Share

Persahabatan

Author: Deschya.77
last update Last Updated: 2023-01-15 09:56:59

Aku sangat terkejut karena saat ini aku hanya melihat ruangan kamar nenek, tanpa ada Ara disana. Aku masih tidak percaya kalau Ara benar-benar sudah pergi, padahal baru saja kami mengobrol dengan santai.

"Aurora.....! Ara.....! Kamu masih disini kan? Jangan bercanda seperti ini, aku sangat tidak suka."

Aku berusaha mencari disetiap sudut rumah, tapi hasilnya tetap nihil. Sepertinya cerita tentang dia yang hilang secara tiba-tiba memang benar. Dan jika dia sudah kembali ke tempat asalnya, itu berarti aku harus menunggu satu minggu lagi untuk dapat kembali bertemu dengannya.

Padahal aku masih berharap dia akan menemaniku hingga malam, agar aku tidak sendirian saat ini. Keheningan membuatku kembali teringat tentang nenek, walaupun aku masih sedikit terhibur dengan pertemuanku dengan Ara tadi.

'Satu Minggu semoga dapat berlalu dengan cepat.'

Aku berkata dalam hati, berharap Ara dapat mendengar apa yang sedang aku pikirkan. Aku berjalan menuju kamar, untuk mengabadikan moment ini dalam sebuah tulisan. Mungkin tulisan kali ini bisa menjadi salah satu tulisan yang penting dan berharga, bagi diriku nantinya di masa depan.

***

Pagi ini aku memulai kembali kehidupanku seperti biasanya, bekerja sebagai CEO perusahaan penerbit yang sudah aku bangun dari delapan tahun lalu. Dulu disaat aku ragu untuk menggunakan warisan orang tuaku, nenek lah yang mendukung dan menyemangatiku untuk membuat perusahaan ini.

Karena rasa sukaku terhadap buku, aku ingin menyediakan wadah untuk sebuah buku dapat tercetak dan dinikmati semua orang. Walaupun dulu perusahaan ini hanya memiliki 1 ruangan memanjang, yang aku sekat-sekat untuk memisahkan ruangan. Kini perusahaanku sudah memiliki satu gedung besar dengan 4 lantai, di tambah 1 gedung lagi di belakang untuk produksi percetakan.

Aku membangunnya saat awal-awal kuliah, karena waktu itu aku masih sedikit awam dalam dunia penulisan, nenekku lah yang membantuku menganalisa sebuah cerita yang akan menjadi sebuah buku. Aku pun menyelesaikan kuliahku kurang dari 4 tahun, dan perusahaanku semakin berkembang sejak itu. Semua ini bisa terjadi berkat dukungan dari nenek, dan hasil dari peninggalan orang tuaku. Jika bukan berkat mereka, aku tidak akan bisa sesukses sekarang. Bahkan untuk membayangkannya saja, mungkin tidak akan pernah bisa aku lakukan.

Suara ketukan pintu, membuatku melepaskan perhatianku dari sebuah dokumen, dari salah satu penulis yang sedang aku analisa. Aku mempersilahkan masuk orang yang tadi telah mengetuk pintu, sambil membenarkan posisi dudukku agar terlihat lebih berwibawa. Walau bagaimanapun saat ini aku berada di kantor, dan sebagai pemimpin aku tetap harus menjaga sikap.

Setelah mendengar jawabanku, orang tadi langsung masuk ke ruangan. Orang kepercayaanku sekaligus sahabatku sendiri, yang masuk dari balik pintu. Bima Prasetya, nama sahabatku namu saat ini sedang menjalankan tugas sebagai asistenku. Dia pria cerdas yang sangat profesional, dan berdedikasi tinggi kepada perusahaan ini. Walaupun dia terlihat seperti orang desa, tapi aku sangat bahagia memiliki sahabat sekaligus sekretaris sepertinya.

Aku dan Bima sudah mulai bersahabat sejak SMA, dan persahabatan itu terus berjalan hingga sekarang. Kami kenal karena kesalah pahaman, yang berakhir dengan kami yang sering menyadari kecocokan untuk mengobrol maupun bercanda. Tapi saat ini dia sudah banyak berubah, sifatnya yang tegas kepada diri sendiri dan sikap tenangnya di hadapan orang lain, berbanding terbalik dengan sikapnya yang lembut dan manja kepada pacarnya Eliana Putri atau yang sering aku panggil Eli.

Aku pun kenal baik dengan pacarnya itu, bahkan kami sering kumpul bertiga. Sikap mereka berdua saling melengkapi menurutku, jadi mereka benar-benar terlihat sangat serasi. Kadang aku merasa iri jika kami sedang berkumpul, apalagi aku yang berstatus jomblo sejak dulu. Bukan karena tidak ada yang menyukaiku, tapi lebih karena belum ada wanita yang menarik perhatianku. Tapi sekarang perhatianku sepenuhnya diisi oleh Ara, aku benar-benar tersihir dengan kecantikannya.

"Maaf Pak, sebentar lagi akan ada meeting bersama penulis Naya yang dokumennya sudah saya siapkan sejak tadi pagi."

Aku kembali terfokus dengan ucapan yang di sampaikan Bima, ternyata sudah cukup lama sejak aku menganalisa dokumen ini.

"Baik, aku sudah menganalisanya. Tolong siapkan pertemuannya lima menit lagi."

"Baik, Pak."

Bima langsung meninggalkan ruangan kerjaku, dan langsung bergegas menjalankan perintahku tadi. Begitulah kami jika sedang jam kerja, karena kami sama-sama bersikap profesional ketika masih bekerja. Tapi setelah jam kerja habis, jangan harap sikap sopan seperti ini terlihat. Kami bahkan lebih terlihat seperti saudara daripada sahabat, bahkan dulu saat Bima belum memiliki pacar, orang-orang bahkan mengira kalau kami gay.

Tapi kami tidak pernah ambil pusing ataupun membuat sangkalan untuk itu, karena kami tidak pernah memperdulikan respon yang tidak masuk akal seperti itu. Selama kami merasa masih normal, tidak ada yang membuat kami harus marah. Dan setelah Bima berpacaran dengan Eli, tudingan itu langsung hilang dengan sendirinya.

Pertemuan kali ini berjalan cukup lancar, karena aku sangat menyukai hasil penulis Naya. Salah satu penulis yang aku dan nenek kagumi, karena cerita maupun alur yang dituangkan selalu berkesan untuk kami. Namun sekarang hanya aku yang bisa menganalisanya sendiri tanpa nenek, membuatku kembali merasakan perasaan rinduku yang sempat terobati karena kedatangan Ara.

"Baiklah, terimakasih untuk hasil hari ini. Saya sangat puas dengan hasil tulisan penulis Naya. Editor kami akan segera menyerahkan kontrak untuk proses pencetakan kali ini."

"Sama-sama, Pak. Saya juga berterima kasih atas kesempatannya kembali."

Penulis itu pun berpamitan, dan setelah itu aku langsung kembali ke ruangan. Aku kembali mempelajari dokumen-dokumen dari penulis lain, karena masih banyak permintaan buku yang harus dicetak. Walaupun aku memiliki banyak editor di perusahaan ini, tapi aku tetap mempelajari alur cerita dari catatan di setiap halaman yang sudah dibuat oleh para editor. Dan akulah nantinya yang memutuskan tetap menggunakan alur itu, atau harus ada revisi sebelum kontrak penerbitan.

Visi perusahaan ini tidak menerbitkan cerita yang tidak layak, tapi perusaan ini juga tidak pernah menolak penulis yang ingin menerbitkan bukunya. Jadi proses analisa dan revisi memakan waktu yang cukup banyak, tapi hasil yang kami dapatkan juga selalu memuaskan. Karena sudah banyak orang yang percaya, dengan kualitas yang perusahaan ini suguhkan.

Bahkan banyak penulis baru, yang mencoba peruntungannya lewat perusahaan kami. Tapi banyak yang pada akhirnya menyerah sendiri, karena tidak sanggup dengan permintaan revisi yang terlalu banyak. Setidaknya perusahaan sudah memberikan wadah bagi mereka, untuk lebih mempelajari sebuah karya tulis yang lebih baik. Bukankah pengalaman itu jauh lebih dibutuhkan, dibandingkan mempelajari sendiri secara otodidak.

Setelah jam kerja selesai, aku dan Bima langsung bergegas menuju rumahnya untuk membantu menyiapkan pesta kejutan kecil-kecilan, untuk merayakan ulang tahun Eli di atap rumahnya. Karena rencananya diulang tahun Eli ini, Bima juga berencana melamarnya setelah berpacaran selama 5 tahun.

Sebelumnya kami mampir di salah satu supermarket untuk membeli daging dan soda, juga membeli beberapa camilan untuk kami nanti. Kami juga mengambil pesanan kue dan juga cincin, yang sudah di pesan Bima jauh-jauh hari. Sebenarnya aku juga memberikan kejutan untuk Bima, karena sampai sekarang dia tidak tahu kalau aku menyewa orang untuk menghias atap rumahnya.

Karena Bima orang yang cukup simpel, dia tidak akan memikirkan untuk menghias ruangan. Aku juga menambahkan sedikit musik pengiring, yang tersambung dan bisa aku atur lewat ponselku. Biarlah ini menjadi hari terindah mereka, selama masih berstatus pacar. Aku juga ingin ikut andil dalam salah satu hari bahagia sahabatku ini, sebelum dia menjajaki kehidupan baru berumahtangga nantinya.

Selama di perjalanan aku sedikit menahan tawa, karena melihat tingkah Bima yang tidak seperti biasanya. Dia terlihat sangat gugup, bahkan sejak tadi dia seperti orang linglung. Dia berulang kali mengecek apa saja yang belum dia siapkan di dalam mobil, tapi dia selalu lupa dan aku yang harus mengingatkannya. Apakah semua pria yang akan melamar pacarnya menjadi seperti ini?

Kami menghabiskan banyak waktu, hanya untuk kembali mengingat apa saja yang kurang. Dan kami hampir saja melupakan buket bunga, yang sudah dipesan Bima satu minggu sebelumnya. Untunglah di menit-menit terakhir sebelum toko tutup, kami berhasil mendapatkan buket bunga itu.

Eli sangat menyukai warna merah, menurutku itu memang sangat cocok dengan kepribadian yang sangat berani. Bima juga memesan sebuket bunga mix mawar merah dan anggrek merah, itu juga bunga yang sangat disukai oleh Eli. Mungkin karena mereka sudah bersama begitu lama, Bima sangat berusaha untuk memberikan semua yang Eli sukai.

Aku berusaha menenangkan Bima di perjalanan, aku mengatakan kepadanya berkali-kali kalau semua akan berjalan lancar. Padahal sebenarnya aku sendiri pun ikut gugup, padahal aku hanya akan menjadi saksi dan menontonnya. Tapi aku tidak sabar untuk segera menyaksikannya.

Saat kami sampai dirumah Bima, kami pun langsung menurunkan semua barang dan membawanya masuk. Hingga saat kami akan sampai di atap, aku menubruk punggung Bima yang tiba-tiba berhenti di depanku. Aku mengikuti arah pandangnya, yang terlihat sangat kaget.

"Deffa!"

Bersambung...

Related chapters

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Surprise & Lamaran

    "Deffa! Ini pasti perbuatanmu kan?"Aku baru ingat ingin memberikan kejutan untuknya, untunglah respon Bima selalu membuatku senang. Dia gampang terharu dengan hal-hal sepele, padahal kalau sedang di perusahaan dia terlihat sangat tegas dan berwibawa. Saat ini dia terlihat sudah sangat berkaca-kaca, hanya dengan kejutan dariku yang menyewa orang untuk menata ruangan atap ini. Ya walaupun sedikit berlebihan dari bayanganku sebenarnya, karena aku bilang untuk sahabat yang akan melamar pacarnya. Mungkin memang menyesuaikan budget yang aku berikan kepada pihak vendor, sehingga semua tampak sangat istimewa."Ya, memang aku yang memesannya. Aku sudah mengira kamu tidak akan memikirkan untuk menghias tempat ini, atau kamu hanya akan menata seadanya bukan.""Tapi apa ini tidak terlalu berlebihan?""Tidak ada yang berlebihan, ini salah satu hari istimewa bagi sahabatku yang akan melamar pacarnya. Bagaimana bisa aku hanya diam saja dan tidak melakukan apapun, ya walaupun bukan aku sendiri yang

    Last Updated : 2023-01-30
  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Kepedulian

    Aku sudah menduga dengan respon yang akan Eli berikan, karena selama ini dialah yang bersikeras mencarikan dan mengenalkanku kepada perempuan kenalannya. Mungkin dia kasihan kepadaku karena selalu menjadi obat nyamuk, saat kami bertiga sedang berkumpul. Atau mungkin dia geram, melihatku yang tidak pernah tertarik dengan perempuan."Kamu tidak mengenalnya, aku juga baru bertemu dengannya sekali. Aku akan menceritakannya lain kali, tidak sekarang. Jadi kamu harus berhenti mengenalkanku kepada teman-temanmu."Aku menekankan kepada Eli, agar dia berhenti untuk terus menjodohkanku. Sedangkan Bima tidak terlalu ikut campur selama ini, mungkin dia yang sangat paham dengan pikiranku. Jadi dia tidak pernah memaksaku, atau bertanya tentang wanita kepadaku. Itulah mengapa aku mengatakan kalau mereka saling melengkapi, Bima selalu bersikap lembut dan tenang jika dihadapan Eli."Baiklah. Tapi jika kamu terlalu lama mengenalkannya kepada kami, aku akan menjodohkanmu lagi nanti."Eli tampak masih be

    Last Updated : 2023-01-30
  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Menguji Kesabaran

    Sudah seminggu setelah terakhir kali aku bertemu dengan Ara, rencananya sepulang kerja aku ingin kembali membuka buku itu sesuai perjanjianku dengannya. Aku sudah tidak sabar untuk dapat bertemu kembali dengannya, bahkan aku sering memimpikannya dalam tidurku belakangan ini. Terakhir kali, aku memimpikan berjalan di taman yang luas bersama Ara. Dengan pemandangan yang sangat indah, serta cuaca saat itu yang sangat mendukung. Hari ini aku memiliki jadwal yang sangat padat, jadi tidak ada waktu bagiku untuk sarapan tadi pagi. Saat melihat jam ternyata sudah menunjukkan pukul 13.45, pantas saja perutku sudah keroncongan sejak tadi. Meeting pagi dengan para penulis, memakan waktu yang cukup lama dari sebelum-sebelumnya. Padahal setelahnya aku juga sudah berusaha, untuk menganalisa setiap dokumen yang ada di meja kerjaku dengan lebih cepat. Namun tetap saja, waktu berjalan dengan sangat cepat.Untunglah Bima yang pengertian, sudah memesankan tempat untuk kami makan siang diluar. Bima cuku

    Last Updated : 2023-01-30
  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Kesepakatan Terakhir

    "Hah, dua ratus juta? Sepertinya Paman mengajak bercanda.""Itu nominal sedikit dibanding harga rumah ibu, Deffa. Memang seharusnya aku layak untuk mendapatkan nominal itu.""Aku sudah bilang, kalau aku tidak akan menjual rumah itu.""Itu terserah kamu akan menjualnya atau tidak, tapi aku tidak akan berhenti untuk memintamu menjualnya, jika kamu kesulitan memberiku sejumlah itu.""Paman benar-benar tidak tahu malu. Seratus juta kalau Paman mau, jika tidak maka aku tidak akan memberikan sama sekali.""Pak!"Bima menginterupsi ucapanku, sepertinya dia keberatan mendengar aku akan membayarnya sebesar itu. Tapi aku langsung mengangguk-anggukkan kepala, tanda tidak ada masalah bagiku. Aku sudah sangat lelah untuk selalu berdebat dengan Paman, yang selalu meributkan untuk menjual rumah peninggalan nenek. Sebenarnya aku bisa saja melaporkan Paman, karena sesuai hukum memang rumah itu sudah menjadi hak ku. Tapi aku tidak tega jika harus melaporkan keluarga sendiri, walau bagaimanapun Paman te

    Last Updated : 2023-01-31
  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Pertemuan Kembali

    Aku sedikit tidak menyangka kalau Bima akan menanyakan hal itu, padahal obrolan kami sedari tadi tidak mengarah kesana. Saat ini aku sangat ingin bercerita kepadanya, tapi aku sudah berjanji kepada Ara untuk tidak menceritakan tentangnya pada siapapun sebelum mendapat izin darinya. Walaupun aku tidak terlalu yakin dia akan mengizinkan, tapi aku akan berusaha meyakinkan Ara agar mempercayai Bima juga nantinya."Rencananya aku akan bertemu dengannya malam ini. Tapi aku belum terlalu yakin dengan semuanya, jadi aku belum bisa bercerita lebih kepadamu."Aku berharap dia tidak terlalu kecewa, karena aku tidak menceritakan semua padanya. Aku tidak ingin ada keretakan dalam pertemanan kami hanya karena hal ini, tapi janji tetaplah janji dan aku tidak mungkin mengingkarinya."Baiklah, tidak masalah Daf. Aku sudah cukup senang mendengar pada akhir ada wanita yang membuatmu tertarik. Aku sudah sangat khawatir, karena kamu selalu hanya tertarik kepadaku."Awalnya aku cukup lega mendengar ucapann

    Last Updated : 2023-02-01
  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Dimensi Eunoia

    Cahaya itu masih sangat terang untukku, walaupun aku sudah mempersiapkan diri sebelumnya. Sebenarnya aku sangat khawatir, kalau cahaya terang tadi bisa terlihat oleh orang dari luar. Tapi selama tidak ada yang mengetok pintu, aku anggap kalau tidak ada orang lain yang melihat cahaya terang itu."Ara. Maaf jika aku menarikmu kesini dengan tiba-tiba.""Tidak masalah Deffa, kita sudah punya perjanjian bukan. Aku juga sudah menunggu, kapan aku akan tertarik ke dimensi ini lagi.""Aku senang kalau kamu juga menantikannya, aku sangat khawatir sejak tadi untuk menggosok kotak itu. Aku takut kamu marah, karena membukanya disaat kamu belum siap.""Aku selalu siap jika aku sudah berjanji. Ngomong-ngomong kenapa ruangannya menjadi lebih luas dari sebelumnya, ini juga terlihat sangat berbeda.""Iya benar, sebelumnya kamu hanya di kamar Nenek, jadi aku pikir kamu akan senang jika aku memperlihatkanmu seisi rumah.""Ya, aku sangat senang Deffa. Aku tidak menyangka kalau luar ruangan akan seperti in

    Last Updated : 2023-02-01
  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Kemoceng dan Ayam

    Dia terlihat sangat polos ketika memainkan benda itu, sambil merabanya dengan sangat takjub. Apa tidak ada ayam di tempat asalnya, hingga dia begitu heran dengan kemoceng. Memang Nenek masih memakai barang-barang jaman dulu, walaupun kini sudah ada kemoceng microfiber atau bisa memakai penyedot debu. Tapi Nenek selalu bilang kalau rumah tidak lengkap kalau tidak ada kemoceng itu, akupun menurutinya walaupun benda itu kini hanya sebagai pajangan dan tidak pernah difungsikan lagi. "Itu namanya kemoceng, itu terbuat dari bulu ayam untuk membersihkan debu di dalam rumah.""Ke-mo-ceng? A-yam? Apa itu Deffa?"Aku bingung melihat Ara tampak heran dan juga bingung, mendengar nama-nama itu. Padahal aku mengatakan ayam begitu saja mengira di tempat asal Ara ada, namun nyatanya Ara malah seperti baru melihat bulu itu."Di tempat asalmu tidak adakah hewan berbulu seperti itu?"Aku tidak menyebutkan kata ayam kembali, siapa tahu penyebutan nama hewan itu berbeda. Tapi setelah aku tanyakan seperti

    Last Updated : 2023-02-01
  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Kekuatan Pikiran

    "Apa yang pertama ingin kamu ketahui?""Emb...Tapi apa aku boleh menanyakan banyak hal setelahnya?""Tentu boleh Ara, kamu bisa bertanya apapun kepadaku. Aku sendiripun masih memiliki banyak hal, yang juga ingin aku tanyakan padamu. Anggap saja kita saling belajar, tentang kehidupan lain selain kehidupan yang biasa kita jalani.""Baiklah, apa semua manusia disini berpakaian lucu seperti itu? "Dia bertanya sambil menunjuk kearahku, padahal jika aku melihat pakaianku tampak lebih normal daripada pakaiannya. Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana mereka bisa memakai pakaian seperti itu ketika sekolah atau bekerja. Mungkin karena kebiasaan, sehingga menganggap sesuatu yang baru menjadi asing dan aneh. Tapi melihat dari sudut manapun, sepertinya pakaian di bumi lebih nyaman untuk dipakai."Lucu? Disini pakaian seperti ini disebut casual, karena aku hanya sedang santai dirumah. Kami juga memiliki beragam model, dan disesuaikan dengan keadaan dan tempat. Bukannya lebih lucu pakaian yang kam

    Last Updated : 2023-02-02

Latest chapter

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Kebersamaan

    "Bukankah tidak masalah, kitakan suami istri, Ara," ucapku dengan nada menggoda."Tetap saja... Aku malu, Deffa. Kamu tidak mengatakan apa-apa sebelumnya."Jawaban Ara malah membuatku semakin semangat untuk menggodanya, wajah merahnya terlihat sangat menggemaskan saat ini."Jadi kalau aku bilang sebelumnya, kamu akan mengizinkannya?" tanyaku semakin menggoda Ara."Emb... Entahlah! Kamu benar-benar jahat, Deffa!""Kenapa aku yang jahat? Aku hanya bertanya, Ara," jawabku membela diri.Namun ucapanku tidak dihiraukan olehnya, dan aku hanya bisa membujuknya untuk tidak marah kepadaku. Ara langsung keluar dari ruang kesehatan, tanpa memperdulikan panggilanku.Entah Ara benar-benar marah, atau dia hanya menyembunyikan rasa malunya dariku. Tapi aku tidak ingin terlalu lama seperti ini, padahal aku sudah sangat bahagia bisa bersama dengannya terus seperti ini.Saat aku menyusulnya keluar dari ruang istirahat, ternyata Ara kembali membaca buku catatan selanjutnya. Aku mencoba mendekatinya, dan

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Keberanian Yang Muncul

    Aku mengikuti arah yang Ara tunjuk, dan melihat tulisan yang ada di buku itu. kemudian membacanya dengan suara yang cukup lantang, sesuai apa yang diminta olehnya."Semua penerus dari masing-masing dimensi, akan melanjutkan penelitian untuk menciptakan dunia yang indah bagi semua dimensi.""Bukankah penelitian itu yang dimaksud dalam buku ramalan tadi, Deffa?""Sepertinya benar, Ara. Dan hasil penelitian itu, hanya bisa membuat bumi yang memiliki tanaman dan hewan semakin berkembang dengan api dan teknologi. Sedangkan di dimensi Eunoia sudah memiliki satu jenis 'Non Human', mungkin itu juga hasil penelitian itu.""Jadi hanya pemilik api, yang belum bisa mendapatkan manfaat dari penelitian. Dan menjadikan mereka marah dan menghentikan penelitian itu?""Entahlah, Ara. Kita tidak bisa menilai hanya seperti itu, aku merasa tidak mungkin hanya itu akar dari permasalah ini. Jika memang hanya itu, tidak mungkin semua terasa rumit seperti ini."Kami sama-sama diam dengan pikiran masing-masing

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Buku Catatan

    Aku sedikit terkejut dengan pertanyaan Ara, entah karena aku terlalu fokus dengan buku ini atau masih memikirkan tulisan terakhir itu. Aku menatap Ara berusaha tersenyum untuk menyembunyikan perasaanku saat ini, agar terlihat seperti biasa saja."Aku baik-baik saja, Ara. Lebih baik kita lanjutkan membacanya. Bagaimana kalau kita lanjut dengan buku rangkuman yang kamu temukan?""Sebenarnya aku menemukan rangkuman yang lain, Deffa. Setiap keturunan dari dimensi Eunoia, sepertinya memiliki buku catatan itu.""Mengapa hanya dimensi Eunoia yang memilikinya? Apakah orang tuaku tidak meninggalkan catatan apapun?""Entahlah, aku hanya menemukan buku-buku ini, Deffa."Aku melihat semua buku yang ditemukan oleh Ara, sambil memperhatikan dengan seksama. Mereka memiliki bentuk fisik yang hampir sama, yang membedakan hanyalah angka yang sepertinya nomor urut yang tertulis bersebelahan dengan tulisan 'Summary' dan bahan kertas yang digunakannya.Ternyata apa yang dikatakan oleh Ara benar, mungkin b

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Ramalan Kehancuran

    Ara menunjuk sebuah lukisan yang terpajang di salah satu dinding, dalam lukisan itu tergambar lambang yang ada di ujung kunci dan pintu masuk ruangan. Namun yang membedakan, lambang itu terlihat lebih jelas dengan tiga dimensi yang menjadi lambang utamanya."Jadi arti lambang itu adalah penggabungan tiga dimensi?""Sepertinya begitu, Deffa. Lebih baik kita mencari tempat terlebih dahulu, untuk membaca buku-buku yang sudah kita temukan tadi.""Iya, Ara. Lebih baik kita mengetahui semua hal terlebih dahulu, daripada kita hanya menebak-nebak semuanya."Aku dan Ara berjalan menuju salah satu meja yang cukup luas, kemudian meletakkan semua buku yang kami bawa di atasnya. Ternyata buku yang kami kumpulkan lumayan banyak, karena masing-masing dari kami menemukan cukup banyak buku yang bersangkutan."Kita akan membaca dari buku yang mana?""Bagaimana menurutmu, Ara? Apa lebih baik kita membaca hal baik atau hal buruk terlebih dahulu?""Emb... Lebih baik kita ketahui hal buruknya terlebih dahu

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Semua Petunjuk

    Aku mendekat ke arah Ara, yang saat ini berada di depan meja di ujung ruangan ini. Tatapannya mengarah ke dalam laci meja yang sudah dibukanya, sambil sesekali mengarahkan pandangannya ke arahku untuk segera datang."Apa yang kamu temukan, Ara?" tanyaku sambil melihat ke dalam laci meja itu."Sepertinya ini sebuah buku catatan, Deffa. Terlihat disana tertulis 'Summary' di sudut sampulnya, bukankah itu tandanya itu sebuah rangkuman?""Sepertinya dugaanmu benar, Ara. Bisa jadi kita bisa tahu apa yang terjadi kepada orang tua kita, dan kita tahu permasalahan apa yang akan kita hadapi."Dugaanku untuk mencari petunjuk di ruangan ini sepertinya tepat, karena semua petunjuk hampir kami temukan semuanya. Dalam hati aku sungguh berharap jika hal yang akan kami hadapi bukanlah hal yang berbahaya, tapi mengingat kematian kedua orang tuaku yang begitu tiba-tiba membuatku ragu akan hal itu."Sebenarnya aku juga menemukan sesuatu, Ara. Tapi aku tidak yakin kalau ini hal bagus, aku menjadi memiliki

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Ruang Kerja

    "Sepertinya benar, Ara. Tapi entah kenapa aku merasa ruangan ini berbeda, daripada ruangan yang aku ingat saat kecil.""Aku juga merasa seperti itu, Deffa. Apa kita salah ruangan?""Aku yakin kalau ini ruangannya, Ara. Pasti ada sesuatu yang tersembunyi di sini."Aku melihat sekitar, ruangan ini hanya terlihat seperti perpustakaan yang ada di bumi. Di dalam sini terasa hangat, padahal tidak ada yang pernah masuk ke dalam ruangan ini setelah kepergian orang tua kami.Aku berusaha mencari sesuatu yang tampak aneh, namun cukup lama aku melihat hingga sudut-sudut ruangan tetap tidak menemukan keanehan itu. Sedangkan Ara malah tertarik dengan sebuah buku, dan dia kini sedang membacanya dengan wajah yang tampak serius."Buku apa yang kamu baca, Ara?""Deffa, lihatlah! Sepertinya buku ini menceritakan tentang kita dan keluarga kita."Aku sedikit ragu dengan apa yang dikatakan oleh Ara, karena tidak mungkin sebuah buku dibuat untuk menceritakan keluarga kami. Tapi melihat sampul buku saat Ara

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Jam Tangan Dimensi

    Ara langsung berlari ke arahku, untuk melihat benda yang aku maksudkan. Dan saat dia melihat benda itu, sepertinya memang dia mengingat benda ini. Walaupun benda ini lebih berguna untuk Ara, dibandingkan aku yang menggunakannya."Deffa, ini kan jam tangan dimensi. Apa benar ini bisa menjadi petunjuk? Padahal aku selalu memakainya saat di dimensi Eunoia, karena kakak terus menyuruhku memakainya.""Jadi kamu tidak ingat fungsi dari jam ini, Ara?""Aku hanya ingat kalau itu jam tangan dimensi, emb... Sepertinya aku masih tidak ingat kalau tentang fungsinya."Aku cukup bingung dengan jawaban yang dia berikan, padahal kini aku paham dengan semua keganjilan tentang Ara karena jam ini. Benda itu tidak jauh berbeda, dengan jam tangan digital yang ada di bumi. Namun fungsi dari jam ini sangat luar biasa, karena dapat menyesuaikan waktu dengan tempat yang sudah diaturkan ke dalamnya.Sepertinya jam ini sudah di atur dengan waktu Bumi, yang membuatku akhirnya bisa menerima dengan perbedaan usia

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Masa Kecil

    "Deffa! Bangunlah!"Suara Ara seperti menarikku dari kegelapan, dan akhirnya aku terbangun dan mendapati Ara sedang ada di hadapanku dengan tatapan khawatirnya. Entah apa yang sebenarnya terjadi tadi, kenyataan yang membuatku tidak bisa berpikir secara rasional lagi."Kamu tidak apa-apa, Ara?""Aku baik-baik saja sekarang, Deffa. Tapi tadi benar-benar terasa sangat menyakitkan, tapi entah kenapa sekarang perasaan itu sudah tidak bersisa.""Sekarang kamu juga bisa mengingat semuanya?"Ara mengangguk menjawab pertanyaanku, sambil tersenyum simpul dan wajahnya sedikit memerah. Bagaimana tidak jika ternyata kami sudah menikah saat kecil, itu kesepakatan dari kedua orang tua kami. Walaupun pada akhirnya, orang tua kami jugalah yang memisahkan kami dan membuat kami kehilangan semua ingatan itu."Emb... Jadi sebenarnya kita suami istri... emb... maksudku..." Aku mengatakannya dengan tergagap, namun langsung dipotong oleh Ara."Iya, Deffa. Kita suami istri, tapi sepertinya kita bisa membahas

  • Perempuan Dalam Kotak Warisan Nenek   Membuka Kotak

    "Deffa! Maaf aku malah ketiduran barusan!""Tidak apa-apa, Ara. Kamu pasti juga kelelahan, karena memasak juga. Kemarilah! Kita buka kotak ini sekarang."Ara turun dari tempat tidur, dan duduk di bawah tepat di sampingku menghadap kotak. Aku benar-benar penasaran, ragu dan takut disaat yang bersamaan. Jantungku terasa berdetak lebih cepat, dan tanganku sudah berkeringat dingin karena cemas. Padahal saat ini aku baru memegang kotak itu, belum mencoba untuk membukanya.Tiba-tiba perasaanku merasa lebih tenang, saat tangan Ara menggenggam tanganku. Entah dia bisa membaca pikiranku saat ini, atau dia melihat ekspresi cemasku yang menurutku akan terlihat dengan jelas. Tapi perlakuan Ara ini benar-benar memberiku kekuatan untuk lebih berani, entah apa yang aku hadapi setelah ini, selama itu bersama Ara sepertinya aku akan sanggup menghadapinya.Mungkin terdengar sangat berlebihan, tapi itu yang aku rasakan. Mungkin aku bisa menjadi lebih berani, karena berpikir kalau aku tidak sendiri. Dan

DMCA.com Protection Status