Aku tertawa ringan melihat tingkah Bima, setidaknya aku tidak melihat raut kecewa pada wajah mereka. Namun dibandingkan sebelumnya kami menemukan hal baru dan ingatan baru, yang mungkin akan membantuku nantinya untuk mengingat semua. Aku dan Ara mengantar hingga depan rumah, dan tidak beberapa lama kemudian mobil mereka melaju meninggalkan halaman rumah. Setelah kepergian mereka, aku memesan makan malam untuk kami berdua. Sebenarnya aku ingin meminta Ara agar segera istirahat, tapi dia harus makan malam dulu agar tenaga yang dia habiskan dapat pulih kembali. Karena hari ini dialah yang memforsir tenaga terlalu banyak, bahkan sampai sekarang wajahnya masih terlihat sedikit pucat. "Kita istirahatkan pikiran dulu malam ini, jangan pikirkan pencarian kita lagi ataupun kenangan yang muncul setelahnya. Aku tidak ingin kamu jatuh sakit, Ara.""Iya, Deffa. Aku sudah tidak memikirkannya. Mungkin karena badanku sudah sangat lelah, jadi sudah tidak ada tenaga untukku memikirkan sesuatu.""Maaf
"Apa yang kamu lihat, Ara?""Lihatlah di belakangmu, Deffa!"Akupun mengikuti arah yang Ara tunjuk, dan sepertinya reaksiku tidak jauh berbeda dengan Ara tadi. Aku benar-benar kaget dan tidak menyangka, jika saat ini kunci yang tadinya hilang kini berada tepat di hadapan kami begitu saja. Aku mendekat kearah kunci itu, dan mencoba untuk meraihnya. Namun seperti enggan untuk aku pegang, kunci itu selalu menghindari tanganku dengan gesit.Aku tidak habis pikir, bagaimana kunci itu bisa melayang dan bergerak dengan sendirinya. Bahkan dia seperti tahu kalau aku akan mengambilnya, padahal dia hanya sebuah benda. Jika orang lain yang melihatnya, pasti akan berpikir kalau benda ini di gerakkan oleh seseorang dengan pengontrol. Tapi nyatanya kunci ini hanya sebuah benda yang sering bersinar dengan sendirinya, dan kini juga melayang dan bergerak dengan sendirinya. Cukup lama aku berusaha untuk menangkap kunci itu, tapi karena merasa di permainkan akupun akhirnya menyerah dan kembali duduk di d
"Tidak, Ara. Aku bahkan tadi lupa kalau kamu bisa membaca pikiranku.""Lalu bagaimana aku bisa tidak mendengarnya? Dari kemarin sepertinya aku lancar-lancar saja mendengar pikiranmu, apa karena kamu cucu Miranda jadi juga bisa menghindar dari kemampuanku?"Ucapan Ara baru saja membuatku cukup terkejut, berarti selama ini saat aku berusaha untuk menutupi pikiranku, dia tetap masih bisa mendengarnya. Tapi kenapa baru sekarang, dia tidak bisa mendengar pikiranku."Entahlah, Ara. Aku sendiri tidak tahu apapun, kita sama-sama tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi disaat ini dan di masa lalu. Selalu ada teka-teki baru yang membuat kita bertanya-tanya, disaat kita belum benar-benar menyelesaikan teka-teki yang sebelumnya.""Sudahlah, Deffa. Lebih baik sekarang kita makan dulu, makanan pesanan kita keburu dingin nanti.""Oh iya, gara-gara kunci tadi, aku jadi lupa kalau kita membeli makanan. Padahal kamu sudah lapar sejak tadi, tapi aku malah menundanya."Ara terlihat malu dan menghind
Aku berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaan Ara. Sepertinya melihat kondisi Ara saat ini, sangat tidak memungkinkan untuk melanjutkan pencarian. Lagipula kuncinya kini juga sudah ditemukan, jadi tidak malam ini pun sepertinya tidak masalah."Emb.. Sepertinya jangan malam ini, Ara. Lebih baik kita istirahat dulu untuk malam ini, yang terpenting tubuh kita kembali bertenaga agar besok kita bisa melanjutkan pencarian lagi. Lagipula kita sudah kembali memegang kunci itu, aku akan menyimpannya dengan baik agar tidak kembali hilang.""Baiklah, Deffa. Aku juga setuju, sepertinya aku juga sudah cukup lelah. Jika kita sudah membuka kotak itu, dan kemudian kita menemukan petunjuk baru. Pasti nanti kita akan semakin penasaran untuk mencarinya lagi, jadi lebih baik kita tidak tahu dulu agar bisa istirahat dengan nyenyak."Perkataan Ara sangat masuk akal. Sepertinya setelah kotak itu terbuka, akan ada banyak hal diluar nalar yang akan membuat kami mengeluarkan tenaga yang lebih lagi. Dan akan
Pagi ini aku sudah bersiap sejak pagi, karena bahan makanan yang kami beli akan menjadi bahan masakan untuk sarapan kami. Aku juga sudah membangunkan Ara tadi, karena pasti membutuhkan waktu lebih lama untuknya mempersiapkan diri. Apalagi saat ini dia harus kembali memakai pakaian biasa, dan menutupi rambut dan kulitnya yang mencolok.Aku tidak tahu dia benar-benar bisa memakainya sendiri atau tidak, karena terakhir kali dia dibantu oleh Eli. Tapi Ara meyakinkanku kalau dia bisa melakukannya sendiri, karena sebelumnya dia sudah bertanya cara pakai semua pernak-pernik yang akan dia pakai kepada Eli.Hampir setengah jam aku menunggu Ara untuk bersiap-siap, dan akhirnya dia keluar kamar dengan tampilan yang sangat meyakinkan. Dia terlihat seperti wanita-wanita yang bekerja dalam hal pembukuan, karena kacamata frame tipis hitam yang bertengger di hidung mancungnya. Sepertinya kacamata itu terlihat sangat kokoh disana, karena memiliki penyangga yang kuat. Sedangkan jika aku yang memakai k
"Deffa, itu apa?"Sudah tidak terhitung lagi berapa kali pertanyaan itu dilontarkan oleh Ara. Bukan aku marah padanya, aku hanya cukup lelah setelah kami mengitari hampir seluruh pasar sambil terus menjawab semua pertanyaannya. Ditambah suhu panas saat di dalam pasar yang membuat gerah, sambil berdesakan dengan begitu banyak orang. Apalagi aku harus benar-benar memastikan kalau posisi Ara aman, agar penyamarannya saat ini tidak terbongkar.Aku selalu menjawab dengan sekenanya, karena aku merasa sudah tidak ada tenaga setelah mengelilingi pasar, sambil membawa belanjaan seperti ini sedari tadi. Selain itu aku sudah berusaha sangat keras untuk menjaga Ara, apalagi dengan rasa antusiasnya yang tinggi saat melihat hal yang baru baginya. Dan semua hal yang ada di pasar ini adalah hal yang baru baginya, bisa dibayangkan bukan bagaimana usahaku saat ini. Kalau bukan demi Ara yang sangat ingin melihat semua ini, aku lebih memilih untuk berdiam diri di rumah sambil menonton film atau membaca b
Suara Ara membangunkanku dari tidur, padahal aku yakin baru saja aku melihatnya yang sedang sibuk memilih - milih bahan masakan. Bukankah awalnya aku duduk sambil menonton televisi, dan sesekali menengok ke arah dapur untuk memastikan semua baik-baik saja. Tapi entah sejak kapan aku jadi tertidur, dan sekarang Ara sedang dihadapanku setelah membangunkanku barusan."Ayo kita makan, Deffa. Aku sudah selesai memasaknya.""Benarkah? Apa kamu baik-baik saja Ara?""Tentu aku baik-baik saja, memasak ternyata sangat menyenangkan, Deffa."Aku cukup lega melihat Ara terlihat sangat senang, padahal aku tadi sangat cemas saat dia ingin memasak sendiri."Baguslah kalau kamu sesenang itu, maaf tadi aku malah ketiduran.""Kan memang aku yang memintamu untuk istirahat dulu, sepertinya kamu sangat kelelahan karena aku tadi.""Tidak masalah Ara, yang penting kamu bahagia."Ara menjawab dengan senyuman, kemudian menarikku menuju meja makan. Aku cukup takjub dengan hidangan makanan yang memenuhi meja, da
"Deffa! Maaf aku malah ketiduran barusan!""Tidak apa-apa, Ara. Kamu pasti juga kelelahan, karena memasak juga. Kemarilah! Kita buka kotak ini sekarang."Ara turun dari tempat tidur, dan duduk di bawah tepat di sampingku menghadap kotak. Aku benar-benar penasaran, ragu dan takut disaat yang bersamaan. Jantungku terasa berdetak lebih cepat, dan tanganku sudah berkeringat dingin karena cemas. Padahal saat ini aku baru memegang kotak itu, belum mencoba untuk membukanya.Tiba-tiba perasaanku merasa lebih tenang, saat tangan Ara menggenggam tanganku. Entah dia bisa membaca pikiranku saat ini, atau dia melihat ekspresi cemasku yang menurutku akan terlihat dengan jelas. Tapi perlakuan Ara ini benar-benar memberiku kekuatan untuk lebih berani, entah apa yang aku hadapi setelah ini, selama itu bersama Ara sepertinya aku akan sanggup menghadapinya.Mungkin terdengar sangat berlebihan, tapi itu yang aku rasakan. Mungkin aku bisa menjadi lebih berani, karena berpikir kalau aku tidak sendiri. Dan
"Bukankah tidak masalah, kitakan suami istri, Ara," ucapku dengan nada menggoda."Tetap saja... Aku malu, Deffa. Kamu tidak mengatakan apa-apa sebelumnya."Jawaban Ara malah membuatku semakin semangat untuk menggodanya, wajah merahnya terlihat sangat menggemaskan saat ini."Jadi kalau aku bilang sebelumnya, kamu akan mengizinkannya?" tanyaku semakin menggoda Ara."Emb... Entahlah! Kamu benar-benar jahat, Deffa!""Kenapa aku yang jahat? Aku hanya bertanya, Ara," jawabku membela diri.Namun ucapanku tidak dihiraukan olehnya, dan aku hanya bisa membujuknya untuk tidak marah kepadaku. Ara langsung keluar dari ruang kesehatan, tanpa memperdulikan panggilanku.Entah Ara benar-benar marah, atau dia hanya menyembunyikan rasa malunya dariku. Tapi aku tidak ingin terlalu lama seperti ini, padahal aku sudah sangat bahagia bisa bersama dengannya terus seperti ini.Saat aku menyusulnya keluar dari ruang istirahat, ternyata Ara kembali membaca buku catatan selanjutnya. Aku mencoba mendekatinya, dan
Aku mengikuti arah yang Ara tunjuk, dan melihat tulisan yang ada di buku itu. kemudian membacanya dengan suara yang cukup lantang, sesuai apa yang diminta olehnya."Semua penerus dari masing-masing dimensi, akan melanjutkan penelitian untuk menciptakan dunia yang indah bagi semua dimensi.""Bukankah penelitian itu yang dimaksud dalam buku ramalan tadi, Deffa?""Sepertinya benar, Ara. Dan hasil penelitian itu, hanya bisa membuat bumi yang memiliki tanaman dan hewan semakin berkembang dengan api dan teknologi. Sedangkan di dimensi Eunoia sudah memiliki satu jenis 'Non Human', mungkin itu juga hasil penelitian itu.""Jadi hanya pemilik api, yang belum bisa mendapatkan manfaat dari penelitian. Dan menjadikan mereka marah dan menghentikan penelitian itu?""Entahlah, Ara. Kita tidak bisa menilai hanya seperti itu, aku merasa tidak mungkin hanya itu akar dari permasalah ini. Jika memang hanya itu, tidak mungkin semua terasa rumit seperti ini."Kami sama-sama diam dengan pikiran masing-masing
Aku sedikit terkejut dengan pertanyaan Ara, entah karena aku terlalu fokus dengan buku ini atau masih memikirkan tulisan terakhir itu. Aku menatap Ara berusaha tersenyum untuk menyembunyikan perasaanku saat ini, agar terlihat seperti biasa saja."Aku baik-baik saja, Ara. Lebih baik kita lanjutkan membacanya. Bagaimana kalau kita lanjut dengan buku rangkuman yang kamu temukan?""Sebenarnya aku menemukan rangkuman yang lain, Deffa. Setiap keturunan dari dimensi Eunoia, sepertinya memiliki buku catatan itu.""Mengapa hanya dimensi Eunoia yang memilikinya? Apakah orang tuaku tidak meninggalkan catatan apapun?""Entahlah, aku hanya menemukan buku-buku ini, Deffa."Aku melihat semua buku yang ditemukan oleh Ara, sambil memperhatikan dengan seksama. Mereka memiliki bentuk fisik yang hampir sama, yang membedakan hanyalah angka yang sepertinya nomor urut yang tertulis bersebelahan dengan tulisan 'Summary' dan bahan kertas yang digunakannya.Ternyata apa yang dikatakan oleh Ara benar, mungkin b
Ara menunjuk sebuah lukisan yang terpajang di salah satu dinding, dalam lukisan itu tergambar lambang yang ada di ujung kunci dan pintu masuk ruangan. Namun yang membedakan, lambang itu terlihat lebih jelas dengan tiga dimensi yang menjadi lambang utamanya."Jadi arti lambang itu adalah penggabungan tiga dimensi?""Sepertinya begitu, Deffa. Lebih baik kita mencari tempat terlebih dahulu, untuk membaca buku-buku yang sudah kita temukan tadi.""Iya, Ara. Lebih baik kita mengetahui semua hal terlebih dahulu, daripada kita hanya menebak-nebak semuanya."Aku dan Ara berjalan menuju salah satu meja yang cukup luas, kemudian meletakkan semua buku yang kami bawa di atasnya. Ternyata buku yang kami kumpulkan lumayan banyak, karena masing-masing dari kami menemukan cukup banyak buku yang bersangkutan."Kita akan membaca dari buku yang mana?""Bagaimana menurutmu, Ara? Apa lebih baik kita membaca hal baik atau hal buruk terlebih dahulu?""Emb... Lebih baik kita ketahui hal buruknya terlebih dahu
Aku mendekat ke arah Ara, yang saat ini berada di depan meja di ujung ruangan ini. Tatapannya mengarah ke dalam laci meja yang sudah dibukanya, sambil sesekali mengarahkan pandangannya ke arahku untuk segera datang."Apa yang kamu temukan, Ara?" tanyaku sambil melihat ke dalam laci meja itu."Sepertinya ini sebuah buku catatan, Deffa. Terlihat disana tertulis 'Summary' di sudut sampulnya, bukankah itu tandanya itu sebuah rangkuman?""Sepertinya dugaanmu benar, Ara. Bisa jadi kita bisa tahu apa yang terjadi kepada orang tua kita, dan kita tahu permasalahan apa yang akan kita hadapi."Dugaanku untuk mencari petunjuk di ruangan ini sepertinya tepat, karena semua petunjuk hampir kami temukan semuanya. Dalam hati aku sungguh berharap jika hal yang akan kami hadapi bukanlah hal yang berbahaya, tapi mengingat kematian kedua orang tuaku yang begitu tiba-tiba membuatku ragu akan hal itu."Sebenarnya aku juga menemukan sesuatu, Ara. Tapi aku tidak yakin kalau ini hal bagus, aku menjadi memiliki
"Sepertinya benar, Ara. Tapi entah kenapa aku merasa ruangan ini berbeda, daripada ruangan yang aku ingat saat kecil.""Aku juga merasa seperti itu, Deffa. Apa kita salah ruangan?""Aku yakin kalau ini ruangannya, Ara. Pasti ada sesuatu yang tersembunyi di sini."Aku melihat sekitar, ruangan ini hanya terlihat seperti perpustakaan yang ada di bumi. Di dalam sini terasa hangat, padahal tidak ada yang pernah masuk ke dalam ruangan ini setelah kepergian orang tua kami.Aku berusaha mencari sesuatu yang tampak aneh, namun cukup lama aku melihat hingga sudut-sudut ruangan tetap tidak menemukan keanehan itu. Sedangkan Ara malah tertarik dengan sebuah buku, dan dia kini sedang membacanya dengan wajah yang tampak serius."Buku apa yang kamu baca, Ara?""Deffa, lihatlah! Sepertinya buku ini menceritakan tentang kita dan keluarga kita."Aku sedikit ragu dengan apa yang dikatakan oleh Ara, karena tidak mungkin sebuah buku dibuat untuk menceritakan keluarga kami. Tapi melihat sampul buku saat Ara
Ara langsung berlari ke arahku, untuk melihat benda yang aku maksudkan. Dan saat dia melihat benda itu, sepertinya memang dia mengingat benda ini. Walaupun benda ini lebih berguna untuk Ara, dibandingkan aku yang menggunakannya."Deffa, ini kan jam tangan dimensi. Apa benar ini bisa menjadi petunjuk? Padahal aku selalu memakainya saat di dimensi Eunoia, karena kakak terus menyuruhku memakainya.""Jadi kamu tidak ingat fungsi dari jam ini, Ara?""Aku hanya ingat kalau itu jam tangan dimensi, emb... Sepertinya aku masih tidak ingat kalau tentang fungsinya."Aku cukup bingung dengan jawaban yang dia berikan, padahal kini aku paham dengan semua keganjilan tentang Ara karena jam ini. Benda itu tidak jauh berbeda, dengan jam tangan digital yang ada di bumi. Namun fungsi dari jam ini sangat luar biasa, karena dapat menyesuaikan waktu dengan tempat yang sudah diaturkan ke dalamnya.Sepertinya jam ini sudah di atur dengan waktu Bumi, yang membuatku akhirnya bisa menerima dengan perbedaan usia
"Deffa! Bangunlah!"Suara Ara seperti menarikku dari kegelapan, dan akhirnya aku terbangun dan mendapati Ara sedang ada di hadapanku dengan tatapan khawatirnya. Entah apa yang sebenarnya terjadi tadi, kenyataan yang membuatku tidak bisa berpikir secara rasional lagi."Kamu tidak apa-apa, Ara?""Aku baik-baik saja sekarang, Deffa. Tapi tadi benar-benar terasa sangat menyakitkan, tapi entah kenapa sekarang perasaan itu sudah tidak bersisa.""Sekarang kamu juga bisa mengingat semuanya?"Ara mengangguk menjawab pertanyaanku, sambil tersenyum simpul dan wajahnya sedikit memerah. Bagaimana tidak jika ternyata kami sudah menikah saat kecil, itu kesepakatan dari kedua orang tua kami. Walaupun pada akhirnya, orang tua kami jugalah yang memisahkan kami dan membuat kami kehilangan semua ingatan itu."Emb... Jadi sebenarnya kita suami istri... emb... maksudku..." Aku mengatakannya dengan tergagap, namun langsung dipotong oleh Ara."Iya, Deffa. Kita suami istri, tapi sepertinya kita bisa membahas
"Deffa! Maaf aku malah ketiduran barusan!""Tidak apa-apa, Ara. Kamu pasti juga kelelahan, karena memasak juga. Kemarilah! Kita buka kotak ini sekarang."Ara turun dari tempat tidur, dan duduk di bawah tepat di sampingku menghadap kotak. Aku benar-benar penasaran, ragu dan takut disaat yang bersamaan. Jantungku terasa berdetak lebih cepat, dan tanganku sudah berkeringat dingin karena cemas. Padahal saat ini aku baru memegang kotak itu, belum mencoba untuk membukanya.Tiba-tiba perasaanku merasa lebih tenang, saat tangan Ara menggenggam tanganku. Entah dia bisa membaca pikiranku saat ini, atau dia melihat ekspresi cemasku yang menurutku akan terlihat dengan jelas. Tapi perlakuan Ara ini benar-benar memberiku kekuatan untuk lebih berani, entah apa yang aku hadapi setelah ini, selama itu bersama Ara sepertinya aku akan sanggup menghadapinya.Mungkin terdengar sangat berlebihan, tapi itu yang aku rasakan. Mungkin aku bisa menjadi lebih berani, karena berpikir kalau aku tidak sendiri. Dan