"Aku harus ke atas dulu, Ma!" ujar Endrick sembari melihat ke arah jam tangan yang sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi.Namun, Rosmala yang sudah tahu maksud Anaknya pergi ke lantas atas untuk apa, ia pun sontak memberitahunya."Zsalsya sudah Mama minta pelayan kita untuk menyiapkan!"Endrick melihat ke arah pintu, kemudian duduk kembali di kursi sebelumnya yang ia duduki.Tuk Tuk Tuk.Tak lama dari itu, terdengar suara heels yang semakin mendekat ke ruangan itu. Endrick penasaran dan menunggunya.Setelah memastikan bahwa itu Zsalsya, Endrick mengambil garpu dan pisau kecil yang ditaruh di samping piringnya. Ia pura-pura tidak menunggu Zsalsya, walau sebenarnya ia menunggu."Nak, ayo sarapan dulu!" ajak Rosmala.Namun, Zsalsya hanya berdiri. Ia tersenyum dan mencoba menolaknya dengan halus, agar tidak menyinggung Rosmala."Ma, sepertinya saya sarapan di kantor saja. Ini sudah sangat terlambat. Kebetulan juga pagi ini harus mempresentasikan hasil desain kemarin~!" tutur Zsals
"Tunggu sebentar!" seru Endrick kepada Zsalsya. Dirinya menghentikan Zsalsya dengan terus berjalan mengikutinya. Melihat Zsalsya yang berjalan kaki, tidak mungkin membiarkannya pergi sendirian.Zsalsya menoleh. Ia berhenti dan langsung kembali untuk menghampiri Endrick."Biar saya antar kamu ke kantor! Sekalian, saya juga mau berangkat ke kantor sekarang!" ujarnya."Baiklah."Mereka memasuki mobil itu. Tetapi, pandangan Endrick terus dibuat penasaran dengan kalung yang melingkar pada leher Zsalsya. Kalung itu kini terlihat jelas karena pakaian yang dibelikannya memperlihatkan bagian dada. Sengaja ia mengirimkan pakaian semacam itu, agar dirinya dapat melihat dengan jelas bagaimana bentuk kalung tersebut."Seperti malam itu, saya masih teringat jelas dengan kalung uang dikenakannya. Tidak mungkin salah lagi, itu pasti dia."Lalu, pandangannya berpindah pada postur tubuh dan warna rambut Zsalsya yang memang tidak ada pada wanita lain. Rambut tebal terawat itu memang hanya dimiliki ole
Zsalsya yang terlalu fokus memikirkan hidupnya sendiri. Memikirkan segala kerumitan hidup dan pikiran yang seakan terus mempermainkan dirinya."Nanti saya jemput kamu lagi!" Endrick menepikan mobilnya di depan kantor. Zsalsya yang tengah melamun pun langsung tersadar begitu punggungnya bergesekan agak keras ke kursi.Dibalik mobil, Zsalsya melihat ke sekitar yang ternyata memang sudah sampai di depan kantor. Terlalu lama memikirkan sesuatu, membuatnya tidak merasakan dengan baik perjalanan yang dilewatinya."Sejak kapan sampai sini?""Baru saja."Tangannya menyentuh pegangan mobil, ia membukanya perlahan. Tetapi ...."Kok susah!" Endrick baru ingat kalau pintunya terkunci dan belum ia buka. Ia mendekatkan tubuhnya dan membantu Zsalsya untuk membukakan pintu tersebut.Zsalsya hanya terdiam seraya memandangi wajah Endrick dari dekat. Rahang yang kuat dan wajah tampan yang tidak bisa ia jelaskan lewat kata-kata. "Kenapa aku baru menyadari visualnya yang tampan dan ...."Zsalsya meng
Siang itu, tepat pada pukul satu. Firman berdiri di depan Zsalsya. Keduanya saling berbincang. "Maaf kalau Zsalsya belum bisa melakukan yang terbaik buat Papa. Mungkin Papa kecewa karena aku datang terlambat," ucap Zsalsya, menyesal."Papa mengerti. Sudah. Papa tidak bisa berlama-lama masih ada urusan." Firman menepuk pelan pundak Zsalsya dan berjalan pergi dari sana.Mulutnya mengatup rapat dengan mata yang terus mengikuti Firman melangkah. "Apa Papa masih marah karena keterlambatanku tadi?" Ia hanya bisa mengatakan hal itu dalam hatinya.Tak lama setelah Firman pergi, seorang karyawan datang kepada Zsalsya dan langsung memberitahukan sesuatu padanya."Bu Zsalsya, ada pria yang ingin bertemu dengan Anda!" ucapnya menyampaikan pesan.Zsalsya bertanya-tanya, tetapi kemudian ia teringat pada sosok Endrick yang tadi pagi mengatakan bahwa akan menjemputnya ke sana."Untuk apa dia datang siang bolong begini? Aku 'kan belum mau pulang," gumamnya.Zsalsya menoleh dan tersenyum ramah kepada
"Mau makan siang di mana, Pa?" Karena statusnya di hadapan Firman sebagai menantu, walau itu palsu, tetap saja Endrick berusaha memerankan dirinya dengan baik. Ia tidak mau tampak canggung dalam hal apapun.Sebab, rahasia harus tetap dijaga, tak boleh seorang pun tahu. Baginya, yang boleh tahu hanya dirinya, Zsalsya dan Rosmala saja."Bagaimana kalau kita makan di cafe sheigara saja?" Firman mengajukan sebuah tempat yang tak hanya dekat dari kantor, tetapi juga tempat itu memberikan pelayanan terbaik dengan suasana yang membuat nyaman."Baiklah."Firman menyamping, ia memberi jalan kepada Endrick untuk berjalan lebih dahulu dari dirinya. "Silakan duluan!" ucapnya sambil tersenyum."Duluan saja!" sahut Endrick, yang balik mempersilakan kepada Firman. Dirinya merasa tidak sopan jika berjalan mendahului orang tua.Keduanya saling mengalah dan membiarkan salah seorang di antara mereka untuk berjalan lebih dahulu, tetapi keduanya pun seolah menolaknya secara halus. "Kita jalan berdampinga
Memaafkan cukup mudah, tetapi proses melupakan itulah yang paling sulit. Segala titik kesalahan terbayang jelas dalam kepala. Ada rasa ingin mengakhiri segala ingatan agar lupa untuk selama-lamanya. Akan tetapi, sadar bahwa adanya ketidakmungkinan yang memang tidak dapat diubah. Takdir yang harus diterima dan dijalani apa adanya sekalipun itu menyakitkan."Aku seolah terjebak dalam keinginan dan ambisi yang membuatku lupa jika itu hanya akan menyakitkan. Aku semakin tidak bisa lupa karena kejadian ini kembali terulang. Lalu, apakah jika ambisi ini terus kulanjutkan, apakah semuanya akan berubah? Apakah ada jaminan bahwa takdirku akan menjadi lebih baik?" Pertanyaan itu kian menyelinap dan membuat Zsalsya kebingungan. Tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Tetapi, di sisi lain dirinya pun tak bisa mengakhiri permainan ini.Kini, pilihannya hanya satu. Menjalaninya sampai tiba waktunya ia dapat melihat hasil dari segala usahanya.Sementara di Cafe Sheigara.Makanan yang telah mereka pe
"Pak Endrick, besok ada meeting dengan klien kita yang waktu itu!" ucap sekretarisnya mengingatkan."Kalau begitu, tolong kamu siapkan semuanya! Saya mau pulang!"Sekretaris itu tampak bingung. Ia terdiam sejenak, tetapi kemudian ia mengutarakan maksud dan keinginannya."Begini Pak, bagaimana kalau kita bahas bersama di luar. Kebetulan saya juga lapar dan belum sempat makan!"Rupanya, sekretaris itu memiliki maksud tertentu untuk mendekati Endrick. Ia sengaja membuat pekerjaan sebagai alasan untuk bersama.Tetapi ...."Maaf, saya buru-buru. Kamu sendiri saja. Oh ya, karena saya tahu belum gajian. Kamu makan saja apapun yang kamu mau, nanti saya ganti sebagai bonus atas pekerjaan lembur kamu!" jelasnya sebelum meninggalkan kantor.Tanpa mempedulikan apapun lagi, Endrick melangkah keluar dari ruangan itu.Sekretarisnya hanya diam mematung dengan wajah kecewa ketika ajakannya mendapat penolakan. Ia merasa Endrick tidak memperhatikan dirinya sebagai sekretaris. Namun, ia menduga sesuatu
Endrick menepikan mobilnya di depan sebuah mall. Ia turun dari mobil, lalu berlari menuju pintu sebelah untuk membukakan pintu buat Zsalsya.Zsalsya membuka sabuk pengaman itu dan bersiap melangkah keluar. Tetapi, saat hendak keluar, juluran tangan Endrick menghentikan langkahnya. Ia melihat ke arah tangan itu tanpa mengatakan apapun."Ayo, jangan sungkan!"Zsalsya merasa ragu sekaligus gugup. Tetapi, melihat beberapa orang yang memandang ke arah mereka, itu membuat Endrick menarik pergelangan tangannya."Jangan biarkan ada yang salah paham dengan kita!""Pelankan sedikit, pergelangan tanganku sakit!" keluhnya. Endrick melihat ke arah pergelangan tangan Zsalsya. Ia mengubah posisi tangannya dengan sebuah genggaman."Sekarang tidak sakit, 'kan?"Zsalsya hanya terdiam seraya memandangi wajah Endrick. Matanya menatap sayu dengan mulut mengatup rapat. Ada sedikit rasa kagum pada Endrick yang seakan memahami apa yang diinginkannya.Mereka terus berjalan berdampingan sama-sama. Endrick ber