*****
Niat tinggal 'lah niat, karena semenjak Damian membuka matanya di pagi hari. Niatnya ia akan bertanya pada Leanne pupus sudah, karena dirinya tidak menemukan keberadaan Leanne di ruangan ini lagi. Dan itu membuat Damian kesal serta marah juga di karenakan hari ini Leanne tidak meninggalkan notice di manapun. Menelepon Leanne pun tidak pernah di angkat sama sekali, membuatnya semakin marah. "Apa gunanya ponsel kau bawa terus kemana-mana Leanne!" Ucap Damian marah setelah mematikan panggilannya yang sia - sia. Damian melemparkan ponsel ke arah kasur king size-nya, dan ia pun pergi ke arah kamar mandi membersihkan diri. Sepertinya ia harus mencari kemana istri nakalnya itu pergi, serta memberikan hukuman ketika ia menemukannya. Seringai kecil muncul di bibir tipis Damian.***** •Montparnasse Tower Montparnasse Tower atau biasa juga dinamai Tour Montparnasse, adalah gedung pencakar langit kantor sepanjang 210 meter (689 kaki) yang terletak di daerah Montparnasse di Paris , Prancis . Dibangun dari 1969 hingga 1973, itu adalah gedung pencakar langit tertinggi di Prancis hingga 2011, ketika dilampaui oleh Tour First setinggi 231 meter (758 kaki) . Ini tetap menjadi gedung tertinggi di Paris di luar kawasan bisnis La Défense . Pada Februari 2020 , ini adalah gedung tertinggi ke - 14 di Uni Eropa. Menara ini dirancang oleh arsitek Eugène Beaudouin, Urbain Cassan, dan Louis Hoym de Marien dan dibangun oleh Campenon Bernard . Pada tanggal 21 September 2017, Nouvelle AOM memenangkan kompetisi untuk mendesain ulang fasad bangunan. Montparnasse Tower banyak sekali di kunjungi banyak orang. Tidak hanya penduduk di sana, tourist dari berbagai negara pun se
***** Setelah Leanne menyelesaikan perkataannya, seorang waiters datang dengan membawa pesanan makanan mereka. Hingga Leanne yang pertama kali memutuskan kontak mata mereka. Makan malam di puncak Montparnesse Tower dengan makanan yang dapat di bilang kata mewah, serta view yang tidak di ragukan lagi dapat melihat Eiffel Tower di malam hari dengan mata telanjang sangat terkesan romantis. Namun, berbeda dengan Leanne dan Damian yang jauh dari kata romantis. Sepanjang mereka menikmati hidangan masing - masing, tidak ada satu kata patah pun lagi yang keluar dari bibir mereka. Mau itu Leanne atau pun Damian mereka berdua seolah olah makan seorang diri. Hingga usai makan pun dan setelah itu mereka pergi meninggalkan romantisnya Montparnesse Tower di malam hari. Tetap saja di dalam perjalanan mobil pun masih di isi dengan keheningan sampai mereka tiba di hotel tempat mereka inap. Setela
***** Paris-Charles de Gaulle Airport Keesokan paginya Leanne sudah berada di airport, setelah kejadian malam di mana Leanne pergi dari kamarnya dengan Damian. Leanne check up kamar lainnya yang berbeda lantai dengan Damian, dan pagi pagi sekali Leanne memutuskan segera check out. Sebelum waktu keberangkatan pesawat yang akan Leanne tumpangi kurang lebih 20 menit lagi akan take off dirinya menyempatkan diri untuk breakfast di Caffe area airport. Setelah usai dengan sarapannya Leanne hendak kembali ke boarding room, namun di pertengahan jalan langkahnya terhenti di karenakan seseorang mencekal tangan kanannya. Melihat ke belakang siapa yang berani menyentuhnya ternyata adalah Damian. "Ikut aku!!" Ucap Damian dengan raut wajahnya yang dingin dan tajam yang tidak ingin di bantah. "Kemana? Lepaskan aku Damian!!" Tanya Leanne dengan berontakkannya, karena Damian terus menarik dirinya dengan langkah cepat masuk pada sebuah ruangan hingga ia berjalan di sebuah lorong yang panjang d
***** Mereka makan dalam diam, baik Leanne maupun Damian. Namun Damian sesekali mencuri pandang pada Leanne. Beberapa menit kemudian mereka pun telah selesai makan. Leanne bangkit dari sofa itu lalu berjalan ke arah kursinya tadi. Sejak tadi Damian terus memperhatikan Leanne. Sadar Damian memperhatikannya terus Leanne pun menatap ke arahnya. "Ada yang ingin kamu katakan Damian?" Tanya Leanne dengan raut datarnya. "Ya." Sahut Damian. Damian beranjak dari sofa lalu ia menghampiri Leanne dan duduk di kursi samping Leanne yang kosong. Leanne mengalihkan pandangannya ke arah jendela. "Leanne, maaf untuk perbuatan ku yang kemarin sehingga kamu harus pindah kamar." Ujar Damian. "Aku harap kamu mau memaafkan ku Leanne, dan aku tidak akan mengulangi tindakan ku seperti yang semalam lagi." Meski aku tidak yakin, Lanjut Damian dalam hatinya. S
***** Damian baru saja tiba di rumahnya, dan masuk ke dalam kamar Leanne untuk menyimpan kopernya. Namun sebelum keluar kembali Damian mendudukkan dirinya di atas kasur Leanne, menatap sekeliling ruangan. Dan pandangannya terjatuh pada sebuah pigura di atas nakas, di mana foto Leanne yang di apit oleh kedua orangtua paruh baya yang ia perkirakan itu adalah kakek, dan neneknya Leanne. Damian memasang ekspresi heran, karena selain pigura itu tidak ada pigura lagi di dalam ruangan. Seperti foto kebersamaan Leanne dengan kedua orangtuanya tidak ada. Apa yang sudah ia ketahui, jika Leanne tidak dekat dengan orangtuanya yang ternyata benar-benar tidak sedekat yang ia tahu. Hingga foto kedua orangtuanya pun tidak ada. Tanpa sadar Damian merebahkan diri di atas kasur Leanne dengan pikiran-pikirannya. Damian mengakui jika dirinya belum benar-benar me
***** Saat ini, aku tengah berdiri di sebuah bangunan. Di mana bangunan yang aku ketahui saat dahulu sangat kecil dan sederhana. Namun sekarang waktu delapan tahun telah berlalu, dan kini bangunan yang ku pijaki sekarang sudah besar. Rumah makan yang dulu tempatnya kecil nan sempit yang belum terlalu banyak pelanggan, namun sekarang telah berubah menjadi sebuah restoran besar dan ramai akan pelanggan. Melangkah masuk ke dalam berjalan untuk mencari tempat duduk yang masih kosong, dan setelah menemukannya. Aku segera duduk di kursi itu dan menunggu seseorang yang sejak tadi sudah menarik perhatianku sejak aku masuk. Aku menutupi wajahku dengan buku menu dan aku merasakan seseorang tengah menghampiriku. "Pesanannya Mbak?" Suara pria ramah nan sopan menyapa telingaku. Suaranya telah berubah sejak terakhir aku mendengarnya. "Bebek goreng sambal ijo." Ucapku dengan wajah yang masih ter
***** "Apakah Abang tahu, jika dulu aku sempat berpikir. Kenapa aku harus ada, jika aku tidak pernah di anggap ada, dan saat itu aku selalu ingin mengakhiri hidupku." Ucapku sambil menolehkan wajahku ke samping menatap Bang Sultan. "Tapi, sejak aku bertemu dengan Abang hingga mengenal keluarga Abang. Keputusasaan ku untuk mengakhiri hidup, hilang begitu saja. Karena saat aku berada di tengah-tengah kalian. Aku merasakan apa itu arti sebuah keluarga. Kehangatan, kenyamanan yang keluarga Abang berikan kepadaku meski itu sederhana, tetapi semuanya membuatku bahagia serta sangat berarti jika aku ini di inginkan." Lanjutku dengan mengalihkan pandanganku dari Bang Sultan di sertai senyuman mirisku. "Leanne," Ucap Bang Sultan sambil menggenggam kedua tanganku membuat kami saling berhadapan. "Abang bersyukur, saat itu Abang ketemu kamu hingga kamu mengenal Abang dan juga keluarga Abang. Asal kamu tahu, kami menerima kamu dan kehadi
***** "Sorry, Bang. Sepertinya aku harus pulang." Ucapku sambil melihat jam tanganku yang sudah menunjukkan jika waktu sudah sore. Tidak terasa obrolan kami memakan waktu cukup lama, dan hari sudah sore. "Baru juga jam 5 sore, Le. Nanti aku antarkan kamu pulang. Rumahmu yang dulu 'kan?" Tanya Arya. Ah, sepertinya Bang Sultan serta Arya mereka tidak tahu jika aku sudah menikah, dan aku tidak tinggal lagi di rumah itu yang ragu ku anggap sebagai rumah. "Atau mungkin mau sekarang Abang antar kamu pulang, Le. Oh iya, tadi kamu ke sini naik apa?" Kali ini Bang Sultan yang bertanya. "Naik taxi Bang." Karena malas untuk menyetir aku memilih naik taxi saat ke sini. "Sepertinya kalian belum tahu." Lanjutku membuat mereka menatapku penuh tanya. "Kamu sudah tidak tinggal bersama orangtua mu, Le?" Tanya Bang Sultan ragu membuatku menatap mereka sulit di artikan. Meskipun tebak