Awalnya, pria berkemeja biru itu mengemudi dengan santai. Hanya saja, ketika sudah sampai di jalanan yang agak menurun, Fabian langsung panik. Pedal rem tak berfungsi dengan baik. Ia mencoba tetap tenang. Namun, tetap terus mengendalikan mobil dengan mengikuti belokan serta melaju di bagian tepi. Mobil berhenti seketika saat mesin ia matikan dan berada di jalur datar. Gelap menyapa menemani Fabian yang kini, masih diberi keselamatan. Ia langsung membuka pintu mobil dan mengelus dada sambil terus melantunkan kata syukur. "Astaghfirullah, kenapa bisa blong begini, ya?" Pria itu lantas menelpon bagian bengkel. Akan tetapi, jam segini di sana sudah tutup. Kebetulan, ia memiliki teman yang ahli dalam bidang otomotif. Sekitar setengah jam dia menunggu, sebuah mobil datang menghampiri.Lain di ujung belakang sana, Rasya masih memperhatikan mereka. Ia memukul kemudi sendiri karena telah gagal membuat Fabian celaka. Juga akan menyiapkan rencana berikutnya demi menghilangkan semua saingan da
"Kamu?" Indri mengerutkan dahinya. Mood yang semula membaik, kini harus hancur kembali karena melihat wanita yang tengah dilanda kecewa karena gagal menikah.Fitria melanjutkan langkah dan ikut duduk di sebelah Indri. Ia mengulas senyum liciknya dan siap menghujani dengan beribu cacian."Ada apa? Katakan segera! Aku tidak bisa lama-lama duduk di sini." Perasaan Indri pun mendadak tak enak. Sesekali melirik pada dua wanita tua yang ada di depan sana yang masih memilah-milah pakaian bayi. "Aku cuman mau ingatkan kamu, kalau lebih baik berhati-hati karena seseorang telah mengintaimu sejak lama. Dia berusaha menghancurkan kebahagiaan yang sudah lama kamu rindukan.""Apa maksud kamu?" Napas indir terlihat naik turun. Melihat Indri tidak tenang dan tampak gelisah, dalam hati Fitria bersorak. Itulah yang wanita itu inginkan. Menghancurkan mental wanita hamil yang tak lama lagi akan menerima bayi mungil."Aku cuman ingetin aja. Kamu kira kecelakaan suami kamu itu murni karena takdir?"Indir
Udara siang begitu menyengat, kala seorang wanita turun dari sebuah mobil. Wajahnya masih sangat muda dan cantik. Berkelas dan masih asing dengan daerah sana, maka dari itu sejak tadi dia agak kebingungan.Berada di tempat parkiran, dia merogoh ponsel di dalam tasnya dan melihat sebuah panggilan sudah sejak tadi rupanya tak diangkat. Fatria mendongak dan membaca lagi papan besar di pinggir jalan itu. Benar, alamat yang tadi dikirim oleh seorang pria padanya. Wanita itu segera masuk ke dalam kafe. Udara di dalam kafe langsung membuatnya nyaman. Dingin, sejuk dan pemandangannya juga bagus. Design interior tempat itu sangat cocok untuk matanya yang butuh kesegaran setelah mengalami guncangan batin yang cukup kuat.Seorang pria lantas mengulas senyum padanya. Fatria pun langsung paham dan mendekati pria itu. Mereka bersalaman dan mengawali perbincangan dengan memesan segelas minuman segar."Jadi ... apa rencana kamu?" tanya Fitria. Ia menatap lekat wajah pria berambut ikal itu. "Gue pun
"Sayang, kamu enggak usah capek-capek ke kantor lagi. Kamu harus persiapkan persalinan yang tak lama lagi ini. Banyak-banyak minum air putih dan jalan kaki. Dulu, Mama juga begitu saat mengandung suami kamu. Dave itu paling mudah. Kan, Mama sebenarnya sudah pernah melahirkan adiknya Dave, tapi enggak selamat.""Indri masih enggak percaya kalau Pak Dave pergi dengan begitu cepat. Padahal, kami baru saja menikmati manisnya pernikahan." Ada raut yang begitu sedih, tetapi sang mertua segera menghiburnya. "Kamu sabar, Nak. Setelah ini, bayi kamu akan menjadi orang hebat. Akan menyayangi Ibunya sepenuh hati. Dia akan jadi pewaris tunggal keluarga kita. Satu hal lagi pesan Mama, jangan anggap kami ini sekadar mertua, tapi kami ini adakah orangtua kamu juga. Kami hanya punya Dave dan kamu saja." Mereka berpelukan hingga tiba di parkiran rumah sakit, Indri tak begitu melihat jalannya. Sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi, tak sampai menabrak Indri, tetapi kejadian itu mampu membuat in
Hari ini Indri sudah boleh pulang. Ia masuk ke dalam rumah dengan duduk di atas kursi roda. Dua mertua ikut mengantar karena mereka belum bisa berpisah dengan sang cucu mungil berbalut dengan selimut berbulu. "Ndri, Mama boleh menginap di sini semalam saja? Mama mau nungguin cucu. Besok Mama pulang." Wanita berparas ayu itu memohon pada sang menantu. Mana mungkin Indri tega, apalagi ia melihat bercak kesedihan di mata Laila. Pasti wanita tua dengan jilbab coklat itu teringat dengan putranya. "Mama kapan saja boleh menginap di sini. Menjenguk bahkan memeluk cucu Mama sepuasnya," balas Indri saat dia sudah berpindah di atas tempat tidur. Di sebelahnya, putra tampan yang baru saja diberi nama Davin itu."Benar, Nyonya. Kami sangat senang kalau Nyonya betah di sini," sahut Rumi yang baru saja datang dengan nampan berisi minuman. Di kamar Indri mendadak penuh dengan keberadaan mereka. Sementara itu, Ali tengah berbincang dengan George di depan rumah. Lalu, Shalsabila membantu memasak d
Saat Ali ke depan dan ingin memanasi mobilnya, tak sengaja ia melihat sekelebatan orang bertopi yang sepertinya tengah memperhatikan Indri dan Shalsabila yang kini berada di gazebo. Tatapan yang tidak biasa, lalu pergi saat Ali menyadari hal itu.Pria berkemeja biru dengan dasi mengalung di leher itu tak begitu menghiraukan. Selesai memanasi mobil, ia berpamitan pada orang rumah untuk segera ke kantor.Hari menjelang panas, dua wanita yang tadinya asik mengobrol pun segera masuk lagi ke dalam rumah. Selama waktu bersilih, tetangga pun turut keluar masuk mengerjakan apa saja yang diperlukan dalam acara nanti sore. Indri juga meminta bantuan tetangga untuk membeli kambing yang akan digunakan untuk aqiqah putra kecilnya. Saat ia tertidur karena semalam banyak begadang, ada seorang wanita yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya. Ia menatap bayi mungil itu dengan seringai penuh licik.Sementara di dapur keadaan begitu ramai, ia gunakan waktu dan kesempatan itu untuk bersiap-siap mengambil
Semua orang berteriak. Bayi kecil terjatuh tepat di dalam dekapan seorang lelaki dan kembali dibawa kabur. Lelaki bertopi tak peduli dengan nasib tragis wanita yang telah membantunya menculik bayi itu. Lelaki misterius yang tak lain adalah Rasya itu lantas masuk ke dalam mobil. Salah seorang anak buahnya yang duduk di bagian depan pun menekan pedal gas dan melaju di tengah keramaian kota itu. Sang pemilik mobil yang tak sengaja telah menabrak wanita itu dengan cepat meminta sopirnya untuk mengejar mobil yang membawa cucunya. Di dalam mobil itu, orangtua Dave memandu sopir agar terus mengejar mobil yang membawa bayi kecil itu hingga ke tengah kemacetan. Meskipun sudah renta dan sering memakai tongkat untuk berjalan, George membuka pintu dengan kasar setelah menelpon bodyguardnya. Ia segera turun saat semua mobil berhenti di bawah lampu merah. Pria tua yang rambutnya telah memutih rata itu melayangkan tinju pada pintu mobil Rasya hingga pecah. Sontak kejadian itu membuat perhatian s
Ada perasaan meremang dan tak percaya. Akhirnya, ia bertemu kembali dengan putra tercinta. Indri segera mendekat bersama Ibunya. "Davin ...." Dengan wajah sembab dan kondisi yang belum stabil, Indri langsung mendekati Davin kecil dari kakeknya. "Pa, makasih banyak sudah membawa Davin pulang.""Alhamdulillah, Nak. Ini adalah bantuan dari Allah. Tidak ada yang kebetulan. Papa tadi mau ke sini rencananya, tapi sampai di jalan tak sengaja sopir menabrak seorang wanita yang membawa bayi. Bayi ini terlempar dan ditangkap oleh mantan suami kamu. Karena warga berteriak itu adalah anak kamu, lalu meminta Papa untuk mengejarnya. Maka dari itu, Papa tak mau tinggal diam dan segera mengejar mobil lelaki itu."Panjang lebar lelaki tua itu bercerita, Indri ternganga saat mendengar siapa dalang di balik ini semua. "Apa? Jadi ... semua ini rencana Mas Rasya?" Beralih menatap Rumi, Indri tak habis pikir. "Acara sore itu dimulai dengan do'a, mencukur rambut bayi yang tengah diaqiqah lalu memberikan