Hari pernikahan Kenzi dan Violin pun sudah semakin dekat. Persiapan sudah hampir seratus persen. Violin tersenyum puas, sebentar lagi statusnya akan berubah menjadi Nyonya Allen. Tinggal memikirkan bagaimana caranya membuat Ralin pergi dari rumah itu. "Bagaimana dengan anak itu?" Derrik bertanya pada putrinya yang jelas-jelas tidak menyukai putri dari calon menantunya itu.Violin berdiri, wajahnya menampilkan seringai penuh rencana jahat, "Setelah aku menjadi istri dari Kenzi, tidak sulit menyingkirkan anak itu.""Tidak semudah itu, sayang," ucap Derrik yang masih ragu dengan kemampuan putrinya."Berpura-pura sayang akan menjadi senjataku, setelah anak itu berhasil ku dekati tentu tidak sulit untuk memberikannya racun." Violin tersenyum jahat.Di sisi lain, Ralin sedang tidak tenang saat mengetahui bahwa dia dan Kenzi akan bercerai lalu dirinya akan di nikahkan dengan Luke.Jujur saja ada rasa tidak suka. Mereka ingin mengatur hidupnya. Tidak, Ralin tidak akan membiarkan kebebasannya
Malam itu Luke pulang ke rumah keluarganya setelah menghampiri teman-temannya sebentar. Sepanjang jalan dia memikirkan perintah Violin yang menyuruhnya menjebak Ralin.Kadang Luke tertawa miris, serumit ini hidupnya, dia memang memiliki rasa terhadap istri kakaknya itu, tetapi Luke masih tahu batasannya.Dia pulang sudah larut malam dan semua penghuni rumah sudah tertidur, tinggal pelayan yang membukakan pintu.Luke langsung masuk ke dalam kamarnya, ia melepas jaket lalu menggantungnya. Ia mematung sesaat lalu kembali merogoh kantong jaket itu.Botol kecil pemberian Violin, Luke tahu itu isinya adalah obat perangsang.Ia menghempaskan tubuhnya di ranjang sambil menimbang-nimbang haruskah ia melakukannya atau tidak.Di dalam kamar, ternyata Ralin tidak tidur, dia menyusun rencana serapi mungkin sampai tidak ada yang menyadari ke mana ia akan pergi.Pagi menjelang, Kenra sudah selesai juga Ralin. Kenzi baru saja turun dari atas, Rebecca menahan tangannya begitu menuruni anak tangga tera
"Baiklah, saya, permisi!"Kenzi pamit dengan perasaan yang mulai tidak enak, di dalam mobil ia segera menghubungi nomor ibunya."Ibu, apa Kenra dan Ralin sudah pulang?" tanyanya di telpon.Nyonya Rebecca melihat jam besar yang terletak di sudut rumah, "Belum, mungkin masih di jalan," katanya dengan tenang."Tidak, bu. Ralin dan Kenra tidak masuk ke sekolah hari ini.""Apa?" Nyonya Rebecca berdiri dengan tiba-tiba hingga Tuan Robert yang sedang membaca itupun menatapnya heran."Sepertinya Ralin kabur."Tubuh Nyonya Rebecca langsung limbung dan jatuh pingsan."Halo, Bu, halo!" Kenzi yang mendengar suara terjatuhpun jadi khawatir."Ibumu pingsan, cepat telpon dokter!" Tuan Robert menjawab telpon itu."I - iya iya," ucap Kenzi gugup.Kenzi memutus panggilan dan segera menghubungi dokter keluarga. Dia sendiri tidak pulang ke rumah melainkan memesan tiket menuju perancis.Tidak ada tiket kosong sampai dua hari ke depan, membuat Kenzi menggeram kesal. Rasa benci terhadap Ralin muncul kembali
Pesawat yang ditumpangi Darren mendarat dengan selamat, ia langsung pergi ke hotel untuk beristirahat malam ini.Darren mencari informasi tentang nama-nama orang yang melakukan penerbangan sejak dua hari yang lalu. Meski harus mengeluarkan uang, Darren melakukannya.Tidak ada yang paling bahagia dengan berita kepergian dari Ralin selain tunangan Kenzi. Ia tak henti tersenyum sejak mendengar kabar itu.Ralin teramat bahagia dan sampai berputar-putar di dalam rumah."Tak perlu ku kotori tangan untuk melenyapkanmu dan putrimu itu, Ralin. Semua seolah dimudahkan untukku. Hahaha!" Tawa Violin membahana tanpa menyadari di pintu besar sosok Kenzi sedang berdiri dan mendengar semuanya.Violin kembali mempehatikan ponselnya, saat ini ia ingin menghubungi Luke, calon adik iparnya.Tidak menunggu lama, Luke langsung mengangkat panggilan itu."Ada apa Violin?" Tetap ketus seperti biasa, tapi Violin tidak peduli karena saat ini ia tengah bahagia."Kau memang bisa di andalkan, pasti Kau sudah membe
Hari ini Ralin lembur selama dua jam, jadilah ia pulang saat hari telah gelap. Ralin menuntun tangan Kenra menuju tepi jalan menunggu kendaraan yang lewat.Sebenarnya Ralin tidak tega membawa serta putrinya ikut bekerja, tetapi saat ini dia tidak punya pilihan lain."Mommy, menangis?" tanya Kenra pagi tadi, sebelum mereka berangkat bekerja.Ralin jadi salah tingkah, "Tidak, ha-hanya kelipipan debu," katanya beralasan."Tapi, mommy menatap Kenra lama, apa Kenra menyusahkan, Mommy?"Ralin tersentak, bisa-bisanya putrinya berpikir seperti itu, "Kenapa Kenra berpikir seperti itu?" Ralin yang semula berdiri di belang putrinya lantas berpindah ke depan lalu berjongkok di hadapan putrinya, "Tahu tidak, Kenra itu adalah kebahagiaan, mommy. Penguat mommy setiap saat." Ia tersenyum setelah mengatakannya."Mom, kapan kita pulang ke rumah?" tanya Kenra. Dia yang belum mengerti sepenuhnya jujur masih merindukan tempat tinggal mereka yang dulu."Sayang!" Ralin menggenggam kedua tangan Kenra, "mulai
Begitu keduanya muncul, pintu di bukakan oleh pria yang sengaja berdiri di dekat pintu yang ditugaskan untuk menjaga ruangan itu.Ralin dan temannya masuk ke dalam. Ralin berada di belakang. Seandainya dia tahu cafe ini menyediakan minuman memabukkan, tentu Ralin akan berpikir dua kali untuk menjadi pelayan di sini.Ia sengaja menunduk agar tidak terlalu jelas terlihat oleh para pria itu. Mereka memang masih tergolong muda meski ada beberapa yang sudah berusia matang, kalau orang lain mungkin akan dengan senang hati melayani mereka. Pria berduit yang siap memanjakan wanita.PrangSontak Ralin yang ingin meletakkan nampan di meja terkejut mendengar suara gelas pecah tersebut."O' ow! Aku tidak sengaja menjatuhkannya," ucap salah satu pria di sana sambil menoleh pada Ralin.Yang lain tertawa, padahal jelas sekali gelas itu di banting bukan tidak sengaja jatuh."Biar saya bersihkan, Tuan!" kata Ralin tiba-tiba. Ia pun berjongkok dan bersiap memungut serpihan gelas tersebut.Satu tanganny
Pagi hari sebelum Lucy berangkat bekerja, Ralin menceritakan tentang kejadian malam tadi. Lucy juga terkejut dan baru mengetahuinya saat ini."Aku akan menghubungi temanku," kata Lucy. Temannya adalah manager yang tidak menyukai Ralin."Tidak perlu, aku memilih mengundurkan diri saja," cegah Ralin. Dia tidak mau Lucy dan maneger itu bertengkar karenanya. Ralin juga paham bahwa manager itu tidak menyukainya.Lucy berjalan menghampirinya lalu memeluk Ralin, "Maafkan aku, Ralin!" ucapnya. Jujur dia juga takut terjadi hal yang buruk bagi temannya itu.Ralin membalasnya, "Tidak apa-apa, aku mengerti," kata Ralin.Siang itu Ralin langsung keluar mengganti simcardnya. Pagi tadi dia sudah menerima pesan dari Leon.Setelah selesai Ralin membawa Kenra berkeliling melihat-lihat pernak-pernik rambut. Tanpa di sadari oleh keduanya, ada yang mengikuti mereka.Ralin menggandeng tangan Kenra berjalan ke tepi untuk memanggil kendaraan, tetapi belum lagi ada taksi sebuah mobil berhenti tepat di hadapan
Biarkan Kenra Tahu, Aku AyahnyaKenzi meninggalkan apartemen setelah Ralin menolak keinginannya untuk kembali hidup bersama. Alasan wanita itu tidak siap untuk tinggal bersama seperti dulu.Kini Kenzi mengetahui ada sisi lain yang berhasil tidak ditampakkan oleh istrinya itu saat ini, yaitu trauma.Kenzi duduk di atas ranjang, ia sedang memikirkan harus menyerah atau terus berusaha mendapatkan hati Ralin. Dia jadi tidak bersemangat dan hanya mengurung diri di hotel.Notifikasi pesan terdengar dari atas nakas. Kenzi segera meraih benda penghubung jarak jauh itu.[Bagaimana dengan Ralin, apa Kau sudah menemukan mereka?] Pesan berisi pertanyaan dari ibunya.[Aku belum menemukan mereka, Bu] Kenzi berbohong karena tidak ingin di tanya lebih lanjut.[Fokuslah di sana dan cari mereka sampai dapat!] harap ibunya.Kenzi hanya mampu menghela nafasnya. Dia seperti orang patah hati. Seperti inilah yang dirasakan Ralin dulu, menginginkan cinta dan kelembuyan darinya. Benarkah ia mencintai Ralin a
EndingLivi tersenyum menatap kepergian Ralin. Ia yang sudah meyakini bahwa Aice sudah berhasil tidur dengan Kenzi. Livi rasanya ingin kembali mengejar cinta Darren yang ingin menceraikannya.Hari, minggu dan bulan telah berlalu, namun Aice tetap berpura-pura lumpuh. Padahal Ralin dengan pantang menyerah membawanya terapi.Seperti hari ini, Ralin mendorong kursi roda Aice di sebuah mall, di sisinya ada Kenra berjalan. Mereka baru pulang dari rumah sakit dan Ralin mengajak Aice jalan-jalan, mulai dari makan hingga belanja kebutuhan.Sepulang dari pusat perbelanjaan itu, Ralin menepikan mobil di depan sebuah apotik. Dia ingin membeli vitamin untuk Kenra.Mobil melaju kembali ke rumah, bibi menunggu di depan pintu."Paket dari mana?" tanya Ralin begitu turun sari mobil."Ini untuk Aice, Nyonya," jawab Bibi.Ralin mengamati paket berukuran kecil itu sebentar kemudian masuk ke dalam rumah.Setelah nenerima paketnya, Aice masuk ke dalam kamar, karena sudah tidak sabar untuk mencoba, dia sam
Luke bangun dalam keadaan tak berbusana dan di kursi roda ia melihat Aice dengan diam seperti menahan sesuatu. Nafas Luke memburu, ingatannya terlempar pada kejadian tadi malam saat ia akan kembali ke rumah, ban mobilnya bocor dan sialnya tidak ada ban serap di mobil.Luke berdiri di luar mobil sambil berkacak pinggang. Dia tahu lokasi ini lebih dekat ke rumah kakaknya.Luke pun memutuskan meninggalkan mobilnya dan mulai berjalan kembali ke rumah Kenzi.Dia memencet bel dan Kenzi membukakan pintu."Ban mobilku bocor, pulang ke rumah terlalu jauh, jadi aku menginap di sini malam ini," katanya seraya berdiri.Kenzi bergeser agar adiknya itu bisa masuk, "Masuklah!" katanya lalu mengunci pintu, "tidak ada kamar kosong.""Aku tidur di sofa," kata Luke ringan."Kalau haus kau ambil sendiri di dapur, aku mau melihat Kenra dulu!" Kenzi belum sempat merapikan selimut saat bel pintu berbunyi.Luke pun berjalan ke dapur, dia melihat teh di atas meja dan sepertinya masih hangat. Pasti punya Kenzi
"Hai Kakak Aic!"Ralin menyapa gadis yang duduk di bangku belakang itu dengan ramah.Aice diam saja, bahkan mengalihkan tatapannya. Ralin yang menyadari itu menghela nafasnya, tangannya terulur mengusap rambut Kenra.Aice sangat sombong bahkan pada anak kecil sekalipun. Entah apa motif di balik kecelakaan itu. Ralin mengantar keduanya kembali ke rumah, sebelumnya ia memberikan pengertian pada Kenra untuk pergi sebentar.Ralin duduk di cafe dan salah seorang pria berpakaian hitam datang menghampiri mejanya."Namanya memang Aice, tinggal di panti asuhan, namun satu tahun terakhir dia keluar dan bekerja di sebuah club."Ralin menyimak dengan baik."Bagaimana dengan informasi dari polisi?" tanya pria itu."Belum ada informasi, mereka terkesan lambat dan aku tidak tahan untuk mengetahuinya.""Aku akan mencaritahu tentang kecelakaan itu, murni atau rencana, karena club itu belum berhasil ku tembus." Pria itu adalah kenalan Kenzi dan Ralin yang memintanya agar berurusan padanya."Aku ingin
Di rumah Aice tidak mau bicara, di beri makan pun dia enggan menyentuhnya. Entah apa yang ada di fikirannya. Kalau di lihat usianya masih sangat muda, tapi terlalu keras kepala."Kau butuh obat agar segera bisa pulih, apa kau tidak ingin bisa berjalan?" Bibi tentu saja kesal menghadapinya."Jangan pedulikan aku," bentaknya hingga membuat Bibi berjengkit, "aku hanya mau Kenzi yang menyuapiku."Bibi sengaja menunduk untuk menatap wajah Aice agar jelas terlihat, "Aku curiga, jangan-jangan kecelakaan ini adalah rencanamu."Aice gelagapan, "Ap-apa yang, Bibi katakan? Memangnya siapa yang mau seperti ini, tidak bisa berjalan dan bebas.""Nah, itu kau tahu, makanya makan makananmu dan jangan lupa minum obatmu. Untuk merebut Tuan Kenzi, kau harus lebih cantik dari Nyonya Ralin."Bibi pergi ke dapur setelah mengatakan kalimat itu, sebenarnya dia hanya ingin melihat rencana Aice."Aku memang harus cantik untuk memikat Kenzi, aku akan makan," kata Aice pelan. Kalimat bibi barusan menjadi motivas
"Nona apa yang anda lakukan?" Terdengar teriakan dari ruang tamu.Bibi terkejut melihat foto keluarga majikannya jatuh, pecah di lantai."Aku tidak sengaja, hanya lewat dan ...,""Sudah-sudah, menyingkirlah!" Bibi mendorong sedikit kursi roda Aice. Sebaliknya ia beranjak ke dapu mengambil sapu untuk membersihkannya.Sebenarnya dia sedikit aneh menatap gadis yang berada di kursi roda itu, bagaimana mungkin tersenggol, foto itu jelas lebih tinggi kalau di lewati tentu tidak akan mengenainya.Aice diam menyaksikan Bibi membersihkan serpihan kaca yang berserak, dari jatuhnya saja tidak mungkin sehancur ini. Pikirnya.Bibi curiga kalau itu disengaja, ia pun melempar tatap pada Aice."Bibi kenapa menatapku begitu? Bibi mencurigaiku?" Aice menantang mata itu."Entahlah, Aice. Kalau kau merasa di curigai, apa kau akan marah?""Tentu saja, aku kan sudah bilang tidak sengaja." Aice membela diri."Bibi, ada apa ini?" Ralin dan Kenzi datang dengan memakai kimono. Membuat tatapan Aice berubah. Tan
Akhirnya gadis itu bicara, dokter yang hendak pergi kembali memeriksanya, "Kau bisa bicara?"Gadis itu diam lagi."Katakan siapa namamu dan di mana keluargamu?" Kenzi ikut bertanya.Gadis itu menggeleng."Kalau kau tidak mengatakannya bagaimana kami akan mengabari keluargamu? Mereka pasti sangat cemas memikirkanmu." Ralin ikut menimpali, namun gadis itu tetap menutup mulutnya.Dokterpun pergi meninggalkan mereka bertiga di dalam.Ralin mengeluarkan ponselnya, mengabari pada Anne agar menghandle perusahaan."Terimakasih, Ann!" ungkap Ralin lalu menutup panggilan."Anda tidak perlu ada di sini!" Wanita itu bicara lagi, ia menatap Ralin benci.Ralin menyimpan ponselnya lalu mendekat pada gadis itu, "Aku istri dari pria yang menabrakmu, aku juga bertanggung jawab atas kesembuhanmu," sahut Ralin, sementara Kenzi kini tertidur di sofa, dia mengantuk karena tidak tidur semalaman."Aku tidak butuh, kamu."Ralin mengeryit, ia memperhatikan wanita itu, sakit atau hanya pura-pura."Tidak perlu m
Sesekali Kenzi menatap pintu IGD rumah sakit, di mana orang yang ia tabrak di tangani oleh petugas medis.Kenzi baru saja menabrak gadis muda yang hendak menyeberang jalan. Dari penglihatannya keadaan gadis itu cukup parah, karena rasa khawatirnya Kenzi bahkan tidak menghubungi Ralin."Korban tidak membawa kartu identitas, bagaimana kita akan minta persetujuan untuk mengambil langkah selanjutnya, sementara kakinya harus segera di operasi." Dokter berbicara dengan dokter lainnya."Melapor pada polisi untuk menyelidikinya akan memakan waktu lama, sampai ponsel korban diperbaiki kita akan tetap jalankan operasi." Dokter yang satunya memang lebih tegas dan berani dalam mengambil keputusan.Salah satu dari mereka menghampiri Kenzi, "Tuan, korban akan segera kami operasi, bagian kakinya. Sebagai orang yang bertanggung jawab. Tuan yang akan menandatangani berkas persetujuannya, untuk itu mari ikut saya!" Sore itu langsung di lakukan operasi setelah Kenzi menandatangani berkas persetujuannya
Kedatangan Livi ke perusahaan cukup mengusik konsentrasi Ralin, bisa-bisanya wanita itu menuduhnya menjadi penyebab retaknya hubungan rumah tangga mereka.Akhirnya ia memutuskan untuk pulang cepat, sekaligus menemani Kenra di rumah. Senyum Ralin tampak di bibir berwarna pink miliknya, ia membayangkan mereka akan dekat lagi seperti biasanya.Mobil Ralin sudah menepi di depan gerbang sekolah Kenra, tinggal menunggu beberapa menit lagi jadwal kepulangan anak-anak taman kanak-kanak itu.Ralin keluar dari dalam, wanita yang memakai kemeja biru muda berlengan panjang itu bersandar di mobilnya seraya menatap ke arah sekolah.Bel berbunyi pertanda jam pelajaran telah usai, lima menit dari itu anak-anak mulai berhamburan keluar dari ruangan masing-masing.Ralin melihat sosok Kenra berjalan dengan kedua tangan memegang tali tasnya, tampaknya Kenra belum menyadari kehadirannya."Kenra, siapa yang menjemputmu?"Langkah Kenra terhenti saat temannya bertanya.Kenra yang sedikit menunduk itu menggel
Saking antusiasnya memilih, Ralin sampai lupa pada putrinya sendiri. Mereka bahkan kembali ke perusahaan saat hari hampir menjelang malam."Semua belum lengkap, selebihnya akan ku kirim dari Prancis," kata Darren."Ah ya, terimakasih banyak!" ucap Ralin, "Kau sangat membantuku." Ralin menjabat tangan Darren. Sebenarnya dia masih sedikit canggung berada di dekat sepupu suaminya tersebut. Ralin tidak bodoh mengartikan gelagat Darren yang masih terlihat menyukainya. Pria itu terpaku sebentar menatap tangan mereka yang terpaut."Ehem ...." Deheman dari Anne membuat Darren tersentak dan segera melepas tangan Ralin."Nyonya, sudah waktunya pulang," kata Anne."Ah ya, ayo!" ajak Ralin yang sebenarnya terbantu karena Anne, "Tuan Darren, aku akan mengabarkan kedatanganmu pada Kenzi." Ralin menatap pria yang pernah menjadi bosnya tersebut.Darren hanya mengangguk.Ralin pulang bersama Anne, Darren masih memaku di tempatnya, ingin sekali dia mengajak Ralin makan malam, tapi keberadaan Anne memb