Kenra begitu senang saat semua belanjaan mereka di buka. Mulai dari baju sepatu, berbagai aksesoris untuk rambut.Belum selesai dengan itu semua, seorang pelayan pun datang membawakan sepedanya. Kenra, langsung berdiri dan menghampiri sepeda itu.Rebecca tidak kalah bahagia menyaksikan itu semua, sedangkan Ralin memutuskan untuk bangkit dan menyusun barang-barang milik putrinya.Sejenak ia tertegun. Kini Kenra merasakan hidup mewah seperti dirinya dahulu, tetapi Ralin berjanji dalam hatinya akan tetap mengajarkan arti kesederhanaan pada Kenra.Sesuai janji Kenzi menjemput tunangannya, mereka akan memilih gaun pernikahan di tempat desainer ternama.Setelah kepergiannya seseorang memasuki perusahaan, dia memakai seragam seperti karyawan pada umumnya dengan masker menutupi bagian bawah wajahnya.Tidak ada yang curiga, mereka berpikir dia karyawan. Pria itu masuk ke dalam dan naik ke lantai atas. Dia sengaja memakai lift karyawan untuk menghindari kecurigaan.Setelah sampai di tempat yang
Luke menatap tak berkedip pada sosok kecil di atas sepeda. Wajahnya mirip dengan almarhum adiknya. "Li-ly!"Tuan Robert menepuk bahu Luke, "Dia Kenra putri Kenzi," katanya.Timbul keryitan di dahi Luke, putri Kenzi? Bagaimana bisa? Apa diam-diam dia punya anak dengan Violin? Berbagai pertanyaan muncul di kepalanya."Kenra!" Suara Ralin terdengar membuat mereka menoleh padanya, tak terkecuali Kenra."Yes, Mom!" jawabnya seraya memutar sepeda kembali ke arah samping rumah."Oh, di sini ternyata, mommy cari ke belakang tadi." Ralin menyambutnya. "Mom, Kakek!" Kenra melihat ke arah kakek dan pria yang ia kira Kenzi tadi.Ralin tentu mengenali adik iparnya tersebut, karena Luke turut andil dalam membantunya keluar dari rumah ini."Kakak ipar!" Wajah Luke tampak berseri, ia menghampiri Ralin dan ingin memeluknya karena tidak menyangka bisa bertemu lagi.PlukSebelum tangannya sampai, satu tangan sudah mendorongnya hingga Luke hampir terjerembab ke bawah."Bajingan, berani Kau pulang ke ru
Nyonya Rebecca menyuruh pelayan untuk memanggil Kenzi ke kamarnya. Tidak berapa lama putranya itu datang.Makan malam telah disiapkan dan mereka semua telah mengelilingi meja makan, tinggal satu orang lagi."Panggilkan Ralin untuk makan!" perintah Nyonya Rebecca pada pelayannya."Baik Nyonya!"Violin yang sedang memainkan ponselnya mendadak jadi berubah ekspresinya, Kenzi tidak mengatakan apapun padanya mengenai Ralin. Kini wanita itu ternyata ada di rumah ini.Ralin turun dari atas, dia tampak cantik meski tanpa polesan dan dengan baju sederhana. Inilah yang Violin tidak suka, dia tidak senatural Ralin."Ha-hai Ralin!" Ia memaksakan diri agar terlihat ramah dihadapan orang tua Kenzi, menyapa lebih dulu demi menarik simpati. Tatapi, Nyonya Rebecca tidak akan tertipu dengan akting Violin barusan. Ralin hanya membalas uluran tangan, tetapi tidak menyapa, wajahnya juga tidak mengulas senyum.Mereka makan dalam diam, setelah makan Ralin langsung pamit dengan alasan Kenra, dia hanya menja
Dokter keluar dari dalam, di ikuti oleh suster yang mendorong brankar Kenra.Kenzi dan Ralin langsung menyambut berdiri. Terlihat Kenra memejamkan matanya, Ralin langsung mengikuti dengan menyentuh tangan mungil itu."Apa pasien sering seperti ini?" Dokter bertanya, kini Kenra sudah berada di ruangan khusus."Iya, Dok. Bila dia cemas akan demam tinggi, tetapi saya selalu menyediakan obat di rumah," jawab Ralin."Begini, sebenarnya ada yang ingin saya sampaikan pada Tuan dan Nyonya terkait kondisi pasien. Saya ingin melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Saya harap Tuan dan Nyonya mengijinkan!" tutur dokter. Dia mencurigai ada penyakit Kenra yang mungkin bawaan dari lahir.Pikiran Ralin langsung melayang entah kemana, apa putrinya punya penyakit lain?"Lakukan yang terbaik, Dok," kata Kenzi memberi keputusan."Baiklah, besok akan kami lakukan pemeriksaan lanjutan, untuk sementara, pasien harus di rawat di sini."Kenzi mengangguk. Dokter dan suster pun keluar dari ruangan.Ralin langsung t
Hasil pemeriksaan Kenra keluar dua hari kemudian."Infeksi pada sistem saraf," kata dokter mulai menjelaskan, "Infeksi selaput otak atau meningitis. Penyakit ini biasa di sebabkan oleh bakteri atau virus. Selain demam tinggi bisa juga sakit kepala atau kejang."Ralin terdiam setelah dokter menjelaskan penyakit putrinya."Apa bisa sembuh, Dok?" tanya Kenzi."Deengan perawatan optimal tentu saja."Jawaban dokter membuat Ralin lega, setidaknya Kenranya bisa sembuh.Sedikit siang Kenzi pergi ke kantor. Ralin sendirian menjaga Kenra, ibu mertua dan ayah mertuanya tidak datang hari ini."Hai Kakak ipar!" Luke datang membawa bekal dari rumah. Ralin tersenyum menyambutnya. Hubungan mereka memang tidak pernah buruk sejak dulu."Ibu menyuruhku mengantar ini. Beliau sedang ada urusan dengan ayah," katanya lalu meletakkan tas berisi bekal tersebut di atas meja."Tidak apa-apa, lagi pula Kenra juga sudah lebih baik," jawab Ralin. Dia pun meminggirkan kotak bekal itu karena belum lapar.Luke berjal
Apa Kenzi sudah mengatakan pada Kenra, bahwa dia daddynya? Pikiran Ralin berkecamuk, tetapi Kenra terdengar tertawa bahagia di dalam.Ralin memutuskan untuk masuk saja ke dalam. Ceklek"Mommy!" panggil Kenra senang."Ya sayang," sahutnya seraya, berjalan mendekat, "sepertinya Kenra bahagia?" Ralin membelai lembut rambut putrinya. Kenzi sengaja bergeser sedikit agar keduanya lebih leluasa. "Kenra sudah punya daddy," katanya dengan riang. Ralin langsung menatap wajah Kenzi yang memilih pura-pura tidak mendengarnya."Kenra masih belum sembuh, jangan membahas daddy dulu ya?" Ralin pun tidak mengerti dengam ucapannya sendiri."No mom, Paman Kenzi bilang, mau jadi daddy Kenra. Jadi mulai sekarang Kenra akan memanggilnya daddy." Seperti baru mendapat hadiah saja Kenra tampak tidak keberatan memanggil Kenzi daddy.Jadi hanya pura-pura. Pikir Ralin, akan tetapi Kenra sudah bahagia, bagaimana kalau dia tahu yang sebenarnya.Sehari setelahnya Kenra dinyatakan sembuh dan sudah diperbolehkan unt
Ralin mengusap kasar air matanya, jangan sampai ada yang melihatnya menangis. Ia pun menatap dirinya di cermin. Tangannya terangkat lalu menyentuh dadanya.Hampir enam tahun berlalu dan perasaan terhadap Kenzi belum hilang sepenuhnya. Ralin menilai dirinya bodoh.Di bawah, entah apa yang di bicarakan oleh Derrik dan ayah mertuanya. Kini Derrik dan Violin pamit sedangkan Nyonya Rebecca memilih menetap di dalam kamar."Bulan depan pernikahan akan terjadi," kata Tuan Robert menghampiri istrinya."Katakan pada Kenzi untuk menceraikan Ralin agar dia bisa menikah dengan Luke.""Tidak bisa seperti itu, kita tidak boleh memaksanya menikah dengan Luke." Tuan Robert tidak setuju dengan pemikiran istrinya."Lantas, Kau ingin Ralin pergi dari sini dan membawa cucu kita?" Rebecca berdiri dan melipat tangannya di dada, "hanya itu satu-satunya cara agar Ralin bertahan di sini."Pembicaraan itu di dengar oleh Kenzi, dia yang ingin berbicara dengan sang ayah pun mengurungkan niatnya. Kenzi menjauhi pi
"Sayang, belajar sendiri ya! Ibu ingin bicara dengan paman ini." Ralin melirik pria yang baru masuk ke dalam ruangan kenzi tadi yang masih menampakkan wajah terkejutnya. "Ra-ralin, aku hanya sebentar mengambil berkas yang ketinggalan," kata pria itu agak gugup. Jujur saja ia sangat terkejut melihat Ralin ada di sini."Hanya dua menit, tolong jawab pertanyaanku, Edwart!" Ralin menahan tangan pria itu."Pe-pertanyaan yang sama dengan enam tahun yang lalu?" Edwart sungguh merasa tidak nyaman."Ya, aku mohon jawab dengan jujur!" pinta Ralin dengan wajah memelas."Aku-aku tidak tahu apapun Ralin, aku harus pergi!" Edwart yang sudah memegang map di tanganpun segera meninggalkan ruangan.Raut wajah Ralin tampak kecewa, kenapa sampai sekarang dia tidak mendapatkan apapun yang di inginkannya."Mom, kenapa paman itu gugup? Apa dia takut dengan momm? padahal mommy Kenra sangat cantik dan baik hati."Seketika raut wajah itu berubah tersenyum, Kenra memang paling tahu cara menghibur mommynya.Ed
EndingLivi tersenyum menatap kepergian Ralin. Ia yang sudah meyakini bahwa Aice sudah berhasil tidur dengan Kenzi. Livi rasanya ingin kembali mengejar cinta Darren yang ingin menceraikannya.Hari, minggu dan bulan telah berlalu, namun Aice tetap berpura-pura lumpuh. Padahal Ralin dengan pantang menyerah membawanya terapi.Seperti hari ini, Ralin mendorong kursi roda Aice di sebuah mall, di sisinya ada Kenra berjalan. Mereka baru pulang dari rumah sakit dan Ralin mengajak Aice jalan-jalan, mulai dari makan hingga belanja kebutuhan.Sepulang dari pusat perbelanjaan itu, Ralin menepikan mobil di depan sebuah apotik. Dia ingin membeli vitamin untuk Kenra.Mobil melaju kembali ke rumah, bibi menunggu di depan pintu."Paket dari mana?" tanya Ralin begitu turun sari mobil."Ini untuk Aice, Nyonya," jawab Bibi.Ralin mengamati paket berukuran kecil itu sebentar kemudian masuk ke dalam rumah.Setelah nenerima paketnya, Aice masuk ke dalam kamar, karena sudah tidak sabar untuk mencoba, dia sam
Luke bangun dalam keadaan tak berbusana dan di kursi roda ia melihat Aice dengan diam seperti menahan sesuatu. Nafas Luke memburu, ingatannya terlempar pada kejadian tadi malam saat ia akan kembali ke rumah, ban mobilnya bocor dan sialnya tidak ada ban serap di mobil.Luke berdiri di luar mobil sambil berkacak pinggang. Dia tahu lokasi ini lebih dekat ke rumah kakaknya.Luke pun memutuskan meninggalkan mobilnya dan mulai berjalan kembali ke rumah Kenzi.Dia memencet bel dan Kenzi membukakan pintu."Ban mobilku bocor, pulang ke rumah terlalu jauh, jadi aku menginap di sini malam ini," katanya seraya berdiri.Kenzi bergeser agar adiknya itu bisa masuk, "Masuklah!" katanya lalu mengunci pintu, "tidak ada kamar kosong.""Aku tidur di sofa," kata Luke ringan."Kalau haus kau ambil sendiri di dapur, aku mau melihat Kenra dulu!" Kenzi belum sempat merapikan selimut saat bel pintu berbunyi.Luke pun berjalan ke dapur, dia melihat teh di atas meja dan sepertinya masih hangat. Pasti punya Kenzi
"Hai Kakak Aic!"Ralin menyapa gadis yang duduk di bangku belakang itu dengan ramah.Aice diam saja, bahkan mengalihkan tatapannya. Ralin yang menyadari itu menghela nafasnya, tangannya terulur mengusap rambut Kenra.Aice sangat sombong bahkan pada anak kecil sekalipun. Entah apa motif di balik kecelakaan itu. Ralin mengantar keduanya kembali ke rumah, sebelumnya ia memberikan pengertian pada Kenra untuk pergi sebentar.Ralin duduk di cafe dan salah seorang pria berpakaian hitam datang menghampiri mejanya."Namanya memang Aice, tinggal di panti asuhan, namun satu tahun terakhir dia keluar dan bekerja di sebuah club."Ralin menyimak dengan baik."Bagaimana dengan informasi dari polisi?" tanya pria itu."Belum ada informasi, mereka terkesan lambat dan aku tidak tahan untuk mengetahuinya.""Aku akan mencaritahu tentang kecelakaan itu, murni atau rencana, karena club itu belum berhasil ku tembus." Pria itu adalah kenalan Kenzi dan Ralin yang memintanya agar berurusan padanya."Aku ingin
Di rumah Aice tidak mau bicara, di beri makan pun dia enggan menyentuhnya. Entah apa yang ada di fikirannya. Kalau di lihat usianya masih sangat muda, tapi terlalu keras kepala."Kau butuh obat agar segera bisa pulih, apa kau tidak ingin bisa berjalan?" Bibi tentu saja kesal menghadapinya."Jangan pedulikan aku," bentaknya hingga membuat Bibi berjengkit, "aku hanya mau Kenzi yang menyuapiku."Bibi sengaja menunduk untuk menatap wajah Aice agar jelas terlihat, "Aku curiga, jangan-jangan kecelakaan ini adalah rencanamu."Aice gelagapan, "Ap-apa yang, Bibi katakan? Memangnya siapa yang mau seperti ini, tidak bisa berjalan dan bebas.""Nah, itu kau tahu, makanya makan makananmu dan jangan lupa minum obatmu. Untuk merebut Tuan Kenzi, kau harus lebih cantik dari Nyonya Ralin."Bibi pergi ke dapur setelah mengatakan kalimat itu, sebenarnya dia hanya ingin melihat rencana Aice."Aku memang harus cantik untuk memikat Kenzi, aku akan makan," kata Aice pelan. Kalimat bibi barusan menjadi motivas
"Nona apa yang anda lakukan?" Terdengar teriakan dari ruang tamu.Bibi terkejut melihat foto keluarga majikannya jatuh, pecah di lantai."Aku tidak sengaja, hanya lewat dan ...,""Sudah-sudah, menyingkirlah!" Bibi mendorong sedikit kursi roda Aice. Sebaliknya ia beranjak ke dapu mengambil sapu untuk membersihkannya.Sebenarnya dia sedikit aneh menatap gadis yang berada di kursi roda itu, bagaimana mungkin tersenggol, foto itu jelas lebih tinggi kalau di lewati tentu tidak akan mengenainya.Aice diam menyaksikan Bibi membersihkan serpihan kaca yang berserak, dari jatuhnya saja tidak mungkin sehancur ini. Pikirnya.Bibi curiga kalau itu disengaja, ia pun melempar tatap pada Aice."Bibi kenapa menatapku begitu? Bibi mencurigaiku?" Aice menantang mata itu."Entahlah, Aice. Kalau kau merasa di curigai, apa kau akan marah?""Tentu saja, aku kan sudah bilang tidak sengaja." Aice membela diri."Bibi, ada apa ini?" Ralin dan Kenzi datang dengan memakai kimono. Membuat tatapan Aice berubah. Tan
Akhirnya gadis itu bicara, dokter yang hendak pergi kembali memeriksanya, "Kau bisa bicara?"Gadis itu diam lagi."Katakan siapa namamu dan di mana keluargamu?" Kenzi ikut bertanya.Gadis itu menggeleng."Kalau kau tidak mengatakannya bagaimana kami akan mengabari keluargamu? Mereka pasti sangat cemas memikirkanmu." Ralin ikut menimpali, namun gadis itu tetap menutup mulutnya.Dokterpun pergi meninggalkan mereka bertiga di dalam.Ralin mengeluarkan ponselnya, mengabari pada Anne agar menghandle perusahaan."Terimakasih, Ann!" ungkap Ralin lalu menutup panggilan."Anda tidak perlu ada di sini!" Wanita itu bicara lagi, ia menatap Ralin benci.Ralin menyimpan ponselnya lalu mendekat pada gadis itu, "Aku istri dari pria yang menabrakmu, aku juga bertanggung jawab atas kesembuhanmu," sahut Ralin, sementara Kenzi kini tertidur di sofa, dia mengantuk karena tidak tidur semalaman."Aku tidak butuh, kamu."Ralin mengeryit, ia memperhatikan wanita itu, sakit atau hanya pura-pura."Tidak perlu m
Sesekali Kenzi menatap pintu IGD rumah sakit, di mana orang yang ia tabrak di tangani oleh petugas medis.Kenzi baru saja menabrak gadis muda yang hendak menyeberang jalan. Dari penglihatannya keadaan gadis itu cukup parah, karena rasa khawatirnya Kenzi bahkan tidak menghubungi Ralin."Korban tidak membawa kartu identitas, bagaimana kita akan minta persetujuan untuk mengambil langkah selanjutnya, sementara kakinya harus segera di operasi." Dokter berbicara dengan dokter lainnya."Melapor pada polisi untuk menyelidikinya akan memakan waktu lama, sampai ponsel korban diperbaiki kita akan tetap jalankan operasi." Dokter yang satunya memang lebih tegas dan berani dalam mengambil keputusan.Salah satu dari mereka menghampiri Kenzi, "Tuan, korban akan segera kami operasi, bagian kakinya. Sebagai orang yang bertanggung jawab. Tuan yang akan menandatangani berkas persetujuannya, untuk itu mari ikut saya!" Sore itu langsung di lakukan operasi setelah Kenzi menandatangani berkas persetujuannya
Kedatangan Livi ke perusahaan cukup mengusik konsentrasi Ralin, bisa-bisanya wanita itu menuduhnya menjadi penyebab retaknya hubungan rumah tangga mereka.Akhirnya ia memutuskan untuk pulang cepat, sekaligus menemani Kenra di rumah. Senyum Ralin tampak di bibir berwarna pink miliknya, ia membayangkan mereka akan dekat lagi seperti biasanya.Mobil Ralin sudah menepi di depan gerbang sekolah Kenra, tinggal menunggu beberapa menit lagi jadwal kepulangan anak-anak taman kanak-kanak itu.Ralin keluar dari dalam, wanita yang memakai kemeja biru muda berlengan panjang itu bersandar di mobilnya seraya menatap ke arah sekolah.Bel berbunyi pertanda jam pelajaran telah usai, lima menit dari itu anak-anak mulai berhamburan keluar dari ruangan masing-masing.Ralin melihat sosok Kenra berjalan dengan kedua tangan memegang tali tasnya, tampaknya Kenra belum menyadari kehadirannya."Kenra, siapa yang menjemputmu?"Langkah Kenra terhenti saat temannya bertanya.Kenra yang sedikit menunduk itu menggel
Saking antusiasnya memilih, Ralin sampai lupa pada putrinya sendiri. Mereka bahkan kembali ke perusahaan saat hari hampir menjelang malam."Semua belum lengkap, selebihnya akan ku kirim dari Prancis," kata Darren."Ah ya, terimakasih banyak!" ucap Ralin, "Kau sangat membantuku." Ralin menjabat tangan Darren. Sebenarnya dia masih sedikit canggung berada di dekat sepupu suaminya tersebut. Ralin tidak bodoh mengartikan gelagat Darren yang masih terlihat menyukainya. Pria itu terpaku sebentar menatap tangan mereka yang terpaut."Ehem ...." Deheman dari Anne membuat Darren tersentak dan segera melepas tangan Ralin."Nyonya, sudah waktunya pulang," kata Anne."Ah ya, ayo!" ajak Ralin yang sebenarnya terbantu karena Anne, "Tuan Darren, aku akan mengabarkan kedatanganmu pada Kenzi." Ralin menatap pria yang pernah menjadi bosnya tersebut.Darren hanya mengangguk.Ralin pulang bersama Anne, Darren masih memaku di tempatnya, ingin sekali dia mengajak Ralin makan malam, tapi keberadaan Anne memb