Pertanyaan dari Eli membuyarkan pandangan kami, yang membuat kaget dengan pertanyaan yang begitu tiba-tiba. Kami berdua pun mengalihkan pandangan kami, kami menatap Eli dan Bima secara bergantian. Mereka terlihat sangat menunggu, apa yang akan kami katakan setelah pencarian barusan.Sejujurnya aku tidak menyangka dengan apa yang aku lihat barusan, bahkan itu diluar prediksiku bisa melihat itu semua dengan jelas. Padahal sebelumnya aku bahkan tidak bisa mengingat sama sekali, tapi berkat kemampuan Ara sepertinya ingatanku terpancing untuk muncul di permukaaan.Aku melihat kembali ke arah Ara, saat kulihat dia seperti tidak akan mengatakannya, pada akhirnya aku yang akan mengatakan kepada mereka. Aku ingin menggoda mereka, tapi mengingat mereka sudah melihat kami berdua tersenyum tadi, pasti tidak akan membuat mereka mempercayainya."Pencarian kita kali ini sukses.""Benarkah, Deff?""Ya. Kami berdua sudah menemukan dimana letak kunci itu berada."Mereka berdua terlihat sangat senang da
"Kalau seperti dalam ingatan yang aku ingat tadi, seharusnya kunci itu ada di dalam sini, Bim.""Cepat buka, Deff! Kita lihat kunci itu benar masih ada atau tidak."Eli kembali tidak sabaran, karena pada akhirnya kami memiliki harapan baru untuk mendapatkan kunci itu. Sebenarnya aku sedikit was-was, kalau aku akan membuat mereka kecewa lagi jika kunci itu tidak ada di buku ini. Karena ini harapan terakhir bagi kami, sudah tidak ada hal lain lagi yang bisa kami gunakan untuk memecahkan teka-teki itu."Lebih baik kita kembali ke ruang keluarga, aku tidak tahu apa yang akan terjadi saat kita menemukan kunci itu. Paling tidak kita berada di tempat yang cukup luas.""Benar kata Deffa. Entah apapun hasilnya nanti, kita sudah berusaha yang terbaik. Jadi kamu jangan sampai kecewa ya, Sayang. Jika kita gagal, aku akan menggantinya dengan menemanimu kemanapun. Dan pastinya Deffa akan memberiku izin di kantor, untuk menemanimu seharian. Iya kan Deff?""Sial kamu, Bim. Padahal aku mau berterimaka
Hingga aku membuka lembaran terakhir buku itu, wajah kami yang tadinya sumringah, harus kembali kecewa dengan kenyataan. Kunci itu tidak ada di setiap lembar manapun dalam buku itu, bahkan aku sudah coba mengetuk-ngetuknya karena siapa tahu aku melewatkan beberapa halaman, tapi kunci itu tidak ada di dalamnya. Pupus sudah harapan kami satu-satunya, dan aku bisa merasakan betapa kecewanya mereka semua."Sepertinya memang tidak ada kunci di dalam buku itu Deff.""Tunggu sebentar, Bim. Aku harus benar-benar memastikannya, karena aku yakin kalau kunci itu ada di dalam buku ini."Aku tetap yakin dengan pemikiranku, tapi hingga lembar terakhir tetap tidak terlihat kunci sama sekali. Namun saat aku ingin meletakkan buku itu di atas meja dan menyerah, tanganku merasakan ada sesuatu yang mengganjal di buku bagian belakang. Aku kembali membuka buku itu, dan meraba bagian cover belakang buku. Dan ternyata benar, ada sesuatu di dalamnya. Aku mencari celah tempat membuka sela-sela cover itu, agar
"Sebenarnya aku kembali teringat kenanganku dulu, aku tahu dimana aku meletakkan kotak yang berisi semua barang yang aku simpan waktu aku kecil. Sepertinya kita bisa segera mengetahui apa saja isi kotak itu, yang bisa membuatku mengingat kembali kenangan masa laluku.""Benarkah, Deff. Jadi yang ada di dalam buku itu benar kunci yang kita cari?"Aku baru ingat kalau tanganku masih berada di dalam buku itu, padahal aku sudah cukup banyak berbicara dari tadi, namun tetap saja aku tidak menyadarinya. Aku menarik tanganku perlahan untuk mengeluarkan benda itu keluar, sebenarnya aku sudah sangat yakin kalau benda ini adalah kunci yang aku cari. Tapi saat benda itu terlihat, semua menatap bingung ke arahku. Aku tidak paham dengan tatapan bingung mereka, hingga aku sadar kalau tatapan itu ditujukan untuk benda yang saat ini berada di tanganku."Itu apa, Deff? Kamu tadi bilang kalau yakin itu kuncinya, lalu mana kunci itu?"Benda yang saat ini aku pegang, memang tidak terlihat seperti sebuah k
"Bukannya kamu sendiri yang bilang, kalau jika kita menyentuhnya akan ada hal buruk yang akan terjadi pada kami?"Aku baru ingat kalau pernah menakut-nakuti mereka, tapi setelahnya aku ingat Eli sudah cukup sering berurusan dengan Ara. Bahkan yang merubah penampilan Ara, semua dilakukan oleh Eli sendiri."Bukankah saat memake over Ara waktu itu kamu tidak takut, El?""Itu masih atas persetujuan Ara, lagipula aku sangat berhati-hati saat melakukannya agar tidak menyentuh Ara secara langsung waktu itu.""Sebenarnya waktu itu kami hanya bercanda untuk menakut-nakuti kalian, tidak masalah jika kalian menyentuh Ara. Ara manusia biasa, sama seperti kita."Bima dan Eli tampak saling menatap, kemudian secara bersama mereka mengarahkan pandangannya kepadaku. Aku bisa langsung membaca apa yang mereka pikirkan, saat melihat ekspresi wajah mereka saat ini."Bercaandamu tidak lucu, Deff. Bahkan kami sedari tadi sangat berhati-hati agar tidak menyentuh Ara sedikitpun.""Iya, Deff. Kamu tega banget
"Aku tidak tahu ini akan membantu atau tidak, karena aku sendiri merasa sangat tidak masuk akal dengan apa yang aku ingat.""Sebenarnya ingatan tentang apa itu? Apakah itu berhubungan denganku juga, Ara?""Iya, Deffa. Itu berhubungan dengan kita. Apa kamu ingat dengan anak kecil yang aku lihat dalam memori pikiranmu?""Ya, tentu saja aku ingat. Memang ada apa dengan itu?"Ara tidak langsung menjawabnya, terlihat ada keraguan saat Ara akan mengatakannya, dan itu membuatku semakin penasaran dengan hal apa yang diingat olehnya. Sepertinya juga bukan hanya aku yang menunggu Ara untuk mengatakannya, karena Bima dan Eli juga terlihat sedang menatapnya dan menunggu dengan antusias. Untunglah Ara bisa langsung meyakinkan diri, untuk menceritakan detail apa yang dia ingat."Aku mengingat kembali semua ingatan yang aku lihat dalam memorimu, Deffa. Tapi ingatan yang aku lihat bahkan lebih banyak, daripada ingatan yang ada di memorimu.""Bagaimana itu bisa terjadi? Apa mungkin kamu jadi terhubung
Aku tertawa ringan melihat tingkah Bima, setidaknya aku tidak melihat raut kecewa pada wajah mereka. Namun dibandingkan sebelumnya kami menemukan hal baru dan ingatan baru, yang mungkin akan membantuku nantinya untuk mengingat semua. Aku dan Ara mengantar hingga depan rumah, dan tidak beberapa lama kemudian mobil mereka melaju meninggalkan halaman rumah. Setelah kepergian mereka, aku memesan makan malam untuk kami berdua. Sebenarnya aku ingin meminta Ara agar segera istirahat, tapi dia harus makan malam dulu agar tenaga yang dia habiskan dapat pulih kembali. Karena hari ini dialah yang memforsir tenaga terlalu banyak, bahkan sampai sekarang wajahnya masih terlihat sedikit pucat. "Kita istirahatkan pikiran dulu malam ini, jangan pikirkan pencarian kita lagi ataupun kenangan yang muncul setelahnya. Aku tidak ingin kamu jatuh sakit, Ara.""Iya, Deffa. Aku sudah tidak memikirkannya. Mungkin karena badanku sudah sangat lelah, jadi sudah tidak ada tenaga untukku memikirkan sesuatu.""Maaf
"Apa yang kamu lihat, Ara?""Lihatlah di belakangmu, Deffa!"Akupun mengikuti arah yang Ara tunjuk, dan sepertinya reaksiku tidak jauh berbeda dengan Ara tadi. Aku benar-benar kaget dan tidak menyangka, jika saat ini kunci yang tadinya hilang kini berada tepat di hadapan kami begitu saja. Aku mendekat kearah kunci itu, dan mencoba untuk meraihnya. Namun seperti enggan untuk aku pegang, kunci itu selalu menghindari tanganku dengan gesit.Aku tidak habis pikir, bagaimana kunci itu bisa melayang dan bergerak dengan sendirinya. Bahkan dia seperti tahu kalau aku akan mengambilnya, padahal dia hanya sebuah benda. Jika orang lain yang melihatnya, pasti akan berpikir kalau benda ini di gerakkan oleh seseorang dengan pengontrol. Tapi nyatanya kunci ini hanya sebuah benda yang sering bersinar dengan sendirinya, dan kini juga melayang dan bergerak dengan sendirinya. Cukup lama aku berusaha untuk menangkap kunci itu, tapi karena merasa di permainkan akupun akhirnya menyerah dan kembali duduk di d
"Bukankah tidak masalah, kitakan suami istri, Ara," ucapku dengan nada menggoda."Tetap saja... Aku malu, Deffa. Kamu tidak mengatakan apa-apa sebelumnya."Jawaban Ara malah membuatku semakin semangat untuk menggodanya, wajah merahnya terlihat sangat menggemaskan saat ini."Jadi kalau aku bilang sebelumnya, kamu akan mengizinkannya?" tanyaku semakin menggoda Ara."Emb... Entahlah! Kamu benar-benar jahat, Deffa!""Kenapa aku yang jahat? Aku hanya bertanya, Ara," jawabku membela diri.Namun ucapanku tidak dihiraukan olehnya, dan aku hanya bisa membujuknya untuk tidak marah kepadaku. Ara langsung keluar dari ruang kesehatan, tanpa memperdulikan panggilanku.Entah Ara benar-benar marah, atau dia hanya menyembunyikan rasa malunya dariku. Tapi aku tidak ingin terlalu lama seperti ini, padahal aku sudah sangat bahagia bisa bersama dengannya terus seperti ini.Saat aku menyusulnya keluar dari ruang istirahat, ternyata Ara kembali membaca buku catatan selanjutnya. Aku mencoba mendekatinya, dan
Aku mengikuti arah yang Ara tunjuk, dan melihat tulisan yang ada di buku itu. kemudian membacanya dengan suara yang cukup lantang, sesuai apa yang diminta olehnya."Semua penerus dari masing-masing dimensi, akan melanjutkan penelitian untuk menciptakan dunia yang indah bagi semua dimensi.""Bukankah penelitian itu yang dimaksud dalam buku ramalan tadi, Deffa?""Sepertinya benar, Ara. Dan hasil penelitian itu, hanya bisa membuat bumi yang memiliki tanaman dan hewan semakin berkembang dengan api dan teknologi. Sedangkan di dimensi Eunoia sudah memiliki satu jenis 'Non Human', mungkin itu juga hasil penelitian itu.""Jadi hanya pemilik api, yang belum bisa mendapatkan manfaat dari penelitian. Dan menjadikan mereka marah dan menghentikan penelitian itu?""Entahlah, Ara. Kita tidak bisa menilai hanya seperti itu, aku merasa tidak mungkin hanya itu akar dari permasalah ini. Jika memang hanya itu, tidak mungkin semua terasa rumit seperti ini."Kami sama-sama diam dengan pikiran masing-masing
Aku sedikit terkejut dengan pertanyaan Ara, entah karena aku terlalu fokus dengan buku ini atau masih memikirkan tulisan terakhir itu. Aku menatap Ara berusaha tersenyum untuk menyembunyikan perasaanku saat ini, agar terlihat seperti biasa saja."Aku baik-baik saja, Ara. Lebih baik kita lanjutkan membacanya. Bagaimana kalau kita lanjut dengan buku rangkuman yang kamu temukan?""Sebenarnya aku menemukan rangkuman yang lain, Deffa. Setiap keturunan dari dimensi Eunoia, sepertinya memiliki buku catatan itu.""Mengapa hanya dimensi Eunoia yang memilikinya? Apakah orang tuaku tidak meninggalkan catatan apapun?""Entahlah, aku hanya menemukan buku-buku ini, Deffa."Aku melihat semua buku yang ditemukan oleh Ara, sambil memperhatikan dengan seksama. Mereka memiliki bentuk fisik yang hampir sama, yang membedakan hanyalah angka yang sepertinya nomor urut yang tertulis bersebelahan dengan tulisan 'Summary' dan bahan kertas yang digunakannya.Ternyata apa yang dikatakan oleh Ara benar, mungkin b
Ara menunjuk sebuah lukisan yang terpajang di salah satu dinding, dalam lukisan itu tergambar lambang yang ada di ujung kunci dan pintu masuk ruangan. Namun yang membedakan, lambang itu terlihat lebih jelas dengan tiga dimensi yang menjadi lambang utamanya."Jadi arti lambang itu adalah penggabungan tiga dimensi?""Sepertinya begitu, Deffa. Lebih baik kita mencari tempat terlebih dahulu, untuk membaca buku-buku yang sudah kita temukan tadi.""Iya, Ara. Lebih baik kita mengetahui semua hal terlebih dahulu, daripada kita hanya menebak-nebak semuanya."Aku dan Ara berjalan menuju salah satu meja yang cukup luas, kemudian meletakkan semua buku yang kami bawa di atasnya. Ternyata buku yang kami kumpulkan lumayan banyak, karena masing-masing dari kami menemukan cukup banyak buku yang bersangkutan."Kita akan membaca dari buku yang mana?""Bagaimana menurutmu, Ara? Apa lebih baik kita membaca hal baik atau hal buruk terlebih dahulu?""Emb... Lebih baik kita ketahui hal buruknya terlebih dahu
Aku mendekat ke arah Ara, yang saat ini berada di depan meja di ujung ruangan ini. Tatapannya mengarah ke dalam laci meja yang sudah dibukanya, sambil sesekali mengarahkan pandangannya ke arahku untuk segera datang."Apa yang kamu temukan, Ara?" tanyaku sambil melihat ke dalam laci meja itu."Sepertinya ini sebuah buku catatan, Deffa. Terlihat disana tertulis 'Summary' di sudut sampulnya, bukankah itu tandanya itu sebuah rangkuman?""Sepertinya dugaanmu benar, Ara. Bisa jadi kita bisa tahu apa yang terjadi kepada orang tua kita, dan kita tahu permasalahan apa yang akan kita hadapi."Dugaanku untuk mencari petunjuk di ruangan ini sepertinya tepat, karena semua petunjuk hampir kami temukan semuanya. Dalam hati aku sungguh berharap jika hal yang akan kami hadapi bukanlah hal yang berbahaya, tapi mengingat kematian kedua orang tuaku yang begitu tiba-tiba membuatku ragu akan hal itu."Sebenarnya aku juga menemukan sesuatu, Ara. Tapi aku tidak yakin kalau ini hal bagus, aku menjadi memiliki
"Sepertinya benar, Ara. Tapi entah kenapa aku merasa ruangan ini berbeda, daripada ruangan yang aku ingat saat kecil.""Aku juga merasa seperti itu, Deffa. Apa kita salah ruangan?""Aku yakin kalau ini ruangannya, Ara. Pasti ada sesuatu yang tersembunyi di sini."Aku melihat sekitar, ruangan ini hanya terlihat seperti perpustakaan yang ada di bumi. Di dalam sini terasa hangat, padahal tidak ada yang pernah masuk ke dalam ruangan ini setelah kepergian orang tua kami.Aku berusaha mencari sesuatu yang tampak aneh, namun cukup lama aku melihat hingga sudut-sudut ruangan tetap tidak menemukan keanehan itu. Sedangkan Ara malah tertarik dengan sebuah buku, dan dia kini sedang membacanya dengan wajah yang tampak serius."Buku apa yang kamu baca, Ara?""Deffa, lihatlah! Sepertinya buku ini menceritakan tentang kita dan keluarga kita."Aku sedikit ragu dengan apa yang dikatakan oleh Ara, karena tidak mungkin sebuah buku dibuat untuk menceritakan keluarga kami. Tapi melihat sampul buku saat Ara
Ara langsung berlari ke arahku, untuk melihat benda yang aku maksudkan. Dan saat dia melihat benda itu, sepertinya memang dia mengingat benda ini. Walaupun benda ini lebih berguna untuk Ara, dibandingkan aku yang menggunakannya."Deffa, ini kan jam tangan dimensi. Apa benar ini bisa menjadi petunjuk? Padahal aku selalu memakainya saat di dimensi Eunoia, karena kakak terus menyuruhku memakainya.""Jadi kamu tidak ingat fungsi dari jam ini, Ara?""Aku hanya ingat kalau itu jam tangan dimensi, emb... Sepertinya aku masih tidak ingat kalau tentang fungsinya."Aku cukup bingung dengan jawaban yang dia berikan, padahal kini aku paham dengan semua keganjilan tentang Ara karena jam ini. Benda itu tidak jauh berbeda, dengan jam tangan digital yang ada di bumi. Namun fungsi dari jam ini sangat luar biasa, karena dapat menyesuaikan waktu dengan tempat yang sudah diaturkan ke dalamnya.Sepertinya jam ini sudah di atur dengan waktu Bumi, yang membuatku akhirnya bisa menerima dengan perbedaan usia
"Deffa! Bangunlah!"Suara Ara seperti menarikku dari kegelapan, dan akhirnya aku terbangun dan mendapati Ara sedang ada di hadapanku dengan tatapan khawatirnya. Entah apa yang sebenarnya terjadi tadi, kenyataan yang membuatku tidak bisa berpikir secara rasional lagi."Kamu tidak apa-apa, Ara?""Aku baik-baik saja sekarang, Deffa. Tapi tadi benar-benar terasa sangat menyakitkan, tapi entah kenapa sekarang perasaan itu sudah tidak bersisa.""Sekarang kamu juga bisa mengingat semuanya?"Ara mengangguk menjawab pertanyaanku, sambil tersenyum simpul dan wajahnya sedikit memerah. Bagaimana tidak jika ternyata kami sudah menikah saat kecil, itu kesepakatan dari kedua orang tua kami. Walaupun pada akhirnya, orang tua kami jugalah yang memisahkan kami dan membuat kami kehilangan semua ingatan itu."Emb... Jadi sebenarnya kita suami istri... emb... maksudku..." Aku mengatakannya dengan tergagap, namun langsung dipotong oleh Ara."Iya, Deffa. Kita suami istri, tapi sepertinya kita bisa membahas
"Deffa! Maaf aku malah ketiduran barusan!""Tidak apa-apa, Ara. Kamu pasti juga kelelahan, karena memasak juga. Kemarilah! Kita buka kotak ini sekarang."Ara turun dari tempat tidur, dan duduk di bawah tepat di sampingku menghadap kotak. Aku benar-benar penasaran, ragu dan takut disaat yang bersamaan. Jantungku terasa berdetak lebih cepat, dan tanganku sudah berkeringat dingin karena cemas. Padahal saat ini aku baru memegang kotak itu, belum mencoba untuk membukanya.Tiba-tiba perasaanku merasa lebih tenang, saat tangan Ara menggenggam tanganku. Entah dia bisa membaca pikiranku saat ini, atau dia melihat ekspresi cemasku yang menurutku akan terlihat dengan jelas. Tapi perlakuan Ara ini benar-benar memberiku kekuatan untuk lebih berani, entah apa yang aku hadapi setelah ini, selama itu bersama Ara sepertinya aku akan sanggup menghadapinya.Mungkin terdengar sangat berlebihan, tapi itu yang aku rasakan. Mungkin aku bisa menjadi lebih berani, karena berpikir kalau aku tidak sendiri. Dan