[Aku akan menjemputmu pukul tujuh nanti malam]
Satu pesan masuk dari Damien, saat Majandra tengah memanjakan diri di salah satu salon mewah Kota Paris. Wanita itu tersenyum, lalu membalas pesan tadi.
[Memangnya, kau akan mengajakku ke mana?]
Tak berselang lama, satu balasan kembali masuk.
[Berdandanlah yang cantik]
Hanya itu jawaban dari Damien. Hingga malam tiba dan Majandra sudah tampil cantik, pria tampan tersebut belum juga mengatakan akan ke mana dia mengajak wanita pujaannya.
Tepat pukul tujuh malam, Damien sudah tiba di halaman depan kediaman milik Alexandre. Dia keluar dari mobil, lalu berdiri sambil bersandar pada pintu samping untuk penumpang. Damien se
“Ada apa ini?” tanya Julien. Namun, dia tak membutuhkan jawaban lagi, setelah melihat sosok Majandra yang berdiri di dekat Damien. “Majandra?” sapa Julien. “Angin apa yang membawa menantu Phillipe LaRue kemari?” tanyanya.Seketika, suasana menjadi sedikit kikuk. Nicholas bahkan berkali-kali menatap penuh isyarat kepada sang adik, yang tetap terlihat tenang. Begitu juga dengan Beatrice. Wanita itu menggandeng lengan sang suami, sambil memberi kode-kode khusus kepada Nicholas.“Um, aku yang mengundang Majandra kemari. Kurasa, tak ada salahnya memperkenalkan dia secara khusus kepada kalian,” ujar Damien tenang. Dia masih bisa tersenyum kalem dalam situasi seperti itu. Lain halnya dengan Majandra yang terlihat salah tingkah.“Oh, aku sudah mengenal wanita
“Paman! Buka pintunya!”“Ck!” Damien berdecak kesal. Dia bangkit dari atas tubuh Majandra yang langsung duduk di tepian tempat tidur, sambil merapikan rambut serta pakaian. Wanita itu memperhatikan Damien yang berjalan ke pintu, lalu membukanya.Tampaklah paras menggemaskan Albert, putra sulung Nicholas. Dia berdiri sambil menyunggingkan senyuman lebar. Memperlihatkan deretan giginya yang tidak tersusun rapi. Albert juga membawa ponselnya ke sana. “Hai, Paman. Aku ingin kau membantuku mengalahkan musuh dalam game ini. Dari tadi aku kalah terus." Tanpa menunggu jawaban dari Damien, anak itu langsung menerobos masuk ke kamar sang paman.Namun, sesaat kemudian Albert tertegun. Dia memandang aneh kepada Majandra yang tersenyum padanya. Putra sulung Nicholas tersebut, menol
“Swiss adalah tempatku dan Alexandre berbulan madu tiga tahun lalu. Aku belum sempat ke sana lagi, karena … karena ada beberapa tempat yang pernah kami kunjungi berdua. Ya, meskipun aku tahu bahwa Alexandre tak menyukai acara bulan madu itu,” tutur Majandra, saat Damien sudah kembali melajukan kendaraan.“Aku tidak tahu kenapa Alexandre mengalihkan tujuan liburannya ke sana,” ucap Majandra lagi dengan tatapan lurus ke depan.“Apakah dia berubah pikiran dengan tiba-tiba?” tanya Damien tanpa menoleh. Fokusnya tertuju pada jalanan yang mereka lalui.Majandra menggumam pelan. Dia melirik sekilas kepada Damien, sebelum kembali menatap ke depan. “Alexandre bertanya padaku tentang destinasi liburan selain Venice. Aku … yang terlintas di benakku adalah Swiss.
“Apa alasannya, Ayah? Katakan saja sekarang,” ucap Damien serius.“Satu yang pasti adalah tentang bisnis, Nak. Kerajaan bisnis Keluarga LaRue yang berdiri kokoh dan seolah menjadi satu-satunya di Perancis. Mereka memiliki sokongan dana kuat, seakan tak pernah habis. Aku pernah mendengar desas-desus tentang goyahnya kerajaan bisnis Keluarga LaRue beberapa tahun silam. Namun, semua itu menguap bagaikan angin, setelah Alexandre menikah dengan Majandra. Kau bisa menarik kesimpulan sendiri,” tutur Julien. Walaupun Julien tidak berbisnis di bidang yang sama dengan Phillipe, tetapi dia mengetahui seluk-beluk pekerjaan sahabatnya tersebut, meski tidak secara gamblang.“Miguel Sandoval. Dia adalah raja property di Meksiko. Selain itu, Miguel juga menggeluti beberapa usaha lain yang memiliki prospek menjanjikan. Kau mungkin perna
Lea melangkah masuk ke toilet. Dia berpapasan dengan tiga wanita yang akan keluar. Alhasil, dirinya hanya sendiri di dalam sana. Namun, Lea tak peduli. Model cantik tersebut masuk ke salah satu bilik toilet di klub malam tadi, lalu duduk nyaman di closet. Malam itu Lea belum terlalu mabuk, meski kepalanya sedikit pusing.Sesaat kemudian, Lea menyudahi ritual pribadinya. Bertepatan saat dirinya selesai menaikkan celana dalam, tiba-tiba lampu di dalam toilet mati. Suasana di dalam menjadi gelap gulita.“Astaga!” Lea terkejut bukan main. Dia meraba dinding dan pintu, hingga dirinya menemukan handle yang segera diputar. Lea keluar dari bilik tadi sambil terus meraba-raba, Dia harus mengatur langkah, agar dirinya tidak terjatuh.“Ya, Tuhan. Di mana pintunya?” gumam Lea. Dal
“Alex? Sedang apa di sini?” Majandra balik bertanya.“Hanya mencari angin,” jawab Alexandre singkat. Dia duduk di sebelah Majandra, sambil menekuk sebelah kaki. Posisi Alexandre menghadap sepenuhnya kepada sang istri, yang asyik memainkan kaki di dalam kolam. “Sejak kapan kau di sini?” tanya pria itu, mengajak Majandra berbasa-basi.“Entahlah. Aku merasa suntuk berada di dalam kamar terus. Jadi, kuputuskan untuk kemari. Ternyata, di sini tak ada siapa pun.” Majandra tersenyum lebar. Dia merasa konyol.Namun, tidak bagi Alexandre. Tatapannya terus tertuju pada wanita yang akan segera dia ceraikan. Setelah tiga tahun berlalu, entah mengapa baru kali ini Alexandre menyadari kecantikan seorang Majandra. Wanita asal Meksiko tersebut memiliki senyuman teram
Lea melihat ke bawah, pada sesuatu yang tadi menjadi perhatian Alexandre. Seketika, dadanya bergemuruh kencang. Model cantik berambut pirang itu mengepalkan tangan, karena menahan amarah. Lea merasa sakit hati, mengetahui bahwa Alexandre ternyata tengah memperhatikan Majandra dengan sorot berbeda.“Kau mengawasinya?” tanya Lea penuh penekanan. Wanita cantik yang piawai dalam bernyanyi tersebut menahan tangis, yang ditimbulkan karena rasa cemburu.Alexandre tidak menjawab. Tak ingin berselisih paham di sana, pengusaha muda tersebut memilih beranjak dari hadapan sang kekasih tanpa mengucapkan sepatah kata pun.“Tunggu, Alex!” Lea bergegas menyusul Alexandre. Dia mengikuti pria itu hingga ke dalam kamar. Setelah berada di sana, Lea menutup pintu rapat-rapat. “Liburan maca
Majandra segera menoleh. Binar indah seketika hadir, melenyapkan segala kegundahan hatinya. Dia berbalik, lalu menghambur ke dalam pelukan pria yang tak lain adalah Damien. Majandra mendekapnya erat, bagaikan seorang anak yang baru dijemput sang ayah dari sekolah asrama.“Kau di sini?” Majandra melingkarkan tangan di leher Damien, saat pria itu merenggangkan dekapannya.“Bukankah kau berharap aku datang?” Damien tersenyum kalem.“Ya. Ya. Ya! Aku ingin kau di sini.” Majandra kembali memeluk pria tampan berambut gelap tadi. Belum pernah dia sebahagia itu saat melihat Damien. “Kau menginap di mana?”“Di salah satu kamar resort ini tentunya,” jawab Damien, seraya membelai lembut pipi Majandra