Share

Part 4

last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-31 19:23:21

Part 4

Kembali ke Laptop

Dan ... Angel, wanita yang sudah aku anggap layaknya saudara sendiri rupanya bagaikan ular berkepala dua. Jika tahu akan seperti ini, mungkin aku tidak akan merekomendasikannya.

Rasa empatiku pada Angel ternyata disalahgunakan. Aku terpaksa merekomendasikan Angel sebagai pengisi lowongan kerja di kantor Mas Arfan. Terlebih Mas Arfan memang membutuhkan sekretaris, dikarenakan sekretaris sebelumnya sudah resign pasca lahiran.

Mahkota yang seharusnya disuguhkan di malam pertama pasca ijab kabul, akan tetapi Angel menyerahkannya sebelum ada ikatan suci. Wanita yang mempunyai dua lesung pipi itu hampit depresi, sempat kehilangan semangat dalam menjalani hidup, mengurung diri berbulan-bulan karena ditinggalkan calon suaminya.

Atas dasar itulah aku merekomendasikan Angel, agar wanita yang bertalenta itu punya semangat hidup. Namun ... nyatanya sekarang dia salah satu pisau belati yang menusukku dari belakang.

Pergelutan Mas Arfan dan Angel di hotel tadi masih menari di pelupuk mataku, membuat rongga dadaku terasa sempit hingga sulit bernapas. Aku masih tidak menyangka jika Mas Arfan sejahat itu. Padahal dulu dia begitu memuja dan memujiku, bahkan mulut manisnya itu pernah berujar ....

"Mas, apa niatmu menikahiku sudah karena Lillahi Ta'ala setelah kamu tahu segala kekurangan yang ada pada diriku?" tanyaku penuh keraguan dengan menatap dalam kedua netra pria berkacamata itu. Alunan musik pilu senantiasa masuk di sanubariku. Aku dan Mas Arfan janjian untuk makan malam bersama di sebuah restoran yang tak jauh dari kantorku.

"Kenapa kamu nanya seperti itu, Lani? Kamu meragukan keyakinan, Mas? Kita sudah lamaran, tetapi kamu masih ragu tampaknya?" Dia membalas tatapanku dengan sendu.

"Iya, karena kkurangan yang ada pada diriku ini sangat berhubungan dengan penopang hasratmu nanti Aku mengangguk pelan, "memang ada terbesit keraguan di hatiku padamu, maaf." ujarku lalu menunduk.

"Lan ... Lani ... tataplah kedua mataku! Kita akan melengkapi satu sama lain. Dan ... kamu tahu aku pun punya kekurangan. Janjiku akan selalu setia padamu sampai kapanpun."

"Mbak ... Mbak ...." panggilan seseorang membuyarkan lamunanku.

"Iya, Mbak."

"Mau pesan apa?" tanya sang pelayan sopan.

"Kwetiau siram seafoodnya satu, air mineral biasa satu, dan jus mangganya satu."

"Oke, ada lagi, Mbak?"

"Tidak, itu saja."

Sebelum pulang ke rumah, aku memutuskan untuk menenangkan diri terlebih dahulu. Ada kafe yang tak jauh dari apotek tempat aku menebus obat yang diresep oleh dr. Kimmi.

Menetralkan emosi dan pikiranku yang belum stabil, untung masih ada kewarasan yang tersisa. Aku tidak ingin terlihat rapuh di depan mertua, ipar, bahkan mas Arfan. Lagian, aku juga sudah mulai terbiasa menghadapi mulut kasar mertua dan ipar.

"Lan, menurut mama kamu menyerah saja deh sama pernikahan ini. Lebih baik kamu tinggalin Arfan, biar dia bisa menikah lagi," ucap mama ketika aku baru pulang dari kerja. Mas Arfan sedang pergi ke luar kota karena ada urusan kantor.

'Ma, kenapa mama ngomong seperti itu?" tanyaku heran sembari berjalan mendekati mama.

"Kamu itu keguguran terus, sedangkan mama pengen nimang cucu!" sergah mama.

Bentakan mama membuat aku terkesiap, ini kali pertama dia membentakku di saat usia pernikahan baru menginjak dua tahun.

"Kenapa harus itu pilihannya, Ma? Aku tidak akan menyerah begitu saja. Anggap saja kehamilan kemarin-kemarin ini belum rezekiku dan Mas Arfan," jawabku lirih. Ruang tamu menjadi saksi perbincanganku dengan mama.

"Itu bukan belum rezeki, Lani! Kamu-nya saja yang tidak ditakdirkan untuk punya anak. Lagian penyakit kamu itu sudah kronis. Percuma juga kamu berharap, lebih baik kamu berpisah dengan Arfan!" bentak mama dengan mata menyalang sempurna. Sorot matanya begitu tajam, sebenci itukah dia padaku?

"Ma ... jangan berkata seperti itu lagi. Pernikahanku dengan Mas Arfan masih seumur jagung. Aku akan lakukan supaya bisa hamil lagi dan berharap kandunganku bertahan hingga lahiran." Aku bersimpuh di hadapan mama, akan tepis kasar oleh mama.

"Jangan terlalu banyak berharap, Laniara. Setahun yang lalu pasca keguguran yang pertama kamu juga berkata demikian. Tapi, nyatanya apa? Tidak terbukti, 'kan?" cecar mama sembari berkacak pinggang di hadapanku.

"Tidak ada yang tidak mungkin kalau Allah yang berkehendak, Ma. Aku akan berhenti bekerja, supaya bisa fokus untuk program hamil dan segera memberikan mama cucu."

"Resign!" mama terpekik seakan tidak menyangka aku akan mengatakan hal demikian. "Kalau kamu resign siapa yang akan bayar cicilan mobil Arfan, uang semester Ayudia, dan belanja bulanan Mama! Kamu tahu 'kan, Arfan hanya pegawai biasa, mana mungkin bisa mencukupi seluruh kebutuhan di rumah ini.

"Tenang saja, Ma. Aku akan mencarikan pekerjaan yang baru untuk Mas Arfan dengan gaji yang lebih banyak dari posisi sekarang," jawabku antusias. Wajah garang tadi perlahan mulai berubah sedikit manis walau samar.

"Ya sudah, kamu boleh resign asal Arfan dapat dulu pekerjaan yang lebih baik dan gajinya lebih gede!" Mama berlalu meninggalkanku dan masuk ke dalam kamarnya.

"Mbak ... Mbak ..." Kembali aku terkejut dalam lamunan seperti ada yang memanggil dan memukul pelan pundakku.

"Silakan dinikmati, Mbak. Jangan lupa dihabisin, Mbak terlihat begitu pucat," ujar Mbak pelayan dengan tersenyum. Aku mengangguk.

Cukup selama ini aku diam, bahkan seperti baik-baik saja ketika Mas Arfan pulang dari kerja. Cukup selama ini obat yang diresepkan dr. Kimmi menjadi teman untukku melewati pergantian malam setiap harinya. Aku pikir dulu selepas resign akan bisa fokus untuk program hamil demi menyenangkan dan memenuhi keinginan mertua. Nyatanya tidak, aku malah dijadikan babu di rumah sendiri.

Hari ini dan seterusnya kalian tidak akan melihat Laniara yang dulu lagi. Laniara yang sering ditindas tanpa membalas. Laniara yang sering disiksa secara bathin atau pun fisik. Kalian harus membayar semua pengorbanan yang kulakukan selama ini!

Hari ini aku akan menghargai diri sendiri, sudah cukup bukan selama ini aku menerima tingkah mertua dan iparku. Namun, sebuah pengkhianatan yang dilakukan Mas Arfan tidak ada kesempatan kedua bagiku. Semuanya terlihat nyata, dia membersamai perempuan yang sangat kukenal. Perlakuan senonohnya sama saja dia merendahkan harga diriku dan keluargaku. Bukankah selama ini keluarga ku sudah cukup lapang dada menerima dia apa adanya.

Kesakitan apapun itu selain pengkhianatan masih bisa aku toleransi, tapi tidak untuk yang ini. Maaf, aku bukan istri yang akan mau dibersamai ketika lelaki yang ku anggap setia sudah membersamai perempuan lain. Aku bukan makhluk Allah yang akan berusaha menerima pengkhianatan itu. Sejatinya bukan aku yang menghancurkannya tapi dialah yang membuat semua yang dibina menjadi hancur lebur, aku hanya menarik diri dan tentunya akan menyelamatkan diri.

Aku hanya ingin Allah meridhoi langkah yang diambil kedepannya. Aku hanya ingin Allah mempermudah rasa sakit tiada tara ini kedepannya. Aku hanya ingin Allah memberikan skenario terindah kedepannya. Aku hanya ingin Allah menguatkan apapun yang terjadi di depan nanti. Aku hanya ingin Allah menguatkan keluarga terutama papa dan mama. Sosok yang secara tidak langsung akan kecewa dengan apa yang terjadi di rumah tanggaku. Aku hanya ingin Allah melindungi mereka dari mulut jahat di luar sana. Dan, aku hanya ingin Allah mengajari semua agar bisa berdamai dengan keadaan apapun di depan nanti.

Duh, aduh nggak tahu banget nih mertua. Aaaiiiiissshhh 🤧

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
bukannya mencari kesembuhan dulu tapi menikah yg kau kejar. dasar dungu dan tolol. istri sempurna luar dalam aja udah diselingkuhi apalagi penyakitan kayak kau nyet
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Perceraian yang Terindah   Part 5

    PERCERAIAN YANG TERINDAHPart 5Aku mengatur napas setelah memarkir mobil di dalam garasi rumah yang kubeli sebelum menikah dengan Mas Arfan. Sederhana dan tidak begitu luas, akan tetapi ada rasa kebanggaan padaku di usia masih muda sudah diberikan kemampuan oleh Allah untuk berteduh.Alhamdulillah, aku sudah sedikit lebih tenang setelah mengonsumsi obat selepas makan tadi. Dadaku sudah tidak terasa sesak lagi, detak jantungku sudah terasa normal lagi. Selain obat, sepanjang jalan pulang tadi aku selalu beristighfar, agar semakin damai."Assalamu'alaikum.""Heh! Dari mana saja kamu, jam segini baru pulang? Tuh, rapikan meja makan! Gara-gara kamu terlambat pulang kami harus memesan makan online," sergah mama dengan mata yang menyalang sempurna ketika pintu utama terbuka lebar. Bukannya menjawab salamku terlebih dahulu. Namun, ini memang kebiasaan mama yang sudah bertahun-tahun.

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-31
  • Perceraian yang Terindah   Part 6

    PoV Arfan"Mas, gimana di rumah? Laniara marah nggak?" tiba-tiba Angel menghampiriku yang tengah berjalan di lobi. Mengiringi jalanku di sisi sebelah kanan, jaraknya pun sangat dekat."Sssttttt ... nanti saja bahasnya. Kamu nggak liat karyawan pada liatin. Aku nggak mau memancing kecurigaan mereka. Jaga sikap, Ngel!" ujarku berbisik sembari terus berjalan tanpa menoleh ke Angel. Kondisi lobi kantor memang agak ramai, ya, wajar saja karena sudah menunjukkan pukul setengah delapan lewat ketika mataku tertuju pada sebuah jam besar yang menempel di dinding lobi."Ih ... kamu nyebelin deh, Mas," gerutu Angel lalu terdengar hentakan kakinya. Namun, tak kuhiraukan daripada mengundang segudang tanda tanya para pasang mata. Dia tertinggal di belakang karena aku berjalan dengan cepat.Aku pun sedikit heran mengapa para karyawan di lobi menatap aneh padaku. Hmm ... atau mungkin mereka terkesima melihat ketampananku, tapi aku tak mengacuhkan makanya mereka sakit hati. Ah ... bisa jadi. Ya iyalah,

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-10
  • Perceraian yang Terindah   Part 7

    PoV Angel"Halo, Vita. Gimana, tawaran perihal kemarin? Lumayan lho, buat nambah uang saku kamu." tawarku saat telepon tersambung pada Vita. Aku memang tidak suka basa-basi untuk urusan kerjasama. Kalau tidak sesuai yang nggak masalah. Dan, aku bukan tipe pengemis bantuan.Beda di saat aku meminta direkomendasikan sama Laniara, sebenernya posisi Sekretaris bukan pekerjaannya yang kusukai, akan tetapi demi memiliki seseorang, aku akan melakukan apapun."Iya, aku mau. Tapi kalau nanti aku berhasil jangan lupa kasih lebih!" pinta Vita dari seberang sana."Beres mah kalau urusan itu. Jadi, gimana? Mau 'kan?" tanyaku memastikan."Nanti kalau Laniara curiga gimana? 'Kan semenjak dia resign aku nggak ada lagi komunikasi sama dia, Ngel.""Nggak bakalan curiga mah dia, walaupun secara otak dia pintar. Namun, Laniara itu secara bathin dia bodoh karena terlalu positif thingking pada semua orang. Percaya deh, sama aku. Nggak bakalan ketahuan kok.""Ya sudah, aku coba dulu. Nanti jam berapaan kamu

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-11
  • Perceraian yang Terindah   Part 8

    PoV Arfan"Pak, tolong beri saya kesempatan. Bukan saya yang menggodanya, Pak. Angel sendiri yang menyerahkan diri pada saya, Pak!" sahutku penuh mengiba, kuatur sedemikian rupa dengan bersuara lirih. Tak peduli dianggap lelaki seperti apa, yang jelas, aku tidak ingin kehilangan jabatan sebagai Manager. Aku bertekuk lutut, berharap diberi kepercayaan lagi. Dan Pak Sanjaya menarik semua ucapannya."Mas! Kamu apa-apaan, sih. Kita ngelakuin atas dasar suka sama suka. Kamu saja yang lemah iman!" bentak Angel. Kutatap dia dengan tatapan nanar, lalu menyunggingkan ujung bibir ini padanya."Diam! 'Kan memang begitu adanya, kamu yang duluan menggoda saya, Angel!" telunjukku mengudara pada perempuan yang sudah menangis penuh isakan itu. Air matanya begitu deras membasahi pipi. Baru kali ini aku melihatnya menangis, akan tetapi sedikit pun aku tak luluh. Lebih baik kehilangan Angel, ketimbang kehilangan popuritasku.'Pak, saya mohon beribu mohon, Pak. Tolong beri lagi kesempatan pada saya. Kura

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-12
  • Perceraian yang Terindah   Bab 9

    PoV Nina"Abis nelfonan sama siapa, Ma? Kok, senyum-senyum gitu?" tiba-tiba Ayudia masuk ke kamarku. Ya, lagian mana mungkin menantuku itu yang berani masuk ke dalam kamar ini."Ssssssttt ... jangan keras-keras nanyanya. Nanti kedengaran sama Laniara. Tutup pintunya! Ini nih, abis nelfonan sama si Angel-lah. Siapa lagi," sahutku sembari senyum-senyum menatap layar ponselku.Setelah menutup pintu Ayu pun berjalan mendekatiku, kini suaranya pun tidak sekeras tadi, "Angel? Bahas apaan kok sampai senyum-senyum gitu, Ma?" tanya Ayudia penasaran. Aku beranjak, lalu berdiri di depan meja riasku. Kini kami berhadapan."Ya ... seperti biasa lah, Yu. Mama basa-basi kapan diajakin shopping sama si Angel," jawabku semringah. Tentunya, diotakku sudah ada rentetan barang yang akan kubeli jika nanti."Yakin cuma itu aja, Ma. Mana mungkin Kak Angel mau ngasih cuma-cuma, Ma. Sebelumnya dia royal ke kita 'kan ada tujuan juga.""Ya ... apalagi kalau bukan masalah Lani. Mama cum

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-27
  • Perceraian yang Terindah   Bab 10

    PoV ArfanBeberapa pasang mata mulai melihat aku dan Angel diseret oleh Pak Terno sepanjang korikor hingga kami sekarang berada di lift. Entah berapa pasang mata yang bersorak, memaki, serta mencaciku dan juga Angel.Aku malu, sungguh malu. Hanya bisa menutup kedua netra ini dengan kedua tanganku. Aku ingin bersuara untuk memohon, tapi takut Pak Terno akan melakukan hal lebih kejam dari ini. Begitu pun Angel, dia hanya terdiam, hanya isakan tangisnya yang terdengar. Lagian percuma juga dia meratapi, semua tidak akan kembali seperti semula."Seret keliling kantor Pak Terno, kapan perlu live streaming biar pada kapok pelaku penzina kayak mereka" sorak salah satu karyawan, aku tidak tahu siapa, yang jelas dia perempuan."Nanggung, sekalian aja adegan biar kami tonton rame-rame," ujar seorang pria."Hu ....""Bikin malu saja kalian.""Hoi ... ngaca dong ngaca.""Heran ya, zaman udah susah masih selingkuh-selingkuh, kayak udah banyak duit aja."Mereka

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-27
  • Perceraian yang Terindah   Bab 11

    "Dimana, San? Aku udah mau jalan, nih. Video yang kukirim kemarin sudah kamu lihat, 'kan?" tanyaku lewat sambungan telfon pada Sanjaya ketika baru menghenyakkan bobot di jok mobil."Aku udah di kantor, Lan. Iya, sudah kulihat, suamimu memang b*j*ng*n ya," Sanjaya mengumpat, sepertinya dia juga geram dengan tingkah Mas Arfan. Lagian mana ada manusia waras yang tidak murka melihat tingkah dua manusia tak berakhlak itu."Ya, begitulah kurang lebihnya, San. Oke, aku jalan ya, sembari menunggu kedatanganku, silakan saja cek terlebih dahulu rekaman CCTV di ruangan Mas Arfan, San! Siapa tahu masih ada yang bisa dijadikan bukti lagi.""Siap, Lan. Masalah gampang itu mah, kalau sudah sampai di parkiran kabari aku ya!""Oke, San. Sampai ketemu nanti."Sewaktu menenangkan diri di sebuah kafe, aku kembali teringat dengan nama hotel tempat Mas Arfan dan Angel memadu kasih. Rupanya itu adalah tempat salah satu temanku semasa kuliah menjadi Manager di sana. Aku pun menghubungi

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-27
  • Perceraian yang Terindah   Bab 13

    Aku berusaha membuka mata, akan tetapi rasanya lebih sulit tidak seperti biasanya. Belum lagi, kepala ini begitu terasa berat ketika aku menggerakkannya. Sekujur tubuhku seakan kaku, tak lain halnya dengan kedua kaki dan kedua tanganku. Sungguh ini tidak seperti biasanya.'Ya Allah, membuka mata saja aku belum sanggup dan sangat sulit. Bantu hamba, Ya Rabb.''Astagfirullah Al'adzim ... Astagfirullah Al'adzim ... beri hamba kekuatan lagi Ya Allah." Aku terus beristighfar di dalam hati sembari berdoa semoga Allah mengembalikan tenagaku yang entah hilang ke mana.Aku mencoba kembali membuka kedua netra ini. Perlahan aku mulai melihat sesuatu, walaupun masih samar pandanganku dengan terus beristighfar di dalam hati. Akhirnya mataku terbuka sempurna, yang kulihat pertama kali adalah sebuah televisi layar datar di gantung di dinding persis di depanku.'Aku berada di mana? Tempatnya sangat asing. Namun begitu sejuk dan nyaman.'Aku berusaha menggerakkan kedua tangan untuk meraba kasur yang k

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-27

Bab terbaru

  • Perceraian yang Terindah   EP 4

    PoV SantosoSelepas Subuh aku sudah bersiap, tentu saja ingin menyelidik perempuan itu. Aku yakin dia pasti akan berbuat hal yang tidak-tidak. Dan, akan kubuktikan pada Sanjaya bahwa dia bukan perempuan yang tepat menjadi istri serta menantu di rumah ini.Langit pekat mulai beranjak perlahan, kukemudikan mobil dengan laju kecepatan sedang. Semoga saja perempuan itu masih ada di wisma. Untung juga tadi ketika aku berpamitan sama Sanjaya dia tidak banyak bertanya dan semoga saja dia tidak menaruh curiga.Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit, akhirnya aku tiba di wisma tempat Laniara menginap. Kutepikan mobil beberapa sentimeter dari gerbang, kebetulan di tempat aku memarkir langsung tertuju pada pintu masuk utama wisma. Ini sangat membantuku untuk melihat siapa saja yang keluar masuk.Tepat pukul 07. 00 pagi, targetku keluar dari persembunyiannya. Pasti hari ini ada misi buruk yang akan dia lakukan, kalau tidak mengapa dua musti pergi dari rumah. Jikalau dia benar-benar men

  • Perceraian yang Terindah   EP 3

    Santoso menaruh kembali botol yang berisikan air minum di kursi tunggu ruang ICU. Selain membawa bekal makanan, Rita juga membawa dua botol minum berukuran sedang serta yang kecil. Sedang berisi air mineral dan yang kecil berisi kopi yang sudah mulai mendingin, tentunya untuk suaminya tercinta."Kenapa Papa jadi salah tingkah? Apa benar dugaan Mama?" tanya Rita penuh selidik.Derap langkah dr. Laila dan dr. Vincen semakin mendekati pintu ruang ICU. Bobby ditangani oleh dua orang dokter saraf, yang mana sebelumnya ditindak sama dr. Laila, tapi selama Bobby di ICU dr. Vincen pun turut turun tangan. Karena dr. Vincen memang bertugas di ruangan ICU serta beberapa ruangan lainnya.Fokus mereka menjadi buyar yang tadinya tertuju pada Santoso, kini beralih pada dua dokter yang semakin mendekati mereka."Nanti bakal Papa ceritain, itu dokter yang nanganin Bobby sudah datang," bisiknya."Itu 'kan dr. Laila, dokter yang pernah kamu maki-maki, Pa.""Sstttt ... iya," sahut Santoso kesal.Rita, San

  • Perceraian yang Terindah   EP 2

    Kembali ke PoV Laniara ya ..."Terus selama di sana kamu nginap di mana?" tanya Mama Rita sembari melepaskan pelukan perlahan."Tidak jauh dari pemukiman itu ada wisma, di situ aku menginap, Ma."Pakaian kamu bagaimana, Sayang? Bahkan pas pulang tadi kamu tidak membawa apapun dari rumah."Aku menatap kedua manik mata Mas Sanjaya, ada rasa bersalah saat aku memutuskan pergi tanpa minta persetujuannya terlebih dahulu."Mas ... sebenarnya aku ingin cerita sama kamu soal niat aku ini. Cuma ketika melihat Mama terbaring lemah tidak berdaya kuputuskan untuk ngelakuinnya sendiri tanpa melibatkan kamu. Dan ... kalau aku jujur, pasti kamu akan melarang aku, pasti kamu akan selalu bilang ini semua ujian. Lalu, aku akan larut dalam rasa bersalahku ketika mata ini menatap Mama yang lemah dan telinga ini akan mendengar soal Bobby yang belum ada perkembangannya. Dan, semua pakaian ku masih berada di wisma, Mas."Mata Mas Sanjaya makin berkaca-kaca."Aku akan semakin merasa bersalah tanpa melakukan

  • Perceraian yang Terindah   EP 1

    Bobby masih terbaring lemas sembari bangun dari koma selama lebih kurang dua Minggu lamanya."Permisi, Mbak," sapa Santoso yang lebih dulu ingin masuk ke ruangan Bobby."Iya, Pak. Jangan lupa cuci tangan dan pakai baju ini dulu, ya!" ucap Sonia, perawat ruang ICU yang berjaga shift malam."Iya, Mbak. Bobby beneran baru sadar, Mbak?""Iya, Pak. Tak lama Bobby sadar, saya langsung menghibungi Bapak. Alhamdulillah banget ya, Pak. Bobby bisa sadar secepatnya ini. Bener-bener takdir Allah itu tak disangka-sangka. Soalnya saya sangat jarang menemukan pasien yang sadar secepat ini sadar dari koma, Pak.""Benarkah, Mbak?" tanya Santoso tidak percaya. Hal yang wajar jikalau Santoso tercengang seperti itu, mengingat belum ada keluarganya yang pernah koma."Iya, Pak. Selama saya mengabdi kurang lebih sepuluh tahun, ini sungguh keajaiban sang Pencipta. Apalagi Bobby mengalami luka cukup parah ditambah kondisi tubuhnya sudah lemah." Ya wajar saja, karena Bobby anak yang punya pergaulan bebas entah

  • Perceraian yang Terindah   Bab 34

    "Gimana, Mama saya, Dok?" tanyaku pada seorang dokter yang berdiri di sisi tempat tidur Mama."Kita berbicara di ruangan saya saja, Pak," jawabnya. Membuat rongga dadaku semakin sempit."Baik, Dokter."Aku mengekori sang dokter menuju ruangannya. Papa? Dia tidak ikut. Aku pun juga tidak menawarinya untuk ikut dengan ku ataupun meminta Papa untuk tegap berada di dekat Mama."Jadi bagaimana keadaan Mama saya, Dok?" tanyaku ketika aku sudah dipersilakan duduk oleh dr. Laura di ruangannya yang tidak jauh dari ruangan IGD."Apa Mama, Bapak sedang lagi dalam masalah besar? Tampaknya beliau depresi berat.""Saya tidak tahu pasti, Dok. Tapi yang jelas, sekarang adik saya masih belum sadar pasca operasi kemarin."Dr. Laura mengangguk paham."Untuk sementara waktu, mamanya dirawat di sini dulu sampai benar-benar pulih. Karena obat penenang yang dia telan melebihi dosis dan itu juga yang menyebabkan pada akhirnya beliau pingsan.""Jadi, Mama minum obat penenang, Dok? Obat yang tadi itu, penenang

  • Perceraian yang Terindah   Bab 33

    PoV SanjayaAku dan Laniara terbelalak melihat Mama tergeletak di lantai. Masih memakai pakaian semalam. Serentak aku dan istri berjalan setengah berlari menghampiri Mama. Kamar Mama cukup luas, berukuran tujuh kali tujuh meter. Ya, cukup besar dan lengkap."Ma ... bangun ... Bangun, Ma ...." Laniara mengguncang serta menepuk lembut pipi Mama sembari terus memanggil. Aku masih terperangah tak berdaya menatap dalam kedua wanita yang sudah melahirkanku itu yang masih terpejam. Mulutku terasa berat untuk berucap. Tanganku gemetar ketika memegang tubuh Mama yang tidak berdaya. Wajah Mama juga pucat pasi."Mas ... ini obat apa?" tanya Laniara sembari memperlihatkan beberapa butir obat yang dia punguti dari lantai.Aku tak menyahut, bibir ini begitu kelu."Denyut nadi Mama masih ada kok, Mas. Kamu jangan panik," ujar istriku menenangkan. Namun, sekalipun begitu tak ampuh bagiku saat ini.Terdengar Laniara kembali memanggil Mama, tapi Mama tak juga sadar. Jangan 'kan menyahut merespon dengan

  • Perceraian yang Terindah   Bab 32

    Bak awan yang sudah dipenuhi air, makin berat, tumpah membasahi bumi, sama persis yang terjadi dengan Rita. Sesak dada yang tidak terluakan dengan sempurna tadi ketika beradu mulut dengan Santoso tadi melebur juga di dalam lift. Air matanya tumpah ruah tanpa jeda. Menetes membasahi pipi mulusnya, sekalipun sudah berumur wajah Rita sungguh awet muda. Tapi Rita tidak membiarkan bening itu kian berlomba jatuh sia-sia dengan sigap sia menyeka setiap bulir bening itu tumpah. Untung saja setiap melewati nomor lantai liftnya tidak berhenti.Rita berbisik lirih, "harusnya kamu tidak seegois ini, Pa.""Ya Allah berilah kelembutan dan bukakanlah pintu hati suamiku agar lebih bersikap bijak dan lapang dada serta ikhlas menerima ujian dari-Mu. Jagalah rumah tangga kami, Ya Rabb," bisik Rita lagi. Mengadu pada sang Pencipta matanya juga tampak tertutup."Ya Allah berilah kesembuhan pada anakku. Kumohon jangan panggil dia, beri dia kesempatan untuk hidup sekali lagi." bisik Rita lagi"Dan, kenapa k

  • Perceraian yang Terindah   Bab 31

    Kejadian selepas Santoso membentak Laniara ....Sanjaya hanya melihat Santoso dan Rita dari sudut matanya ketika masuk ke dalam lift. Gurat amarah yang membuncah masih bersarang, tak kuasa dia lepaskan mengingat sosok itu adalah lelaki yang sudah berjasa di hidupnya selama ini sekalipun sikap Santoso sungguh merobek separuh hatinya.Sanjaya memeluk Laniara, sembari berbisik, "sabar ya, Sayang." Dengan penuh cinta berulang kali dia mengecup puncak kepala sang istri. Sedangkan Laniara masih gugup tapi tak ada air mata yang menggenangi bola mata indahnya itu.Laniara melepaskan pelukan Sanjaya perlahan. Dia menatap dalam manik mata suaminya itu."Harusnya kamu tidak membentak Papa, Mas. Aku tidak mau kamu berkata kasar hanya karena ingin membelaku." Dengan lirih Laniara berucap."Tapi papaku udah keterlaluan membentak kamu, aku mana sanggup melihat kamu dibentak seperti itu." Sanjaya memegang kedua pipi sang istri matanya tampak berkaca-kaca."Iya, Mas. Mungkin Papa tak bermaksud membent

  • Perceraian yang Terindah   Bab 30

    PoV SantosoDadaku berdesir kencang ketika melihat seorang dokter perempuan keluar dari ruang operasi. Parasnya yang ayu tak mampu membuat jantungku berdetak stabil, malah semakin berdetak tak karuan. Bibirnya yang tipis tak mengulas senyum sedikitpun, tak ada isyarat kelegaan yang terlihat bahwa operasi yang dia tangani kali ini berjalan dengan baik dan sesuai tujuan yang sempurna untuk pasien. Tak pernah seumur hidup aku merasakan kekacauan hati seperti ini.Tapi beberapa detik kemudian, mata kami beradu pandang dia berusaha mengulas senyum berat padaku, aku bisa membaca dengan baik bahasa tubuhnya. Mungkin dokter ini berpikir ulasan senyum yang dia suguhkan mampu menepis kejanggalan yang ada. Tidak! Malah aku semakin yakin, pasti ada yang tidak beres terjadi pada Bobby. Awas saja kalau informasi yang dia berikan adalah kabar buruk bagiku!Aku, Rita, Sanjaya dan dia. Iya, dia. Dia orang asing yang masuk ke rumahku. Belum ada kata sudi dariku, mengakui sosoknya sebagai menantu di mat

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status