"Jadi kamu, perempuan yang akan kos di kamar Putri?" tanya ibu kos yang bertubuh langsing bak model, ia beda dengan pemilik kos lain yang biasanya berbadan tambun atau gendut. "Iya bu, perkenalkan saya adalah Sekar, mahasiswa semester lima," ujar gadis berkuncir kuda sambil menundukkan kepala, ia sudah mengulurkan tangan tapi tidak digubris. "Iya, biaya sewanya dua ratus ribu perbulan, bebas biaya lain-lain dan aturan di kos ini adalah maksimal jam 10 malam, jika lewat dari itu maka tidur saja diluar. Tamu cowok hanya boleh sampai ruang tamu, tidak boleh masuk kamar, dapur digunakan bersama, bisa dipahami?" tanya ibu kos dengan wajah juteknya, ia nampak kurang bersahabat dengan penghuni baru. "Iya bu, saya paham, terima kasih," jawab Sekar mencoba tersenyum ramah, ia tidak punya pilihan lain sebab belum menemukan kos yang cocok. Putri mengajaknya masuk ke kamar yang akan mereka tempati bersama. Kamar itu berada di pojok nomor dua yang berada di lantai dua. Kos itu memiliki tig
Mila masih tertidur akibat kelelahan, ia baru saja bertransaksi dengan salah satu dosen muda di kampusnya. Ia mulai terjebak pada dunia kelam saat ia pindah dari kosan. Pilihan hidupnya ini bukan tanpa alasan, sang ayah tak bisa bekerja karena sakit sedangkan sang ibu harus merawatnya dan mengurus keperluan adiknya, sekarang Mila telah menggantikan ayahnya menjadi tulang punggung keluarga. Malam sebelumnya .... Malam itu, di sebuah kafe remang-remang di sudut kota, seorang gadis sedang duduk sendiri di sudut ruangan. Dialah Mila, seorang mahasiswi semester lima yang dilabel banyak orang sebagai "ayam kampus." Julukan itu melekat padanya bukan tanpa alasan, ayahnya sakit dan ibunya tidak bekerja sebab harus merawat sang ayah dan menjaga adik-adiknya, kini tulang punggung beralih padanya. "Kamu yakin nggak mau cari kerja yang lebih baik, Mil?" tanya Sarah, sahabatnya, yang duduk di hadapannya. Matanya penuh keprihatinan. Mila tersenyum tipis, mengaduk kopinya dengan malas. "Aku
Sekar mencoba memejamkan mata, ia nampak kesulitan untuk tidur, dilihatnya teman sekamarnya yang telah lelap berselimut malam. Terdengar suara notifikasi pesan dari gawainya, ada sebuah pesan dari sang dosen. "Besok kita bertemu di saat makan siang, aku tunggu kamu di foodcourt kampus, kita akan membicarakan proyek riset dengan tim." Sekar tersenyum membaca pesan itu, ia sudah tidak sabar untuk segera mengikuti proyek itu. Terdengar seseorang tengah memanggilnya, "Sekar... Sekar...." suara itu terdengar lirih seolah mengandung banyak kesedihan. Sekar terkejut dan segera bangun dari tidurnya. Ia menoleh melihat jam di dinding menunjukkan pukul 06.00 pagi. Ia melihat ke sekeliling kos, sepi. Tak ada seorangpun disana dan hari masih gelap. Ia mulai berpikir, ini jam 6 pagi atau 6 sore? masih dalam kebingungan, ia terus memanggil nama teman kosnya, "Putri... Mila...." berkali-kali terus memanggil teman-temannya tapi tidak ada jawaban. Ia melangkahkan kaki perlahan menuju lan
Seminggu setelah pertemuan itu, Sekar menghabiskan banyak waktu untuk menyusun persiapan proyek penelitian yang bernilai ratusan juta. Ia diamanahi oleh Galih untuk membuat kuosiner untuk memudahkan proses pencarian data. Tugas ini menyebabkannya tidur larut malam. "Sekar, kamu lembur lagi?" tanya Putri teman sekamarnya, ia nampak lelah setelah seharian harus mengikuti kuliah sejak pagi hingga sore hari. "Iya, sudah mepet banget, kurang seminggu lagi aku akan berangkat riset bareng Pak Galih." jawabnya sambil terus menatap layar laptop dan sesekali mengetik di keyboardnya. "Sebenarnya kamu tuh jadian nggak sih sama Pak Galih?" tanya Putri yang sebenarnya penasaran dengan kisah percintaan teman sekamarnya. "Nggak jelas sih, sebenarnya aku punya pacar tapi status kita masih gantung, sedangkan Pak Galih memang sudah menyatakan perasaannya hanya saja aku ragu," sahut Sekar dengan tatapan bingung, ia tak mampu menjelaskan bagaimana perasaannya yang sebenarnya. Putri tidak menyahut lag
"Sekar .... Sadarlah," terdengar suara perempuan memanggil namanya, beberapa perempuan tengah berbisik, semua orang yang berada di sana merasa khawatir dan cemas. Sekar mulai membuka matanya, perlahan ia merasakan tubuhnya terasa berat, rasa sakit menyeruak di seluruh persendiannya. Ia meminta segelas air sebab rasa haus yang tak tertahankan. Putri teman sekamarnya, segera mengambil air yang berada di kulkas dapur atas ijin ibu kos. Mila dengan setia mendampinginya, ia duduk di tepi ranjang kamar ibu kos. "Apa yang terjadi Mila? Kenapa aku berada di kamar ini? Apa yang telah terjadi?" tanya perempuan yang baru saja tersadar dari pingsannya. Ia melihat jam dinding, menunjukkan pukul 06.00 pagi. Mila menghembuskan nafas panjang, ia lega saat melihat mantan sahabat yang kini telah berbaikan dengannya mulai tersadar dari pingsannya. Matanya berkaca-kaca seolah terharu atas apa yang terjadi. "Kamu pingsan, setelah kesurupan arwah pacar Mas Kiki," jawab Mila sambil memegang tangan
POV Sekar Arum Hari pertama di Desa Bringin yang dikenal sebagai "desa pesinden" membuatku berpikir, apakah benar langkah yang telah aku ambil? Bagaimana jika teror besar akan datang? Ah... Sudahlah! Aku butuh uang karena ibuku sedang kesulitan ekonomi, apalagi adik laki-lakiku sebentar lagi ujian kelulusan. Jika bukan karena uang, mungkin aku tidak akan mengikuti proyek penelitian ini. Setibanya di sana, kami disambut baik oleh pak kades yang merupakan paman dari Pak Sadewa. Semakin aku mengenalnya, menatapnya lebih dalam malah aku merasa takut padanya. Dia bukan pria biasa! Jika Pak Galih dengan segala kelebihannya membuatku takjub tapi berbeda dengan Pak Sadewa. Baru beberapa menit kami duduk, Mila sudah bergegas ke kamar mandi. Aku mengikuti tanpa sepengetahuannya dan mendengar dia muntah-muntah. Aku curiga kalau dia hamil! Apalagi dia tidak mengelak atas tuduhan ayam kampus yang ku alamatkan padanya! Ya Allah! Kenapa nasib dia harus setragis ini? Pria mana yang sudah mengha
Pov Galih Aku merasa janggal saat pertama kali menginjakkan kaki di desa ini. Aku beberapa kali memanggil khodamku tapi dia tak kunjung juga menunjukkan diri. Mungkin dia sedang sibuk di kerajaanya atau bersemedi untuk meningkatkan kemampuannya, hanya itulah alasan kenapa dia tidak berada di dekatku. Aku merasa Sadewa adalah sainganku sejak awal, entah mengapa sulit bagiku untuk membaca pikirannya, sama halnya dengan khodamku, ia seolah enggan menyampaikan info terkait Sadewa. Bahkan disaat aku berada di dekat Sadewa ia selalu tidak ada seperti menghindar saja. Siapakah sebenarnya Dewa ini? Apakah ia beneran Dewa yang sakti sampai khodamku yang seorang raja jawa pun tak bisa menandinginya? Aku menepis lamunanku saat melihat gadisku pergi ke arah toilet, sepertinya ia hendak mengikuti Mila. Tiba-tiba rasa penasaranku memuncak. Ku putuskan untuk mengikuti dan menguping pembicaraan mereka. Aku dengar bahwa Mila terus menerus mual dan muntah, apa dia hamil? meskipun benar tentu ini
Galih nampak kebingungan, ia terus menerus mencari dimana keberadaan nenek tua yang memintanya untuk segera pergi dari desa itu. Setelah semua di rasa cukup, mereka segera bergegas pulang ke kontrakan yang disewa selama mereka berkegiatan di Desa Bringin. Jarak antara kontrakan dan balai desa tidaklah jauh, sehingga mereka berempat memutuskan untuk jalan kaki. Mereka melewati pohon bringin besar yang terletak di pinggir jalan arah masuk desa. Letaknya yang strategis membuat siapapun yang bisa melihatnya dengan mata telanjang, mereka bertiga terheran-heran sebab baru pertama kali melihat pohon sebesar itu secara langsung, lengkap dengan berbagai macam sesajen yang ada di bawahnya. "Pak, perasaan kami tadi tidak melihat pohon ini, mengapa tiba-tiba dia berada disini?", tanya Sekar yang mulai penasaran sebab sejak kedatangan mereka kemarin, tak ada seorangpun yang melihat pohon itu. "Kemarin kita lewat jalan utama, ini adalah jalan alternatif yang jarang dilalui kendaraan, tadi
"Seruni, rencanamu berapa lama di desa ini, aku tidak menyangka ternyata kita berada di desa yang jaraknya berdekatan!" ujar Sekar yang merasa senang karena memiliki teman baru.Sekar yang telah lama berada di kota tentu tak memiliki banyak teman desa, kalaupun ada, rata-rata sudah menikah dan pindah ke kota atau desa lain."Aku resign dari pekerjaan di kota karena sedih atas kematian Mas Setyo, pertemuan kami berawal dari kedatangannya ke desaku, dia adalah anak kuliahan yang sedang mengerjakan skripsi. Temanya tentang ekonomi masyarakat desa. Desaku terkenal dengan kesuburannya, tidak pernah mengalami gagal panen walau kemarau," sahutnya dengan senyum manis."Kalau boleh tahu, apa yang membuat pacarmu meninggal?" tanya Sekar merasa penasaran."Dia sakit-sakitan semenjak aku meminta restu keluargaku, aku tidak ingin berprasangka tapi semua terjadi begitu cepat dan sulit untuk mempercayai jika ini adalah sebuah kebetulan," balasnya sambil menatap jalanan dengan tatapan kosong.Tiba-ti
"Mbak, aku melihatnya pergi dengan tenang, mungkin pacarmu sudah lega setelah mengungkapkan semuanya, dia sedih saat melihatmu kacau seperti ini," ujar Sekar yang terlihat mencoba menguatkan gadis tersebut. Sang gadis mencoba tersenyum, ia nampak lebih baik. Hawa yang semakin dingin membuat Sekar bergidik, ia bergegas ke toilet untuk buang air kecil. Saat ia berjalan ke belakang dan memperhatikan sekitar, terlihat puluhan makhluk berpakaian hitam sedang duduk di sebelah penumpang yang tengah tertidur. Saat ia memasuki toilet, tiba-tiba Sulastri berbisik,"kau harus keluar dari Bis ini jika masih ingin hidup." Gadis itu terkejut mendengar penuturan sang khodam. Ia bergegas keluar toilet bis. Matanya melotot melihat makhluk berpakaian hitam semakin banyak, terdesak. Ia meminta sopir untuk segera menghentikan Bis karena hendak turun. "Pak! Tolong berhenti di pom bensin depan ya!" pinta Sekar yang mulai panik. "Mbak mau ke toilet atau bagaimana?" tanya sopir. "Saya ingin turun
Pov Sekar Aku yang sudah sangat kelelahan terpaksa mendengarkan pria misterius itu bercerita tentang kisah hidupnya yang tragis. Memang menyakitkan untuk mengikhlaskan sesuatu yang masih mengisi hati. "Kenapa kamu tidak berbicara sendiri padanya? Kenapa melibatkanku?" tanyaku ketus, kehidupan asmaraku kacau, buat apa juga repot-repot mengurusi masalah orang lain. "Aku ingin meminjam ragamu agar aku bisa menyampaikan pesan padanya," ujar pria itu lalu merasuki tubuhku secara tiba-tiba. Aku yang hanya seorang diri tanpa Sulastri sudah seperti wadah kosong. Melalui tubuhku, dia berjalan ke depan menghampiri wanitanya. "Seruni," sapanya. "Maaf Mbak, siapa ya?" tanya gadis itu dengan wajah kebingungan. "Aku Setyo, pacarmu!" jawabnya dengan tegas. "Mbak, siapa? Kok bisa tahu nama pacarku? Jangan bercanda ya!" bentak gadis itu marah, ia bahkan berpindah tempat duduk, merasa risih. Arwah pria itu sedih, ia keluar dari tubuhku, ingin kumaki rasanya pria bodoh itu. "Hai, pri
"Bu, Galih juga mengetahui rahasia persekutuanmu dengan Khodam Ratu Jawa! Dia sangat terluka dan kecewa! Aku bisa merasakannya!" teriak Sekar, mencoba mempengaruhi Kinanti. Tiba-tiba petir menyambar, hujan turun dengan deras. Angin berhembus kencang hingga mampu menyibak jendela-jendela yang awalnya tertutup rapat. Tetesan air hujan dari genting yang rusak membuat ruangan itu menjadi basah dan lembab. Sekar tiba-tiba terbangun dari tidurnya, tubuhnya melayang-layang seiring dengan hembusan angin yang semakin kencang. "Aku Sulastri adalah khodam pelindungnya, meski aku bukanlah makhluk yang baik tapi aku tidak sampai hati mengorbankan darah dagingku sendiri!" teriak Sulastri. Khodam Pesinden itu menyentuh pundak Kinanti, seketika muncul penglihatan semasa Galih hidup, betapa pria malang itu sangat menyayangi keluarganya terutama sang ibu! Malam terakhir saat ia melihat sang ibu bersetubuh dengan pria muda adalah saat paling menyakitkan dalam hidupnya! Tubuh wanita tua itu mel
Sekar segera terbangun dari tidurnya, tak menyangka jika dalang di balik menghilangnya pemuda desa adalah ulah dari Ibu Galih! Semua sudah terlambat, sebab kini dia berada di pabrik terbengkalai tempat Ibu Galih melakukan ritual sesat itu. "Sekar! Bukankah khodammu sudah mengingatkan agar kau tidak datang ke desa ini, kenapa kau masih nekat?" tanya Ibu Galih yang kini berdiri dengan tatapan mengintimidasi. Sekar yang tergelatak di lantai hanya beralaskan tikar, mencoba membuka ikatan tali yang membuat tubuhnya sulit digerakkan, kepalanya terasa pusing. "Ibu, kenapa anda tega menumbalkan anakmu sendiri? Galih meninggal karena ingin menyelamatkanku dan dia menutup mulutnya meski mengetahui bahwa anda adalah dalang di balik kekacauan ini?" tanya Sekar penasaran. "Aku tidak pernah menumbalkan anakku! Dia hanyalah anak bodoh yang merelakan nyawanya untuk gadis murahan sepertimu!" sanggahnya dengan mata yang memancarkan sinar merah. "Ibu, mengapa anda mengkhianati Ayah Galih? Buka
Kejadian pertama hilangnya warga desa. "Pak Kades baik ya, hampir tiga bulan sekali selalu mengadakan hajatan," ujar pria berkaos hitam, sambil menghisap rokoknya yang tinggal sebatang."Iya, bahkan bu kades sering datang ke rumahku untuk membagikan sembako," sahut Udin, pemuda desa yang cukup tampan tapi memilih untuk menikah muda."Masak sih? Kok ke rumahku enggak ya?" sahut Suro, pria yang berusia sekitar tiga puluh tahun."Ah ... Kamu kan memang jarang di rumah, tau dari mana kalau bu kades bagi-bagi sembako," ujar Udin diiringi dengan gelak tawa meremehkan.Ketiga pria itu sedang asyik menyantap berbagai cemilan yang tersaji di depannya. Mereka terlihat tidak memperdulikan istrinya yang mengajak pulang. Terlalu asyik dalam iringan musik dangdut.Hajatan di desa itu berlangsung selama dua hari, hari pertama diisi dengan pengajian yang mendatangkan seorang penceramah dari desa lain. Sedangkan hari kedua diisi dengan konser musik dangdut yang sangat meriah karena menghadirkan bidua
Pov Sekar "Aku juga nggak suka dengan dia! Cewek gampangan banget! Belum nikah sudah mau tinggal seatap! Benar-benar nggak tahu malu!" sambung Gina, kakak perempuan Galih yang sejak awal memang tidak menyukaiku. Aku bisa melihat Galih tengah menahan amarah, wajahnya memerah, menatap tajam ke arah ibu dan kakak perempuannya. "Bu, sudahlah! Galih sudah dewasa, dia tahu apa yang diperbuat, biarkan dia memilih jalan hidupnya sendiri! Gina, kamu tidak boleh menuduh orang sembarangan!" bentak Ayah Galih sambil melotot ke arah istri dan anak perempuannya. Dibentak sang ayah, Gina memilih diam. Ia melanjutkan makannya sambil melirik tajam ke arah Galih. "Ayah! Bukankah kamu tahu bahwa hidup kita berkecukupan sampai saat ini karena Khodam Raja Jawa selalu bersama kita! Artinya jika Galih melanggar perjanjian dengan menikahi gadis yang berbeda khodam dengan kita maka hidup kita akan sengsara! Aku tidak mau kita miskin, Yah!" sanggah Ibu Galih. Aku hanya menjadi penonton dalam perdeb
Pov Sekar Tidak terasa aku telah seminggu berada di rumah Galih. Sulastri tak pernah muncul semenjak pertengkaran kami. Tidak ada luka serius dalam tubuhku hanya saja rasanya susah sekali untuk sekedar menggerakkan badan. Aku tersadar dua hari kemudian pasca kecelakaan tunggal, itulah yang kudengar dari anggota keluarga Galih. Hari ketiga aku mulai bisa membuka mataku, yang tentu disambut gegap gempita oleh anggota keluarga ini terutama sang ayah. Aku bisa melihat senyuman manis di wajahnya yang mengingatkanku pada Galih, orang yang telah tiada tapi jiwanya seolah tetap berada di sisiku. Hari selanjutnya, aku mulai bisa menggerakkan tubuhku hingga kini tepat seminggu, aku telah duduk di meja makan ini, bersama keluarga Galih. "Bagaimana kondisimu Sekar? Apa perlu kita ke kota untuk mencari dokter terbaik? Selama ini kami hanya bisa memanggil bidan desa untuk memeriksa kondisimu?" tanya Ayah Galih yang perhatian padaku seperti biasanya. "Aku baik-baik saja Pak, terima kasih s
Pov Sekar Aku merasakan sakit di sekujur tubuhku. Meski aku dapat merasakan kasur empuk telah menopang tubuhku yang mati rasa. Perlahan aku mulai membuka mata meski terasa berat. Samar-samar aku mendengar percakapan dua pria yang berada di dekatku. "Bagaimana kondisinya, apakah dia baik-baik saja? Warga menemukannya pingsan di jalanan dekat pabrik terbengkalai. Dia seperti mengalami kecelakaan tunggal dengan menabrak pohon besar yang berada di pinggir jalan dekat pabrik tua itu," ujar pria dengan suara beratnya. "Dia baik-baik saja, hanya sedikit luka di bagian kepala akibat benturan kepala, mungkin dia hanya kelelahan," sahut pria lain. "Jika baik-baik saja mengapa tak kunjung sadarkan diri sejak kemarin? Dia sudah pingsan selama dua hari!" Aku terkejut mendengar pernyataan pria dengan suara berat itu, sepertinya aku mengenal suaranya! Tidak salah lagi, dia adalah Ayah Galih! lalu dengan siapa ia berbicara? Aku yang sebenarnya mulai perlahan tersadar dari pingsanku, mencoba unt