PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIAR
Penulis : David KhanzBagian (70)Episode : Kecemburuan Arumi“ … Namanya Bu Bella atau lengkapnya Ibu Bellanca Aurora,” jawab Hamizan saat menceritakan kronologis bantuan kendaraan inventaris yang dibawanya sore tadi. “Beliau itu pimpinan direksi perusahaan yang baru di kantor. Baru beberapa bulan lalu bertugas.”“Oh, ternyata masih baru, ya?” ujar Arumi seraya melirik suaminya yang duduk berhadapan. “Sebaru itu pula sudah langsung kenal dan akrab sama kamu, Mas.”Hamizan tidak lekas merespons ucapan istrinya. Dia lebih fokus untuk menikmati makanannya terlebih dahulu.“Yaa … gak tahu juga, sih. Tapi yang pasti, sejak Bu Bella datang, hampir semua divisi mengalami perombakan besar-besaran,” ujar lelaki tersebut menjelaskan. “Termasuk membentuk tim khusus itu. Kamu masih inget ‘kan, waktu aku masuk sebagai kandidat penyeleksian tim itu di kantor?” tanyanya kemudian dan diangguki oleh Arumi. “NahPEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (71)Episode : Kejutan Kedua Bagi HamizanSetelah menempuh beberapa menit waktu perjalanan, perlahan kendaraan memasuki sebuah cluster perumahan. Lalu berhenti, tepat di depan gerbang besar pagar setinggi dua meter.“Oke, kita sudah sampai. Mari, Pak,” kata Bella kemudian, mengajak Hamizan agar segera turun.Laki-laki itu melihat-lihat sekeliling sejenak, pada jajaran rumah-rumah di sana. Ini jelas bukan kompleks perumahan biasa. Hampir semuanya berukuran cukup besar dan luas. Dilengkapi halaman serta pagar di sekeliling.“Pak Izan ….,” panggil Bella menyadarkan Hamizan yang sedang terpaku memandangi kondisi alam sekitar. “Kita masuk yuk, Pak,” ajak kembali perempuan tersebut, tampak sudah membuka pintu gerbang tadi.Hamizan terperangah dan berpikir-pikir. ‘Oh, mungkin rumah ini milik Bu Bella. Cukup besar, tapi untuk ukuran seperti beliau, rasanya masih ter
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (72)Episode : Rencana Bella Bertemu Arumi“Apa? Pindah rumah?” Arumi menatap suaminya dengan sorot mata tajam. “Mas dapet uang dari mana buat membeli rumah baru? Ada proyekan di kantor? Secepat itu mendapatkan uang?” cecar perempuan tersebut seperti hendak menginterogasi suaminya.Hamizan menghela napas panjang. Dia sudah menduga, jika Arumi pasti akan bertanya banyak tentang hal itu. Bagaimana pula seandainya tahu, apabila rumah tersebut adalah hadiah dari kantor. Bahkan sebagian harganya harus dia bayar sendiri, begitu menurut laki-laki itu merunut pada penjelasan dari Bella sebelumnya. Namun mau tidak mau, dia harus berterus terang.“Sabarlah, Dik, aku belum bicara banyak, kok Adik langsung punya pikiran seperti itu? He-he.” Hamizan tertawa kecil, berusaha menenangkan istrinya dengan sikap yang tenang.Arumi menipiskan bibir. Lantas melafalkan kalimat istighfar beberapa kali.“Maaf, Mas,” ucap perempuan tersebut akhirnya.
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (73)Episode : Pertemuan Bella dan ArumiBella memperhatikan kondisi rumah kontrakan yang ditempati oleh Hamizan dan Arumi. Sebentar-sebentar perempuan itu menipiskan bibir, lantas menarik napas dalam-dalam.‘Jadi begini, kontrakan yang mereka tinggali selama lima tahun ini?’ tanya Bella di dalam hati. ‘Sungguh sangat berbalik banding dengan keadaan rumah keluarga almarhum Pak Subagyo yang dulu.’ Tentu saja hunian yang dimaksud perempuan ini adalah rumah yang pernah dijual oleh Hamizan kepada Pak Suwito sebelumnya. ‘Aneh sekali, kok bisa betah dia tinggal di sini, ya? Apa karena ….’ Sejenak dia melirik pada Arumi yang sedang duduk bertimpuh di samping suaminya, Hamizan. ‘Apa karena istrinya itu? Hhmmm, cantik juga. Pantas saja Pak Izan sampai jatuh cinta.’“Silakan diminum, Bu,” kata Hamizan tiba-tiba memecah kebisuan sementara di antara mereka bertiga. “Mohon maaf, di sini … jarang ada makanan kecil. Kalopun ada, yaaa … seke
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (74)Episode : Pindah Ke Rumah BaruSetelah berpikir dan kembali berdiskusi, akhirnya Arumi bersedia untuk pindah dari kontrakan lama ke rumah baru. Apalagi dengan pertimbangan jarak tempuh dengan kantor tempat Hamizan bekerja, tempat tersebut memang terbilang lebih dekat.Arumi sendiri berusaha menekan perasaan dan mengenyampingkan pikiran-pikiran aneh perihal sikap Bella sejak pertama kali bertemu lalu di rumah. Dia rasa, mungkin karena permasalahan yang tengah mereka hadapi saat itu mempengaruhi psikologisnya.‘Mas Izan juga sepertinya merasa tidak enak jika harus menolak hadiah pemberian dari perusahaan itu,’ pikir Arumi bolak-balik berpikir dan berpikir sejauh tersebut. ‘Rasanya … aku tidak boleh egois hanya karena didera perasaan ini. Belum tentu jaga apa yang aku sangkakan itu, benar adanya.’Acara kepindahan Hamizan dan Arumi ke rumah baru mereka, diadakan secara formal. Beberapa staf dan rekan kerja terdekat turut ha
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (75)Episode : Renungan Arumi“Alhamdulillah, ya … akhirnya kalian punya rumah baru,” ucap Umi Afifah begitu mereka berkumpul usai melaksanakan ibadah salat Isya. “Sekarang, kehidupan kalian sudah jauh lebih baik. Moga-moga saja hal yang lainnya nyusul,” imbuh kembali orang tua tersebut pada Arumi dan Hamizan. “Cepet punya anak yang shalih dan shalihah.”Arumi dan Hamizan saling berpandangan dan melempar senyum satu dengan lainnya. Keduanya memang tidak pernah mengatakan jika rumah baru yang di tempat sekarang adalah pemberian dari perusahaan. Setidaknya begitu menurut pengetahuan yang ada. Tidak sebagaimana menurut Bella sendiri.“Aamiin, Umi. Terima kasih atas doanya,” ujar Hamizan.Timpal Arumi mengikuti, “Iya, Umi. Doain saja yang sering ya, Mi. He-he.” Dia melirik pada kakaknya, Azizah, yang kondisi perutnya sudah mulai membesar. Ada kebahagiaan juga melihat kehamilan saudari perempuan satu-satunya tersebut, tapi jauh di
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (76)Episode : Filosopi Secangkir KopiHamizan membawakan dua cangkir kopi ke depan rumah, dimana saat itu Muzakir sedang duduk sendirian sambil mengawasi Fadlan dan Amara yang sedang bermain-main di taman.“Assalaamu’alaikum,” ucap Hamizan begitu mendekati sosok suami dari kakak iparnya tersebut.Muzakir menoleh dan langsung terkesiap. Lekas dia mematikan rokoknya di tangan dengan cara menekan-nekan ujung bara di lantai.“Eh, wa’alaikumussalaam,” balas Muzakir.Hamizan meletakkan kedua cangkir kopi tadi. Satu di hadapan Muzakir, sisanya adalah untuk dia sendiri.“Ngopi, Kang,” kata suami Arumi itu menawarkan.“O, iya … terima kasih, Zan,” ujar Muzakir dengan sikap kaku.Semenjak menjadi keluarga pondok pesantren, Hamizan dan Muzakir memang jarang sekali berinteraksi. Kalaupun bertemu atau bertatap muka, paling hanya sekadar saling melempar senyum dan bertegur sapa alakadarnya. Terlebih lagi, Hamizan sendiri memang tidak per
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (77)Episode : Sosok Bella TerbongkarTentang kepindahan Hamizan dan Arumi dari rumah kontrakan ke hunian baru, ada sesuatu yang mereka lupakan. Itu baru tersadar setelah beberapa hari terlewati.“Mang Karta dan Bi Inah!” seru Hamizan tiba-tiba teringat. Kelopak mata lelaki ini sampai terbelalak kaget sambil memandangi wajah istrinya. “Astaghfirullah … kenapa kita sampe lupa ya, Sayang?” tanyanya kemudian merasa menyesali.“Iya, Mas. Aku juga gak inget sama sekali,” timpal Arumi lirih. “Kok, bisa-bisanya kita sampe ngelupain mereka? Subhaanallah.”Wajarlah jika hal tersebut sampai terjadi, karena tiga tahun terakhir, Hamizan sendiri sudah sangat jarang sekali berkunjung ke rumah lamanya. Terutama untuk bersilaturahim pada kedua orang tua itu. Apalagi baik Mang Karta maupun Bi Inah, tidak memiliki pesawat telepon untuk berkomunikasi.“Ya, sudah. Besok kita ke sana, Dik,” ajak Hamizan ingin lekas-lekas menemui kedua orang tua y
PEREMPUAN BERMAHAR LIMA MILIARPenulis : David KhanzBagian (78)Episode : Kekonyolan Sikap BellaHamizan dan Arumi duduk tepekur di bangku panjang di luar sebuah ruangan rawat inap. Keduanya tampak bingung dan terlihat sedang berpikir. Apa yang terjadi? Ternyata setelah diperiksa oleh tim medis, Mang Karta harus menjalani perawatan intensif dan tentunya mesti menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Akhirnya mau tidak mau, laki-laki tua itu pun kudu menginap di rumah sakit.“Bagaimana ini sekarang, Mas?” tanya Arumi di tengah kebisuan keduanya. “Mang Karta harus dirawat, sementara Bi Inah mau gak mau … yaa, harus nungguin. Terus ‘gimana? Siapa yang jagain rumah itu? Kita juga bawa Mang Karta ke sini, tanpa izin dulu sama Pak Waluyo.”Hamizan mendengkus, lantas mengusap wajah. Dalam benaknya ada banyak pikiran yang sedang berkecamuk. Masalah Bella tadi seperti yang diungkapkan oleh Bi Inah dan sekarang tentang kondisi Mang Karta.