Davin tampak kebingungan. Sudah sejak tadi memanggil dan mencari di mana Nayla berada, tetapi tak juga menemukan sang istri. Saat ia terjatuh di atas sofa ruang tamu, Davin tak sengaja melihat telepon berkabel berserakan juga sebuah foto yang sempat membuat Nayla syok. Kedua mata Davin melotot. Pria tampan dengan kemeja biru itu meremas foto tadi hingga tak utuh lagi. Davin keluar dan mencari jejak Nayla. Saat hampir menyerah, tiba-tiba seorang wanita tua, tetangga mereka memanggil dari balik pagar."Mas Davin!""Mas Davin!"Davin menoleh dengan cepat. Ia segera turun dari tangga ringan menuju wanita tua itu. "Ada apa ya, Bu?""Anu, Mas. Mbak Nayla tadi digotong sama warga karena ditemukan pingsan di rumah. Untung aja ada tetangga yang datang dan segera menolong.""Apa, Bu? Nayla pingsan? Terus, sekarang di mana Nayla?" Berdebar dada pria itu sambil berbicara. "Di rumah sakit, Mas. Diantar salah satu warga juga naik mobil. Udah dari pagi, kok. Mendingan sekarang, Mas Davin, ke sana,
Pagi itu, Nayla dibawa oleh dua orang yang menolongnya saat pingsan kapan lalu. Wanita muda yang tubuhnya semakin kurus kering itu kini dibantu duduk di sebuah kamar bernuansa putih. Bunga pajangan pun berwarna putih bersih. Seputih wajah pucat Nayla yang tengah mengembus napas berat."Makasih banyak, Tan, Mas Reno." Wanita dengan wajah teduh itupun lantas ikut duduk di pinggir ranjang. Ia sangat sedih menatap Nayla. "Nay, mulai sekarang tinggal saja di sini. Tante tidak ada temannya. Reno sibuk di kantor."Nayla menunduk. "Nayla sudah terlalu merepotkan Tante Maya." Ada buliran bening menetes di pipi. Lalu, disapunya dengan tangan dingin."Enggak, Nay. Aku sama Mama dengan senang hati menyambut kamu. Kami tau ... kamu butuh tempat tinggal. Jangan berpikiran yang tidak-tidak. Setelah kamu mau cerita tentang keluargamu, kami semakin mantap untuk membawamu tinggal di sini." Reno, lelaki tampan dengan tubuh maskulin itu menatap Nayla. "Benar apa kata Davin, Nay. Sudahlah, jangan dibaha
"Makasih ya, Nay. Aku berangkat dulu." Ketika Reno melangkah melewatinya, Nayla baru tersadar dari lamunan sesaat. Ia melihat bayangan Davin. Hatinya kembali sakit. Ia masih menjadi istri dari Davin. Namun, dia malah membenahi dasi pria lain. Pilu menggelitik jiwa, raga membekas luka. Nayla bimbang. Ia malah terduduk di pinggir ranjang kamar Davin. Pria itu kembali ke kamar karena sesuatu tertinggal. Saat mendapati Nayla terisak dalam lirih, Reno bergegas mendekat. "Nay, kamu kenapa?" Reno duduk tepat di depan Nayla. Ia meletakkan lagi tas kerja dan jas hitam yang sempat tersampir di tangan."Em. Enggak, Mas. Aku hanya kelilipan saja," bohong Nayla. Ia segera berpaling dan mengusap wajah. "Nay, aku tau. Kau pasti masih teringat suamimu. Aku bisa mengantarmu pulang kalau kau ingin kembali padanya. Dengan senang hati, aku akan mewakilkanmu untuk memperbaiki hubungan dengan Davin.""Tidak. Tidak, Mas. Aku enggak apa-apa.""Jangan bohong kamu, Nay. Aku tau. Curhat saja sama aku, Nay.
Suara bel pada pintu sore itu membuat Reno menoleh. Pri dengan kaus hitam dan celana bahan panjang itu menghentikan gerakan tangannya dari atas keyboard laptopnya. Ia segera berdiri dan melangkah ke pintu utama rumah mewah itu. Setelah dibuka, begitu terkejut Reno melihat kedatangan Davin, suami Nayla. Davin pun tampak berdebar saat melihat pria seusianya itu tinggal bersama Nayla. "Nayla ada?" Davin bertanya dengan wajah sendu. "Ada. Dia di dalam. Masuklah."Reno menyambut baik rekan bisnisnya itu. Ia mengaku Davin duduk di ruang tamu lalu seger mematikan laptopnya dan memindahkan di meja lain dekat sana. Sebelum memanggil Nayla, Reno ingin bertanya sesuatu pada pria yang duduk tak jauh dariny itu. "Maaf, aku ingin bertanya sesuatu. Tapi, itupun kalau tidak keberatan." Reno menghela napas panjang. "Aku di sini dan Mamku sudah berulangkali membujuk dia untuk tidak menggugat kamu. Tapi, dia tetap bersikukuh."Davin tersenyum puas. "Tidak apa-apa. Memang aku yang salah. Sejak awal d
Tepat satu tahun hari ini Nayla menjadi janda. Mantan istri Davin itu kini telah bergabung dalam sebuah perusahaan besar milik Reno. Wanita itu berjalan dengan pakaian anggun ingin keluar dari kantor karena sudah waktunya pulang. Meskipun setiap hari ia pulang dan pergi bersama Reno, hari ini ia ingin pergi sendiri. Bukan pulang yangenkadi tujuannya. Kali ini ia mencari taksi dan setelah itu tujuannya adalah ke sebuah makam.Tak jauh dari sana, Nayla turun ketika sampai. Ada satu buket mawar di tangannya yang sempat ia beli tadi. Nayla menghentikan langkahnya tatkala ib melihat seorang pria dengan tubuh proporsional duduk berjongkok. Tangannya menyentuh nisan kecil yang terdapat sebuah pohon kecil berdaun kuning.Tubuh Nayla gemetaran. Pasalnya, setelah perceraian itu, baru kali ini ia melihat sosok Davin lagi. Nayla memilih mundur. Ia berpura-pura duduk di dekat makam orang lain dengan menutupi wajahnya dengan ujung jilbab. Begitu si pemilik wajah sendu itu menjauh dari makam sang
Nayla tampak gugup saat ia diajak oleh Maya untuk fitting baju pernikahan dengan Reno. Mereka kini berada di sebuah butik ternama dengan brand besar. Sejak tadi, wanita itu hanya mengiyakan saja apa yang ditanyakan oleh Maya padanya."Tan, aku terserah Tante saja. Sekiranya Tante suka." Nayla tersenyum. Namun, hatinya masih saja ragu. Ia relakan perasaannya demi membalas Budi kebaikan Maya dan Reno. Reno keluar dari ruang ganti dengan jas hitam pengantin. Ia memperlihatkan pada Maya tentang itu. Meminta pendapat sang Mama yang kini duduk menatapnya. "Gimana, Ma?""Bagus, Ren. Nayla juga langsung pas sama tubuhnya. Kalian memang serasi," balas Maya sambil terkagum-kagum. Reno menatap Nayla yang sejak tadi diam dengan lamunan. Kedua tangannya saling bertautan dan tampak berpikir. Reno menarik tangan Nayla meski sejatinya ia tahu, Nayla bakal menolaknya. Namun, saat itu Nayla malah seperti balita yang menurut saja. Mereka bertiga keluar dari tempat itu dan berniat makan siang di mall
"Hanya kebetulan saja Pak Reno." Davin menepis sindiran itu. Tak lama menu datang, mereka mulai menikmatinya. Nikmatnya makanan kini terasa hambar karena debaran yang hadir tanpa diundang. Nayla hanya mengaduk-aduk saja makanan berkuah santan itu. Dia pria yang berada di dekat Nayla pun menoleh bersamaan. Merasa ada yang tak beres dengan wanita itu. Davin tak berani bersuara. Ia paham betul posisinya saat ini sebagai apa. "Nay, kenapa enggak di makan?" Nayla terkejut dengan tepukan pada pundaknya. "Eh, enggak, Mas. Masih panas soalnya." Wanita cantik itu tersenyum meringis. " Oh ya, Nay. Aku mau ke toilet sebentar. Kamu enggak apa-apa, kan? Aku enggak lama kok."Reno menatap mata Nayla. Namun, yang ia temukan malah lirikan yang terarah pada sosok pria lain selain dia. Ada yang sakit di dalam sana. Akan tetapi, ia paham dan memaklumi. Reno berdiri dan meninggalkan sepasang mantan itu. Semakin ke sini, perasaan Nayla semakin tak enak. Wanita itu membatin kalau Davin tampak lain. L
"Lepaskan aku, Mas. Enggak enak dilihat orang. Aku enggak bisa lama-lama di sini kalau kamu begini." Nayla gugup. Ia menatap sekeliling untuk memastikan kedatangan Reno."Reno enggak akan bakal marah karena dia yang memintaku bicara berdua denganmu. Dia tau, kalau kamu masih ada perasaan denganku. Dia paham hubungan kita, Nay.""Enggak, Mas. Aku sama kamu udah selesai. Aku sama Mas Reno akan menikah. Jangan mengharapkanku lagi."Nayla semakin ingin pergi dari sana. Ia panik karena Davin terus memohon padanya. "Lepaskan aku, Mas!" Tangan Davin akhirnya terlepas karena hentakan tangan Nayla. Wanita muda itu tampak tersengal-sengal karena menahan napasnya yang tercekat dalam dada. Begitu melihat Reno di ujung sana, Nayla bergegas meninggalkan Davin sendirian. Ia tampak gemetaran dan langsung mengajak Reno pergi."Ada apa, Nay?" tanya Reno saat mereka sudah berada di dalam mobil. Reno menatap wajah Nayla yang pucat mendadak. "Kalian kerjasama, kan? Tega kamu, Mas. Kita sudah mau menikah