ber
Saat memikirkan hal itu, Trenggi mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau lawan kita hanya punya 100 ribu pasukan, kita bisa melawannya. Tapi, apa kita sudah tahu posisi mereka sekarang?"Melihat Trenggi yang menunjukkan sikap mendukung, Wira memberi hormat dan perlahan-lahan berkata, "Sebelum kalian datang, aku sudah memeriksa peta. Menurutku, saat ini mereka seharusnya berada di sekitar Pulau Hulu. Aku tentu saja memperkirakan ini berdasarkan rute perjalanan mereka yang lebih cepat."Mendengar penjelasan itu, Trenggi dan yang lainnya menganggukkan kepala.Beberapa saat kemudian, Trenggi tiba-tiba teringat dengan sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, mereka pasti akan beristirahat di Pulau Hulu baru melanjutkan pencarian. Kalau kita mengirim beberapa pasukan kavaleri ke sana sekarang, kita harusnya bisa mengganggu dan mencegat perjalanan mereka, 'kan?"Ide dari Trenggi memang bagus, tetapi Wira langsung menolaknya. Bukan karena khawatir, tetapi pasukan utara ini sudah terbi
Sepanjang perjalanan, Trenggi terus berpikir apa yang harus dilakukannya saat bertemu dengan Wira dari Provinsi Lowala. Namun, setelah bertemu Wira, dia merasa sangat terharu. Dia benar-benar tidak menyangka Wira begitu tampan dan karismatik, pantas saja banyak orang di sembilan provinsi yang merasa Wira sangat bisa diandalkan. Hari ini, dia membuktikan sendiri kabar itu memang benar.Setelah semua pasukan besar dari Kerajaan Nuala memasuki kota, Wira langsung memerintahkan bawahannya untuk menutup gerbang kota.....Di dalam kediaman wali kota, Wira menatap Trenggi dan para jenderalnya yang masuk. Latif dan Agha yang sebelumnya pergi untuk membujuk orang-orang di kota juga sudah kembali. Saat melihat Trenggi dan Hayam, semua orang basa-basi terlebih dahulu.Setelah itu, Wira menarik Latif dan berkata, "Ayo, aku perkenalkan kamu dulu. Ini adalah saudara baru kami. Kalau bukan karena dia, mungkin nyawa kami sudah tiada saat sedang bersembunyi di hutan. Untung saja dia bersedia membantu
Wira menatap Nafis dan berkata, "Tinggalkan satu mata-mata untuk memandu pasukan besar Jenderal Trenggi, yang lainnya kembali ke sini. Kirim mereka ke utara dan minta mereka untuk terus memantau gerakan di sana. Kalau mereka menemukan pasukan utara, segera laporkan ke sini.""Baik," jawab Nafis.Setelah keduanya pergi, Wira baru mencari peta. Setelah melihat bagian atas peta itu, dia berkata dengan tenang, "Sekarang kita belum tahu pasukan utara itu ada di mana. Tapi, kalau mereka bergerak dengan cepat dan menurut waktu yang diberi tahu Kunaf tadi, sekarang mereka harusnya sedang melintasi Pulau Hulu."Mengingat jenderal tangguh dari pihak musuh adalah Zaki yang merupakan tangan kanan Bimala, Wira berpikir apakah dia bisa menggunakan Zaki ini untuk mengancam Bimala agar menyerahkan Bobby. Meskipun sekarang dia belum mengetahui kabar tentang Bobby, Zaki sebagai tangan kanan Bimala ini seharusnya tahu. Jika bahkan hal ini pun tidak tahu, Zaki ini benar-benar tidak berguna.Saat sedang me
Semua orang tertegun sejenak saat mendengar perkataan Latif. Menurut mereka, sepuluh orang memang terlalu sedikit.Saat Latif hendak menjelaskan maksudnya, saat itu Wira malah berkata, "Benar, sepuluh orang memang terlalu sedikit. Lebih baik mengikuti saran Adjie, bawa 100 orang bersamamu saja. Kalau terjadi masalah, kalian juga bisa saling membantu."Latif yang merasa terharu oleh kata-kata Wira segera memberi hormat pada Wira, lalu berdiri dan berkata, "Tuan, kalian sudah salah paham, aku nggak ingin bertindak secara besar-besaran. Kalau bukan karena takut kamu akan khawatir atau nggak ada yang melaporkan padamu, aku bisa pergi ke sana sendirian.""Para prajurit ini nggak penting, yang perlu ditangani adalah wakil jenderal yang memimpin mereka. Dia adalah orang kepercayaan Kunaf. Sekarang Kunaf sudah ditangkap, mereka pasti nggak akan menyerah pada kita. Karena Kunaf ini memegang kekuasaan besar, jadi wakil jenderal ini lebih seperti boneka. Justru karena itulah, aku yakin bisa menan
Wira sendiri juga tidak menyangka Adjie adalah orang seperti ini, perasaannya terhadap Adjie menjadi lebih rumit.Mendengar perkataan itu, ekspresi Kunaf yang terikat erat langsung menjadi muram dan berteriak, "Tunggu sebentar. Aku akan beri tahu, orang yang dikirim untuk memimpin pasukan utara ini adalah asisten andalan Bimala, Zaki."Mendengar nama Zaki itu, Wira pun mengernyitkan alis karena dia benar-benar belum pernah mendengar nama itu sebelumnya.Melihat yang lainnya sangat kebingungan, Latif yang berdiri di samping langsung maju dan berkata, "Aku mengenal orang ini, dia ini tangan kanannya Bimala. Dulu dia pernah datang ke sini untuk menginspeksi kami, tapi orang ini penuh dengan gairah seksual. Soal kelemahan lainnya, aku belum pernah mendengarnya."Agha yang berdiri di samping langsung berteriak dengan keras, "Nggak perlu peduli siapa dia. Kalau dia berani datang ke sini, aku pasti akan membuatnya nggak bisa kembali."Mendengar perkataan Agha, semua orang tertawa terbahak-bah
Bukan hanya Adjie dan yang lainnya, bahkan Wira yang berdiri di depan Kunaf pun tertegun setelah mendengar perkataan itu. Dia benar-benar tidak menyangka Bimala malah mengerahkan pasukan besar hanya untuk menangkapnya, benar-benar menghargainya.Agha yang mudah emosi pun langsung menendang Kunaf dan memarahi, "Katakan dengan jelas, kali ini ada berapa banyak pasukan utara yang dikirim?"Kunaf meludah ke tanah, lalu tertawa dingin dan berkata, "Hehe. Semuanya ada 100 ribu pasukan untuk menjaga perbatasan. Begitu pasukan besar itu tiba, kalian semua nggak akan bisa kabur lagi. Kalau kalian melepasku sekarang ...."Namun, sebelum Kunaf selesai berbicara, Nafis langsung menendang tubuh Kunaf untuk memaksanya menahan kata-kata berikutnya. "Melepaskanmu? Kamu bermimpi. Sayangnya, kamu nggak akan bisa keluar dari sini hidup-hidup lagi."Tak disangka, ekspresi Kunaf malah tetap datar saat mendengar perkataan Nafis. Sebaliknya, dia malah tertawa dan berkata, "Hehe. Nggak masalah. Lagi pula, kal
Adjie menganggukkan kepalanya karena sangat setuju dengan pengaturan Agha. Jika terjadi sesuatu yang tak terduga pada saat seperti ini, semua usaha mereka sebelumnya akan sia-sia.Saat ini, di gerbang kota. Wira yang sedang memimpin sekelompok orang pun memandang ke langit di kejauhan, lalu memanggil Nafis dan bertanya dengan nada pelan, "Ada kabar dari para mata-mata?"Begitu menguasai kota, Wira langsung mengirim banyak mata-mata untuk menyambut 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala.Nafis memberi hormat dan menjawab, "Belum ada kabar. Tapi, berdasarkan informasi sebelumnya dari para mata-mata, mereka harusnya sudah dekat."Wira menganggukkan kepala. Tidak boleh ada kesalahan sedikit pun pada saat seperti ini.Tepat pada saat itu, ada seorang prajurit yang berlari mendekat. Setelah melihat keduanya, dia langsung memberi hormat dan berkata, "Tuan, Kak Nafis, Kak Adjie dan yang lainnya sudah kembali. Mereka bahkan berhasil menangkap Kunaf."Mendengar laporan itu, Nafis merasa sangat sen
Mendengar Latif berkata demikian, Adjie merasa agak ragu karena saat ini situasinya sangat mendesak. Jika dia melepaskan mereka begitu saja, dia akan kesulitan.Menyadari Adjie sepertinya merasa agak kesulitan, Latif yang berdiri di depan pintu tersenyum dan berkata sambil memberi hormat, "Kalau Kak Adjie merasa agak kesulitan, kamu bisa menahan kami di halaman ini dulu. Selama nyawa kami nggak terancam, kami bisa menerima cara lainnya."Melihat Latif yang begitu pengertian, Adjie membalas hormat itu dengan tersenyum. Setelah ragu sejenak, dia berkata perlahan-lahan, "Melihat Jenderal Latif begitu sungkan, aku akan terus terang saja. Saat fajar nanti, 200 ribu pasukan dari Kerajaan Nuala akan langsung masuk ke kota.""Sekarang kami sudah menguasai gerbang kota dan kediaman wali kota juga. Begitu pasukan tiba mereka bisa langsung menerobos masuk tanpa hambatan."Kata-kata Adjie ini membuat Latif sangat bersemangat karena tidak ada satu pun dari mereka yang ingin menjadi seorang penjaga
Tanpa basa-basi, Agha langsung menampar kedua selir Kunaf. Mereka pun langsung diam, tak berani berteriak lagi.Namun, saat itu juga, Agha mencium bau pesing yang menyengat dan sontak mengumpat pelan, "Sialan!"Setelah beberapa saat, Kunaf sudah diikat erat. Adjie lalu menoleh ke arah Agha dan bertanya, "Apa kita perlu mengabari Tuan Wira? Sekarang situasi di dalam kota sudah terkendali, tinggal menunggu pasukan Kerajaan Nuala tiba."Mendengar nama Kerajaan Nuala, Kunaf yang tergeletak di lantai langsung mengeluarkan suara dari mulutnya yang disumpal dengan kain. Tubuhnya meronta-ronta.Adjie tidak berkata apa-apa dan hanya menendang tubuh Kunaf agar tetap diam. Setelah itu, dia duduk perlahan di kursi dan berkata dengan tenang, "Aku sudah mengutus orang untuk memberi tahu Wira. Tapi sebelum itu, ada sesuatu yang perlu kita lakukan.""Apa itu?""Dengan menggunakan perintah Kunaf, kita panggil semua kepala penjaga gerbang ke sini dengan alasan rapat mendadak. Begitu mereka masuk ke hala