***** Mereka makan dalam diam, baik Leanne maupun Damian. Namun Damian sesekali mencuri pandang pada Leanne. Beberapa menit kemudian mereka pun telah selesai makan. Leanne bangkit dari sofa itu lalu berjalan ke arah kursinya tadi. Sejak tadi Damian terus memperhatikan Leanne. Sadar Damian memperhatikannya terus Leanne pun menatap ke arahnya. "Ada yang ingin kamu katakan Damian?" Tanya Leanne dengan raut datarnya. "Ya." Sahut Damian. Damian beranjak dari sofa lalu ia menghampiri Leanne dan duduk di kursi samping Leanne yang kosong. Leanne mengalihkan pandangannya ke arah jendela. "Leanne, maaf untuk perbuatan ku yang kemarin sehingga kamu harus pindah kamar." Ujar Damian. "Aku harap kamu mau memaafkan ku Leanne, dan aku tidak akan mengulangi tindakan ku seperti yang semalam lagi." Meski aku tidak yakin, Lanjut Damian dalam hatinya. S
***** Damian baru saja tiba di rumahnya, dan masuk ke dalam kamar Leanne untuk menyimpan kopernya. Namun sebelum keluar kembali Damian mendudukkan dirinya di atas kasur Leanne, menatap sekeliling ruangan. Dan pandangannya terjatuh pada sebuah pigura di atas nakas, di mana foto Leanne yang di apit oleh kedua orangtua paruh baya yang ia perkirakan itu adalah kakek, dan neneknya Leanne. Damian memasang ekspresi heran, karena selain pigura itu tidak ada pigura lagi di dalam ruangan. Seperti foto kebersamaan Leanne dengan kedua orangtuanya tidak ada. Apa yang sudah ia ketahui, jika Leanne tidak dekat dengan orangtuanya yang ternyata benar-benar tidak sedekat yang ia tahu. Hingga foto kedua orangtuanya pun tidak ada. Tanpa sadar Damian merebahkan diri di atas kasur Leanne dengan pikiran-pikirannya. Damian mengakui jika dirinya belum benar-benar me
***** Saat ini, aku tengah berdiri di sebuah bangunan. Di mana bangunan yang aku ketahui saat dahulu sangat kecil dan sederhana. Namun sekarang waktu delapan tahun telah berlalu, dan kini bangunan yang ku pijaki sekarang sudah besar. Rumah makan yang dulu tempatnya kecil nan sempit yang belum terlalu banyak pelanggan, namun sekarang telah berubah menjadi sebuah restoran besar dan ramai akan pelanggan. Melangkah masuk ke dalam berjalan untuk mencari tempat duduk yang masih kosong, dan setelah menemukannya. Aku segera duduk di kursi itu dan menunggu seseorang yang sejak tadi sudah menarik perhatianku sejak aku masuk. Aku menutupi wajahku dengan buku menu dan aku merasakan seseorang tengah menghampiriku. "Pesanannya Mbak?" Suara pria ramah nan sopan menyapa telingaku. Suaranya telah berubah sejak terakhir aku mendengarnya. "Bebek goreng sambal ijo." Ucapku dengan wajah yang masih ter
***** "Apakah Abang tahu, jika dulu aku sempat berpikir. Kenapa aku harus ada, jika aku tidak pernah di anggap ada, dan saat itu aku selalu ingin mengakhiri hidupku." Ucapku sambil menolehkan wajahku ke samping menatap Bang Sultan. "Tapi, sejak aku bertemu dengan Abang hingga mengenal keluarga Abang. Keputusasaan ku untuk mengakhiri hidup, hilang begitu saja. Karena saat aku berada di tengah-tengah kalian. Aku merasakan apa itu arti sebuah keluarga. Kehangatan, kenyamanan yang keluarga Abang berikan kepadaku meski itu sederhana, tetapi semuanya membuatku bahagia serta sangat berarti jika aku ini di inginkan." Lanjutku dengan mengalihkan pandanganku dari Bang Sultan di sertai senyuman mirisku. "Leanne," Ucap Bang Sultan sambil menggenggam kedua tanganku membuat kami saling berhadapan. "Abang bersyukur, saat itu Abang ketemu kamu hingga kamu mengenal Abang dan juga keluarga Abang. Asal kamu tahu, kami menerima kamu dan kehadi
***** "Sorry, Bang. Sepertinya aku harus pulang." Ucapku sambil melihat jam tanganku yang sudah menunjukkan jika waktu sudah sore. Tidak terasa obrolan kami memakan waktu cukup lama, dan hari sudah sore. "Baru juga jam 5 sore, Le. Nanti aku antarkan kamu pulang. Rumahmu yang dulu 'kan?" Tanya Arya. Ah, sepertinya Bang Sultan serta Arya mereka tidak tahu jika aku sudah menikah, dan aku tidak tinggal lagi di rumah itu yang ragu ku anggap sebagai rumah. "Atau mungkin mau sekarang Abang antar kamu pulang, Le. Oh iya, tadi kamu ke sini naik apa?" Kali ini Bang Sultan yang bertanya. "Naik taxi Bang." Karena malas untuk menyetir aku memilih naik taxi saat ke sini. "Sepertinya kalian belum tahu." Lanjutku membuat mereka menatapku penuh tanya. "Kamu sudah tidak tinggal bersama orangtua mu, Le?" Tanya Bang Sultan ragu membuatku menatap mereka sulit di artikan. Meskipun tebak
***** Tidak pernah Leanne sangka jika dirinya akan menginjakkan kaki tepat di sebuah gedung tinggi, yang di mana gedung di hadapannya ini adalah kantor Damian. Sejak mulai mereka menikah baru kali ini Leanne menginjakkan kakinya ke kantor Damian. Bukan tanpa sebab dirinya kenapa bisa berada di sini. Kedatangan Leanne ke rumah orangtua Damian tadi pagi hari, karena permintaan Rose. Leanne pun ke sana dan Rose mengajak Leanne untuk memasak bersama. Karena memang Leanne pandai memasak, Leanne pun tak masalah dan dirinya juga senang bisa memasak bersama dengan Rose. Namun yang membuatnya tak terpikirkan adalah Rose mengajaknya ke kantor Damian setelah mereka selesai memasak untuk membawakan makan siang untuk Damian. Maka dari itu kenapa dirinya sekarang berada di dalam gedung kantor Damian. Leanne dan Rose ke kantor Damian menggunakan mobil Leanne dan tentunya Leanne yang mengendarainya. Sejak Leanne serta Rose masuk ke dalam kantor Damian tidak di herankan lagi bagi pegawai y
***** Leanne yang sudah melangkah jauh dari restoran tadi memutuskan untuk pulang saja. Di tambah Damian yang entah pergi kemana. Saat tengah berjalan sambil melihat sekeliling Mall yang ramai oleh kedatangan pengunjung silih berganti. Tiba-tiba saja ada seseorang yang menabrak kakinya, dan ia lihat seorang anak perempuan yang ia perkirakan berusia 3 atau 4 tahun tengah menangis. "Kenapa kamu menangis cantik? Kemana orangtuamu?" Tanya Leanne yang terdengar lembut sambil mengusap kepala gadis kecil itu. Setelah mensejajarkan dirinya dengan anak perempuan itu. "Unda ilang ontii" Ucapan cadel dari gadis cantik dan imut itu membuat Leannè tersenyum kecil. "Kenapa bisa hilang? Coba ceritakan pada aunty kenapa kamu bisa sendiri? Oh iya cantik kamu mau ice cream? Mau rasa apa?" Tanya Leanne lembut, karena keberadaan mereka dekat dengan stand ice cream maka Leanne memesan sebuah ice cream untuk gadis kecil itu. Gadis keci
***** Damian yang tiba-tiba pergi meninggalkan Leanne di dalam Mall. Bukan tanpa alasan ia meninggalkan Leanne sana. Pemandangan yang tertangkap oleh netra matanya membuat Damian harus melihatnya dengan jarak yang dekat agar jelas. Supaya ia tidak salah mengira dengan apa yang saat ini ia lihat. Karena apa yang saat ini yang ia lihat bukanlah halusinasinya semata. Dan ternyata benar saja semuanya itu terbukti saat dirinya mengikuti serta mendekat lebih dekat lagi, namun masih hati-hati dengan jarak aman agar keberadaannya tidak di ketahui. Pemandangan yang sejak tadi ia ikuti adalah seseorang yang ia kenal dan kini amarah mulai menyelimuti hatinya begitu saja. Sehingga tanpa membuang waktu lagi Damian yang sudah berada di parkiran mobil pun segera bergegas masuk dan mengendarai mobilnya. Damian pun meninggalkan area Mall. Mobil Damian masih membuntuti seseorang itu yang kin
***** Leanne dan bayinya sudah di pindahkan di ruang rawat. Tentunya dengan kelas VVIP, ruang rawat Leanne di hias begitu indahnya dengan pernak-pernik warna biru keemasan. Leanne tengah menggendong bayinya dan Damian duduk di atas brankar di samping Leanne. Merangkul bahu Leanne dengan mesra. Untuk saat ini hanya ada mereka. Orang tua Leanne maupun Damian mereka yang tengah di luar kota sedang dalam perjalanan pulang dan menuju rumah sakit. "Sudah ada nama untuk anak kita, Regan." Mendengar istrinya menyebut 'anak kita' membuat perasaan Damian selalu menghangat. "Ya." Sahut Damian dengan ibu jarinya yang mengusap pipi merah anaknya. Leanne menatap Damian. "Apa?" Tanyanya. Damian menatap istrinya. "Leander Ergan Alpha Romanov. Putra kita yang akan menjadi pemimpinnya Romanov." Ucapnya. Leanne tersenyum. "Bagus sekali." Ucapnya, lalu tatapan Leanne mengarah kembali pada bayinya yang sudah di beri nama Leander Ergan Alpha Romanov. "Sangat cocok untukmu, Sayang."
***** NAKARI HOSPITAL UNIVERSITY Damian yang berada di depan pintu ruangan persalinan terus saja mondar-mandir. Bukan tanpa alasan kenapa Damian seperti itu dengan suasana hatinya yang terus cemas. Sebab hari ini Leanne akan segera melahirkan. Satu jam lalu lebih tepatnya sebelum Leanne di bawa ke rumah sakit. Leanne yang berada di rumah bersama dengan damian yang sudah mulai cuti untuk tidak ke kantor semenjak kandungan Leanne sudah memasuki HPL. Mereka berdua menghabiskan waktu bersama dengan berjalan-jalan menyusuri halaman belakang. Awalnya Leanne baik-baik saja saat mereka masih mengelilingi halaman, namun saat Damian masuk kembali ke mansion untuk mengambilkan topi untuk Leanne pakai di kamarnya. Tiba-tiba saja Leanne merasakan sakit di perutnya. Ada dua orang pelayan yang menemani Leanne, namun melihat Leanne yang kesakitan mereka di buat panik. Hingga harus Leanne 'lah yang mengingatkan mereka jika mereka harus memanggil Damian. Salah satu dari mereka berlar
***** Damian yang baru saja selesai meeting, masuk ke dalam ruangannya. Ia segera mengecek ponselnya yang tadi ia tinggalkan sebab ia charger. Damian melihat ada beberapa notifikasi yang masuk. Di antaranya sebuah pesan dari bawahannya yang selama ini ia perintahkan untuk menjaga dan mengawasi istrinya secara diam-diam. "Apa ini?!!" Damian terlihat marah saat melihat potret istrinya yang di kirimkan oleh mata-matanya. Foto pertama di mana foto itu berisi istrinya yang tengah memasuki mobil hendak pergi keluar. Damian marah karena saat ini pakaian istrinya begitu sexy sekali. Gaun pendek berwarna maroon yang sebatas paha dengan sebuah blazer hitam menutupi bahunya, namun tetap saja istrinya sangat terlihat sexy apalagi dengan perutnya yang sudah membesar. Kandungan Leanne saat ini sudah memasuki trimester ketiga. Dalam beberapa bulan ini begitu banyak perubahan pada istrinya semenjak hamil. Selain moodnya yang sering berubah- ubah, cara berpakaian istrinya pun selalu me
***** Damian menuntun Leanne dengan hati-hati sebab mata Leanne masih tertutup kain dasi. Masuk ke dalam sebuah ruangan besar. Di mana di dalam ruangan itu sudah di hias indah sedemikian rupa. Bukan hanya itu saja, akan tetapi ada Rose dan Daniel serta Anita dan Harris. Dari arah lain ada Joshua yang baru saja datang sambil membawa popper party di tangannya. Damian membawa Leanne ke tengah-tengah mereka. Damian berdiri di belakang tubuh Leanne, lalu ia berkata. "Kamu sudah siap Love?" Tanya Damian berbisik pelan pada telinga Leanne. "Ya." Sahut Leanne yang sudah tidak sabar agar ikatan di matanya di lepaskan. Damian melepaskan ikatan itu dan dengan perlahan menjauhkan kain dasi itu dari Leanne. POP!!! Suara letusan keras itu terdengar disertai dengan keluarnya confetti ke udara. "SURPRISE!!!!" Seruan dari sekitarnya membuat Leanne melihat siapa-siapa saja yang ada. Bukan hanya kedua mertuanya saja, kedua orangtuanya pun ada. "Happy anniversary untuk kalian
***** Beberapa bulan kemudian..... Hari ini weekend, Leanne dan Damian berencana pergi ke pusat perbelanjaan. Damian tengah menerima telepon di lantai bawah sambil menunggu Leanne yang belum selesai bersiap-siap. "Jo kamu harus pastikan semuanya sempurna sesuai dengan rencana." Ucap Damian mewanti-wanti Joshua di seberang sana. Damian melihat kehadiran istrinya yang tengah menuruni tangga. "Jangan ada kesalahan apapun." Tandas Damian sekali lagi ia memperingati Joshua. Belum sempat Joshua membalas ucapan Damian, sambungan telepon sudah di putuskan sepihak oleh Damian. Damian menghampiri Leanne dengan tatapan penuh pemujaan. Sebab Leanne hari ini tampil sangat cantik dengan riasannya. Bukan hari ini saja setiap hari pun istrinya selalu tampil cantik. Leanne yang biasanya tidak terlalu sering memakai dress entah kenapa sudah beberapa bulan ini selalu memakai dress dengan juga selalu merias diri. Bahkan Damian selalu di buat heran saat berada di rumah pun istrinya
***** Venesia, Italia. Ya, mereka berdua Leanne dan Damian kini sudah berada di kota romantis itu. Kedatangan mereka tak lain adalah untuk bulan madu. Seperti apa yang sudah mereka rencanakan setelah urusan Leanne selesai mereka akan berbulan madu dan Damian menyerahkan semua tujuan mereka pada Leanne. Dan pada akhirnya Leanne memilih Venesia. Leanne dan Damian baru saja check-in kamar hotel. Sebenarnya keinginan Damian dirinya ingin tinggal di apartemen, bukan hanya menyewanya melainkan membeli salah satu apartemen di sana yang pastinya memiliki nilai tinggi dari segi kualitas dan kuantitasnya. Namun keinginan itu harus pupus karena Leanne sendiri menolak tegas, sebab mereka tinggal di Venesia hanya beberapa hari. Bagi Leanne itu pemborosan, akan tetapi berbeda dengan pemikiran bisnis Damian. Membeli apartemen di Venesia sama saja untuk investasi. Namun apalah daya karena terlalu cinta mungkin sudah masuk level budak cinta Damian pun mematuhi perkataan istrinya. Setibany
***** Leanne yang baru saja tiba di rumah heran saat mendengar suara tawa. Saat ia berjalan masuk ke dalam dan terus berjalan ke arah ruang makan ternyata suara tawa itu berasal dari Kakeknya dan juga suaminya. Leanne di buat bingung apa yang sudah terjadi pada mereka selama dirinya pergi sehingga mereka terlihat bercengkrama dengan akrabnya. Tidak seperti awal bertemu kakeknya kurang baik menyambut suaminya. "Oh Princess, kamu sudah pulang. Ayo sini kita makan bersama." Ajak Anthony saat melihat Leanne yang masuk ke ruang makan. Leanne berjalan ke arah kursi duduk di samping Damian. Leanne melihat hidangan yang masih tersaji utuh. "Kalian belum memulainya?" Tanya Leanne. "Kami menunggu mu Princess, lagian belum lama juga kami di sini." Sahut Anthony. "Padahal Kakek bisa saja duluan. Kakek harus menjaga kesehatan Kakek, jangan telat soal makan." Peringat Leanne. "Hanya hari ini saja, lagipula jarang-jarang bisa makan bersama seperti ini." Ucap Anthony. Damian me
***** Leanne dan Damian melanjutkan penerbangan mereka lagi ke Amerika. Dan kini mereka baru saja tiba di Bandara Internasional John F. Kennedy. Setibanya di bandara, sudah ada orang yang menunggu kehadiran Leanne dan Damian. Leanne perkirakan itu bawahannya Damian. Karena Leanne sendiri tidak memberitahukan kedatangannya ke sini pada Anthony atau pun Noel. Mobil melaju menuju kediaman Anthony, hingga beberapa menit kemudian mereka pun tiba di tujuan. Di depan gerbang kediaman Anthony. Karena pintu gerbang yang tertutup, Leanne menyembulkan kepalanya. Lalu sebuah CCTV bergerak mengscan wajahnya. Leanne memasukkan diri kembali ke dalam mobil dan tidak membutuhkan lima menit pun pintu gerbang mulai terbuka. "Keamanan disini patut aku tiru." Ucap Damian. "Semenjak Nenek meninggal Kakek jadi tidak terlalu suka banyak orang. Banyaknya bodyguard yang di pekerjakan di sini pun itu untuk keamanan Nenek, karena untuk mengurangi resiko aku sendiri memilih tinggal di apartemen s
***** Leanne dan Damian sudah mendarat di negara yang di juluki negeri matahari terbit itu dan kini mereka berada di dalam mobil yang di sopiri oleh Scott, bodyguard Damian yang baru Leanne lihat lagi. Leanne melihat ke arah jalan raya, tahu kemana tujuan mereka Leanne menatap Damian dengan tatapan menelisiknya. "Kenapa?" Tanya Damian. Tangan mengusap pipi Leanne dengan lembut. "Kamu menyuruhnya mengikuti ku sampai ke sini?" Tanya Leanne sambil melirik Scott. Tahu kemana pembicaraan istrinya, Damian tersenyum kecil. "Aku khawatir kamu kenapa-napa." Ucap Damian memberikan alasannya. Tahu dengan sifat Damian yang selalu mengawasinya Leanne pun tidak banyak bertanya lagi. Beberapa menit kemudian, mobil pun sudah sampai tujuan. Di mana tempat itu adalah sebuah pemakaman. Ya, Leanne kembali mengunjungi makam Raigan lagi. Leanne dan Damian berjalan bersama masuk ke dalam pemakaman. Leanne sengaja mengajak Damian. Mereka tiba di depan makam Reigan. Leanne meletakkan