Eva berjalan melewati jalan umum yang sepi di saat langit mulai mendung sehingga turunnya rintihan hujan yang begitu lebat. Ia menteteng tali tasnya dengan kekuatan yang lemah tanpa melindungi diri dari hujan. Ia terus berjalan menata lurus dengan tatapan kosong, tapi mengisyaratkan kesedihan. Hatinya terasa sakit sekali mengingat tentang kejadian hari ini yang tak bisa ia biarkan begitu saja. Kepergiaan Rendra yang hanya meninggalkan sepucuk surat untuknya tak membuat Eva tenang dan terus memikirkan isi surat itu. 'Flasback Off' "Kepergiaanku ini tidak terburu-buru ... Hanya aku saja yang tidak memberitahukannya padamu lebih awal. Aku minta maaf ... Mungkin aku takkan kembali." 'Flashback On' 'Aaaaak!' teriak Eva kecewa. Ia berlutut di atas badan jalan sambil menangis terisak-isak. Hujan yang begitu lebat membasahi tubuhnya, tapi ia berdiam diri dengan meratapi kesedihannya. Seakan-akan ia tak sanggup melewati hari-harinya tanpa kehadiran Rendra di sisinya. 'Tak bisakah kamu te
Eva sama sekali tidak peduli dengan perkataan jahat Luna terhadapnya. Ia tidak balas bahkan meresepon cibiran mereka dan segera memasuki ruang kelas. Eva memilih untuk bangkit dari keterpurukannya setelah satu bulan cuti kuliah. Hari itu, ia mengenakan pakaian yang begitu anggun dan semakin modis. Penampilannya itu membuat Tristan kagum karena Eva terlihat kuat dan begitu bersemangat. Tristan berdiri dari tempat duduknya yang berada di baris depan dan mengangguk ke arah Eva. Eva tersenyum dan berjalan ke arahnya. "Apa aku boleh duduk di sampingmu?" tanya Eva. "Pasti boleh." Tristan mengambil tasnya di kursi sebelah kiri. Ia sengaja menandai kursi itu dengan menaruh tasnya hanya untuk Eva. ⭐ Di sisi luar kelas, Luna terlihat begitu senang dengan penderitaan yang dirasakan Eva. Ia memasuki kelas dan kembali cemberut saat melihat kedekatan Eva dan Tristan yang membuat hatinya sakit. "Lun, dia ...," Langkah Luna terhenti di depan kelas sambil memandang Eva dengan tatapan tajam. Sed
Eva duduk di kursi meja depan yang berhadapan dengan meja dosen. Ia begitu fokus menulis catatan penting yang dipaparkan oleh Dosen di papan tulis. "Kalian boleh catat materi ini. Strategi menjadi jurnalis itu sangat penting bagi kalian yang masih menjadi seorang mahasiswa," kata Dosen paruh baya itu sambil memberikan senyuman kepada semua murid. Lalu, ia kembali duduk di kursinya untuk menunggu para mahasiswa selesai mencatat. Namun, tatapan semua mahasiswa tertuju ke arah Eva dan Tristan yang duduk bersampingan dan mereka terlihat begitu dekat. "Apa mungkin Eva sedang menggoda Tristan sekarang, setelah Rendra meninggalkannya." "Mungkin saja. Dia 'kan terkenal suka menggoda siapa saja. Dosen saja suka sama dia. Apalagi sekarang kita sudah mulai turun ke lapangan. Aku yakin dia pasti mendapatkan sebuah perusahaan yang bagus." "Tentu saja. Papa dia 'kan seorang jurnalis yang sudah memiliki perusahaan besar." "Wah. Aku tak sanggup untuk mengganggu seorang anak bos jurnalis indonesi
Eva berjalan penuh percaya diri menuju ruang syuting, Eva menatap tajam ke arah podium tersebut sambil membatin. 'Aku ini seorang presenter berita bukan juru bicara yang menerjemahkan setiap perkataan orang'. Eva menaiki podium acara dan bersiap-siap sambil merapikan jasnya, menyetuh sedikit rambut di sebelah kirinya dan berdiri tegak hingga ia terlihat semakin tinggi karena memakai hak 9 cm. Ia menarik napas pelan dan tetap santai sambil menunggu aba-aba dari sutradara pada saat acara akan dimulai. Ia memegang remote pengontrol infokus untuk nanti saat menunjukkan berita di layar dinding. Seorang kru berseragam hitam mengarahkan kamera ke arahnya dengan shot yang begitu bagus."Mulai!" ucap sutradara memulai acara. "Halo, selamat siang pemirsa. Bersama saya Eva Gricia Sukma Negara ...," Eva terus melanjutkan pemberitaannya setelah perkenalan diri. Ia bahkan tidak peduli dengan konsep berita yang sudah direncanakan oleh atasan. Ia tetap dengan pendiriannya untuk memberitahukan fak
Seorang sopir memasukkan dua koper besar ke dalam bagasi mobil yang berdiri di depan rumah. Daddy dan Sisi mengantar Rendra di depan rumah yang akan bergegas kembali ke Indonesia seorang diri. Ia berpelukan dengan Daddy dan Sisi untuk mengucapkan perpisahan. "Rendra pamit. Daddy jaga diri, juga jagain Kak Sisi untuk Rendra. Mungkin setelah pekerjaan selesai, Rendra akan kembali," kata Rendra melepaskan pelukan."Bukankah kamu rencananya akan menetap di sana?" tanya Daddy memastikannya karena ia pikir Rendra akan terus di Indonesia. Tapi, setelah mendengar perkataan dia akan kembali, membuat Daddy ragu."Itu hanya omongan dia, Dad. Dia akan tinggal di sana. Sebelum dia melewati batas perang, dia tidak akan kembali," sahut Sisi mengatakan kondisi yang belum jelas. "Kak Sisi jangan menerjemahkan banyak hal. Sekarang yang penting Kak Sisi jaga diri di sini. Jaga Daddy juga." Rendra mengingatkan banyak kepada Sisi agar ia lebih mementingkan kesehatannya dari berdebat dengan Rendra tiap ha
Saling memeluk mengucapkan perpisahan, Eva dan Tristan terlihat seperti pasangan kekasih yang tak ingin berpisah, padahal Tristan hanya pergi satu minggu karena ada urusan pekerjaan. “Ingat kembali, oke?” Eva memukul pipi kanan Tristan dan lembut dan memeluknya dengan hangat. *** Langkah Rendra terhenti saat melihat Eva berpelukan dengan seorang pria, tepat di hadapannya walaupun masih berjauhan ia bisa mengenali Eva harus memastikannya terlebih dahulu. Ia masih sangat mengenal Eva lebih dari siapa pun. Tetapi, Eva tidak mungkin melihatnya karena banyak orang yang berlalu-lalang keluar masuk bandara. Rendra terdiam dan hanya berdiri menatap Eva yang begitu erat memeluk pria itu dengan wajah tersenyum. Sontak Rendra menggenggam kuat pegangan kopernya itu dan raut wajahnya terlihat sedih walaupun matanya tertutup kacamata. Seluruh bahasa tubuhnya terlihat lesu, padahal penampilan perdananya tiba di Indonesia cukup menarik para pramugari yang lewat karena Rendra terlihat modis dan
Keesokan paginya, Rendra keluar dari kamar dan sudah rapi mengenakan setelan jas biru dongker dengan dalaman kemeja putih serta rompi dan dasi. Ia membenarkan dasinya sambil berjalan mengambil kunci mobil di atas lemari. “Kamu mau ke mana?” tanya Kak Sisi sedang mengunyah potongan apel sambil duduk di kursi sofa membelakangi Rendra. “Kerja,” jawab Rendra singkat dan bergegas keluar dari apartemen. Kak Sisi memalingkan wajahnya melihat Rendra yang langsung pergi. Ia mengerutkan alis karena heran akan sikap Rendra yang tiba-tiba menjadi misterius. “Jangan-jangan, hari ini dia mau ketemu Eva. Aku harus follow dia.” Kak Sisi segera menaruh piring yang berisi potongan apel di atas meja dan berdiri dari tempat duduknya bergegas masuk ke kamar untuk bersiap-siap menyusul sang adik. *** Rendra mengemudi dengan kecepatan standar menuju tempat yang ingin dituju. Ia menunjukkan raut wajah datar seraya menggenggam kuat stang mobilnya. Ia sangat marah apabila ia melihat Eva dihujat oleh neti
‘Ting ting ting’ Suara bel rumah berbunyi beberapa kali. Eva masih dalam lamunannya dan beberapa saat akhirnya tersadar akan suara bel yang terus saja berbunyi. Ia berdiri dari tempat duduk tanpa ada semangat sedikit pun dan berjalan untuk membuka pintu. ‘Kreek’ “Selamat siang, Nona. Ini ada kiriman amplop dan paket untukmu.” Pengantar barang tersebut memberikan sebuah amplop dan kotak besar. Eva terlihat kebingungan seraya mengambil paket dan amplop itu. “Siapa kirim paket untukku? Tristan ‘kan di luar negeri. “Bisa tanda tangan di sini,” suruh pria itu memberikan pulpen padanya untuk di tanda tangani di atas buku kecilnya. Eva segera menandatangani pesan terimanya. “Terima kasih, Nona,” ucap pria itu sambil tersenyum dengan ramah. “Terima kasih kembali,” balas Eva sambil tersenyum tipis. Pria itu pun pergi meninggalkan rumah Eva dan melanjutkan pekerjaannya. Eva bergegas masuk ke dalam rumah dan kembali duduk di kursi sofa. Pertama-pertama, ia membuka paket kotak berwarna bi
Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P
Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P
Sore harinya, Rendra bergegas meninggalkan rumah bersama pengawalnya, Pati. Perjalanan yang mereka tempuh terlihat cukup jauh. Rendra membawa beberapa makanan ringan untuk santapan mereka. "Kali ini, saya tidak mau gagal Mas. Jadi, kita harus berhati-hati," ujar Rendra yang duduk di belakang Pati. "Baik, Tuan Muda. Saya pastikan dia tidakkan tau," jawab Pati sambil menyetir dengan fokus. Rendra dan Pati pergi menggunakan mobil Jeep. Sedangkan di sisi lain, Eva terlihat begitu penasaran dengan Rendra yang buru-buru pergi. Untuk memastikannya, Eva menghampiri Rendra ke rumahnya. Eva menekan bel rumah Rendra. "Ting, tong, ting, tong." Eva menekannya berkali-kali. "Ren!" panggil Eva. Ia menekan bel kembali berulang kali. "Ren, ini aku Eva! Kamu ada di rumah 'kan?!" teriak Eva memastikan keberadaan Rendra. Eva menempelkan telinganya di pintu untuk mendengar suara Rendra di dalam rumah. Tapi, suara Rendra sama sekali tidak terdengar. "Berarti, Rendra memang tidak ada di rumah. Dia
Dengan jarak yang jauh menuju rumah sakit di Jakarta, Erik mengemudi dengan kecepatan tinggi. "Siapa yang berani culik keponakanku!" ujar Erik sangat marah. Kekhawatiran terlihat jelas di raut wajah Erik hingga membuatnya semakin marah kepada penculik itu. Rendra berlari menuju ruang IGD untuk melihat kondisi Eva. Tanpa memanggil namanya, Rendra langsung menggendong Eva dan menidurkannya di atas ranjang. Tapi, Eva malah bangun lagi dan duduk di atas ranjang. Rendra membiarkan Eva agar ia lebih tenang. "Penyakit apa itu. Aneh sekali," ujar salah satu pasien merasa ketakutan. "Tidur berjalan," ucap pasien lainnya. Suasana di IGD menjadi ricuh saat melihat penyakit Eva yang begitu langka. "Dia kerasukan, Ma. Aku takut," ujar salah satu pasien anak kecil yang memegang kuat tangan Ibunya. "Sudah, sudah. Kakak itu hanya sakit biasa," jawab Ibunya menenangkan sang anak. "Semuanya tenang. Dia hanya kelelahan saja," sahut Dokter menenangkan para pasien. Dokter dan tiga perawat mendek
Sore harinya, Rendra bergegas meninggalkan rumah bersama pengawalnya, Pati. Perjalanan yang mereka tempuh terlihat cukup jauh. Rendra membawa beberapa makanan ringan untuk santapan mereka. "Kali ini, saya tidak mau gagal Mas. Jadi, kita harus berhati-hati," ujar Rendra yang duduk di belakang Pati. "Baik, Tuan Muda. Saya pastikan dia tidakkan tau," jawab Pati sambil menyetir dengan fokus. Rendra dan Pati pergi menggunakan mobil Jeep. Sedangkan di sisi lain, Eva terlihat begitu penasaran dengan Rendra yang buru-buru pergi. Untuk memastikannya, Eva menghampiri Rendra ke rumahnya. Eva menekan bel rumah Rendra. "Ting, tong, ting, tong." Eva menekannya berkali-kali. "Ren!" panggil Eva. Ia menekan bel kembali berulang kali. "Ren, ini aku Eva! Kamu ada di rumah 'kan?!" teriak Eva memastikan keberadaan Rendra. Eva menempelkan telinganya di pintu untuk mendengar suara Rendra di dalam rumah. Tapi, suara Rendra sama sekali tidak terdengar. "Berarti, Rendra memang tidak ada di rumah. Dia
Erik terlihat khawatir pada Eva yang keluar tanpa memberitahukannya. Ia menelpon Eva berkali-kali, namun, nomornya tidak dapat di hubungi. "Kemana anak ini? Kenapa belum pulang juga," resahnya sambil mondar-mandir di depan teras. Eva, Cici, Raisa, dan Rena bergegas pergi dari karoke. Belum cukup untuk meredakan kekesalannya, ia mengajak ketiga sahabatnya itu untuk bermain game. "Kita lanjut main game," ajak Eva. "Main game?" tanya Raisa merasa heran dengan kelakuan aneh Eva. "Iya. Aku nggak mau pulang malam ini." Eva menolak untuk kembali ke rumah. Erik semakin gelisah dan khawatir terhadap Eva. "Oh ya, aku tanya sama Rendra saja, mungkin dia tahu Eva ada di mana," lanjut Erik menemui Rendra di rumahnya. Hanya berjalan beberapa langkah, Erik tiba di rumah Rendra. Rendra sedang menerima panggilan dari Pati. "Tuan Muda, saya sudah menemukan ID baru," ujar Pati di seberang ponsel. "Oke. Saya akan temui kamu besok," jawab Rendra mematikan panggilannya. Erik yang sudah tiba di
Erik terlihat khawatir pada Eva yang keluar tanpa memberitahukannya. Ia menelpon Eva berkali-kali, namun, nomornya tidak dapat di hubungi. "Kemana anak ini? Kenapa belum pulang juga," resahnya sambil mondar-mandir di depan teras. Eva, Cici, Raisa, dan Rena bergegas pergi dari karoke. Belum cukup untuk meredakan kekesalannya, ia mengajak ketiga sahabatnya itu untuk bermain game. "Kita lanjut main game," ajak Eva. "Main game?" tanya Raisa merasa heran dengan kelakuan aneh Eva. "Iya. Aku nggak mau pulang malam ini." Eva menolak untuk kembali ke rumah. Erik semakin gelisah dan khawatir terhadap Eva. "Oh ya, aku tanya sama Rendra saja, mungkin dia tahu Eva ada di mana," lanjut Erik menemui Rendra di rumahnya. Hanya berjalan beberapa langkah, Erik tiba di rumah Rendra. Rendra sedang menerima panggilan dari Pati. "Tuan Muda, saya sudah menemukan ID baru," ujar Pati di seberang ponsel. "Oke. Saya akan temui kamu besok," jawab Rendra mematikan panggilannya. Erik yang sudah tiba di
Eva berjalan penuh percaya diri menuju ruang syuting, Eva menatap tajam ke arah podium tersebut sambil membatin. 'Aku ini seorang presenter berita bukan juru bicara yang menerjemahkan setiap perkataan orang'. Eva menaiki podium acara dan bersiap-siap sambil merapikan jasnya, menyetuh sedikit rambut di sebelah kirinya dan berdiri tegak hingga ia terlihat semakin tinggi karena memakai hak 9 cm. Ia menarik napas pelan dan tetap santai sambil menunggu aba-aba dari sutradara pada saat acara akan dimulai. Ia memegang remote pengontrol infokus untuk nanti saat menunjukkan berita di layar dinding. Seorang kru berseragam hitam mengarahkan kamera ke arahnya dengan shot yang begitu bagus."Mulai!" ucap sutradara memulai acara. "Halo, selamat siang pemirsa. Bersama saya Eva Gricia Sukma Negara ...," Eva terus melanjutkan pemberitaannya setelah perkenalan diri. Ia bahkan tidak peduli dengan konsep berita yang sudah direncanakan oleh atasan. Ia tetap dengan pendiriannya untuk memberitahukan fa
Eva berjalan menuju ke rumah Rendra dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama. Tak henti-henti ia tersenyum saat membayangkan bahwa dirinya sudah menjadi pacar dari Rendra. 'Apa aku mimpi? Aku pacaran dengan musuhku sendiri' Sesampai di pintu rumah Rendra, ia melihat pintu rumah Rendra yang tidak tertutup. "Kok pintunya ke buka." Eva memegang besi pembuka pintu. "Tuan Muda, fokus selesaikan sekolah dulu. Saya akan membantu Anda untuk mencari keberadaannya. Kakak Tuan Muda itu orang yang kuat. Saya yakin dia baik-baik saja. Minggu depan saya akan kembali ke malang lagi," ujar Pati. Saat Eva mendengar pembicaraan Rendra dan Pati, ia langsung masuk dan menghampiri Rendra. "Kakak? Kau punya seorang Kakak, Ren?" tanya Eva. Sontak Rendra terkejut melihat Eva yang muncul tiba-tiba di depanya. Rendra berdiri dari tempat duduknya. "Eva. Bagaimana kau bisa masuk?" tanya Rendra. "Pintunya enggak ditutup. Aku pikir rumahmu ke malingan. Tapi, aku malah dengar suaramu dengan Mas P